Friday, February 10, 2012

Re: [Milis_Iqra] English Learning - Full Conversation

terimakasih infonya :)

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

[Milis_Iqra] Hadis hari ini : Pemenang sebenarnya dalam perang shiffin


Musnad Ahmad 15408: Telah menceritakan kepada kami Ya'la bin 'Ubaid dari Abdul Aziz bin Siyah dari Habib bin Abu Tsabit berkata; saya mendatangi Abu Wa'il di masjid keluarganya, saya bertanya kepadanya tentang kaum yang diperangi 'Ali di Nahrawan, hal-hal apa saja yang mereka terima, hal-hal apa saja yang mereka tak cocok, dan hal-hal apa saja sehingga 'Ali menganggap halal mereka diperangi. (Abu Wa'il radliyallahu'anhu) berkata; kami saat itu sedang di Shiffin, tatkala berkecamuk perang dengan penduduk Syam, mereka berpegang teguh untuk tetap di tempat yang tinggi. Lalu 'Amr bin Al 'Ash berkata kepada Mu'awiyah 'Utuslah seseorang kepada 'Ali dengan mushaf dan ajaklah dia kepada kitab Allah, dia tidak akan menolaknya.' Sang utusan pun datang menemui 'Ali dan berujar 'Antara kita dan kalian ada kitab Allah, 'Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bahagian yaitu Al Kitab (Taurat), mereka diseru kepada Kitab Allah supaya Kitab itu menetapkan hukum diantara mereka; Kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi (kebenaran) ' 'Ali berkata; ya saya lebih layak untuk melakukan hal itu, antara kami dan kalian ada kitab Allah. Lalu datanglah Al Khawarij, pada saat itu kami memanggil mereka dengan istilah Al Qurra', pedang mereka diletakkan pada pundak-pundak mereka. Mereka berkata; Wahai Amirul Mukminin, kenapa kita menunggu mereka, kaum yang berada di atas dataran tinggi itu, tidak sebaiknyakah kita berjalan kepada mereka dengan membawa pedang kita, sampai Allah memutuskan antara kita dengan mereka?. Lalu Sahl bin Hunaif berkata; Wahai manusia, koreksilah diri kalian sendiri, kami telah mengadakan perdamaian pada saat Hudaibiyah antara Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam dan kaum musrikin. Jika kami hendak berperang niscaya itu akan terjadi. Lalu datanglah 'Umar kepada Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, berkata; "Wahai Rasulullah, bukankah kita berada di atas kebenaran dan mereka berada di atas kebatilan, bukankah jika ada yang terbunuh diantara kita berada di surga dan jika ada yang terbunuh dari mereka akan berada di neraka?." Beliau menjawab, ya. ('Umar radliyallahu'anhu) berkata; kenapa kita memberi kehinaan kepada agama kita ini dan kita kembali, bukankah Allah telah memutuskan antara kita dan mereka?. beliau bersabda: "Wahai Ibnu Khattab, saya adalah Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam dan (Allah Azzawajalla) tidak akan menelantarkanku selamanya." (Abu Wa'il radliyallahu'anhu) berkata; lalu Umar pulang dalam keadaan marah dan tidak sabar sehingga mendatangi Abu Bakar, seraya bertanya-tanya, Wahai Abu Bakar, bukankah kita berada di atas kebenaran dan mereka di atas kebatilan, bukankah korban dari kita berada di syurga dan korban dari mereka di neraka?." (Abu Bakar) menjawab, ya. ('Umar radliyallahu'anhu) berkata; kenapa kita memberi kekurangan pada agama kita ini dan kita kembali, bukankah Allah telah memutuskan antara kita dan mereka?. Abu Bakar terus mengatakan, "Wahai Ibnu Al Khattab, dia adalah Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam dan Allah Azzawajalla tidak akan menelantarkannya selama-lamanya." (Abu Wa'il radliyallahu'anhu) berkata; lalu turunlah Surat Al Fath. Lantas Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam mengutusku kepada 'Umar, dan saya membacakan kepadanya. Dia berkata; Wahai Rasulullah, apakah itu berarti kemenangan?. Beliau menjawab, Ya.

--
Salamun 'ala manittaba al Huda



ARMANSYAH

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

Thursday, February 9, 2012

[Milis_Iqra] English Learning - Full Conversation

Sekedar berbagi.. bagi yang menghadapi masalah dalam hal kemampuan
komunikasi dalam bahasa Inggris bisa saudara coba training online
English Full Conversation, dimana disini saudara akan belajar
bagaimana bisa berkomunikasi dengan bahasa inggris dengan mudah supaya
dapat menunjang pekerjaan dan bisnisnya.
supaya tidak panjang lebar silahkan klik link berikut:

http://teguhhandoko.com/?id=azam1210

oh ya ada materi gratisannya juga untuk mencobanya dan yang pasti
GRATIIIS.. silahkan di download...

Terima kasih

Aziz J

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125

Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63

Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

[Milis_Iqra] ‘ADALAH SAHABAT, TANGGAPAN ATAS ARTIKEL JALALUDDIN RAKHMAT, “SAHABAT DALAM TIMBANGAN AL-QUR’AN” -3-

'ADALAH SAHABAT, TANGGAPAN ATAS ARTIKEL JALALUDDIN RAKHMAT, "SAHABAT DALAM TIMBANGAN AL-QUR'AN" (Bag. 3 )

Ditulis oleh: Abdul Hayyie Al-Kattani


Membaca Al-Qur'an dan peristiwa sejarah dalam Islam secara parsial dengan cara pembacaan secara utuh dan integral, sungguh dua hal yang berbeda, hasilnya pun akan berbeda pula.


Maka Kecelakaanlah bagi Orang-orang yang Shalat?

Setelah kita mengetahui bahwa maksud 'Adalah Sahabat secara mendasar adalah "menilai diri para sahabat Nabi SAW. sebagai jalur penyampai yang bisa dipercayai bagi Al-Qur'an, hadits-hadits Nabi SAW., serta seluk beluk kehidupan Nabi SAW. selama beliau hidup, bagi generasi berikutnya."

Dan karena itu kita sudah dapati bahwa menerima konsep 'Adalah Sahabat merupakan suatu keharusan, secara logika maupun dalil syar'i, dalam memahami dan mendapatkan Islam yang otentik dari Nabi SAW.

Kita bahkan sudah mendapati jawaban dan konfirmasi bagi karakteristik-karakteristik sahabat yang dipaparkan oleh Ibn Abi Hatim, Ibn Atsir serta al 'Asqallani. Meskipun semua karakteristik tersebut secara lahir tampak "wah".

Dengan catatan bahwa teori-teori para ulama tersebut, maupun karakteristik yang mereka paparkan, tetap membuka diri bagi adanya kajian-kajian lebih jauh.

Sehingga dengan begitu, menurut hemat saya, masalah masyru'iyyat atau legalitas 'Adalah Sahabat sudah terjawab dengan sangat memadai dan tidak lagi perlu diperdebatkan.

Kemudian tinggal sekarang, bagaimanakah kita memahami ayat-ayat Al-Qur'an serta kejadian yang menampilkan sebagian sahabat sebagai sosok yang, menurut Dr. Jalaluddin Rakhmat: ragu dalam agamanya, menentang dan membangkang perintah Rasulullah SAW., pernah meninggalkan ibadah, menyakiti Rasul SAW., lari dari medan pertempuran, mengeraskan suaranya di hadapan Rasul SAW., dan tidak membayar zakat atau perbuatan dosa lainnya?

Bagi sebagian orang, hal itu menghasilkan suatu kontradiksi tersendiri: antara perintah bagi kita untuk menghormati dan meneladani sahabat, dengan kenyataan sebagian mereka tercatat melakukan perbuatan-perbuatan dosa seperti itu.

Bagaimana ini?

Pada titik inilah, menurut saya, Dr. Jalaluddin Rakhmat tergoda dan selanjutnya terjebak metodologi "Wailul Lil Mushallin" dalam melihat para sahabat.

Apa itu metodologi "Wailul Lil Mushallin"? Secara literal ia adalah potongan dari surah Al-Ma'un ayat 4, yang bermakna: "Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat …"

Secara terminologis, ia bisa dijelaskan sebagai: metodologi membaca ayat atau peristiwa secara parsial atau sepotong-sepotong untuk kemudian dijadikan landasan untuk menetapkan penilaian atas keseluruhan.

Cara membaca dan memandang seperti itu menurut saya sangat tidak tepat dan bisa berakibat fatal. Ia akan mengantarkan kita pada pembentukan gambaran-gambaran yang buruk tentang peristiwa-peristiwa maupun tokoh-tokoh agung seperti para Nabi sekalipun.

Misalnya, ketika kita ingin mengetahui gambaran Nabi Adam dan Hawa dengan hanya berdasarkan pada ayat berikut:

"Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.." (Qs. Al-Baqarah 2:36).

Maka kita akan menilai Nabi Adam dan Hawa sebagai dua sosok yang hina dan dibenci serta dicampakkan oleh Allah SWT.

Ketika kita membaca kisah Nabi Musa a.s hanya berdasarkan potongan ayat:

"Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: "Ini adalah perbuatan syaitan sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya)." (Qs. Al Qashash 28: 15)

Ini akan mengantarkan kita kepada kesimpulan bahwa Nabi Musa a.s adalah seorang bengis, pembunuh, dan berperangai sangat buruk.

Ketika kita membaca kisah Nabi Yunus a.s hanya dengan melihat ayat ini:

"Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya)." (Qs. Al-Qalam 68: 48)

Kita akan menangkap kesan Nabi Yunus a.s yang disinggung sebagai "orang yang berada dalam perut ikan" dalam ayat tersebut sebagai orang yang tidak layak diteladani, tempramental dan seorang yang dimurkai oleh Allah SWT.

Ketika kita membaca kisah Nabi Yusuf a.s hanya dengan melihat potongan ayat:

"Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu". (Qs. Yusuf 12:24) Niscaya akan terbentuk dalam otak kita pikiran-pikiran "ngeres" tentang Nabi Yusuf a.s.

Ketika kita membaca sejarah Nabi Muhammad SAW. hanya berdasarkan ayat:

"Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Qs. Al Anfaal 8:67). Kita akan menangkap kesan Nabi Muhammad SAW sebagai sosok Nabi yang telah melakukan perbuatan yang tidak patut, senang dunia dan tidak senang akhirat.

Menurut saya, metodologi membaca Al-Qur'an seperti ini sangat berbahaya dan mengantarkan kita kepada kesimpulan yang jauh sekali dari kebenaran.

Demikian juga halnya jika kita menggunakan metodologi itu dalam membaca sejarah para sahabat dan kejadian-kejadian yang pernah mereka lewati bersama Rasulullah SAW.

Saya bisa pastikan tidak ada seorang pun sahabat yang selamat dari kecaman jika kita menggunakan metodologi itu. Termasuk Ali bin Abi Thalib r.a. dan Fathimah r.a.

Jika para Nabi yang mulia, bahkan malaikat sekali pun, tidak bisa selamat dari kecaman jika kita menggunakan metodologi tadi, maka bagaimana mungkin sahabat bisa selamat?

Lantas bagaimanakah metodologi yang tepat untuk membaca Al-Qur'an, sejarah para sahabat dan peristiwa-peristiwa yang berkaitan?

Membaca Al-Qur'an dan Peristiwa Sejarah Secara Utuh dan Integral.

Seorang pembaca artikel saya ini di Facebook, bernama Islisyah Asman, ketika mendapati saya berhenti di sini cukup lama, tanpa segera menjelaskan contoh-contoh pemotongan ayat di atas, langsung teriak: "Ustazh, bahasan di atas sepertinya menggantung ceritanya. Beri saja penjelasan atas semua pertanyaan yang ada pada tulisan itu. Saya khawatir apabila tulisan itu dibaca oleh orang awam, kasihan, mereka tidak dapat menangkap dengan mudah maksud yang terkandung di dalamnya. Maaf, ini saran saya. Mudah-mudahan bisa diterima."

Begitulah, hati yang beriman dan akal yang sehat tidak menerima jika kita hanya berhenti pada potongan-potongan tersebut, ketika kita berbicara tentang orang-orang agung dalam sejarah.
 Dan di situlah bahayanya jika kita menggunakan secara sepotong-sepotong ayat Al-Qur'an maupun peristiwa-peristiwa dalam sejarah Islam tanpa memperhatikan runtutan penjelasan ayat maupun kisah tersebut secara utuh dalam Al-Qur'an.

Maka metodologi yang benar dalam memahami ayat-ayat Al-Qur'an maupun peristiwa dalam sejarah Islam adalah dengan membaca kisah itu secara keseluruhan. Tidak hanya sebagian. Untuk kemudian memahamai fragment-fragment yang pernah terjadi yang tampak "tidak bagus" dalam bingkai pemahaman global tersebut.

Dengan cara tersebut, maka kita tidak lagi terjebak dengan metodologi "Wailul Lil Mushallin" atau "Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat …", karena kita tahu bahwa runtunan lengkap ayat-ayat tersebut adalah:

"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna." (Qs. Al Ma'uun 107: 4-7).

Dari bacaan atas ayat-ayat secara lengkap itulah kita segera tahu bahwa orang yang celaka itu adalah orang-orang lalai ketika shalat, berlaku riya dan tidak mau memberikan pertolongan kepada orang lain.

Bandingkan hal itu dengan pemahaman yang kita dapatkan hanya dari potongan ayat tadi. Tentu jauh sekali.

Demikian juga dengan kisah Nabi Adam dan Sitti Hawa. Ketika kita membaca kisah tersebut secara lebih utuh, justru kita menemukan bahwa Nabi Adam dan Sitti Hawa setelah mengalami ketergelinciran dan keterusiran dari surga, keduanya malah mendapatkan anugerah berupa ampunan dan kasih sayang Allah SWT..

Bacalah ayat 36 surah Al Baqarah ini setelah saya lengkapi lanjutan ayatnya dengan ayat no 37:

"Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan. Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. " (Qs. Al-Baqarah 2:36-37).

Gambaran kita yang negatif tentang Nabi Musa a.s ketika kita hanya membaca ayat dari surah Al Qashash 28: 15, akan segera berubah menjadi positif ketika kita membaca penuturan Al-Qur'an tentang Nabi Musa a.s secara utuh. Dan saat kita melanjutkan bacaan kita atas surah Al Qashash 28: 15 dengan ayat no 16 dan 17, kita dapati bahwa Nabi Musa a.s telah meminta ampunan kepada Allah SWT. atas tindakannya yang tidak disengaja itu. Dan Allah SWT. pun mengampuninya.

Kita baca:

"Musa mendoa: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku". Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Musa berkata: "Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerah-kan kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa". (Qs. Al-Qashash 28: 16-17).

Ketika kita membaca kisah Nabi Yunus 'Alaihis salam, setelah membaca surah Al-Qalam 68: 48:

"Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya)." (Qs. Al-Qalam 68: 48).

Dan kita lanjutkan dengan surat Al-Qalam 68: 49-50. Gambaran negatif kita tentang Nabi Yunus a.s segera tergantikan dengan kekaguman. Karena ternyata setelah itu Allah SWT memberikannya ni'mat dan memilihnya serta menjadikannya sebagai orang saleh. Mari kita baca:

"Kalau sekiranya ia tidak segera mendapat nikmat dari Tuhannya, benar-benar ia dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela. Lalu Tuhannya memilihnya dan menjadikannya termasuk orang-orang yang saleh." (Qs. Al-Qalam 68: 49-50).

Pikiran ngeres kita tentang Nabi Yusuf a.s, yang timbul ketika kita hanya membaca potongan ayat:

"Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu". (Qs. Yusuf 12: 24).

Akan tergantikan dengan kekaguman dan hormat kita kepadanya, ketika kita membaca ayat surah Yusuf 12:24 secara lengkap. Karena dalam ayat yang lengkap itu kita dapati ternyata Allah SWT. selalu menjaganya dari perbuatan-perbuatan nista, dan menjadi makhluk Allah yang terpilih. Mari kita baca ayat tersebut:

"Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih." (Qs. Yusuf 12: 24).

Dan gambaran kita yang tampak buram saat membaca sejarah Nabi SAW. hanya melalui potongan ayat ini:

"Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Qs. Al Anfaal 8: 67).

Akan segera berubah cemerlang ketika kita membaca dan menelusuri surah dan ayat-ayat dalam Al-Qur`an secara utuh yang menceritakan beliau. Akan terbentuk gambaran sosok yang agung nan mulia yang selalu mendapatkan bimbingan, teguran dan petunjuk dari Allah SWT. Segala gerak-gerik beliau selalu berada dalam pengawasan Allah SWT. Dan ucapan-ucapan yang keluar dari mulut beliau adalah kebenaran semata. Sesuai firman Allah SWT: "Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quraan) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat." (Qs. An Najm 53: 3-5).

Dan teguran dalam surah Al-Anfaal: 67 itu merupakan bagian dari proses turunnya aturan-aturan Syari'ah dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Dan itu menjadi rahmat serta kemudahan bagi umat beliau. Mari kita baca lanjutan ayat Al-Anfaal 8: 67 tersebut dengan ayat Al-Anfaal 8: 68-69:

"Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil. Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Qs. Al-Anfaal 8: 68-69).

Demikianlah, kita bisa saksikan dan rasakan, jauhnya perbedaan antara membaca Al-Qur'an dan peristiwa sejarah dalam Islam secara parsial dengan cara pembacaan secara utuh dan integral. 

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

Re: [Milis_Iqra] Hadis hari ini : Sebagai manusia, Nabi bisa saja salah memutuskan

Sesuatu yang alamiah saja jika seorang manusia melakukan kesalahan, faktanya Rasul memang --setidaknya-- 2 kali pernah tercatat berbuat salah dan ditegur sama Allah atas sikapnya itu. Kasus pertama tentang pengharaman madu akibat "perseteruan" antar istrinya dan kasus kedua ketika beliau cuek sama orang yang buta. (Dua-duanya ada didalam al-Qur'an).

Hadis itu apa adanya tidak perlu diberi interpretasi atau tafsir seperti apapun karena jelas disana disebutkan bahwa yang dibicarakan dalam hal status beliau selaku : "manusia biasa seperti kalian,  ... أَنَا بَشَرٌ" jadi tidak dalam kapasitas dia sebagai penyampai risalah (baca: Nabi dan Rasul).



2012/2/9 whe - en <whe.en9999@gmail.com>
Sekedar memberi masukan bahwa sebaiknya dalam membawakan hadits lebih konfrehensif, tidak sepotong sepotong dalam arti didukung keterangan keterangan lain agar tidak dimaknai berbeda, agar terhindar dari kesalahan memaknai.
Sebagai manusia biasa Rasulullah bisa saja salah, namun sebagai Nabi dan Rasul, Allah menjamin kema'sum-an beliau, Beliau tidak pernah salah menyampaikan Risalah, ini penting sekali dikemukakan dan  ini yang tidak bisa dipisahkan:

surat : An-Najm Ayat : 2 - 5
2. kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.
3. dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quraan) menurut kemauan hawa nafsunya.
4. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
5. yang diajarkan kepadanya oleh (jibril) yang sangat kuat.

sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam :
1.   "Setiap manusia pasti banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang sering bertaubat" (HR. Tirmidzi no.2687. At Tirmidzi berkata: "Hadits ini gharib". Di-hasan-kan Al Albani dalam Al Jami Ash Shaghir, 291/18)
2.  "Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah. Sungguh aku biasa bertaubat kepada Allah seratus kali dalam sehari" (HR. Muslim no.7034)

"Aisyah ditanya tentang doa yang biasa diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam. Ia menjawab: 'Beliau sering berdoa: 'Ya Allah, aku berlindung dari keburukan yang telah aku perbuat dan keburukan yang belum aku perbuat'. Dalam riwayat lain: 'Dari keburukan yang aku belum tahu''" (HR. Muslim no.2716)


Regards//
Whe~en



2012/2/9 Armansyah <armansyah.skom@gmail.com>
صحيح البخاري ٦٦٤٨: حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ زَيْنَبَ بِنْتَ أَبِي سَلَمَةَ أَخْبَرَتْهُ عَنْ أُمِّهَا أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ
سَمِعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَلَبَةَ خِصَامٍ عِنْدَ بَابِهِ فَخَرَجَ عَلَيْهِمْ فَقَالَ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ وَإِنَّهُ يَأْتِينِي الْخَصْمُ فَلَعَلَّ بَعْضًا أَنْ يَكُونَ أَبْلَغَ مِنْ بَعْضٍ أَقْضِي لَهُ بِذَلِكَ وَأَحْسِبُ أَنَّهُ صَادِقٌ فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ بِحَقِّ مُسْلِمٍ فَإِنَّمَا هِيَ قِطْعَةٌ مِنْ النَّارِ فَلْيَأْخُذْهَا أَوْ لِيَدَعْهَا




Shahih Bukhari 6648: Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman Telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri telah mengabarkan kepadaku Urwah bin Zubair bahwasanya Zainab binti Abu Salamah mengabarkannya dari ibunya, Ummu Salamah mengatakan; Pernah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendengar gaduh percekcokan di pintunya, lantas beliau menemui mereka dengan mengatakan; "Saya hanyalah manusia biasa seperti kalian, dan sengketa diadukan kepadaku, dan bisa jadi diantara kalian ada yang lebih pandai bersilat lidah daripada yang lain sehingga aku memenangkannya dan aku mengira dirinya yang benar, maka siapa yang kumenangkan dengan melanggar hak muslim lainnya, itu adalah sundutan api, silahkan ia mengambil atau tinggalkan!"

--
Salamun 'ala manittaba al Huda



ARMANSYAH

--
-


--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-



--
Salamun 'ala manittaba al Huda



ARMANSYAH

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

Wednesday, February 8, 2012

Re: [Milis_Iqra] Hadis hari ini : Sebagai manusia, Nabi bisa saja salah memutuskan

Sekedar memberi masukan bahwa sebaiknya dalam membawakan hadits lebih konfrehensif, tidak sepotong sepotong dalam arti didukung keterangan keterangan lain agar tidak dimaknai berbeda, agar terhindar dari kesalahan memaknai.
Sebagai manusia biasa Rasulullah bisa saja salah, namun sebagai Nabi dan Rasul, Allah menjamin kema'sum-an beliau, Beliau tidak pernah salah menyampaikan Risalah, ini penting sekali dikemukakan dan  ini yang tidak bisa dipisahkan:

surat : An-Najm Ayat : 2 - 5
2. kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.
3. dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quraan) menurut kemauan hawa nafsunya.
4. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
5. yang diajarkan kepadanya oleh (jibril) yang sangat kuat.

sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam :
1.   "Setiap manusia pasti banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang sering bertaubat" (HR. Tirmidzi no.2687. At Tirmidzi berkata: "Hadits ini gharib". Di-hasan-kan Al Albani dalam Al Jami Ash Shaghir, 291/18)
2.  "Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah. Sungguh aku biasa bertaubat kepada Allah seratus kali dalam sehari" (HR. Muslim no.7034)

"Aisyah ditanya tentang doa yang biasa diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam. Ia menjawab: 'Beliau sering berdoa: 'Ya Allah, aku berlindung dari keburukan yang telah aku perbuat dan keburukan yang belum aku perbuat'. Dalam riwayat lain: 'Dari keburukan yang aku belum tahu''" (HR. Muslim no.2716)


Regards//
Whe~en



2012/2/9 Armansyah <armansyah.skom@gmail.com>
صحيح البخاري ٦٦٤٨: حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ زَيْنَبَ بِنْتَ أَبِي سَلَمَةَ أَخْبَرَتْهُ عَنْ أُمِّهَا أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ
سَمِعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَلَبَةَ خِصَامٍ عِنْدَ بَابِهِ فَخَرَجَ عَلَيْهِمْ فَقَالَ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ وَإِنَّهُ يَأْتِينِي الْخَصْمُ فَلَعَلَّ بَعْضًا أَنْ يَكُونَ أَبْلَغَ مِنْ بَعْضٍ أَقْضِي لَهُ بِذَلِكَ وَأَحْسِبُ أَنَّهُ صَادِقٌ فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ بِحَقِّ مُسْلِمٍ فَإِنَّمَا هِيَ قِطْعَةٌ مِنْ النَّارِ فَلْيَأْخُذْهَا أَوْ لِيَدَعْهَا




Shahih Bukhari 6648: Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman Telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri telah mengabarkan kepadaku Urwah bin Zubair bahwasanya Zainab binti Abu Salamah mengabarkannya dari ibunya, Ummu Salamah mengatakan; Pernah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendengar gaduh percekcokan di pintunya, lantas beliau menemui mereka dengan mengatakan; "Saya hanyalah manusia biasa seperti kalian, dan sengketa diadukan kepadaku, dan bisa jadi diantara kalian ada yang lebih pandai bersilat lidah daripada yang lain sehingga aku memenangkannya dan aku mengira dirinya yang benar, maka siapa yang kumenangkan dengan melanggar hak muslim lainnya, itu adalah sundutan api, silahkan ia mengambil atau tinggalkan!"

--
Salamun 'ala manittaba al Huda



ARMANSYAH

--
-


--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

Re: [Milis_Iqra] Hadis hari ini : Sebagai manusia, Nabi bisa saja salah memutuskan

Mungkin ada benarnya, mengingat ada hadits lain sebagai berikut :

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan 'Amru An Naqid seluruhnya dari Al Aswad bin 'Amir; Abu Bakr berkata; Telah menceritakan kepada kami Aswad bin 'Amir; Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Hisyam bin 'Urwah dari Bapaknya dari 'Aisyah dan dari Tsabit dari Anas bahwa

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah melewati suatu kaum yang sedang mengawinkan pohon kurma lalu beliau bersabda:

"Sekiranya mereka tidak melakukannya, kurma itu akan (tetap) baik."

Tapi setelah itu, ternyata kurma tersebut tumbuh dalam keadaan rusak. Hingga suatu saat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melewati mereka lagi dan melihat hal itu beliau bertanya:

"Ada apa dengan pohon kurma kalian?"

Mereka menjawab;

"Bukankah anda telah mengatakan hal ini dan hal itu?"

Beliau lalu bersabda:

"Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian."

(HR Muslim No 4358)



2012/2/8 Armansyah <armansyah.skom@gmail.com>
صحيح البخاري ٦٦٤٨: حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ زَيْنَبَ بِنْتَ أَبِي سَلَمَةَ أَخْبَرَتْهُ عَنْ أُمِّهَا أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ
سَمِعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَلَبَةَ خِصَامٍ عِنْدَ بَابِهِ فَخَرَجَ عَلَيْهِمْ فَقَالَ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ وَإِنَّهُ يَأْتِينِي الْخَصْمُ فَلَعَلَّ بَعْضًا أَنْ يَكُونَ أَبْلَغَ مِنْ بَعْضٍ أَقْضِي لَهُ بِذَلِكَ وَأَحْسِبُ أَنَّهُ صَادِقٌ فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ بِحَقِّ مُسْلِمٍ فَإِنَّمَا هِيَ قِطْعَةٌ مِنْ النَّارِ فَلْيَأْخُذْهَا أَوْ لِيَدَعْهَا




Shahih Bukhari 6648: Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman Telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri telah mengabarkan kepadaku Urwah bin Zubair bahwasanya Zainab binti Abu Salamah mengabarkannya dari ibunya, Ummu Salamah mengatakan; Pernah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendengar gaduh percekcokan di pintunya, lantas beliau menemui mereka dengan mengatakan; "Saya hanyalah manusia biasa seperti kalian, dan sengketa diadukan kepadaku, dan bisa jadi diantara kalian ada yang lebih pandai bersilat lidah daripada yang lain sehingga aku memenangkannya dan aku mengira dirinya yang benar, maka siapa yang kumenangkan dengan melanggar hak muslim lainnya, itu adalah sundutan api, silahkan ia mengambil atau tinggalkan!"

--
Salamun 'ala manittaba al Huda



ARMANSYAH

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-



--


Thank you

Best regards

Andri Subandrio


--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

[Milis_Iqra] Hadis hari ini : Sebagai manusia, Nabi bisa saja salah memutuskan

صحيح البخاري ٦٦٤٨: حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ زَيْنَبَ بِنْتَ أَبِي سَلَمَةَ أَخْبَرَتْهُ عَنْ أُمِّهَا أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ
سَمِعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَلَبَةَ خِصَامٍ عِنْدَ بَابِهِ فَخَرَجَ عَلَيْهِمْ فَقَالَ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ وَإِنَّهُ يَأْتِينِي الْخَصْمُ فَلَعَلَّ بَعْضًا أَنْ يَكُونَ أَبْلَغَ مِنْ بَعْضٍ أَقْضِي لَهُ بِذَلِكَ وَأَحْسِبُ أَنَّهُ صَادِقٌ فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ بِحَقِّ مُسْلِمٍ فَإِنَّمَا هِيَ قِطْعَةٌ مِنْ النَّارِ فَلْيَأْخُذْهَا أَوْ لِيَدَعْهَا




Shahih Bukhari 6648: Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman Telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri telah mengabarkan kepadaku Urwah bin Zubair bahwasanya Zainab binti Abu Salamah mengabarkannya dari ibunya, Ummu Salamah mengatakan; Pernah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendengar gaduh percekcokan di pintunya, lantas beliau menemui mereka dengan mengatakan; "Saya hanyalah manusia biasa seperti kalian, dan sengketa diadukan kepadaku, dan bisa jadi diantara kalian ada yang lebih pandai bersilat lidah daripada yang lain sehingga aku memenangkannya dan aku mengira dirinya yang benar, maka siapa yang kumenangkan dengan melanggar hak muslim lainnya, itu adalah sundutan api, silahkan ia mengambil atau tinggalkan!"

--
Salamun 'ala manittaba al Huda



ARMANSYAH

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

[Milis_Iqra] GHULUW: Penyakit yang Membahayakan Umat dan Kewajiban untuk Bertauhid

GHULUW: Penyakit yang Membahayakan Umat dan Kewajiban untuk Bertauhid


A. GHULUW: Penyakit yang Membahayakan Umat

Ghuluw atau sikap yang berlebih-lebihan dalam agama merupakan penyakit yang sangat berbahaya dalam sejarah agama-agama samawi (langit). Dengan sebab ghuluw, zaman yang penuh dengan tauhid berubah menjadi zaman yang penuh kesyirikan. Zaman yang penuh dengan tauhid kepada Allah berlangsung sejak zaman Nabi Adam sampai diutusnya Nuh 'alaihis salam sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhu. (Jami'u al-Bayan juz 2 hal. 194. Ibnu Katsir menukilkan penshahihan al-Hakim pada Tafsir beliau juz 1 hal. 237)

Ghuluw atau sikap yang berlebih-lebihan dalam agama merupakan penyakit yang sangat berbahaya dalam sejarah agama-agama samawi (langit). Dengan sebab ghuluw, zaman yang penuh dengan tauhid berubah menjadi zaman yang penuh kesyirikan. Zaman yang penuh dengan tauhid kepada Allah berlangsung sejak zaman Nabi Adam sampai diutusnya Nuh 'alaihis salam sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhu. (Jami'u al-Bayan juz 2 hal. 194. Ibnu Katsir menukilkan penshahihan al-Hakim pada Tafsir beliau juz 1 hal. 237)

Sejak zaman Nabi Nuh inilah syirik tumbuh dengan semarak, padahal kita ketahui bahwa syirik itu adalah dosa yang paling besar dalam bermaksiat kepada Allah. Dengan syirik itu pula akan terhapus pahala-pahala, diharamkan pelakunya masuk ke dalam surga dan dia akan kekal di dalam neraka. Dan pada zaman Nabi Nuh inilah awal mula kesyirikan terjadi.

Allah telah menerangkan dalam Kitab-Nya tentang ghuluw (sikap berlebihan di dalam mengagungkan, baik dengan perkataan maupun i'tiqad) kaum Nabi Nuh terhadap orang-orang shalih pendahulu mereka. Tatkala Nabi Nuh menyeru mereka siang dan malam, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi agar mereka hanya menyembah Rabb yang satu saja, dan menerangkan kepada mereka akibat-akibat bagi orang yang menentangnya. Tetapi peringatan tersebut tidaklah membuat mereka takut, bahkan menambah lari mereka dari jalan yang lurus, seraya mereka berkata:

Dan mereka berkata: "Janganlah sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian, dan janganlah pula kalian meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan janganlah pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nashr." (Nuh: 23)

Di dalam Shahih Bukhari dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, beliau berkata tentang firman Allah Subhanahu wa Ta'ala tersebut: "Mereka adalah orang-orang shalih di kalangan kaum Nabi Nuh, lalu ketika mereka wafat syaithan mewahyukan kepada mereka (kaum Nabi Nuh) agar meletakkan patung-patung mereka (orang-orang shalih tersebut) pada majlis-majlis tempat yang biasa mereka duduk dan memberikan nama patung-patung tersebut dengan nama-nama mereka, maka mereka pun melaksanakannya, namun pada saat itu belum disembah. Setelah mereka (generasi pertama tersebut) habis, dan telah terhapus ilmu-ilmu, barulah patung-patung itu disembah." (lihat Kitab Fathu al-Majid bab "Ma ja`a Anna Sababa Kufri Bani Adama wa Tarkihim Dienahum Huwal Ghuluw fis Shalihin")

Ibnu Jarir berkata: "Ibnu Khumaid berkata kepadaku, Mahran berkata kepadaku dari Sufyan dari Musa dari Muhammad bin Qais: "Bahwa Yaghuts, Ya'uq, dan Nasr adalah kaum yang shalih yang hidup di antara masa Nabi Adam dan Nabi Nuh alaihimus salam. Mereka mempunyai pengikut yang mencontoh mereka dan ketika mereka meninggal dunia, berkatalah teman-teman mereka: "Kalau kita menggambar rupa-rupa mereka, niscaya kita akan lebih khusyu' dalam beribadah." Maka akhirnya mereka pun menggambarnya. Ketika mereka (generasi pertama tersebut) meninggal dunia, datanglah generasi berikutnya. Lalu iblis membisikkan kepada mereka seraya berkata: "Sesungguhnya mereka (generasi pertama) tersebut telah menyembah mereka (orang-orang shalih tersebut), serta meminta hujan dengan perantaraan mereka. Maka akhirnya mereka pun menyembahnya." (Shahih Bukhari dalam kitab tafsir [4920] surat Nuh)

Perbuatan kaum Nabi Nuh yang menggambar rupa-rupa orang-orang shalih yang meninggal di kalangan mereka ini berdasarkan anggapan mereka yang baik dan gambar-gambar ini belum disembah. Tapi ketika ilmu terhapus dengan kewafatan para Ulama dan ditambah dengan merajalelanya kebodohan, maka inilah kesempatan bagi setan untuk menjerumuskan manusia kepada perbuatan syirik dengan cara ghuluw terhadap orang-orang shalih dan berlebih-lebihan dalam mencintai mereka.

Timbullah pertanyaan di dalam benak kita, apa sebetulnya tujuan kaum Nabi Nuh menggambar rupa-rupa orang-orang shalih tersebut? Berkata Imam al-Qurthubi: "Sesungguhnya mereka menggambar orang-orang shalih tersebut adalah agar mereka meniru dan mengenang amal-amal baik mereka, sehingga mereka bersemangat seperti semangat mereka (orang-orang yang shalih), dan mereka beribadah di sekitar kubur-kubur mereka.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Senantiasa syaithan membisikkan kepada para penyembah kuburan bahwa membuat bangunan di atas kubur serta beri'tikaf di atasnya adalah suatu realisasi kecintaan mereka kepada para Nabi dan orang-orang shalih, dan berdoa di sisinya adalah mustajab. Kemudian hal semacam ini meningkat kepada doa dan bersumpah kepada Allah dengan menyebut nama-nama mereka. Padahal keadaan Allah lebih agung dari hal tersebut.." (Lihat Fathul Majid bab Ma Ja'a Anna Sababa Kufri Bani Adama wa Tarkihim Dienahum Huwal Ghuluw fis Shalihin)

Perbuatan semacam ini merupakan suatu kesyirikan yang nyata disebabkan oleh sikap ghuluw mereka terhadap orang-orang shalih. Dan akibat dari perbuatan mereka ini ialah kemurkaan Allah atas mereka dengan menenggelamkan mereka dengan adzab-Nya sehingga tidak tertinggal seorang pun dari mereka termasuk anak dan istri beliau sendiri yang kafir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah berfirman di dalam ayat-Nya:

Dari sebab kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan kemudian dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapatkan seorang penolong pun selain Allah. Dan berkata Nuh: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun dari orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. (Nuh: 25-26)

As-Suddi berkata dalam menafsirkan ayat ini: "Allah mengabulkan doa Nabi Nuh, maka Allah memusnahkan semua orang-orang kafir yang ada di muka bumi termasuk anak beliau sendiri dikarenakan penentangannya kepada ayahnya." (Tafsir Ibnu Katsir tentang surah Nuh)

Maka demikianlah balasan bagi orang-orang yang ghuluw di masa kaum Nabi Nuh.

Sikap ghuluw ini terus terjadi dari zaman ke zaman dan masa ke masa sampai terjadi pula di masa Bani Israil. Kaum Yahudi yang menyatakan bahwa 'Uzair adalah anak Allah sebagaimana terjadi pula pada kaum Nashrani yang menyatakan bahwa al-Masih adalah anak Allah. Allah menjelaskan keadaan mereka di dalam ayat-Nya:

Dan orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah." Dan orang-orang Nashrani berkata: "Al-Masih itu putera Allah." Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut-mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu, dilaknati Allah-lah mereka. Bagaimana mereka sampai berpaling?" (at-Taubah: 30)

Adapun penyebab sikap ghuluw orang-orang Yahudi terhadap 'Uzair adalah karena mereka melihat dari mukjizat-mukjizat yang terjadi pada 'Uzair seperti penulisan kitab Taurat dengan hafalannya setelah Taurat dihapus dari dada-dada orang-orang Yahudi, serta keadaan 'Uzair yang hidup kembali setelah wafat seratus tahun lamanya. Lalu setelah akal mereka sempit untuk membedakan perbuatan dan kekuasaan Allah dengan kemampuan manusia yang terbatas, maka mereka menyandarkan hal tersebut kepada 'Uzair dan mereka menyatakan bahwa 'Uzair adalah anak Allah sebagaimana Ibnu Abbas menyatakan: "Sesungguhnya mereka (Orang-orang Yahudi) menyatakan demikian ('Uzair anak Allah) karena mereka tatkala mengamalkan suatu amal yang tidak benar, Allah menghapus Taurat dari dada-dada mereka. 'Uzair pun berdoa kepada Allah. Tatkala itu kembalilah Taurat yang sudah dihapus dari dada-dada mereka turun dari langit dan masuk ke dalam batin 'Uzair. Kemudian 'Uzair menyuruh kaumnya seraya berkata: "Allah telah memberi Taurat kepadaku." Maka serta merta mereka mereka menyatakan: "Tidaklah Taurat itu diberikan kecuali karena dia anak Allah." Sedangkan di dalam riwayat lain beliau berkata: "Bakhtanshar ketika menguasai Bani Israil telah menghancurkan Baitul Maqdis dan membunuh orang-orang yang membaca Taurat. Waktu itu 'Uzair masih kecil sehingga dia dibiarkan (tidak dibunuh). Dan tatkala 'Uzair wafat di Babil seratus tahun lamanya kemudian Allah membangkitkan serta mengutusnya kepada Bani Israil, beliau berkata: "Saya adalah 'Uzair." Mereka pun tidak mempercayainya seraya menjawab: "Nenek moyang kami mengatakan bahwa 'Uzair telah wafat di Babil, dan jika engkau benar-benar adalah 'Uzair, diktekanlah Taurat kepada kami. Maka 'Uzair pun menuliskannya. Melihat hal itu mereka menyatakan: "Inilah adalah anak Allah." (Zadul Masi'ir Fii 'Ilmi At-Tafsir, oleh Ibnul Jauzi juz 3 hal 423-424)

Riwayat kedua ini menyatakan bahwa 'Uzair adalah seorang Nabi dari para Nabi Bani Israil. Setelah beliau meninggal seratus tahun lamanya, Allah membangkitkannya sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:

Atau apakah kamu tidak (memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapa lama kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari." Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah, dan lihatlah keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali kemudian Kami membalutnya dengan daging." Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang mati) dia pun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (al-Baqarah: 259)

Demikianlah asal usul orang-orang Yahudi menamakan 'Uzair sebagai anak Allah. Adapun perkataan orang-orang Nashrani bahwa Isa anak Allah atau sebagai Allah, ada dua sebab. Yang pertama karena Isa lahir tanpa bapak. Dan kedua karena dia mampu menyembuhkan orang buta dan bisu serta menghidupkan orang mati dengan izin Allah. (Kitab Mahabbatu ar-Rasul hal. 155)

Yang menyatakan demikian bukanlah shahabat-shahabat Nabi Isa sendiri, melainkan orang-orang yang ghuluw dari kalangan Nashrani setelah wafat beliau. Setelah selang beberapa waktu mereka menjadi musyrik dikarenakan perkataan mereka itu.

Allah telah membantah serta menerangkan sangkaan mereka yang tanpa dalil tersebut, yang menyebabkan mereka kafir. Allah berfirman:

Sungguh telah kafir orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah ialah al-Masih putera Maryam... (al-Maidah: 72)

Sungguh telah kafir orang yang menyatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga," padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (al-Maidah: 73)

Siksaan yang pedih di akhirat merupakan balasan orang-orang yang menyatakan bahwa Isa adalah putra Allah atau Isa adalah Allah. Dan mereka termasuk orang-orang kafir dan akan kekal di neraka. Mereka tidak mengetahui bahwa Isa adalah hanyalah seorang Rasul, dan dia hanyalah orang biasa yang dimuliakan dengan beberapa kekhususan, sebagaimana firman Allah Ta'ala:

Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang Rasul, yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya para Rasul, dan Ibunya seorang yang benar, keduanya biasa memakan makanan..." (al-Maidah: 75)

Demikianlah umat-umat terdahulu terjebak ke dalam jurang dosa yang sangat dalam yaitu kesyirikan disebabkan sikap ghuluw mereka kepada orang-orang shalih.

Kerusakan seperti ini tak kunjung berhenti dan akan terus berulang sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa umat ini akan meniru peradaban kaum-kaum sebelumnya. Beliau bersabda:

Benar-benar kalian akan mengikuti sunnah-sunnah (jalan-jalan) orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai kalau mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kamu akan mengikuti mereka. Kami (shahabat) bertanya: "Wahai Rasulullah, Yahudi dan Nashrani?" Beliau menjawab: "Siapa lagi?" (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan kita harus meyakini hadits ini bahwa umat ini akan mengikuti sunnah-sunnah umat-umat sebelum mereka seperti sikap ghuluw Yahudi dan Nashara. Hal ini telah terjadi di masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu yaitu ketika terjadi kekufuran yang bersumber pada sikap ghuluw kelompok Saba'iyah (pengikut Abdullah bin Saba', seorang Yahudi) terhadap Ali bin Abi Thalib sehingga mereka menyatakan bahwa Ali adalah Tuhan dan memiliki sifat ketuhanan. Kelompok ini lebih dikenal dengan sebutan Syi'ah Rafidlah yang pertama kali membuka pintu ghuluw terhadap Ali bin Abi Thalib dan kepada anak cucu beliau radhiallahu 'anhu.

Di antara sikap ghuluw yang ada kita juga bisa menemukan adanya sikap ghuluw yang dilakukan sekelompok dari orang-orang sufi terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan syaikh-syaikh mereka. Seperti tindakan mereka berdoa kepada Rasul, meminta bantuan (isti'anah), dan pertolongan (istighatsah) dengan memanggil-manggil beliau, atau mengusap-usap kubur beliau atau thawaf di sekelilingnya. Dan terkadang seperti itu pula mereka melakukan terhadap syaikh-syaikh mereka yang telah meninggal.

Demikianlah sikap ghuluw selalu ada di umat ini selama mereka menjauhi Al-Qur`an dan As-Sunnah serta pemahaman para shahabat radhiyallahu 'anhum. Dengan semakin jauhnya mereka dari al-Qur`an dan as-Sunnah, semakin besarlah kerusakan yang mereka lakukan disebabkan sikap ghuluw tersebut. Tidak sedikit dari kalangan muslimin khususnya orang-orang awam yang terjatuh ke dalam perbuatan syirik sebagaimana yang dilakukan di zaman Nabi Nuh 'alaihis salam.

Maka bagi kita haruslah ingat sabda beliau:

Hati-hatilah kalian terhadap perbuatan ghuluw di dalam agama, karena sesungguhnya hancurnya orang-orang sebelum kalian dikarenakan (sikap) ghuluw di dalam agama." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Nasa`i, dan berkata Syaikhul Islam di dalam Iqtidha hal. 106: Sanadnya dengan atas syarat Muslim, dan disepakati oleh Al-Albani di dalam ash-Shahihah 1283)

Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar menjauhkan kita dari sikap berlebih-lebihan di dalam beragama, dan agar Allah menunjuki kita serta kaum muslimin untuk kembali ke jalan-Nya yang lurus. Amin. Wallahu a'lam bis shawab.

Sumber: www.darussalaf.or.id

 

 

B. Kewajiban untuk Bertauhid

 

Merupakan suatu perkara yang tidak bisa disangkal, bahwa alam semesta ini pasti ada yang menciptakan. Yang mengingkari hal tersebut hanyalah segelintir orang. Itu pun karena mereka tidak menggunakan akal sesuai dengan fungsinya. Sebab akal yang sehat akan mengetahui bahwa setiap yang tampak di alam ini pasti ada yang mewujudkan. Alam yang demikian teratur dengan sangat rapi tentu memiliki pencipta, penguasa, dan pengatur. Tidak ada yang mengingkari perkara ini kecuali orang yang tidak berakal atau sombong dan tidak mau menggunakan pikiran sehat. Mereka tidaklah bisa dijadikan tempat berpijak dalam menilai.

Dzat yang menciptakan, menguasai, dan mengatur alam semesta ini adalah Allah subhanahu wa ta`ala. Inilah yang disebut dengan rububiyyah Allah. Tauhid rububiyyah adalah sebuah keyakinan yang diakui bahkan oleh kaum musyrikin. Allah subhanahu wa ta`ala berfirman:

"Katakanlah: Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan? Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah: Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?" (Yunus:31)

Oleh sebab itu, selayaknya manusia hanya menyembah kepada Allah subhanahu wa ta`ala saja. Allah subhanahu wa ta`ala telah menciptakan untuk manusia berbagai prasarana berupa alam semesta ini. Semua itu untuk mewujudkan peribadatan kepada-Nya. Allah subhanahu wa ta`ala juga membantu mereka untuk mewujudkan peribadahan tersebut dengan limpahan rezeki. Sedangkan Allah tidak membutuhkan imbalan apa pun dari para makhluk-Nya.

Allah subhanahu wa ta`ala berfirman:

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh." (Adz-Dzaariyaat:56-58)

Sesungguhnya tauhid tertanam pada jiwa manusia secara fitroh. Namun asal fitroh ini dirusak oleh bujuk rayu syaithan yang memalingkan dari tauhid dan menjerumuskan ke dalam syirik. Para syaithan baik dari kalangan jin dan manusia bahu-membahu untuk menyesatkan umat dengan ucapan-ucapan yang indah.

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,

"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaithan-syaithan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-pekataan yang indah-indah untuk menipu manusia" (Al-An'aam:112)

Tauhid adalah asal yang terdapat pada fitroh manusia sejak dilahirkan. Sedangkan kesyirikan adalah sesuatu yang mendatang dan merasuk ke dalam pikiran manusia. Allah subhanahu wa ta`ala berfirman:

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah di atas) fitroh Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitroh itu. Tidak ada perubahan pada fitroh Allah." (Ar-Ruum:30)

Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,

"Setiap anak yang lahir, dilahirkan atas fitroh, maka kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nashrani, atau Majusi" (HR.Al-Bukhari)

Berarti asal yang tertanam pada diri manusia secara fitroh adalah bertauhid kepada Allah subhanahu wa ta`ala.

Kesyirikan adalah Sebab Perselisihan Manusia

Mulai masa Nabi Adam `alaihis-salam sampai kurun waktu yang cukup panjang setelahnya, manusia senantiasa berada di atas Islam sebagai agama tauhid. Allah subhanahu wa ta`ala berfirman:

"Dahulu manusia itu adalah ummat yang satu. maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan." (Al-Baqaroh: 213)

Kesyirikan berawal pada masa kaum Nabi Nuh `alaihis-salam. Maka Allah mengutus Nabi Nuh `alaihis-salam sebagai rasul yang pertama. Allah ta`ala berfirman,

"Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya." (An-Nisaa`: 163)

Jarak antara Nabi Adam dan Nabi Nuh `alaihimas-salam adalah sepuluh generasi yang seluruhnya berada di atas Islam. Sebagaimana penjelasan Ibnu `Abbas radhiyallahu ta`ala `anhu.

Menurut Ibnul Qayyim rahimahullah bahwa ini merupakan pendapat yang benar. (Al-MuntaQao min Ighootsatil Lahafaan hal. 440)

Ubay bin Ka`ab rodiyallahu 'anhu membaca firman Allah ta`ala dalam surat Al-Baqaroh ayat ke-213 dengan bacaan sebagai berikut,

"Dahulu manusia itu adalah ummat yang satu, lalu mereka berselisih, maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan."

Bacaan Ubay bin Ka`ab di atas dikuatkan oleh firman Allah ta`ala:

"Dahulu manusia hanyalah ummat yang satu, kemudian mereka berselisih." (Yuunus: 19)

Maksud pernyataan Ibnul Qayyim yang terdahulu bahwa para nabi diutus karena perselisihan manusia. Mereka telah keluar dari agama yang benar sebagaimana yang mereka pegangi sebelumnya.

Dahulu bangsa Arab juga berada di atas agama Nabi Ibrahim `alaihis salam yaitu at-tauhid. hingga datang `Amr bin Luhai Al-Khuza`i lalu merubah agama Nabi Ibrahim `alaihis-salam. Melalui orang ini tersebar penyembahan terhadap berhala di bumi Arab, terlebih khusus wilayah Hijaz. Maka Allah subhanahu wa ta`ala mengutus Nabi kita Muhammad shallallohu `alaihi wa sallam menjadi nabi yang terakhir.

Rasulullah shallallohu `alaihi wa sallam menyeru manusia kepada agama tauhid dan mengikuti ajaran Nabi Ibrahim `alaihis-salam. Beliau berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya. Sampai tegak kembali agama tauhid dan runtuh segala penyembahan terhadap berhala. Saat itulah Allah menyempurnakan agama dan nikmat-Nya bagi alam semesta.

Selanjutnya generasi yang terbaik dari umat ini berjalan di atas ajaran tauhid. Namun setelah masa mereka berlalu umat ini kembali didominasi oleh berbagai kebodohan. Mereka terkungkung dengan berbagai pemikiran baru yang mengembalikan kepada syirik. Bahkan pengaruh dari agama-agama lain cukup kuat mewarnai semangat keagamaan yang mereka miliki.

Sejarah penyebaran syirik terulang pada umat ini disebabkan para penyeru kesesatan. Sebab lain yang tak kalah penting adalah pembangunan kuburan-kuburan dalam rangka pengagungan terhadap para wali dan orang-orang shalih secara berlebihan.

Dengan demikian maka kuburan menjadi tempat pengagungan lantas menjadi berhala yang disembah selain Allah. Berbagai amalan diperuntukkan bagi kuburan baik berupa doa, penyembelihan, nadzar dan yang selainnya. (lihat Kitabut-tauhid karya DR.As- Syaikh Shalih Al-Fauzan hal. 6-7)

Itulah fenomena sejarah perjalanan agama umat manusia sampai zaman ini. Hari-hari belakangan kesyirikan telah sedemikian dahsyat melanda kaum muslimin. Sedikit sekali di antara mereka orang yang mengerti tentang tauhid dan bersih dari syirik. As-Syaikh Abdurrohman bin Hasan Alu As-Syaikh pernah berkata: "Di awal umat ini jumlah orang yang bertauhid cukup banyak sedangkan di masa belakangan jumlah mereka sedikit". (Qurratul-`Uyuun hal.24)

Kita mendapatkan perkara tauhid sebagai barang langka di kehidupan sebagian masyarakat muslimin. Tidak dengan mudah kita menemuinya walaupun mereka mengaku sebagai muslimin. Maka perlu untuk membangkitkan kembali semangat bertauhid di tengah umat ini. Karena tauhid adalah hak Allah yang paling wajib untuk ditunaikan oleh manusia.

Wallahu a'lam bisshawab.

Sumber: www.darussalaf.or.id

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

[Milis_Iqra] Jangan Kau Duakan Ibadahmu dan Hati-Hati Dari Sikap Berlebihan Pada Orang Sholih

Jangan Kau Duakan Ibadahmu dan Hati-Hati Dari Sikap Berlebihan Pada Orang Sholih

 

A. Jangan Kau Duakan Ibadahmu

 

Kesyirikan tidak hanya terjadi pada zaman jahiliah saat Rasulullah belum diutus. Kesyirikan juga merebak di masa kini meski dikemas dengan bungkus baru. Kehati-hatian agar tidak terjatuh pada perbuatan syirik sangatlah penting karena Allah menyebut perbuatan ini sebagai dosa besar yang paling besar dan tidak akan memberi ampunan bagi pelakunya kecuali jika ia telah bertaubat.

 

Awal Terjadinya Kesyirikan

 

Allah menciptakan jin dan manusia dengan suatu tujuan, yang dengannya Allah mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia dalam mewujudkan tujuan tersebut. Dalam Al-Qur'an, Allah menyebut tujuan penciptaan jin dan manusia:

 

"Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menginginkan dari mereka sedikit pun dari rezeki. Dan Aku tidak menginginkan sedikit pun dari mereka untuk memberi-Ku makan. Sesungguhnya Dia, Allah Maha Pemberi rezeki, Pemilik kekuatan lagi sangat kokoh." (adz-Dzariyat: 56—58)

 

Sesungguhnya, tugas yang diemban jin dan manusia sangatlah ringan bila dibandingkan dengan segala jenis kenikmatan yang telah Allah limpahkan. Akan tetapi untuk mewujudkan perkara yang ringan ini, butuh pengorbanan dan perjuangan yang sangat besar, karena rintangan dan penghalang di jalan ini juga sangatlah besar.

 

Dengan tugas ini, bukan berarti Allah butuh kepada hamba sehingga kita diperintah untuk sujud dan ruku' di hadapan-Nya. Akan tetapi sebagai perwujudan semata-mata kebutuhan kita kepada Allah. Karena kita sadar bahwa setiap saat, tidak ada satu makhluk pun yang tidak membutuhkan-Nya. Oleh karena itu, Allah menetapkan bahwa di sana ada tali penghubung antara diri hamba-Nya dengan Allah. Itulah ibadah.

 

Amanat ibadah ini diakui oleh semua orang. Namun dalam praktiknya sangat terkait dengan fitrah yang diberikan Allah kepada setiap manusia. Artinya, apabila fitrahnya belum disentuh oleh penyimpangan dan segala bentuk noda yang mengotori, tentu dia akan menyambut tugas tersebut sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah. Sebaliknya, bila fitrah itu rusak maka perwujudan ibadah akan bisa diarahkan kepada selain Pemiliknya. Allah menjelaskan keberadaan fitrah ini dalam firman-Nya:

 

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah." (ar-Rum: 30)

 

Rasulullah bersabda:

 

"Setiap anak dilahirkan di atas kesucian, kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi." (Sahih, HR. al-Bukhari no. 1278 dan Muslim no. 2658 dari hadits Abu Hurairah)

 

Ayat dan hadits di atas, secara gamblang menjelaskan bahwa asal kehidupan seseorang di muka bumi ini adalah kesucian fitrah yaitu Islam. Ini sebagai bantahan untuk kelompok Mu'tazilah yang mengatakan bahwa asal kehidupan manusia adalah kufur.

 

Di atas kemurnian fitrah inilah, Allah menurunkan kemurnian agama-Nya yang meliputi ajaran dan aturan, perintah dan larangan, keterangan tentang tauhid dan syirik, serta sunnah dan bid'ah. Di atas kesucian fitrah ini pula, setiap orang akan menyambut seruan syariat tersebut.

 

Adapun orang yang telah ternodai fitrahnya, ia akan mengelak dengan berbagai cara untuk bisa keluar dari larangan, ancaman, dan perintah sehingga bebas merdeka tanpa ada aturan yang mengikat. Berjalan sekehendaknya, melakukan apa yang diinginkan tanpa mengindahkan aturan-aturan yang ada.

 

Siapakah yang menjadi dalang kerusakan ini? Kapankah kerusakan itu mulai terjadi? Kerusakan terbesar apakah yang menimpa fitrah seseorang?

 

Dalang kerusakan fitrah manusia itu adalah iblis dan bala tentaranya dari kalangan jin dan manusia. Allah menerangkan dalam firman-Nya:

 

"Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan jin. Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah untuk menipu manusia." (al-An'am: 112)

 

"Demikianlah Kami jadikan bagi setiap nabi itu musuh dari orang-orang yang berdosa." (al-Furqan: 31)

 

Kesyirikan di Masa Nabi Nuh

 

Usaha iblis dan tentaranya untuk merusak fitrah manusia dimulai ketika dia dijauhkan dari rahmat Allah menjadi terkutuk dan terlaknat, serta divonis menjadi calon penghuni neraka. Keberhasilan yang "gemilang" adalah pada kurun kesepuluh masa Nabi Nuh. Dengan kata lain, terjadinya penyimpangan fitrah besar-besaran adalah pada generasi Nabi Nuh.

 

Ibnu 'Abbas berkata ketika menafsirkan firman Allah:

 

"Dan mereka berkata, 'Jangan sekali-kali kalian meninggalkan penyembahan tuhan-tuhan kalian dan jangan sekali-kali kalian meninggalkan Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq, dan Nasr'." (Nuh: 23)

 

"Berhala-berhala yang dulu disembah oleh kaum Nabi Nuh telah menjadi (sesembahan) di negeri Arab setelahnya. Wadd adalah (sesembahan) Bani Kalb di Daumatul Jandal, Suwa' adalah (sesembahan) Bani Hudzail, Yaghuts adalah sesembahan Bani Murad dan Bani Guthaif di Jauf (negeri Saba'), Ya'uq (sesembahan) Bani Hamdan, dan Nasr (sesembahan) Bani Himyar pada keluarga Dzil Kala'. Mereka adalah nama orang-orang saleh pada kaum Nabi Nuh. Ketika mereka meninggal, setan membisikkan kepada orang-orang agar membuat berhala/gambar di majelis-majelis mereka dan memerintahkan, 'Namakanlah dengan nama-nama mereka (orang-orang saleh tersebut).'

 

Mereka melakukannya dan (pada waktu itu berhala tersebut) belum disembah hingga mereka (para pembuat berhala) binasa dan ilmu terlupakan (dihapus), maka berhala itu menjadi sesembahan." (Sahih, HR. al-Bukhari no. 4599)

 

Inilah kerusakan paling besar dan yang pertama kali menimpa fitrah manusia di masa Nabi Nuh. Yaitu kerusakan i'tiqad (keyakinan) yang berwujud kesyirikan kepada Allah. Kerusakan ini pula yang menimpa umat Rasulullah sampai hari kiamat. Pada akhirnya, di atas kerusakan ini mereka mendapat kehinaan dan penghinaan, kerendahan dan perendahan, malapetaka demi malapetaka, kehancuran, kerusakan, kemunduran, dan sebagainya. Sunnatullah ini telah menimpa umat Rasulullah sehingga hidup mereka harus terwarnai dengan kesyirikan di dunia. Bahkan apa yang mereka lakukan telah mencapai puncaknya di mana menjadikan kesyirikan sebagai wujud ketauhidan kepada Allah dan kecintaan kepada wali-wali Allah.

 

Tentang kebenaran sunnatullah ini, dijelaskan Rasulullah di dalam haditsnya:

 

"Kalian benar-benar akan mengikuti langkah umat-umat sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta. Kalaupun seandainya mereka masuk ke lubang binatang dhab (semacam biawak), niscaya kalian akan memasukinya." (Sahih, HR. al-Bukhari no. 3456, Muslim no. 2669 dari sahabat Abu Sa'id al-Khudri)

 

Kesyirikan Sebelum Diutusnya Rasulullah

 

Sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, umat ini akan terus mengikuti langkah umat sebelumnya. Tentunya juga tidak terlepas dari mengikuti mereka dalam peribadatan kepada selain Allah. Hal yang demikian ini akan terjadi sampai hari kiamat. Rasulullah bersabda:

 

"Tidak akan terjadi hari kiamat sampai kabilah-kabilah dari umatku mengikuti orang-orang musyrik." (HR. Abu Dawud no. 4252, Ibnu Majah no. 3952, serta disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud, 3/801 no. 3577 dan dalam Shahih Ibnu Majah, 2/352 no. 3192 dari sahabat Tsauban)

 

Sebelum Rasulullah diutus, bangsa Arab terbagi menjadi dua. Satu kelompok mengikuti agama-agama terdahulu seperti agama Yahudi, Nasrani, dan Majusi. Sedangkan satu kelompok lagi mengikuti agama Nabi Ibrahim yang lurus, terlebih di negeri Hijaz, Makkah al-Mukarramah. Sampai pada akhirnya muncul seseorang yang bernama 'Amr bin Luhai al-Khuza'i, seorang pemuka di negeri Hijaz. Dia dikenal sebagai ahli ibadah, saleh, dan sebagainya.

Suatu waktu, ia pergi ke negeri Syam untuk berobat. 'Amr bin Luhai melihat penduduk negeri Syam menyembah berhala dan dia menganggap baik perbuatan tersebut. Pulang dari Syam, 'Amr bin Luhai membawa patung, lantas setelahnya juga membawa patung yang digali dari peninggalan kaum Nuh. Lalu dia membagikannya kepada kabilah Arab dan memerintahkan untuk menyembahnya. Orang-orang pun menyambut dan menerima seruan tersebut hingga akhirnya kesyirikan memasuki negeri Hijaz dan negeri lainnya.

 

Rasulullah bersabda tentang 'Amr bin Luhai al-Khuza'i,

 

"Aku menyaksikan 'Amr bin Luhai al-Khuza'i menarik isi perutnya di dalam neraka." (Sahih, HR. al-Bukhari no. 3521 dan Muslim no. 2856 dari sahabat Abu Hurairah, lihat Syarah Masa'il al-Jahiliah karya asy-Syaikh Shalih Fauzan dan Mukhtashar Sirah karya asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, hlm. 12)

 

Islam dan Syirik

 

Syirik merupakan suatu praktik ibadah kepada selain Allah. Dengan kata lain, menjadikan tandingan bagi Allah dalam sebuah wujud peribadatan. Atau memalingkan peribadatan yang semestinya diberikan kepada Allah kepada selain-Nya. Ini merupakan wujud kezaliman dan kegelapan karena memberikan hak peribadatan kepada selain Allah.

 

Allah berfirman:

 

"Sesungguhnya kesyirikan adalah kezaliman yang besar." (Luqman: 13)

 

Islam adalah agama rahmat, agama keselamatan, dan agama yang terang-benderang, malamnya seperti siangnya. Diturunkan Allah sebagai agama nikmat yang telah diridhai-Nya.

 

"Pada hari ini Aku sempurnakan agama kalian dan Aku cukupkan atas kalian nikmat-Ku, dan Aku ridha Islam sebagai agama kalian." (al-Maidah: 3)

 

"Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam." (Ali 'Imran: 19)

 

"Barang siapa mencari selain Islam sebagai agama maka tidak akan diterima oleh Allah dan dia termasuk orang-orang yang merugi." (Ali 'Imran: 85)

 

Islam sangat menentang segala bentuk kesyirikan, memerangi segala bentuk kezaliman, dan menyinari kegelapan hidup dengan lentera wahyu Al-Qur'an dan As-Sunnah. Kesyirikan bukan dari Islam sedikit pun sehingga (tidak pantas) dihidupkan. Kesyirikan bukan lambang tauhid yang harus diperjuangkan. Kesyirikan adalah agama iblis dan tentara-tentaranya. Kesyirikan adalah kesesatan, kehinaan, kerendahan, kegelapan, kezaliman, kegagalan, dan kehancuran dunia akhirat.

 

Wallahu a'lam.

 

Sumber: http://www.asysyariah.com/

 

 

B. Hati-Hati Dari Sikap Berlebihan Pada Orang Sholih

 

Salah satu prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama'ah adalah memberikan sikap loyalitas (cinta) kepada siapa saja yang dicintai oleh Allah Ta'ala. Dan orang-orang shalih termasuk suatu tho'ifah (golongan) terbaik dari umat Islam, sehingga mereka mendapatkan kecintaan, pujian dan nikmat dari Allah Ta'ala karena telah berhasil meniti shirathal mustaqim (jalan yang lurus).

Allah Ta'ala berfirman :

(artinya): "Maka mereka itu akan bersama-sama orang-orang yang Allah anugerahi nikmat atas mereka, dari kalangan para Nabi, shiddiqin (orang-orang yang benar keimanannya), syuhada', dan orang-orang shalih, dan mereka itu adalah sebaik-baik teman". (QS. An Nisa' : 69)

Maka mereka termasuk orang-orang yang berhak mendapatkan wala' (loyalitas) dari kaum muslimin. Namun yang wajib diketahui, bahwa sikap wala' yang akan mendapatkan ridha Allah Ta'ala dan balasan di sisi-Nya, bukan wala' (kecintaan) yang dilandasi dengan hawa nafsu, akan tetapi suatu kecintaan yang dilandasi Al Qur'an dan As Sunnah.

Umat manusia dalam menilai keberadaan orang-orang shalih terbagi menjadi tiga golongan.

Pertama : Golongan yang meremehkan atau merendahkan kedudukan yang Allah berikan kepada mereka (tafrith).
Kedua : Golongan yang memiliki sikap pengkultusan dan pengagungan melebihi batas dari apa yang Allah Ta'ala karuniakan kepada mereka (ifrath).
Ketiga : Golongan yang adil dan tidak berbuat tafrith (meremehkan) maupun ifrath terhadap mereka.

Sesungguhnya Allah Ta'ala mencintai sikap adil didalam menyikapi orang-orang shalih, yaitu tidak menghinakan dan merendahkan kedudukan orang-orang shalih, bahkan memuliakan dan memuji mereka dengan tidak melebihi ketentuan syariat. Sebagaimana Allah Ta'ala menjelaskan dalam banyak ayat-Nya, diantaranya :

(artinya): "Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil". (Al Hujuraat: 9)

Dan juga firman-Nya :

(artinya): "Dan demikianlah Kami jadikan kalian menjadi umat yang adil". (Al Baqarah: 143)

Demikian pula Allah Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wassalam melarang perbuatan ghuluw (ekstrim). Allah Ta'ala berfirman :

(artinya): "Wahai Ahlul Kitab janganlah kalian berbuat ghuluw (ekstrim) dalam beragama, dan jangan pula kalian mengatakan tentang Allah kecuali di atas kebenaran". (An Nisa': 171)

Ghuluw adalah sikap melampaui batas dalam memuji dan mencela (sesuatu/seseorang).

Asy Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh berkata: "Walaupun khitob (sasaran) mengarah kepada Ahlul Kitab (Yahudi dan Nashara), namun khitob (sasaran) ini bersifat umum mencakup seluruh umat, sebagai tahdzir (peringatan) dari sikap Nashara terhadap Isa Ibnu Maryam (mereka meyakini Isa anak Allah atau tiga dari yang satu -trinitas- red) dan sikap Yahudi terhadap Uzair (meyakini Uzair anak Allah atau menganggap Isa adalah anak pezina - red).(Fathul Majid jilid 1, hal. 21)

Mengingat siapa saja yang diantara umat ini yang menyerupai Yahudi dan Nashara, dan berbuat ghuluw di dalam beragama dengan cara ifrath (melampaui batas) atau pun tafrith (meremehkannya), maka sungguh ia telah menyerupai mereka. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Fathul Majid jilid 1, hal. 272)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam berkata :

"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari mereka".

Oleh karena itu beliau Shallallahu 'alaihi wassalam mewanti-wanti kepada umatnya, supaya jangan berbuat ghuluw kepada diri beliau Shallallahu 'alaihi wassalam sendiri. Seperti halnya Yahudi dan Nashara telah terjatuh dalam perbuatan ghuluw. Beliau Shallallahu 'alaihi wassalam berkata :

"Janganlah kalian berbuat ghuluw kepadaku sebagaimana Nashara telah berbuat ghuluw kepada Ibnu Maryam. Aku ini hanyalah seorang hamba, maka katakanlah Abdullah dan Rasul-Nya". (Muttafaqun 'Alaihi)

"Berhati-hatilah kalian dari bersikap ghuluw, karena sesungguhya celakanya orang-orang sebelum kalian adalah karena berbuat ghuluw." (HR. Al Bukhari)

"Binasalah orang-orang yang melampaui batas (ghuluw), (beliau berkata sampai tiga kali)". (HR. Muslim)

Awal Mula Terjadinya Kesyirikan

Awal mula munculnya kesyirikan di muka bumi adalah sikap ghuluw (ekstrim) kepada orang-orang shalih, sebagaimana yang dipaparkan oleh Abdullah bin Abbas Radiyallahu 'anhu dalam riwayat Al Imam Al Bukhari, ketika menafsirkan firman Allah Ta'ala (artinya):

"Dan mereka berkata : "Janganlah kalian meninggalkan sesembahan-sesembahan kalian, dan jangan pula meninggalkan wad, suwa', yaghuts, ya'uq,dan nasr". Beliau Radiyallahu 'anhu berkata : "Ini adalah nama-nama orang shalih dari kaum Nabi Nuh, tatkala mereka meninggal, syaithan membisikkan kepada kaumnya: "Buatlah patung-patung mereka di majlis-majlis mereka dahulu (seperti monomen-monomen- red), dan namailah patung-patung tersebut dengan nama-nama mereka. Kemudian kaum tersebut melakukannya dan belum sampai pada penyembahannya, hingga akhirnya kaum itu meninggal (digantikan oleh kaum berikutnya – red) dan dihapuskanlah ilmu, maka patung-patung tersebut pun disembah".

Berkata Ibnul Qoyyim: "Lebih dari seorang dari ulama' Salaf berkata: "Tatkala orang-orang shalih tersebut telah meninggal, manusia pun beri'tikaf dan membikin gambar atau patung di samping kuburan mereka, kemudian setelah berganti dari generasi ke genarasi berikutnya, mereka pun menyembahnya". (Lihat Fathul Majid: 264)

Bagaimana Bentuk-Bentuk Ghuluw Dan Akibatnya ?

Pada pembahasan kali ini hanya mengacu kepada akibat dari sikap ghuluw (ekstrim) yang menyebabkan pelakunya terjatuh ke dalam kesyirikan atau perkara-perkara sebagai wasilah (perantara) menuju kesyirikan, karena jenis-jenis ghuluw terhadap mereka sangat banyak sekali. Bentuk-bentuk ghuluw yang terjadi dan bisa dicermati sendiri oleh kaum muslimin, diantaranya:

1. Menganggap bahwa beribadah seperti sholat atau berdo'a dihadapan gambar, patung, kuburan orang shalih lebih mendatangkan rasa khusu' dan khudhu' kepada Allah Ta'ala. Ini merupakan bentuk ibadah yang bid'ah, munkar dan tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam dan para sahabatnya radiyallahu 'anhum. Sebatas membuat gambar atau patung dari benda yang bernyawa saja, dia telah melanggar peringatan keras dari Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam, beliau Shallallahu 'alaihi wassalam berkata :

"Sesungguhnya adzab yang paling pedih pada hari kiamat nanti adalah para tukang gambar". (Muttafaqun 'Alaihi)

Juga menentang perkataan Rasulllah Shallallahu 'alaihi wassalam:

"Dan sesungguhnya orang-orang sebelum kalian, mereka dahulu menjadikan kuburan para Nabi sebagai masjid-masjid, maka ketahuilah janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid, sesungguhnya aku melarang dari perbuatan seperti itu". (HR. Muslim)

Dan setiap tempat yang digunakan untuk sholat, maka dinamakan sebagai masjid, walaupun tidak ada bangunannya, sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam berkata:

"Telah dijadikan bumi untukku sebagai masjid dan untuk bersuci". (Muttafaqun 'Alaihi)

2. Berkeyakinan bahwa berdo'a kepada Allah Ta'ala sambil bertawasul dengan orang shalih yang sudah mati lebih diterima oleh Allah Ta'ala. Hal ini juga merupakan perkara yang bathil dan haram, karena tidak pernah dilakukan oleh para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam, bahkan Umar Radiyallahu 'anhu ketika di jamannya ditimpa paceklik, beliau tidak bertawasul kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam karena beliau Shallallahu 'alaihi wassalam sudah wafat, namun Umar Radiyallahu 'anhu meminta kepada paman Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam untuk berdo'a kepada Allah Ta'ala.(Fatawa Arkanul Islam lisy Syaikh Ibnu 'Utsaimin hal. 182)

Padahal Allah Ta'ala berfirman :

(artinya): "Dan jika hamba-Ku bertanya kepadamu tentang-Ku, maka sesungguhnya Aku amat dekat dan Aku mengabulkan orang yang berdo'a jika dia berdo'a kepada-Aku". (QS. Al Baqarah: 186)

Bahkan Allah Ta'ala mengolok-olok orang-orang yang lalai lagi bodoh ketika menjadikan sebagian hamba-Nya sebagai wasilah, padahal orang-orang shalih tersebut butuh pada wasilah berupa ketaatan (amalan shalih) kepada-Nya dan tidak ada cara lain yang bisa mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala :

(artinya): "Mereka orang-orang yang diseru juga mencari wasilah menuju kepada Robb-Nya! siapa yang lebih dekat (kepada Allah- red) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan adzab-Nya". (QS. Al Isra': 58)

3. Meyakini bahwa para wali atau orang shalih mengetahui ilmu ghaib.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam adalah imam para rasul, tidaklah mengetahui perkara yang ghaib atau perkara yang akan terjadi apalagi mereka yang bukan termasuk dari kalangan para Nabi. Allah Ta'ala berfirman :

(artinya): "Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfatan pada diriku dan tidak pula mampu menolak kemudhorotan kecuali yang di kehendaki oleh Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku akan membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudhoratan". (Al A'raf: 188)

4. Meyakini bahwa wali atau orang shalih mampu mendatangkan manfaat dan menolak mudhorot atau mampu menjawab do'anya orang yang berdo'a kepada mereka ketika masih hidup ataupun sudah mati. Hal ini merupakan kesyirikan yang nyata dan jelas-jelas menentang dakwah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam dan para nabi dan rasul. Allah Ta'ala berfirman :

(artinya): "Maka janganlah kamu berdo'a (beribadah) selain dari Allah yang tidak bisa mendatangkan manfaat dan pula memberi mudhorot padamu, kalau sekiranya kamu kerjakan sungguh kamu termasuk orang-orang yang dholim". (QS. Yunus: 106)

Dan juga Allah Ta'ala berfirman :

(artinya): "Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sesembahan-sesembahan selain Allah, yang tiada dapat memperkenakan (do'anya) sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) do'a mereka"?. (Al Ahqaf:5)

Ini hanya sebagian kecil dan masih banyak lagi dari perbuatan dhahir (mu'amalah) ataupun i'tiqodiyyah (amalan batin) yang melampaui batas (ghuluw) terhadap orang-orang shalih.

Tanya-Jawab

Tanya : Bagaimana rihlah atau safar hanya dalam rangka ziarah ke kubur Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wassalam , para wali dan sunan?

Jawab : Hal itu tidak boleh, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam berkata :

"Janganlah kalian berkeinginan untuk safar kecuali ke tiga masjid, Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsho". (Muttafaqun 'Alaihi)

Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam tidaklah melarang kecuali ada hikmahnya, yaitu sebagai bentuk saddudz dzari'ah (tindakan preventif) supaya tidak terjatuh dalam perbuatan ghuluw dan ini menunjukkan kasih sayang beliau Shallallahu 'alaihi wassalam kepada umat Islam. Dan sebaliknya jika kaum muslimin melanggar anjuran beliau Shallallahu 'alaihi wassalam, maka pasti akan terjatuh ke dalam fitnah. Maka apabila para pembaca mencermati apa yang dilakukan para peziarah ke kuburan Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam atau wali-wali, bukan hanya berdo'a dan istighotsah saja bahkan sampai ruku' dan sujud semata-mata untuk ahli kubur dalam keadaan khusyu' dan khudhu' (penghinaan diri) yang tidak bisa dihadirkan kondisi seperti itu ketika beribadah di masjid-masjid Allah Ta'ala . Wallahul Musta'an.

Sumber: www.salafy.or.id

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-