Wednesday, May 20, 2009

[Milis_Iqra] KEUTAMAAN MENAHAN MARAH

Di antara maksud dan tujuan disyariatkannya puasa adalah latihan
menahan nafsu amarah (suka marah). Orang yang mampu menahan marah
lebih baik dan lebih sempurna daripada orang yang suka marah
(pemarah). Dan itulah yang disebut orang kuat.
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda:

"Orang kuat itu bukanlah yang menang dalam gulat tetapi orang kuat
adalah yang mampu menahan nafsu amarahnya." (HR. Al Bukhari dan
Muslim)

Dalam riwayat lain, disebutkan hadits dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu
'anhu Rasulullah bersabda:

"Siapa yang dikatakan paling kuat di antara kalian? Sahabat menjawab:
yaitu di antara kami yang paling kuat gulatnya. Beliau bersabda: Bukan
begitu, tetapi dia adalah yang paling kuat mengendalikan nafsunya
ketika marah." (HR. Muslim)

Al Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Anas Al Juba'i, bahwa
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda:

"Barangsiapa yang mampu menahan marahnya padahal dia mampu
menyalurkannya, maka Allah menyeru pada hari kiamat dari atas khalayak
makhluk sampai disuruh memilih bidadari mana yang mereka mau." (HR.
Ahmad dengan sanad hasan)

Al Imam Ahmad juga meriwayatkan hadits dari Ibnu Umar, bahwa
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda:

"Tidaklah hamba meneguk tegukan yang lebih utama di sisi Allah
Subhanahu wa Ta'ala, dari meneguk kemarahan karena mengharap wajah
Allah Subhanahu wa Ta'ala." (Hadits shahih riwayat Ahmad)

Al Imam Abu Dawud rahimahullah mengeluarkan hadits secara makna dari
sahabat Nabi, bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda:

"Tidaklah seorang hamba menahan kemarahan karena Allah Subhanahu wa
Ta'ala kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memenuhi baginya
keamanan dan keimanan." (HR. Abu Dawud dengan sanad hasan)

Hadits-hadits ini menerangkan keutamaan menahan marah dari pada orang
yang mudah marah/pemarah. Dari itu, Rasulullah Shalallahu alaihi
wasallam berwasiat kepada sahabat ketika datang pada beliau untuk
meminta wasiat, beliau bersabda dengan diulang-ulang:

"Jangan mudah marah.." Lengkap haditsnya adalah sebagai berikut:

"Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa seseorang berkata kepada
Nabi Shalallahu alaihi wasallam: Berwasiatlah kepadaku. Beliau
bersabda: Jangan menjadi seorang pemarah. Kemudian diulang-ulang
beberapa kali. Dan beliau bersabda: Janganlah menjadi orang
pemarah" (HR. Al Bukhari)

Al Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan hadits dari seseorang dari
sahabat Nabi Shalallahu alaihi wasallam dia berkata:

" Aku berkata: Ya Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam berwasiatlah
kepadaku. Beliau bersabda: jangan menjadi pemarah. Maka berkata
seseorang: maka aku pikirkan apa yang beliau sabdakan, ternyata pada
sifat pemarah itu terkumpul seluruh kejelekan." (HR. Imam Ahmad)

Berkata Ibnu Ja'far bin Muhammad rahimahullah:

"Marah itu pintu seluruh kejelekan."

Al Imam Ahmad menafsirkan hadits ini dengan mengatakan: akhlak yang
mulia itu dengan meninggalkan sifat pemarah.
Al Imam Ibnu Rajab rahimahullah menerangkan maksud hadits ini dengan
mengatakan: sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam: "Jangan
menjadi pemarah." Ini mengandung dua kemungkinan maksud:

1. Hadits ini mengandung perintah melakukan sebab-sebab yang
menjadikan akhlak yang mulia seperti bersikap lembut, pemalu, tidak
suka mengganggu, pemaaf, tidak mudah marah.

2. Hadits ini mengandung larangan melakukan hal-hal yang menyebabkan
kemarahan, mengandung perintah agar sekuat tenaga menahan marah ketika
timbul/berhadapan dengan penyebabnya sehingga dengan demikian dia akan
terhindar dari efek negatif sifat pemarah.

Sehingga Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam mangajarkan cara-cara
menghilangkan kemarahan dan cara menghindari efek negatifnya, di
antaranya adalah:

1. Membaca ta'awudz ketika marah.Al Imam Al Al Bukhari dan Al Imam
Muslim rahimakumullah meriwayatkan hadits dari Sulaiman bin Surod
radhiyallahu 'anhu:

"Ada dua orang saling mencela di sisi Nabi Shalallahu alaihi wasallam
dan kami sedang duduk di samping Nabi Shalallahu alaihi wasallam .
Salah satu dari keduanya mencela lawannya dengan penuh kemarahan
sampai memerah wajahnya. Maka Nabi Shalallahu alaihi wasallam
bersabda: Sesungguhnya aku akan ajarkan suatu kalimat yang kalau
diucapkan akan hilang apa yang ada padanya. Yaitu sekiranya dia
mengucapkan: 'Audzubillahi minasy Syaithani rrajiim. Maka mereka
berkata kepada yang marah tadi: Tidakkah kalian dengar apa yang
disabdakan nabi? Dia menjawab: Aku ini bukan orang gila."

2. Dengan dudukApabila dengan ta'awudz kemarahan belum hilang maka
disyariatkan dengan duduk, tidak boleh berdiri.Al Imam Ahmad dan Abu
Dawud rahimahullah meriwayatkan hadits dari Abu Dzar radhiyallahu
'anhu bahwa Nabi Shalallahu alaihi wasallam bersabda:

"Apabila salah seorang di antara kalian marah dalam keadaan berdiri
duduklah, jika belum hilang maka berbaringlah."Hal ini karena marah
dalam berdiri lebih besar kemungkinannya melakukan kejelekan dan
kerusakan daripada dalam keadaan duduk. Sedangkan berbaring lebih jauh
lagi dari duduk dan berdiri.

3. Tidak bicaraDiam tidak berbicara ketika marah merupakan obat yang
mujarab untuk menghilangkan kemarahan, karena banyak berbicara dalam
keadaan marah tidak bisa terkontrol sehingga terjatuh pada pembicaraan
yang tercela dan membahayakan dirinya dan orang lain.Dalam hadits
disebutkan:

"Apabila di antara kalian marah maka diamlah." Beliau ucapkan tiga
kali. (HR. Ahmad)

4. BerwudhuSesungguhny a marah itu dari setan. Dan setan itu
diciptakan dari api maka api itu bisa diredam dengan air, demikian
juga sifat marah bias diredam dengan berwudhu.Rasulullah Shalallahu
alaihi wasallam bersabda:

"Sesungguhnya marah itu dari syaithan dan syaithan itu dicipta dari
api, dan api itu diredam dengan air maka apabila di antara kalian
marah berwudhulah." (HR. Ahmad dan yang lainnya dengan sanad hasan)

Adapun pemicu kemarahan ada empat, barangsiapa yang mampu
mengendalikan maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan dijaga dari syetan
dan diselamatkan dari neraka.
Berkata Al Imam Al Hasan Al Bashri rahimahullah:

"Empat hal, barangsiapa yang mampu mengedalikannya maka Allah akan
menjaga dari syetan dan diharomkan dari neraka: yaitu seseorang mampu
menguasai nafsunya ketika berkeinginan, cemas, syahwat dan marah."

Empat hal ini yaitu keinginan, cemas, syahwat dan marah merupakan
pemicu seluruh kejelekan dan kejahatan bagi orang yang tidak mampu
mengendalikan nafsunya.

1. Keinginan, adalah kecondongan nafsu pada sesuatu yang diyakini
mendatangkan manfaat pada dirinya, seringnya orang yang tidak mampu
menguasai nafsu akan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan
keinginannya itu dengan segala cara walaupun harus dengan cara harom,
dan terkadang yang diinginkan juga berupa sesuatu yang haram.

2. Cemas, adalah rasa takut dari sesuatu. Orang yang cemas akan
berupaya untuk menolaknya dengan segala cara walaupun harus dengan
cara harom seperti meminta perlindungan kepada selain Allah.

3. Syahwat, adalah kecondongan nafsu pada sesuatu yang diyakini dapat
memuaskan nafsunya. Seringnya orang yang kalah dengan nafsunya
memuaskan nafsu syahwatnya itu pada sesuatu yang haram seperti zina,
mencuri, minum khamer bahkan pada sesuatu yang menyebabkan kekufuran,
kebid'ahan dan kemunafikan.

4. Marah, adalah gelagaknya darah hati untuk menolak gangguan sebelum
terjadi atau untuk membalas gangguan yang sudah terjadi. Kemarahan
seringnya dilakukan dalam bentuk perbuatan yang diharamkan seperti
pembunuhan, pemukulan dan berbagai kejahatan yang melampaui batas.
Terkadang dalam bentuk perkataan yang diharamkan seperti tuduhan
palsu, mencela dan perkataan keji lainnya dan terkadang meningkat
sampai pada perkataan kufur.Tetapi tidak semua kemarahan itu tercela,
ada yang terpuji, bahkan sampai pada tingkatan harus marah yaitu
ketika kita melihat agama Allah direndahkan dan dihinakan, maka kita
harus marah karena Allah terhadap pelakunya. Rasululla h Shalallahu
alaihi wasallam tidak pernah marah jika celaan hanya tertuju pada
pribadinya dan beliau sangat marah ketika melihat atau mendengar
sesuatu yang dibenci Allah maka Beliau tidak diam. Beliau marah dan
berbicara.Ketika Nabi Shalallahu alaihi wasallam melihat kelambu rumah
Aisyah ada gambar
makhluk hidupnya (yaitu gambar kuda bersayap) maka merah wajah Beliau
dan bersabda:

"Sesungguhnya orang yang paling keras siksaannya pada hari kiamat
adalah orang membuat gambar seperti gambar ini." (HR. Al Bukhari
Muslim)

Nabi Shalallahu alaihi wasallam juga marah terhadap seorang sahabat
yang menjadi imam shalat dan terlalu panjang bacaannya dan beliau
memerintahkan untuk meringankannya. Tetapi Rasulullah Shalallahu
alaihi wasallam tidak pernah marah karena pribadinya.
Al Imam Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits Anas radhiyallahu
anhu:

"Anas membantu rumah tangga Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam
selama sepuluh tahun, maka tidak pernah beliau berkata kepada Anas:
"Ah", sama sekali. Beliau tidak berkata terhadap apa yang dikerjakan
Anas: "Mengapa kamu berbuat ini?!" Dan terhadap apa yang tidak
dikerjakan Anas,"Tidakkah kamu berbuat begini." (HR. Al Bukhari dan
Muslim)

Begitulah keadaan beliau senantiasa berada di atas kebenaran baik
ketika marah maupun ketika dalam keadaan ridha/tidak marah. Dan
demikianlah semestinya setiap kita selalu di atas kebenaran ketika
ridha dan ketika marah.
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda: artinya:

"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu berbicara yang benar ketika marah dan
ridha." (Hadits shahih riwayat Nasa'i)

Al Imam Ath Thabari rahimahullah meriwayatkan hadits Anas:

"Tiga hal termasuk akhlak keimanan yaitu: Orang yang jika marah
kemarahannya tidak memasukkan ke dalam perkara batil, jika senang maka
kesenangannya tidak mengeluarkan dari kebenaran dan jika dia mampu dia
tidak melakukan yang tidak semestinya."

Maka wajib bagi setiap muslim menempatkan nafsu amarahnya terhadap apa
yang dibolehkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, tidak melampaui batas
terhadap apa yang dilarang sehingga nafsu dan syahwatnya menyeret
kepada kemaksiatan, kemunafikan apalagi sampai kepada kekafiran.
Kesempatan baik ini untuk melatih diri kita menuju sifat kesempurnaan
dengan menghilangkan sifat pemarah dan berupaya menjadi orang yang
tidak mudah marah.
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda:

"Bukanlah puasa itu sekedar menahan makan dan minum. Sesungguhnya
puasa itu (adalah puasa) dari perbuatan keji dan sia-sia. Apabila ada
orang yang mencelamu atau membodohimu maka katakanlah: sesungguhnya
aku sedang berpuasa, sesungguhnya aku sedang berpuasa." (HR. Ibnu
Huzaimah dengan sanad shahih)

Sumber : milis Kesehatan Islam

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125

Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63

Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

No comments:

Post a Comment