Tuesday, June 30, 2009

[Milis_Iqra] Re: Korelasi Antara Bid'ah dan Haram



2009/7/1 Syahidil Lawang <balasyahid@gmail.com>
[Syahidil Lawang]

Para shahabat Rhadiyallahu'anhum ittiba' (mengikuti) Rasul, Ulama Mujtahid pun demikian.

jadi silahkanlah mengikut apa yang dikatakan Rasulullah

hanya saja, siapakah yang bisa memahami perkataan Rasulullah ? setiap orang Muslimkah atau hanya orang tertentu saja (Mujtahid) ?

[Dani] Jika antum pernah membaca kitab-kitab syarah (penjelasan ) hadist, disitu akan terlihat bagaimana para ulama menjabarkan apa yang diucapkan oleh Rasulullah, Contoh saya ambil dari sahih Muslim, yang disarahkan oleh Imam Nawawi Rahumahullah

 

 

أَخْبَرَتْنِى عَائِشَةُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَد ٌّ


Mengabarkan kepadaku Aisyah r.a, bahwasannya "Rasulullah saw bersabda: 'Barang siapa berbuat suatu amalan yang tidak ada padanya perintah kami (Allah dan Rasul-Nya), maka amalan itu tertolak. HR Muslim no 3242


Saya bawakan penjelasan dari Imam Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan hadist diatas di dalam kitabnya Shahih Muslim bi Syarah An Nawawi, dia berkata:


قوله صلى الله عليه وسلم : ( من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد )
‏وفي الرواية الثانية : ( من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد ) قال أهل العربية :( الرد ) هنا بمعنى المردود , ومعناه : فهو باطل غير معتد به . ‏وهذا الحديث قاعدة عظيمة من قواعد الإسلام , وهو من جوامع كلمه صلى الله عليه وسلم فإنه صريح في رد كل البدع والمخترعات . ‏وفي الرواية الثانية زيادة وهي أنه قد يعاند بعض الفاعلين في بدعة سبق إليها , فإذا احتج عليه بالرواية الأولى يقول : أنا ما أحدثت شيئا فيحتج عليه بالثانية التي فيها التصريح  بر د  كل  المحدثات , سواء  أحدثها  الفا عل  , أو  سبق  بإحداثها . ‏‏وفي هذ ا الحد يث  :   دليل لمن يقول من الأصوليين

 

"Sabda Nabi saw: (Barang siapa yang mengada-adakan dalam agama kami ini, apa-apa yang tidak ada perintahnya maka dia itu tertolak), dan dalam riwayat yang kedua (Barangsiapa yang beramal suatu amalan yang tidak ada padanya perintah kami maka dia itu tertolak).  Berkata Ahli bahasa Arab {الرد} arti kata dalam kedua hadist tersebut adalah "yang ditolak". Dan makna kata {الرد} dalam kedua hadist itu adalah "Dia itu batil tanpa batas".  Dan hadist ini merupakan kaidah yang terbesar dari kaidah-kaidah dalam Islam, dan pula  kalimah Nabi saw yang mulia. Maka sesungguhnya hadist ini menjelaskan "tertolaknya setiap perbuatan bid'ah dan sesuatu yang diciptakan". Dan dalam riwayat yang kedua adalah sebagai tambahan bahwa hadist ini sesungguhnya menentang serta dapat mengalahkan perbuatan dalam bid'ah dan menjelaskan tertolaknya setiap yang diada-adakan. Dan dapat merusakan perbuatan yang diada-adakan atau mengalahkan terhadap apa yang diada-adakan. Dan dalam hadist ini merupakan dalil bagi siapa yang berkata tentang peraturan/kaidah ushul dalam beribadah.

 

Jadi yang bisa memahai hadist Rasulullah adalah para ulama yang memang ahli dibidangnya, namun hal itu tidak harus menjadikan mereka seperti Tuhan yang kata-katanya harus slalu di-ikuti jika bertentang dengan Al Qur'an dan hadist, bagaimana cara mengetahui jika bertentangan, kita harus membandingkan antara dperkataan Ulama yang satu dan yang lain dalam mensyarahkan sebuah hadist, tentu saja ulama yang memang sudah dipercaya keilmuannya di bidang hadist.


[Syahidil Lawang]
apakah orang awam boleh ittiba langsung kepada Rasul?

[Dani]  Hadist itu sama seperti Al Qur'an, maksudnya dalam perbedaharaan kata/kalimatnya ada yang mujmal, mutlak, muqayyad, amm, khos, ada yang mudah di mengerti tanpa harus penjelasan panjang lebar

Contoh :

Abu Hurairah ra.: Nabi shalallahu 'alahi wasallam. bersabda: Allah itu memiliki sembilan puluh sembilan nama yang bagus. Barang siapa yang mampu menghafalnya, maka dia akan masuk surga. Sesungguhnya Allah itu ganjil dan Dia menyukai yang ganjil. (Shahih Muslim No.4835)


Orang awam pun bisa langsung mengerti apa maksud sabda Rasulullah tersebut diatas. Sebenarnya bukan masalah orang awam atau bukan orang awam, tapi apakah dia beriman atau tidak berimana, jika beriman tentulah harus taat kepada Allah dan Rasul-Nya

 

Katakanlah: "Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang." An- Nur 54


TIDAK ada pengecualian bagi orang awam maupun yang bukan awam untuk TIDAK  ittiba' kepada Rasulullah, semuanya harus ittiba' tanpa harus mendefinisikan awam dan bukan awam, jika dia mu'min. Dalam satu ayatnya Allah berfirman

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ


"Artinya : Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintal Allah, ikutilah aku, (Muhammad) niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. "Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [Ali lmran :31]


Kata yang saya bold dan highlight diatas adalah perintah ittiba' ke Rasulullah Muhammad (fattabi'uni) jadi Allah yang memerintahkan kita untuk ittiba' kepada Rasulullah.

[Syahidil Lawang]
atau ianya harus taqlid kepada ulama Mujtahid?

[Dani] Islam melarang Taqlid dan menganjurkan ittiba'

[Syahidil Lawang]
bisakah orang awam ittiba rasul tanpa taqlid kepada ulama Mujtahid?

[Dani] tentu saja bisa, karena Allah memerintahkan demikian (al-Imran : 31), jadi ulama adalah sebagai pewaris Nabi, yakni mewarisi ilmu Nabi, jadi ulama sebagai perantara untuk ittiba kepada Rasulullah, bukan taqlid kepada 'ulama.

Wallahu'alam bishowab....


2009/7/1 Dani Permana <adanipermana@gmail.com>



2009/7/1 Syahidil Lawang <balasyahid@gmail.com>
Dari ustadz

Assalamu'alaikum,

[Dani] Wa'alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh,

[Syahidil Lawang]

Beberapa kali bahkan sering sekali kita mendengar pernyataan yang miring atas lafadz "TAQLID", seolah-oleh taqlid itu satu yang "dilarang dan HARAM". Tidak jarang akan kita jumpai seseorang yang kurang puas bila satu pertanyaan yang selalu dijawab dg "dalam madzhab ini...", "dalam madzhab yang lain.........". sehingga memunculkan pertanyaan "kenapa tidak langsung ambilkan dari al-qur'an dan sunah saja ?"

[Dani] Yang mengatakan seolah-olah lafadz "Taqlid"  adalah dilarang dan HARAM" siapa yah, bisa di beritahu ?

[Syahidil Lawang]

Memang benar...qur'an dan sunah adalah dalil utama..tapi yang jadi persoalan, sudah mampukah kita menafsiri qur'an sunah tanpa melihat pendapat ulama ? sehingga boleh melakukan tarjih atau mengambil dan mengeluarkan suatu hukum dalam suatu hadis? kalaulah kita masih belum mampu, maka mengikuti (Taqlid) kepada para Imam Madzhab itu adalah lebih selamat, karena para imam madzhab itupun adalah Ulama yang sudah masyhur akan keilmuannya.

[Dani] Kalau saya pribadi memang slalu mendahulukan pendapat ulama, tentu saja ulama mana yang harus didahulukan pendapatnya,  seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, Di bidang Tafsir, saya slalu berpatokan kepada Tafsir Athobary dan Ibnu Katsir,  karena disana ada ribuan hadist dan puluhan ribu atsar sahabat, Tabi'in, tabi'ut tabi'in dan para Imam mazhab. saya tambahkan Di bidang hadist saya slalu berpatokan kepada Fathul bary  syarah Imam Bukhori dan Syarah Imam Muslim oleh Imam Nawawi, karena disana hadist-hadist dari kutubus shittah sudah saling melengkapi, dan juga ada pembahasan ilmu hadist, di bidang Ahkamul Hadist/Fiqih, saya slalu berpatokan kepada Naiulur Authar syarah Al muntaqo Imam Ibnu Taimiyyah oleh Imam Asy Sayukani, dan Subulus Salam syarah Bulughul maram oleh Imam As Shon'ani,  karena disan semua pendapat ulama dari ada ribuan hadist dan puluhan ribu atsar sahabat, Tabi'in, tabi'ut tabi'in dan para Imam mazhab. Saya lebih seneng membaca kitab yang pembahasannya komprehensif dibanding membaca kitab/buku yang pembahasannya hanya berkutat disalah satu madzhab saja hal itu karena tidak akan dewasa dalam berpikir dan menganalisa jika hanya berpatokan kepada satu madzhab saja.

Perkataan "maka mengikuti (Taqlid) kepada para Imam Madzhab" diatas mungkin ittiba' (mengikuti dengan dalil) bukan Taqlid (Mengikuti tanpa dalil). Kita diperbolehkan ittiba' kepada mereka dan para Imam Mazhab "Melarang" Taqlid sebagaimana perkataan Imam Syafe'i dan Imam Ahmad yang telah lalu.

Jadi Para Imam Madzhab BUKAN "mengHARAMkan" tapi melarang, karena melarang itu belum tentu HARAM.

[Syahidil Lawang]

Sebab yang lainnya juga dikarenakan dalam satu ayat/hadis saja, kita bisa mengambil paling tidak tiga hukum dari hadis itu. Oleh karena itu, ulama-ulama besar sekalipun, mereka masih menyandang gelar kemadzhaban mereka. seperti ibnu qudamah ( madzhab hanbali ), imam nawawi ( madzhab syafi'i ), imam suyuthi ( madzhab syafi'i ), syekh bakhit muthi'i ( madzhab hanafi ), imam ibnu hajar al'asqalani ( madzhab syafi'i ) dan masih beribu-ribu ulama dg gelar madzhab mereka walaupun sudah pada tingkatan mujtahid ( fi al-madzhab ) sekalipun.

[Dani] Oleh sebab itu, kita diberikan akal pikiran untuk menganalisa dan memahami setiap dalil yang mereka (para Imam) itu keluarkan, bukannya ditelan bulat-bulat tanpa analisa. mereka adalah manusia yang di kedua sisi adalah memiliki kelebihan dan kelemahannya. 

[Syahidil Lawang]

Bagaimana kiranya dengan orang-orang yang menolak Madzhab ? saya melihat, justru bila seseorang yang menolak madzhab ini telah melangkahi daripada Adab dan juga menunjukkan akan keawaman dalam ilmu agama. apakah imam syafi'i itu seorang yang bodoh akan ilmu hadis ? bodoh akan ilmu tafsir ? apakah bila melihat imam nawawi - pengarang kitab majmu' ( madzhab syafi'i ) yang didalamnya memuat beribu-ribu perkataan ulama ( seperti sudah diluar kepala ) bahkan sampai mentarjih - bodoh akan makna ayat/hadis ? apakah bila melihat ibnu hajar pengarang syarah shahih bukhari yang digelari Al-hafidz ( orang yang hafal seratus ribu hadis ) dan digelari amirulmu'minin fi al-hadis tidak tahu akan derajat hadis ? Lebih pantas mana untuk mengaku tidak bermadzhab, mereka para ulama, atau kita ?

[Dani] semoga hal tersebut ditatas adalah kerisauan antum,  bermadzhab atau tidak bermazhab adalah bukan hal POKOK dalam Islam, karena madzhab merupakan pendapat yang keluar dari para mujtahid para Imamnya dalam suatu permasalahan, Ijtihad tidak bisa dikalahkan dengan ijtihad, dan perbedaan hasil ijtihad adalah mencerminkan kelemahan dan kelebihan mereka dalam memahami suatu masalah dalam hal syari'at.  begitupun dengan para sahabat, mereka juga sering berbeda pendapat dalam menafsirkan sebuah ayat, namun hal itu tidak menjadikan mereka ujub... dan mereka juga sering berbeda pendapat dalam hal perintah dari rasulullah, namun tetapa saja tidak membuat mereka itu berkeras hati bila di nasehati. Mungkin berikut adalah perbedaan pendapat antar sahabat, dimana yang satu (Ibnu Abbas) menggunakan sabda Rasulullah shalallahu 'alahi wasallam namun yang lain (Urwah) menggunakan perkataan Abu Bakar  dan Umar radhiaAllahu 'anhuma.. 

"Urwah berkata kepada Ibnu Abbas radhiAllahu'anha : Celaka kamu! Kamu menyesatkan manusia, kamu memerintahkan umrah pada tanggal sepuluh dzulhijah padahal tidak ada umrah pada hari tersebut?" Ibnu Abbas menjawab: "Wahai urwah, tanyalah ibumu? Urwah menjawab, :"Sesungguhnya Abu Bakar dan Umar tidak pernah memerintahkan seperti itu padahal mereka berdua lebih mengetahui akan perihal Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam dan lebih ittiba kepada beliau dibanding kamu sendiri."

Dalam riwayat lainnya Ibnu Abbas berkata, "saya perlihatkan bahwasannya mereka akan binasa, aku berkata, : Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda ini dan itu, sedang mereka berkata: "Abu Bakar dan Umar melarangnya." Diriwayatkan oleh Ishaaq bin Ruwaihi sebagaimana dalam Al mathaalibul 'aliyah No. 1306, Ibnu Abi Syaibah Juz 4 No.103. Ath Tabrani dari jalan Ibnu Syaibah Juz 24, No 92dan dalam Al Ausath Juz I No. 42. Musnad Imam Ahmad Juz I no. 252, 253 dan 337. Atsar ini disahihkan oleh Ibnu Hajar dalam Al Mathaalib dan di hasankan oleh AL Haistammi dalam al majma Juz I no.324. Lihat lebih lanjut disini Adab kepada Sunnah Rasulullah.

Saya Highlight kata "lebih ittiba" memang Islam lebih mengakui lafazh ittiba' dibanding lafazh Taqlid, karena sifat taqlid hanya mengikuti saja tanpa mau tau dari mana dalil yang diambil.  Wallahu a'lam bi murodihi...






--
http://alhikmah.web.id/
http://it-database.blogspot.com

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125

Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63

Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
  Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
  Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
     Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

No comments:

Post a Comment