From: Milis_Iqra@googlegroups.com [mailto:Milis_Iqra@googlegroups.com] On Behalf Of Syahidil Lawang
Sent: 01 Juli 2009 7:31
To: Milis_Iqra@googlegroups.com
Subject: [Milis_Iqra] Re: Korelasi Antara Bid'ah dan Haram
Dari ustadz
Assalamu'alaikum,
Beberapa kali bahkan sering sekali kita mendengar pernyataan yang miring atas lafadz "TAQLID", seolah-oleh taqlid itu satu yang "dilarang dan HARAM". Tidak jarang akan kita jumpai seseorang yang kurang puas bila satu pertanyaan yang selalu dijawab dg "dalam madzhab ini...", "dalam madzhab yang lain.........". sehingga memunculkan pertanyaan "kenapa tidak langsung ambilkan dari al-qur'an dan sunah saja ?"
Memang benar...qur'an dan sunah adalah dalil utama..tapi yang jadi persoalan, sudah mampukah kita menafsiri qur'an sunah tanpa melihat pendapat ulama ? sehingga boleh melakukan tarjih atau mengambil dan mengeluarkan suatu hukum dalam suatu hadis? kalaulah kita masih belum mampu, maka mengikuti (Taqlid) kepada para Imam Madzhab itu adalah lebih selamat, karena para imam madzhab itupun adalah Ulama yang sudah masyhur akan keilmuannya.
Ibnu Hazm rahimahullah berkata:"Mereka(para ulama) menetapkan bahwa para fuqoha yang diikuti telah membatalkan taqlid buta, mereka melarang murid-muridnya untuk taklid buta kepada mereka, bahkan yang paling keras adalah Asy Syafi'I, beliau sangat tegas menekankan untuk mengikuti atsar yang shahih dan mengambil apa yang ditunjukkan oleh hujjah. Asy Syafi'I berlepas diri dari untuk taqlid bahkan mengumumkan dengan terang-terangan. Lalu perkataan seperti apa yang bisa menyatakan taqlid kepada para imam Madzhab itu lebih selamat????
Para Ulama (yang disebut ulama) senantiasa mengambil hadist yang shahih apabila hadist tersebut telah shahih, imam Asy Syafi'I rahimahullah berkata kepada imam Ahmad bin Hambal rahimahullah:" Wahai Abu Abdillah engkau lebih berilmu mengenai hadist yang shahih dari kami, maka beritahu aku sehingga aku dapat berpegang dengannya, sama saja apakah perawinya orang kufah, orang bashrah atau orang syam".(Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam hilyatul aulia(9/170)) à lihat bagaimana seorang imam Madzhab telah mengedepankan hadist shahih kepada Ahmad bin Hambal walaupun tidak se madzhab dengannya.
Sebab yang lainnya juga dikarenakan dalam satu ayat/hadis saja, kita bisa mengambil paling tidak tiga hukum dari hadis itu. Oleh karena itu, ulama-ulama besar sekalipun, mereka masih menyandang gelar kemadzhaban mereka. seperti ibnu qudamah ( madzhab hanbali ), imam nawawi ( madzhab syafi'i ), imam suyuthi ( madzhab syafi'i ), syekh bakhit muthi'i ( madzhab hanafi ), imam ibnu hajar al'asqalani ( madzhab syafi'i ) dan masih beribu-ribu ulama dg gelar madzhab mereka walaupun sudah pada tingkatan mujtahid ( fi al-madzhab ) sekalipun.
Bagaimana kiranya dengan orang-orang yang menolak Madzhab ? saya melihat, justru bila seseorang yang menolak madzhab ini telah melangkahi daripada Adab dan juga menunjukkan akan keawaman dalam ilmu agama. apakah imam syafi'i itu seorang yang bodoh akan ilmu hadis ? bodoh akan ilmu tafsir ? apakah bila melihat imam nawawi - pengarang kitab majmu' ( madzhab syafi'i ) yang didalamnya memuat beribu-ribu perkataan ulama ( seperti sudah diluar kepala ) bahkan sampai mentarjih - bodoh akan makna ayat/hadis ?
Oleh karena itu para pengikut imam yang empat tidak mengambil semua pendapat imam mereka, bahkan mereka seringkali meninggalkannya ketika sampai kepada mereka hadist yang menyelisihi pendapat imam mereka, seperti Abu Yusuf dan Muhammad bin Al Hasan murid imam Abu Hanifah, keduanya telah menyelisihi sepertiga madzhab imamnya.
apakah bila melihat ibnu hajar pengarang syarah shahih bukhari yang digelari Al-hafidz ( orang yang hafal seratus ribu hadis ) dan digelari amirulmu'minin fi al-hadis tidak tahu akan derajat hadis ? Lebih pantas mana untuk mengaku tidak bermadzhab, mereka para ulama, atau kita ?
Pertanyaan saya kepada orang –orang yang taqlid kepada satu madzhab adalah apakah juga telah seperti Ibnu Hajar dan imam-imam besar lainnya yang mempelajari dan menghapal hadist-hadist serta tahu akan derajat hadist??
Atau hanya 'berdasarkan kata guru saya hadist ini shahih, hadist ini juga bisa digunakan dalam kondisi ini itu, dan saya yakin kepada guru saya' .. tanpa merichek kembali redaksi hadist yang dibawakan..?? bahkan tidak tahu kalo gurunya telah mengganti arti dan makna suatu ayat demi kepentingan dan hawa nafsu.??
Oleh karena itu akhi, kewajiban setiap muslim adalah meyakini beberapa perkara berikut:
1. Ulama tak lepas dari kesalahan.
Para ulama bukanlah nabi yang ma'shum, mereka ada;ah manusia biasa yang tak lepas dari kesalahan, dalam kita rof'ul malam, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:" Para ulama telah bersepakat secara wajibnya mengikuti Rasullullah sallallahu alihi wassalam, dan bahwasanya setiap manusia boleh diambil atau ditinggalkan pendapatnya kecuali Rasullullah sallallahu alaihi wassallam.
2. Kita wajib mencintai dan menghormati ulama
3. Dalam masalah yang diperselisihkan, tidak boleh kita berhujjah dengan pendapat ulama
Hujjah itu hanyalah nash dan ijma' serta dalil yang diistimbath darinya yang pandahuluannya ditetapkan oleh dalil syari'at, bukan ditetapkan oleh pendapat sebagian ulama, karena pendapat ulama dapat dijadikan hujjah jika sesuai dengan dalil syari'at bukan untuk menentang dalil syari'at(Majmu' fatawa).
wallahu a'lam
2009/6/30 Dani Permana <adanipermana@gmail.com>
2009/6/30 Ndy Ndy212 <nugraha212@gmail.com>
Saya cerahkan :)
Tentu saja ulama yang telah kita ikuti selama ini. Ulama di setiap jaman, yg kita belajar/ilmu kita dapatkan darinya.
[Dani] kalau saya pribadi yang saya ikuti adalah Dalil yang digunakan oleh Ulama itu, jika dalil itu lemah, tidak jelas asal usulnya, penafsirannya jauh dari kaidah Al Qur'an dan Sunnah, lebih baik ditinggalkan. Karena jika kita berpatokan kepada ulama, dimungkinkan akan ada sikap fanatik terhadap ulama itu. Jika ulama yang jadi panutannya itu salah, biasanya jika kefanatikan itu sudah melekat pada drinya, susah untuk dihilangkan dan tidak bisa objektif dalam penilaian.
"Dengarlah apa yang diucapkannya dan jangan lihat yang siapa mengucapkan"
Imam Syafii rahimahullah berkata:
وَقَالَ اَيْضًا : مَنْ قَلَّدَ مُعَيَّنًا فِى تَحْرِيْمِ شَيْءٍ اَوْ تَحْلِيْلِهِ وَقَدْ ثَبَتَ فِى الْحَدَيْثِ الصَّحِيْحِ عَلَى خِلاَفِهِ وَمَنْعِهِ تَقْلِيْدِ عَنِ الْعَمَلِ بِالسُّنَّةِ فَقَدْ اتِّخَذَ مَنْ قَلَّدَهُ رَبًّا مِنْ دُوْنِ اللهِ تَعَالَى.
Artinya: "Barang siapa yang bertaqlid pada sesuatu dalam pengharaman sesuatu atau penghalalannya sedangkan telah nyata hadis sahih yantg bertentangan dengannya dan mencegah dari bertaqlid karena diperintahkan (diwajibkan) beramal dengan sunnah, maka dia telah mengambil orang yang ditaqlidkan itu sebagai Tuhan selain Allah Subhanahu wa-Ta'ala". Lih: Hal Muslimun Muzlimun bi itiba'I Mazhabun Mu'ayanun minal Madzhabi alarbah hal: 69.
Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata:
قَالَ اْلاِمَامُ اَحْمَدُ : لاَ تُقَلِّدُونِيْ وَلاَ مَالِكًا وَلاَ اَبَا حَنِيْفَةً وَلاَ الشَّافِعِي وَلاَ اْلاَوْزَعِيْ وَلاَ الثَوْرِيِّ رَحِمَهُمُ اللهُ تَعَالَى وَخُذْ مِنْ حَيْثُ اَخَذُوْا.
Artinya: "Janganlah kamu bertaqlid kepadaku, janganlah bertaqlid kepada Malik, Abu Hanifah, Syafie, Auzaii dan Thauri rahimahumullah Ta'ala. Ambillah dari mana mereka mengambil (dalil)" . Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud
Semua Imam Mazhab memerintahkan untuk mengembalikan segala sesuatu kepada Al Qur'an dan As Sunnah, bahkan mereka pun melarang bertaklid kepada mereka. Itu adalah letak kejujuran dan ke tawadhuan para Imam Mujtahid rahimahumullah....
Sebenarnya Prinsipnya mudah, jika kita adalah orang yang beriman, yaitu
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur-an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. (An-Nisaa': 59)
--
http://alhikmah.web.id/
http://it-database.blogspot.com
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---
No comments:
Post a Comment