DO U Muallaf – 8 – Kredibilitas dan Integritas, Karakter Sang Nabi
Sering kali orang akan bertanya tentang siapa pengajarnya, pencetusnya – jika diberitahukan sebuah ajaran, sebuah ide. Memang menilai sebuah paham tak bisa dilepaskan dari menilai kredibilitas dan integritas pembawanya.
Begitu pula ketika Muallaf mulai mengenal Islam, niscaya akan berusaha mengetahui siapa jati diri pembawanya – Sang Nabi. Muallaf akan menilai sejauh mana kredibilitas dan integritas pembawanya. Sehingga dapat merasa aman untuk berserah diri masuk dan menganut ajarannya tatkala tinggi kredibilitas pembawanya, berintegritas tinggi.
Berbicara Sang Nabi – Rasulullah Muhammad saw, adalah sesosok manusia paling populer sepanjang masa, yang selalu menuai banyak penilaian baik yang positif maupun negatif.
Bagaimana penilaian kita, dan mereka, terhadap Nabi Muhammad saw?
Berbicara tentang Nabi Muhammad saw, pasti akan bersinggungan dengan issue mental, pemikiran, moral dan prilaku beliau; issue kehidupan pribadinya dan caranya berkeluarga; issue tentang kepemimpinannya; issue tentang tindakan beliau di masa perang dan damai; issue caranya menangani kawan dan lawan; dan sebagainya. Kita berbicara Karakter Sang Nabi!
Dari topik-topik tersebut, orang akan menilai kredibilitas dan integritasnya. Sekali lagi akan dinilai Karakter Sang Nabi.
Penulis tidak akan berpanjang-lebar, akan memfokuskan beberapa aspek penilaian yang semoga menjadi bahan renungan serta alasan yang meyakinkan para Muallaf untuk memilih Islam sebagai jalan hidupnya, dan tetap berjalan diatasnya.
Keep Your Friends Close, and Keep Your Enemies Closer! Demikian ujaran berhikmah bertutur, bahwa harus lebih mendekati musuh ketimbang teman. Karena tiada boleh cacat melainkan akan dimanfaatkan oleh para musuh untuk menikam. Dan jika musuh memberikan penghargaan dan penghormatan, cenderung tulus, tidak ada kepentingan untuk mendapat keuntungan tertentu. Lain jika teman memberikan penghargaan dan penghormatan, bisa jadi tidak tulus, bisa jadi ingin mendapatkan keuntungan tertentu.
Aspek penilaian pertama yang perlu direnungkan oleh para Muallaf adalah bagaimana para musuh Nabi menilai Sang Nabi.
Perhatikan ayat berikut ini!
Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah (QS 6:33)
Dan kita juga bisa sambungan ayat tersebut, sebagai berikut:
Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu.
Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu, maka jika kamu dapat membuat lobang di bumi atau tangga ke langit lalu kamu dapat mendatangkan mukjizat kepada mereka (maka buatlah). Kalau Allah menghendaki, tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang jahil
Hanya mereka yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Allah), dan orang-orang yang mati (hatinya), akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepadaNyalah mereka dikembalikan.
Dan mereka (orang-orang musyrik Mekah) berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu mukjizat dari Tuhannya?" Katakanlah: "Sesungguhnya Allah kuasa menurunkan suatu mukjizat, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui." (QS 6:34-37)
Permusuhan para penentang Nabi yang sebagian besar merupakan kerabatnya bukanlah konflik dan konfrontasi secara personal, tetapi lebih pada penentangan terhadap ajaran yang dibawanya atau gengsi dan kedengkian belaka.
Perhatikan beberapa riwayat kisah sejarah Sang Nabi dan Hadits Nabi berikut ini!
Abu Sufyan bin Harb, Abu Jahal bin Hisyam dan al-Akhnas bin Syariq malam itu pergi ingin mendengarkan Nabi Muhammad saw ketika sedang membaca Al-Quran di rumahnya. Mereka masing-masing mengambil tempat sendiri-sendiri untuk mendengarkan, dan tempat satu sama lain tidak saling diketahui. Nabi Muhammad saw yang biasa bangun tengah malam, malam itu juga ia sedang membaca Al-Quran dengan tenang dan damai. Dengan suaranya yang merdu itu ayat-ayat suci bergema ke dalam telinga dan kalbu.
Tetapi sesudah fajar tiba, mereka yang mendengarkan itu berpencar, pulang ke rumah masing-masing. Di tengah jalan, ketika mereka bertemu, mereka saling menyalahkan. Mereka saling berkata: "Jangan terulang lagi. Kalau kita dilihat oleh orang-orang yang masih bodoh, ini akan melemahkan kedudukan kita dan mereka akan berpihak kepada Muhammad".
Tetapi pada malam kedua, masing-masing mereka membawa perasaan yang sama seperti pada malam kemarin. Tanpa dapat menolak, seolah kakinya membawanya kembali ke tempat yang semalam itu juga, untuk mendengarkan lagi Nabi Muhammad saw membaca Al-Quran. Hampir fajar, ketika mereka pulang, bertemu lagi mereka satu sama lain dan saling menyalahkan pula. Tetapi sikap mereka demikian itu tidak menghalangi mereka untuk pergi lagi pada malam ketiga.
Setelah kemudian mereka menyadari, bahwa dalam menghadapi dakwah Nabi Muhammad saw itu mereka merasa lemah, berjanjilah mereka untuk tidak saling mengulangi lagi perbuatan mereka demikian itu. Apa yang sudah mereka dengar dari Nabi Muhammad saw itu, dalam jiwa mereka tertanam suatu kesan, sehingga mereka satu sama lain saling menanyakan pendapat mengenai yang sudah mereka dengar itu. Dalam hati mereka timbul rasa takut. Mereka kuatir akan jadi lemah, mengingat masing-masing adalah pemimpin masyarakat, sehingga dikuatirkan masyarakatnya pun akan jadi lemah pula dan menjadi pengikut Nabi Muhammad saw juga.
Setelah Abu Sufyan, Abu Jahal dan Akhnas selama tiga malam berturut-turut mendengarkan pembacaan Al-Quran, sebagaimana disebutkan di atas, Akhnas lalu pergi menemui Abu Jahal di rumahnya. "Abu'l-Hakam (Nama panggilan Abu Jahal), bagaimana pendapatmu tentang yang kita dengar dari Muhammad?" tanyanya kepada Abu Jahal.
"Apa yang kau dengar?" kata Abu Jahal. "Kami sudah saling memperebutkan kehormatan itu dengan Keluarga 'Abd Manaf. Mereka memberi makan, kami pun memberi makan, mereka menanggung kami pun begitu, mereka memberi kami juga memberi sehingga kami dapat sejajar dan sama cepatnya dalam perlombaan itu. Tiba-tiba kata mereka: "Di kalangan kami ada seorang nabi yang menerima wahyu dari langit." Bilamana kita akan menjumpai yang semacam itu? Tidak! Kami sama sekali tidak akan percaya dan tidak akan membenarkannya."
Kisah ini menguatkan QS 6:33, yang pada intinya sebenarnya para musuh Nabi tidak mengingkari karakter Nabi Muhammad saw, melainkan sebenarnya mengingkari ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
Kisah berikut ini juga menguatkan pernyataan QS 6:33.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa suatu ketika setelah turun ayat:
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat" (QS 26:214)
Rasulullah saw. naik ke Bukit Shafa sambil berseru: "Mari berkumpul pada pagi hari ini!" Maka berkumpullah kaum Quraisy.
Rasulullah bersabda: "Bagaimana pendapat kalian, seandainya aku beritahu bahwa musuh akan datang besok pagi atau petang, apakah kalian percaya kepadaku?" Kaum Quraisy menjawab: "Pasti kami percaya." Rasulullah bersabda: "Aku peringatkan kalian bahwa siksa Allah yang dahsyat akan datang." Berkata Abu Lahab: "Celaka engkau! Apakah hanya untuk ini, engkau kumpulkan kami?"
Maka turunlah surat QS 111 - Surat Al Lahab sebagai berikut:
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.
Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.
Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar.
Yang di lehernya ada tali dari sabut. (QS 111:1-5)
Surat ini turun berkenaan dengan peristiwa yang melukiskan bahwa kecelakaan itu akan terkena kepada orang yang memfitnah dan menghalang-halangi agama Allah.
(Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan lainnya yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
Atau kisah berikut ini mungkin perlu kita simak juga, yaitu bagaimana musuh memberikan kesaksian yang adil di hadapan orang asing.
Hadis riwayat Abu Sufyan ra., ia berkata:
Aku berangkat ke Syam pada masa perdamaian Hudaibiah, yaitu perjanjian antara diriku dan Rasulullah saw.
Ketika aku berada di Syam, datanglah sepucuk surat dari Rasulullah saw. yang ditujukan ke Heraklius, Penguasa Romawi. Yang membawa surat itu adalah Dihyah Al-Kalbi yang langsung menyerahkannya kepada Penguasa Basrah. Selanjutnya, Penguasa Basrah menyerahkan kepada Heraklius.
Heraklius lalu bertanya: Apakah di sini terdapat seorang dari kaum lelaki yang mengaku sebagai nabi ini?
Mereka menjawab: Ya! Maka aku pun dipanggil bersama beberapa orang Quraisy lainnya sehingga masuklah kami menghadap Heraklius.
Setelah mempersilakan kami duduk di hadapannya, Heraklius bertanya: Siapakah di antara kamu sekalian yang paling dekat nasabnya dengan lelaki yang mengaku sebagai nabi ini?
Abu Sufyan berkata: Lalu aku menjawab: Aku. Kemudian aku dipersilakan duduk lebih dekat lagi ke hadapannya sementara teman-temanku yang lain dipersilakan duduk di belakangku.
Kemudian Heraklius memanggil juru terjemahnya dan berkata kepadanya: Katakanlah kepada mereka bahwa aku akan menanyakan kepada orang ini tentang lelaki yang mengaku sebagai nabi itu. Jika ia berdusta kepadaku, maka katakanlah bahwa ia berdusta.
Abu Sufyan berkata: Demi Allah, seandainya aku tidak takut dikenal sebagai pendusta, niscaya aku akan berdusta.
Lalu Heraklius berkata kepada juru terjemahnya: Tanyakan kepadanya bagaimana dengan keturunan lelaki itu di kalangan kamu sekalian?
Aku menjawab: Di kalangan kami, dia adalah seorang yang bernasab baik. Dia bertanya: Apakah ada di antara nenek-moyangnya yang menjadi raja?
Aku menjawab: Tidak.
Dia bertanya: Apa kamu sekalian menuduhnya sebagai pendusta sebelum dia mengakui apa yang dikatakannya?
Aku menjawab: Tidak.
Dia bertanya: Siapakah pengikutnya, orang-orang yang terhormatkah atau orang-orang yang lemah?
Aku menjawab: Para pengikutnya adalah orang-orang lemah.
Dia bertanya: Mereka semakin bertambah ataukah berkurang?
Aku menjawab: Bahkan mereka semakin bertambah.
Dia bertanya: Apakah ada seorang pengikutnya yang murtad dari agamanya setelah dia peluk karena rasa benci terhadapnya?
Aku menjawab: Tidak.
Dia bertanya: Apakah kamu sekalian memeranginya?
Aku menjawab: Ya.
Dia bertanya: Bagaimana peperangan kamu dengan orang itu?
Aku menjawab: Peperangan yang terjadi antara kami dengannya silih-berganti, terkadang dia mengalahkan kami dan terkadang kami mengalahkannya.
Dia bertanya: Apakah dia pernah berkhianat?
Aku menjawab: Tidak. Dan kami sekarang sedang berada dalam masa perjanjian damai dengannya, kami tidak tahu apa yang akan dia perbuat.
Dia melanjutkan: Demi Allah, aku tidak dapat menyelipkan kata lain dalam kalimat jawaban selain ucapan di atas.
Dia bertanya lagi: Apakah perkataan itu pernah diucapkan oleh orang lain sebelum dia?
Aku menjawab: Tidak.
Selanjutnya Heraklius berkata kepada juru terjemahnya:
Katakanlah kepadanya, ketika aku bertanya kepadamu tentang nasabnya, kamu menjawab bahwa ia adalah seorang yang bernasab mulia. Memang demikianlah keadaan rasul-rasul yang diutus ke tengah kaumnya.
Ketika aku bertanya kepada kamu apakah di antara nenek-moyangnya ada yang menjadi raja, kamu menjawab tidak. Menurutku, seandainya ada di antara nenek-moyangnya yang menjadi raja, aku akan mengatakan dia adalah seorang yang sedang menuntut kerajaan nenek-moyangnya.
Lalu aku menanyakan kepadamu tentang pengikutnya, apakah mereka orang-orang yang lemah ataukah orang-orang yang terhormat. Kamu menjawab mereka adalah orang-orang yang lemah. Dan memang merekalah pengikut para rasul.
Lalu ketika aku bertanya kepadamu apakah kamu sekalian menuduhnya sebagai pendusta sebelum dia mengakui apa yang dia katakan. Kamu menjawab tidak. Maka tahulah aku, bahwa tidak mungkin dia tidak pernah berdusta kepada manusia kemudian akan berdusta kepada Allah.
Aku juga bertanya kepadamu apakah ada seorang pengikutnya yang murtad dari agama setelah ia memeluknya karena rasa benci terhadapnya. Kamu menjawab tidak. Memang demikianlah iman bila telah menyatu dengan orang-orang yang berhati bersih.
Ketika aku menanyakanmu apakah mereka semakin bertambah atau berkurang, kamu menjawab mereka semakin bertambah. Begitulah iman sehingga ia bisa menjadi sempurna.
Aku juga menanyakanmu apakah kamu sekalian memeranginya, kamu menjawab bahwa kamu sekalian sering memeranginya. Sehingga perang yang terjadi antara kamu dengannya silih-berganti, sesekali dia berhasil mengalahkanmu dan di lain kali kamu berhasil mengalahkannya. Begitulah para rasul akan senantiasa diuji, namun pada akhirnya merekalah yang akan memperoleh kemenangan.
Aku juga menanyakanmu apakah dia pernah berkhianat, lalu kamu menjawab bahwa dia tidak pernah berkhianat. Memang begitulah sifat para rasul tidak akan pernah berkhianat.
Aku bertanya apakah sebelum dia ada seorang yang pernah mengatakan apa yang dia katakan, lalu kamu menjawab tidak. Seandainya sebelumnya ada seorang yang pernah mengatakan apa yang dia katakan, maka aku akan mengatakan bahwa dia adalah seorang yang mengikuti perkataan yang pernah dikatakan sebelumnya.
Dia melanjutkan: Kemudian Heraklius bertanya lagi: Apakah yang ia perintahkan kepadamu?
Aku menjawab: Dia menyuruh kami dengan salat, membayar zakat, bersilaturahmi serta membersihkan diri dari sesuatu yang haram dan tercela.
Heraklius berkata:
Jika apa yang kamu katakan tentangnya itu adalah benar, maka ia adalah seorang nabi.
Dan aku sebenarnya telah mengetahui bahwa dia akan muncul, tetapi aku tidak menyangka dia berasal dari bangsa kamu sekalian.
Dan seandainya aku tahu bahwa aku akan setia kepadanya, niscaya aku pasti akan senang bertemu dengannya.
Dan seandainya aku berada di sisinya, niscaya aku akan membersihkan segala kotoran dari kedua kakinya serta pasti kekuasaannya akan mencapai tanah tempat berpijak kedua kakiku ini.
Dia melanjutkan: Kemudian Heraklius memanggil untuk dibawakan surat Rasulullah saw. lalu membacanya. Ternyata isinya adalah sebagai berikut:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Pemurah, dari Muhammad, utusan Allah, untuk Heraklius, Penguasa Romawi.
Salam sejahtera semoga selalu terlimpah kepada orang-orang yang mau mengikuti kebenaran.
Sesungguhnya aku bermaksud mengajakmu memeluk Islam. Masuklah Islam, niscaya kamu akan selamat. Masuklah Islam niscaya Allah akan menganugerahimu dua pahala sekaligus.
Jika kamu berpaling dari ajakan yang mulia ini, maka kamu akan menanggung dosa seluruh pengikutmu.
"Wahai Ahli Kitab, marilah kepada suatu kalimat ketetapan yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita mempersekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak pula sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain daripada Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri kepada Allah" (QS 3:64).
Selesai ia membaca surat tersebut, terdengarlah suara nyaring dan gaduh di sekitarnya. Lalu ia memerintahkan sehingga kami pun segera dikeluarkan.
Lalu aku berkata kepada teman-temanku ketika kami sedang menuju keluar: Benar-benar telah tersiar ajaran Ibnu Abu Kabasyah, dan sesungguhnya ia benar-benar ditakuti oleh Raja Romawi.
Abu Sufyan berkata: Aku masih terus merasa yakin dengan ajaran Rasulullah saw. bahwa ia akan tersiar luas sehingga Allah berkenan memasukkan ajaran Islam itu ke dalam hatiku. (Shahih Muslim)
Memang Nabi Muhammad sebelum diangkat menjadi Nabi dan mendakwahkan ajaran agama Allah, sungguh beliau adalah Al-Amin – Orang Yang Terpercaya. Ini terekam dalam kisah pembangunan Ka'bah sebagai berikut:
Pada waktu itu masyarakat sedang sibuk karena bencana banjir besar yang turun dari gunung, pernah menimpa dan meretakkan dinding-dinding Ka'bah yang memang sudah rapuk. Sebelum itu pun pihak Quraisy memang sudah memikirkannya. Tempat yang tidak beratap itu menjadi sasaran pencuri mengambil barang-barang berharga di dalamnya. Hanya saja Quraisy merasa takut; kalau bangunannya diperkuat, pintunya ditinggikan dan diberi beratap, dewa Ka'bah yang suci itu akan menurunkan bencana kepada mereka. Sepanjang zaman Jahiliah keadaan mereka diliputi oleh pelbagai macam legenda yang mengancam barangsiapa yang berani mengadakan sesuatu perubahan. Dengan demikian perbuatan itu dianggap tidak umum.
Tetapi sesudah mengalami bencana banjir tindakan demikian itu adalah suatu keharusan, walaupun masih serba takut-takut dan ragu-ragu. Suatu peristiwa kebetulan telah terjadi sebuah kapal milik seorang pedagang Ruum (Romawi) bernama Baqum yang datang dari Mesir terhempas di laut dan pecah. Sebenarnya Baqum ini seorang ahli bangunan yang mengetahui juga soal-soal perdagangan. Sesudah Quraisy mengetahui hal ini, maka berangkatlah al-Walid bin al-Mughirah dengan beberapa orang dari Quraisy ke Jeddah. Kapal itu dibelinya dari pemiliknya, yang sekalian diajaknya berunding supaya sama-sama datang ke Mekah untuk membantu mereka membangun Ka'bah kembali. Baqum menyetujui permintaan itu. Pada waktu itu di Mekah ada seorang Koptik (Mesir Qibti) yang mempunyai keahlian sebagai tukang kayu. Persetujuan tercapai bahawa diapun akan bekerja dengan mendapat bantuan Baqum.
Sudut-sudut Ka'bah itu oleh Quraisy dibagi empat bagian setiap kabilah mendapat satu sudut yang harus dirombak dan dibangun kembali. Sebelum bertindak melakukan perombakan itu mereka masih ragu-ragu, kuatir akan mendapat bencana. Kemudian al-Walid bin al-Mughirah tampil ke depan dengan sedikit takut-takut. Setelah ia berdoa kepada dewa-dewanya mulai ia merombak bagian sudut selatan. Tinggal lagi orang menunggu-nunggu apa yang akan dilakukan Tuhan nanti terhadap al-Walid. Tetapi setelah ternyata sampai pagi tidak terjadi apa-apa, merekapun ramai-ramai merombaknya dan memindahkan batu-batu yang ada. Dan Muhammad ikut pula membawa batu itu.
Setelah mereka berusaha membongkar batu hijau yang terdapat di situ dengan pacul, namun tidak berhasil, dibiarkannya batu itu sebagai fondasi bangunan. Dan gunung-gunung sekitar tempat itu sekarang orang-orang Quraisy mulai mengangkuti batu-batu granit berwarna biru, dan pembangunanpun segera dimulai. Sesudah bangunan itu setinggi orang berdiri dan tiba saatnya meletakkan Hajar Aswad yang disucikan di tempatnya semula di sudut timur, maka timbullah perselisihan di kalangan Quraisy, siapa yang seharusnya mendapat kehormatan meletakkan batu itu di tempatnya. Demikian memuncaknya perselisihan itu sehingga hampir saja timbul perang saudara karenanya. Keluarga Abdud-Dar dan keluarga 'Adi bersepakat takkan membiarkan kabilah yang manapun campur tangan dalam kehormatan yang besar ini. Untuk itu mereka mengangkat sumpah bersama. Keluarga Abdud-Dar membawa sebuah baki berisi darah. Tangan mereka dimasukkan ke dalam baki itu untuk memperkuat sumpah mereka. karena itu lalu diberi nama La'aqatud-Dam, yakni 'jilatan darah.'
Abu Umayyah bin al-Mughirah dari Bani Makhzum, adalah orang yang tertua di antara mereka, dihormati dan dipatuhi. Setelah melihat keadaan serupa itu ia berkata kepada mereka:
"Serahkanlah keputusan kamu ini di tangan orang yang pertama sekali memasuki pintu Shafa ini."
Tatkala mereka melihat Muhammad adalah orang pertama memasuki tempat itu, mereka berseru: "Ini al-Amin; kami dapat menerima keputusannya."
Lalu mereka menceritakan peristiwa itu kepadanya. Iapun mendengarkan dan sudah melihat di mata mereka betapa berkobarnya api permusuhan itu. Ia berfikir sebentar, lalu katanya: "Kemarikan sehelai kain," katanya. Setelah kain dibawakan dihamparkannya dan diambilnya batu itu lalu diletakkannya dengan tangannya sendiri, kemudian katanya; "Hendaknya setiap ketua kabilah memegang ujung kain ini."
Mereka bersama-sama membawa kain tersebut ke tempat batu itu akan diletakkan. Lalu Muhammad mengeluarkan batu itu dari kain dan meletakkannya di tempatnya. Dengan demikian perselisihan itu berakhir dan bencana dapat dihindarkan.
Quraisy menyelesaikan bangunan Ka'bah sampai setinggi lapan belas hasta (± 11 meter), dan ditinggikan dari tanah sedemikian rupa, sehingga mereka dapat menyuruh atau melarang orang masuk. Di dalam itu mereka membuat enam batang tiang dalam dua deretan dan di sudut barat sebelah dalam dipasang sebuah tangga naik sampai ke teras di atas lalu meletakkan Hubal di dalam Ka'bah.Juga di tempat itu diletakkan barang-barang berharga lainnya, yang sebelum dibangun dan diberi beratap menjadi sasaran pencurian.
Mengenai umur Muhammad waktu membina Ka'bah dan memberikan keputusannya tentang batu itu, masih terdapat perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan berumur dua puluh lima tahun. Ibn Ishaq berpendapat umurnya tiga puluh lima tahun. Kedua pendapat itu baik yang pertama atau yang kemudian, sama saja; tapi yang jelas cepatnya Quraisy menerima ketentuan orang yang pertama memasuki pintu Shafa, disusul dengan tindakannya mengambil batu dan diletakkan di atas kain lalu mengambilnya dari kain dan diletakkan di tempatnya dalam Ka'bah, menunjukkan betapa tingginya kedudukannya dimata penduduk Mekah, betapa besarnya penghargaan mereka kepadanya sebagai orang yang berjiwa besar.
(dinukil dan dikompilasi dari: Sejarah Hidup Muhammad – Muhammad Husain Haikal, Sirah Nabawiyah – Syaikh Shafiyur-Rahman al-Mubarakfury)
Bukan jumawa, bukan sombong! Mohon cari dan beritahukan tokoh mana di dunia ini, terutama tokoh agama, yang mendapatkan penghormatan dan kesaksian dari para musuhnya sebagaimana yang didapatkan oleh Nabi Muhammad saw. Niscaya sulit jika tak boleh dikata mustahil!!
Apalagi karakter yang penuh kredibilitas dan integritas ini sudah diketahui khalayak sejak masih muda hingga dewasa, mulai dari masa sebelum diangkat sebagai Nabi hingga ke masa setelah diangkat sebagai Nabi. Jarang sekali tokoh-tokoh lain – terutama tokoh agama yang mempunyai kisah, pengakuan, dan karakter yang serupa atau mendekatinya.
Keanehan lain adalah banyak dari para musuh Nabi yang menitipkan harta-benda mereka kepada Nabi Muhammad saw. Coba katakan kepada dunia, tokoh mana yang ketika bermusuhan dengan sengit, masih diberikan kepercayaan untuk menjaga harta-benda mereka??? Tak usah berpikir lama, dan berusaha keras mencari jawabannya, penulis akan langsung jawab bahwa benar ada di dunia ini yang berlaku seperti demikian. Inilah orangnya: Nabi Muhammad saw.
Banyak ulasan sejarah menyatakan hal tersebut, terutama terkait dengan peristiwa Hijrahnya Nabi Muhammad saw dan Abu Bakar as-Shiddiq ra ke Madinah.
Pada saat itu Nabi Muhammad saw menunjuk Ali bin Abi Thalib ra untuk menggantikannya tidur di tempat peraduan Nabi adalah dengan 2 (dua) alasan, yaitu: pertama, sebagai kamuflase agar para teroris (penulis meminjam istilah `trendy` saat kini) yang ingin membunuh Nabi masih mengira bahwa Nabi masih tidur; dan kedua adalah agar Ali mengembalikan seluruh titipan harta-benda orang Mekkah yang mayoritas bermusuhan dengannya, sebagai perwujudan sikap amanah, rasa tanggung jawab terhadap titipan.
Tanya kenapa mereka tidak menitipkan kepada sanak-famili dan kerabat mereka sendiri! Tanya kenapa mereka menitipkan harta-bendanya kepada musuh yang sangat ingin mereka perangi dan bunuh itu!
Keunikan lain kalau tidak bisa dikatakan keanehan adalah diamnya atau relanya beberapa musuh ketika Nabi Muhammad saw. menjalin hubungan kekerabatan terhadap sanak-famili mereka, singkat kata ialah: berbesan! Sudah menjadi fakta dan bukti bahwa pernikahan Nabi Muhammad saw dengan beberapa istrinya memberikan banyak berkat dan hikmah, termasuk diantaranya adalah melunakkan sikap para musuhnya.
Kita sedang berbicara dengan masyarakat dan kebudayaan Arab pada abad 6 M, dimana perempuan dari kalangan terkemuka adalah simbol kehormatan suku atau kabilah.
Bila sang perempuan tersebut diculik, dianiaya, termasuk dinikahi dengan musuh yang mereka sangat perangi, maka akan berkobar perang dahsyat. Khusus untuk contoh terakhir – dinikahi musuh – bila dalam diri mereka terdapat kerelaan dan memandang baik karakter musuh yang akan menikahi anaknya, maka mereka akan berubah sikap. Minimal diam, bahkan akan mulai memperbaiki sikap. Karena tradisi bangsa Arab adalah menghormati hubungan perbesanan, dan memandang bahwa memusuhi keluarga besan merupakan suatu aib. Bila ragu, silahkan mempelajari sejarah dan kebudayaan Arab terutama sebelum abad 6 M.
Namun gembong musuh Nabi saat itu, yaitu Abu Sofyan bin Harb (yang akhirnya menjadi muslim pada peristiwa Fathu Makkah) diam –dalam kacamata Arab dapat diartikan sebagai rela – tatkala Nabi Muhammad saw menikah dengan Ummu Habibah – anak perempuan Abu Sofyan. Jika memang benar tak rela, maka pasti akan bergejolak perang dahsyat, walau sudah ada perjanjian damai.
Begitu pula yang terjadi tatkala Nabi Muhammad saw menikahi Ummu Salamah binti Abu Sofyan ra yang sekampung dengan Kholid bin Walid ra, juga tatkala Nabi Muhammad saw menikahi Maimunah binti Harits ra yang merupakan bibi dari Kholid bin Walid ra dari jalur Ibu. Sikap Kholid bin Walid ra diam, melunak, lalu mulai merenungi kebenaran dan kekuatan Islam. Dan akhirnya setelah peristiwa Umratul-Qodho dan pernikahan Nabi Muhammad saw dengan Maimunah ra, sang Pedang Allah – Kholid bin Walid ra masuk Islam.
Demikian sikap para musuh Nabi yang unik, yang akan sulit didapati dalam sejarah manapun.
Aspek penilaian yang berikutnya yang akan kita kaji adalah kesetiaan pengikutnya. Dalam sejarah, adalah langka untuk menyaksikan kesetiaan para pengikut terhadap tokoh utamanya semisal para shohabat – pengikut Nabi Muhammad saw.
Dalam Bible, di perjanjian lama, dapat kita temui kisah bahwa pengikut Nabi Musa as enggan berperang dengan penduduk Kanaan, bahkan bersikap tidak sopan. Alasannya takut. Padahal sudah begitu banyak mukjizat yang luar biasa telah mereka alami, sehingga Firaun dan bala tentaranya musnah. Dan sungguh Firaun dengan bala tentaranya lebih kuat dari penduduk Kanaan.
Masih di Bible, di perjanjian baru, dapat kita temu kisah bahwa pengikut setia Yesus (Nabi Isa as) – para 12 murid, berlarian tatkala Yesus ditangkap. Bahkan salah satu pengikutnya berkhianat dan menjual Yesus agar ditangkap. Ini versi Bible.
Tapi jangan berharap akan kita temukan versi serupa dalam kisah sejarah Nabi Muhammad saw. Sekali-kali tidak akan.
Abu Bakar ra bisa saja menjual Nabi Muhammad saw kepada kaum kafir Quraisytatkala mereka berhijrah ke Madinah. Dan sungguh tak terbayangkan keuntungan duniawi yang akan didapatkan bila bisa membantu kaum kafir Quraisy melenyapkan Nabi. Tapijangan kan bermimpi, terlintas pun tidak!
Ketika banyak penduduk Madinah yang kehilangan sanak-famili mereka yang menjadi tentara dalam perang Uhud, mereka bersedih. Ini manusiawi! Tapi mereka lebih cemas, khawatir, dan sedih bila Nabi Muhammad saw mengalami sesuatu yang tidak diinginkan. Begitu mereka mengetahui kondisi Nabi Muhammad saw masih hidup, maka terucaplah kalimat yang ditulis dengan tinta emas dalam sejarah, kan abadi dalam perjalanan waktu....yaitu:
"Kullu Mushiibatin Ba'daka Julalu", yang artinya: "Asalkan Anda selamat, musibah yang lain terasa kecil".
Peristiwa yang menandingi ini sangat jarang tertulis dalam sejarah, sangat sulit kita dapati di perjalanan waktu manusia di muka bumi ini.
Asy-Syahiid Khubaib ra di penghujung ajalnya, tatkala akan dieksekusi oleh kaum kafir Quraisya....ketika ditanya Abu Sufyan, "Apakah kamu suka jika Muhammad berada di tengah-tengah kami untuk kami penggal lehernya, sedangkan kamu berada di tengah-tengah keluargamu?". Khubaib ra menjawab, "Demi Allah, aku tidak akan rela jika aku berada di tengah-tengah keluargaku, sementara Muhammad berada di suatu tempat tertusuk oleh duri."
Medan Perang Badar menjadi saksi tatkala pasukan Nabi Muhammad saw – kaum muslimin – akan menghadapi pasukan kaum kafir Quraisy yang beramunisi dan logistik lengkap, dengan jumlah yang banyak, padahal pasukan Nabi seadanya...bisa saja mereka mundur, bersikap abstain membiarkan Nabi berperang sendiri, atau mungkin juga berkhianat dan menyerahkan Nabi kepada kaum kafir Quraisy. Sekali lagi, jangankan bermimpi, terlintas pun tidak! Bacalah kisah patirotisme berikut, yang sungguh sulit dicari tandingannya:
Tatkala Rasulullah saw. bermusyawarah dengan para sahabat, memberitahukan tentang berita dari Quraisy. Maka, berdirilah Abu Bakar ra., beliau berbicara yang baik. Kemudian, berdirilah Umar bin Khatthab ra. dan beliau berbicara yang baik.
Lalu berdirilah Miqdad bin Amru seraya berkata, "wahai Rasulullah, majulah ke arah yang diperintahkan oleh Allah swt. kepada anda, karena kami akan selalu bersama anda. Demi Allah, kami tidak akan berkata seperti Bani Israil berkata kepada Musa, Mereka berkata: "Hai Musa, kami sekali-sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja." (QS 5:24).
Namun, bertolaklah Anda dan Tuhan Anda. Dan berperanglah, karena kami akan berperang bersama Anda dan Tuhan Anda. Demi Allah, yang telah mengutus Anda dengan kebenaran, seandainya Anda membawa kami ke Barkil Gamad' – yaitu suatu kota di Habasyah (Etiopia), maka kami bertahan dan bersabar bersama Anda untuk menuju kepadanya, hingga Anda mencapainya."
Kemudian Rasulullah saw. bersabda kepadanya dengan sabda yang baik dan mendo'akan kebaikan untuknya, "Berilah pendapat untukku wahai orang-orang!". Rasulullah saw. mengarahkan maksud beliau kepada orang-orang Ansar.
Setelah Rasulullah saw. menyatakan sabda tersebut, Sa'ad bin Mu'adz ra. Berkata, "Demi Allah, seolah-olah Anda menginginkan kami wahai Rasulullah saw.?"
Rasulullah saw. Bersabda, " benar".
Sa'ad bin Mu'adz ra. Berkata, "Kami telah beriman kepada Anda dan membenarkan Anda, dan kami telah bersaksi bahwa risalah yang Anda bawa dan emban adalah kebenaran dan haq. Kami juga telah memberikan sumpah dan janji kami kepada Anda, bahwa kami akan mendengar dan mentaati anda. Maka, majulah terus wahai Rasulullah saw. kemanapun Allah swt. menyuruh Anda.
Karena demi Allah, yang telah mengutus Anda dengan kebenaran. Seandainya Anda menyuruh kami untuk menceburkan diri kami ke dalam lautan ini dan Anda telah menceburkan diri ke dalamnya, maka kami pun akan ikut menceburkan diri kami ke dalamnya bersama Anda. Tidak akan ada seorang pun yang tertinggal.
Kami tidak akan takut dan benci bertemu dengan musuh-musuh kami besok. Karena sesungguhnya, kami adalah orang-orang yang sabar dan bertahan dalam perang, jujur ketika bertempur, dan semoga Allah swt. menampakkan kepada Anda apa yang menyenangkan hati Anda. Maka bertolaklah bersama kami dengan keberkahan dari Allah swt.".
Sungguh kadang tak terasa air mata bergulir, berjalan menyusuri pipi ini tatkala membaca dan membayangkan kisah ini. Kesetiaan pengikut Nabi – para shohabat – mencerminkan betapa agung dan luhur akhlak Nabi Muhammad saw. Betapa sempurna karakternya, berintegritas dan kredibilitas tinggi.
Aspek penilaian yang terakhir perlu kita renungi adalah bagaimana membalas perlakuan musuh ketika mempunyai kekuasaan dan kesempatan untuk membalas.
Jangan kau katakan si Fulan, si Anu, John Doe....memang pemurah, pemaaf...kalau belum pernah dimusuhi dan disakiti sedemikian rupa dengan dahsyatnya oleh para musuhnya...lalu suatu saat roda berputar...Ia mempunyai kekuasaan, musuh takluk tak berdaya di depannya, lalu dengan mudahnya ia maafkan. Apalagi bukan hanya satu atau dua orang, bukan segelintir orang musuhnya, melainkan suatu kaum, penduduk dalam jumlah yang amat besar. Dan permusuhan itu telah berlangsung lama, bertahun-tahun. Bukan hanya harta terampas, bahkan darah telah tertumpah, dan kehormatan telah terinjak.
Tapi sekali lagi penulis bisa dengan mudahnya menunjukkan siapa orang yang telah berhasil melakukan hal itu. Dialah yang berakhlak agung nan mulia, dan yang memberikan pujian adalah langsung dari Allah – Tuhan Semesta Alam:
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS 68:4)
Tatkala Fathu Makkah – Pembebasan Kota Mekkah dari kekuasaan kaum kafir Quraisy...kaum kafir Quraisy telah berbaris menunggu di dalam Masjidil Haram – sekitar Ka'bah, menunggu apa yang hendak Nabi Muhammad saw lakukan. Kalau kita berbicara tradisi bangsa Arab....bukan hanya Arab, tapi juga suku bangsa lainnya di Dunia tatkala itu, hampir bisa dipastikan pembantaian massal, atau perbudakan dan pembuangan. Tidak ada opsi yang menggembirakan, tinggal memilih kematian atau kehinaan.
Tapi Nabi Muhammad saw bersabda, "Wahai kaum Quraisy, menurut pendapat kalian, tindakan apakah yang hendak kuambil terhadap kalian?"
Mereka menjawab, "Tentu yang baik-baik, wahai saudara yang mulia dan putra saudara yang mulia."
Beliau saw bersabda, "Kukatakan kepada kalian seperti yang dikatakan Yusuf kepada saudara-saudaranya, 'Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kalian.' (QS 12:92) Pergilah! Kalian semua bebas."
Inilah jawaban, sikap, dan keputusan Nabi Muhammad saw!
Sejarah kemudian mencatat, bahwa kaum muslimin yang taat selalu mengikuti trend yang dimulai oleh Nabi Muhammad saw dalam setiap berperang, bahkan dengan pengaku penganut agama lain. Kita bisa lihat salah satu contohnya, yaitu kebesaran Sholahuddin Al-Ayyubi dalam perang Salib, yang bahkan seterunya, Raja Richard the Lion Heart mengakuinya.
Kita juga melihat, bahwa Nabi Yusuf as melakukan hal ini kepada para saudaranya yang telah berkomplot untuk membuangnya. Inilah sikap moyang Bani Israil yang mulia, semestinya banyak dari penganut agama Yahudi meneladaninya. Namun sayangnya, para Zionis yang membawa panji nama Israel dan mengaku (hanya mengaku) beragama Yahudi lebih memilih meniru sikap saudara-saudara Nabi Yusuf as, bahkan lebih tidak terpuji!
Mengapa masih ragu?? Boleh jadi ada kisah atau sikap yang mungkin tak sesuai sreg – tidak sesuai keinginan. Tapi mustahil tak setuju atau pun tak membenarkan. Pasti orang yang waras, berhati nurani, berpikiran lurus, memberikan pengakuan terhadap keagungan karakter Sang Nabi – Nabi Muhammad saw, sosok luhur dengan karakter agung, penuh kredibilitas dan integritas ini. Beberapa alasan utama telah penulis utarakan, dan banyak buku lain yang menjabarkan lebih terperinci. Silahkan menyelidikinya sendiri.
Muallaf – anda dan kita –akan merasa aman berserah diri kepada ajaran Agama Allah – Islam, karena bukan hanya ajarannya saja yang sempurna, pembawanya pun berkarakter sempurna, penuh kredibilitas dan integritas.
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS 3:31)
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS 33:21)
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS 33:56)
Dari Muallaf, Oleh Muallaf, Untuk Muallaf
Dan seperti ucapan sahabat 'Abdullah ibnu Mas'ud ra., penulis pun mengikutinya:
Ini adalah pendapat dan curahan hati penulis semata.
Jika benar, maka itu dari petunjuk Allah swt.
Jika salah, maka itu dari diriku dan dari bisikan setan, sedangkan Allah swt dan Rasulullah saw bebas dari padanya.