Atas Nama Lebaran
oleh Halimah
Lebaran telah tiba. Lebaran 'Idul Fithri sebagai sebuah hadiah yang diberikan
untuk orang-orang yang telah berusaha sekuat daya upaya untuk menjalani ramadhan
dengan sebaik-baiknya. Jadi lebaran yang bermakna sebuah hari yang istimewa bagi
orang-orang yang mampu mengisi setiap waktunya disaat ramadhan, dengan ibadah
yang maksimal kepada Allah Swt dan mampu pula menambah jiwa kepedulian sosialnya
dengan banyak bersedekah di bulan tersebut.
Puasa memang sebuah ibadah yang tidak bisa dinilai oleh manusia. Karena puasa
tidak bisa dilihat secara lahiriah, semisal ibadah sholat. Oleh karena itulah,
hanya Allah yang berkuasa untuk menilai puasa yang dijalani hamba-Nya. Puasa
yang ikhlas karena Allah ini, memang sangat berat tantangannya. Karena dengan
berpuasa maka berbagai segi akhlak kita yang minus, semisal suka meninggikan
suara terhadap anak-anak di rumah, ternyata harus bisa kita tahan. Padahal
anak-anak tidak mengenal hari istimewa untuk menuruti kemauan kita. Hingga
akhirnya anak-anak adalah sebuah ujian terberat bagi kita yang shaum, khusunya
bagi seorang ibu yang kariernya di rumah.
Kembali ke masa lebaran, sesungguhnya lebaran ini adalah masa terindah yang saya
rasakan. Karena bertepatan dengan hari lebaran, bertepatan pula dengan hari
ulang tahunku. Walaupun memang dari jaman dulu tidak pernah ada perayaan ulang
tahun untukku, namun kadang juga terbersit di hati untuk merayakannya.
Lebaran istimewa ini, hanya saya yang tahu. Kebetulan tahun ini, saya dan
keluarga ke kampung halaman untuk bersilaturahmi dengan keluarga. Silaturahmi
kepada keluarga dan orang-orang yang bersahabat dengan orang-tuaku, bertujuan
untuk memuliakan kedua orangtuaku yang telah meninggal. Ikatan persahabatan yang
telah di jalin orangtuaku harus tetap di jaga, sebagai bentuk penghormatan
terhadap orangtua yang telah berjasa besar pada kami, anak-anaknya.
Lebaran yang istimewa ini pula, membuatku banyak bertemu dengan tetanggaku
disaat masa kecil. Banyak pula yang telah beranak-pinak, dan banyak pula orang
yang seumuran ibuku telah meninggal dunia. Banyak wajah baru yang tidak saya
kenal, karena lamanya kami tidak bersilaturahim pada mereka. Hingga ada beberapa
keluarga yang telah kami singgahi, orangtuanya sudah berpulang. Tinggallah hanya
anak-anak dan cucu mereka yang dapat kami temui. Sebuah kesedihan dan penyesalan
karena seringkali kami pulang kampung, ternyata tidak sempat menampakkan muka
pada beberapa keluarga yang sangat dekat persahabatannya dengan orangtua kami.
Tapi memang penyesalan selalu ada di belakang, namun dengan kunjungan kali ini,
membuat saya sedikit berlega hati, karena mereka masih menerima kedatangan kami
dengan tangan terbuka dan tentu saja dengan beberapa hidangan yang mengundang
selera.
Untuk hidangan lebaran, ternyata di setiap rumah yang di singgahi, selalu
tersedia makanan pembuka hingga makanan penutup. Ada es buah, buras (makanan
khas suku Bugis ) beserta lauknya, ada bakso hingga puding dan banyak lagi yang
lainnya. Makanan pada saat lebaran ini, memang melimpah. Seakan-akan setiap
rumah, adalah orang yang mampu. Mereka dengan sangat ramah, dan wajah sumringah
menerima setiap kunjungan. Dan memersilahkan untuk mencicipi makanan yang telah
tersaji secara prasmanan. Padahal saya tahu beberapa orang dari mereka adalah
orang yang serba kekurangan. Tapi saat lebaran, sepertinya mereka tidak ingin
ketinggalan. Maka, sajian yang terhidang pun tidak mencerminkan kelas ekonomi
mereka yang rendah.
Saat lebaran, memang sebuah saat yang penuh gelak tawa. Banyak bersilaturahmi
dan saling meminta maaf di antara sesama, seakan-akan dunia penuh dengan
bunga-bunga yang baru saja bermekaran. Lebaran yang penuh kunjungan dari
orang-orang terdekat maupun handai taulan, ternyata membuat diri kita menjadi
lebih dekat pada mereka, karena kita merayakan lebaran bersama.
Saat saya menolak untuk mencicipi makanan yang disediakan oleh tuan rumah,
ternyata masih dipaksa untuk memakannya. Padahal beberapa rumah sudah kami
singgahi. Perut rasanya sudah penuh sesak, tapi atas nama LEBARAN, maka kami pun
tetap makan!? Ha?! Yah atas nama lebaran, maka kami pun sepertinya terseret arus
syahwat perut, untuk melahap semua makanan yang menggiurkan, yang semuanya tentu
saja gratis.
Lebaran yang pada awalnya sebuah hadiah istimewa bagiku, ternyata saya masuk
pula dalam lingkaran orang-orang yang tidak bisa menahan diri dari sebuah
perbuatan yang kurang baik. Padahal saat puasa di bulan Ramadhan, sudah terbiasa
makan dengan porsi secukupnya dan merasakan sebuah nikmat saat melaksanakan
ibadah, karena makanan yang masuk di perut tidak penuh sesak.
Tapi saat lebaran ini, semuanya terbalik. Sepertinya latihan selama sebulan
penuh, hampir-hampir tidak berbekas. Saat mengunjungi sebuah keluarga, kemudian
adzan dzuhur berkumandang, tuan rumah beserta tamunya tak bergeming untuk
menunaikan shalat. Sepertinya mereka tidak mengacuhkan seruan muadzin untuk
menghadap Allah. Apakah karena atas nama lebaran, nilai-nilai yang tertanam saat
puasa malah tersingkirkan? Mungkin saja ini berlaku, karena merasa bulan
ramadhan hanyalah sebuah bulan untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya pahala, dan
setelah selesai bulan tersebut, maka selesai pula semuanya.
Atas nama lebaran, membuat banyak orang berlomba-lomba membeli sesuatu, Sesuatu
yang semuanya serba baru. Baik pada pakaian yang di kenakan saat lebaran,
perlengkapan rumah mapun lainnya, ternyata berlebaran pada tipe ini, adalah
lebaran yang identik dengan barang yang serba baru. Tentu saja ini tidak di
larang, sepanjang tidak memberatkan. Hal dilarang adalah bila kita sampai
memaksakan diri untuk mengikuti trend tersebut, misalnya dengan berutang. Karena
hal-hal baru tersebut, bukanlah kebutuhan primer alias kebutuhan mendesak.
Sungguh rugi rasanya, hanya karena atas nama lebaran kita menumpuk utang untuk
bisa bersaing dengan tetangga, misalnya.
Begitulah kehidupan ini, disaat kita berada pada sebuah kondisi yang ketat dalam
beribadah, seperti ramadhan membuat kita pula turut serta di dalamnya. Tapi
begitu kondisi lingkungan kita "longgar" maka sedikit banyak akan bisa
mempengaruhi kita, walau tanpa kita sadari. Oleh karena itulah, kita memerlukan
sebuah kekuatan agar kita bisa dan mampu menjalani kehidupan di luar ramadhan
dengan sebaik-baiknya. Amin.
Atas nama lebaran pula, kami pulang kampung untuk dapat berjumpa kawan lama,
handai taulan dan orang-orang yang pernah singgah dalam memori perjalanan hidup
kami. Orang-orang yang turut mewarnai pola pikir kita dulunya. Orang-orang yang
banyak menolong disaat kami dalam kesusahan, dan orang-orang yang banyak
mendo'akan kami untuk kesuksesan dan kebahagiaan kami.
Sebagai penutup dari tulisan ini, maka atas nama lebaran, saya mengucapkan
terima kasih yang tidak terhingga kepada seluruh keluarga atas semua bantuannya
selama ini, baik moril dan materiil. Khususnya kepada kakakku yang tersayang,
yang bertugas di tanah Grogot, semoga semua petuahmu di saat lebaran dan
sekaligus ultahku ini, dapat saya jalankan dengan sebaik-baiknya. Allahumma
amin.
Sengata, 21 September 200
Halimah Taslima
Forum Lingkar Pena ( FLP ) Cab. Sengata
halimahtaslima@gmail.com
oleh Halimah
Lebaran telah tiba. Lebaran 'Idul Fithri sebagai sebuah hadiah yang diberikan
untuk orang-orang yang telah berusaha sekuat daya upaya untuk menjalani ramadhan
dengan sebaik-baiknya. Jadi lebaran yang bermakna sebuah hari yang istimewa bagi
orang-orang yang mampu mengisi setiap waktunya disaat ramadhan, dengan ibadah
yang maksimal kepada Allah Swt dan mampu pula menambah jiwa kepedulian sosialnya
dengan banyak bersedekah di bulan tersebut.
Puasa memang sebuah ibadah yang tidak bisa dinilai oleh manusia. Karena puasa
tidak bisa dilihat secara lahiriah, semisal ibadah sholat. Oleh karena itulah,
hanya Allah yang berkuasa untuk menilai puasa yang dijalani hamba-Nya. Puasa
yang ikhlas karena Allah ini, memang sangat berat tantangannya. Karena dengan
berpuasa maka berbagai segi akhlak kita yang minus, semisal suka meninggikan
suara terhadap anak-anak di rumah, ternyata harus bisa kita tahan. Padahal
anak-anak tidak mengenal hari istimewa untuk menuruti kemauan kita. Hingga
akhirnya anak-anak adalah sebuah ujian terberat bagi kita yang shaum, khusunya
bagi seorang ibu yang kariernya di rumah.
Kembali ke masa lebaran, sesungguhnya lebaran ini adalah masa terindah yang saya
rasakan. Karena bertepatan dengan hari lebaran, bertepatan pula dengan hari
ulang tahunku. Walaupun memang dari jaman dulu tidak pernah ada perayaan ulang
tahun untukku, namun kadang juga terbersit di hati untuk merayakannya.
Lebaran istimewa ini, hanya saya yang tahu. Kebetulan tahun ini, saya dan
keluarga ke kampung halaman untuk bersilaturahmi dengan keluarga. Silaturahmi
kepada keluarga dan orang-orang yang bersahabat dengan orang-tuaku, bertujuan
untuk memuliakan kedua orangtuaku yang telah meninggal. Ikatan persahabatan yang
telah di jalin orangtuaku harus tetap di jaga, sebagai bentuk penghormatan
terhadap orangtua yang telah berjasa besar pada kami, anak-anaknya.
Lebaran yang istimewa ini pula, membuatku banyak bertemu dengan tetanggaku
disaat masa kecil. Banyak pula yang telah beranak-pinak, dan banyak pula orang
yang seumuran ibuku telah meninggal dunia. Banyak wajah baru yang tidak saya
kenal, karena lamanya kami tidak bersilaturahim pada mereka. Hingga ada beberapa
keluarga yang telah kami singgahi, orangtuanya sudah berpulang. Tinggallah hanya
anak-anak dan cucu mereka yang dapat kami temui. Sebuah kesedihan dan penyesalan
karena seringkali kami pulang kampung, ternyata tidak sempat menampakkan muka
pada beberapa keluarga yang sangat dekat persahabatannya dengan orangtua kami.
Tapi memang penyesalan selalu ada di belakang, namun dengan kunjungan kali ini,
membuat saya sedikit berlega hati, karena mereka masih menerima kedatangan kami
dengan tangan terbuka dan tentu saja dengan beberapa hidangan yang mengundang
selera.
Untuk hidangan lebaran, ternyata di setiap rumah yang di singgahi, selalu
tersedia makanan pembuka hingga makanan penutup. Ada es buah, buras (makanan
khas suku Bugis ) beserta lauknya, ada bakso hingga puding dan banyak lagi yang
lainnya. Makanan pada saat lebaran ini, memang melimpah. Seakan-akan setiap
rumah, adalah orang yang mampu. Mereka dengan sangat ramah, dan wajah sumringah
menerima setiap kunjungan. Dan memersilahkan untuk mencicipi makanan yang telah
tersaji secara prasmanan. Padahal saya tahu beberapa orang dari mereka adalah
orang yang serba kekurangan. Tapi saat lebaran, sepertinya mereka tidak ingin
ketinggalan. Maka, sajian yang terhidang pun tidak mencerminkan kelas ekonomi
mereka yang rendah.
Saat lebaran, memang sebuah saat yang penuh gelak tawa. Banyak bersilaturahmi
dan saling meminta maaf di antara sesama, seakan-akan dunia penuh dengan
bunga-bunga yang baru saja bermekaran. Lebaran yang penuh kunjungan dari
orang-orang terdekat maupun handai taulan, ternyata membuat diri kita menjadi
lebih dekat pada mereka, karena kita merayakan lebaran bersama.
Saat saya menolak untuk mencicipi makanan yang disediakan oleh tuan rumah,
ternyata masih dipaksa untuk memakannya. Padahal beberapa rumah sudah kami
singgahi. Perut rasanya sudah penuh sesak, tapi atas nama LEBARAN, maka kami pun
tetap makan!? Ha?! Yah atas nama lebaran, maka kami pun sepertinya terseret arus
syahwat perut, untuk melahap semua makanan yang menggiurkan, yang semuanya tentu
saja gratis.
Lebaran yang pada awalnya sebuah hadiah istimewa bagiku, ternyata saya masuk
pula dalam lingkaran orang-orang yang tidak bisa menahan diri dari sebuah
perbuatan yang kurang baik. Padahal saat puasa di bulan Ramadhan, sudah terbiasa
makan dengan porsi secukupnya dan merasakan sebuah nikmat saat melaksanakan
ibadah, karena makanan yang masuk di perut tidak penuh sesak.
Tapi saat lebaran ini, semuanya terbalik. Sepertinya latihan selama sebulan
penuh, hampir-hampir tidak berbekas. Saat mengunjungi sebuah keluarga, kemudian
adzan dzuhur berkumandang, tuan rumah beserta tamunya tak bergeming untuk
menunaikan shalat. Sepertinya mereka tidak mengacuhkan seruan muadzin untuk
menghadap Allah. Apakah karena atas nama lebaran, nilai-nilai yang tertanam saat
puasa malah tersingkirkan? Mungkin saja ini berlaku, karena merasa bulan
ramadhan hanyalah sebuah bulan untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya pahala, dan
setelah selesai bulan tersebut, maka selesai pula semuanya.
Atas nama lebaran, membuat banyak orang berlomba-lomba membeli sesuatu, Sesuatu
yang semuanya serba baru. Baik pada pakaian yang di kenakan saat lebaran,
perlengkapan rumah mapun lainnya, ternyata berlebaran pada tipe ini, adalah
lebaran yang identik dengan barang yang serba baru. Tentu saja ini tidak di
larang, sepanjang tidak memberatkan. Hal dilarang adalah bila kita sampai
memaksakan diri untuk mengikuti trend tersebut, misalnya dengan berutang. Karena
hal-hal baru tersebut, bukanlah kebutuhan primer alias kebutuhan mendesak.
Sungguh rugi rasanya, hanya karena atas nama lebaran kita menumpuk utang untuk
bisa bersaing dengan tetangga, misalnya.
Begitulah kehidupan ini, disaat kita berada pada sebuah kondisi yang ketat dalam
beribadah, seperti ramadhan membuat kita pula turut serta di dalamnya. Tapi
begitu kondisi lingkungan kita "longgar" maka sedikit banyak akan bisa
mempengaruhi kita, walau tanpa kita sadari. Oleh karena itulah, kita memerlukan
sebuah kekuatan agar kita bisa dan mampu menjalani kehidupan di luar ramadhan
dengan sebaik-baiknya. Amin.
Atas nama lebaran pula, kami pulang kampung untuk dapat berjumpa kawan lama,
handai taulan dan orang-orang yang pernah singgah dalam memori perjalanan hidup
kami. Orang-orang yang turut mewarnai pola pikir kita dulunya. Orang-orang yang
banyak menolong disaat kami dalam kesusahan, dan orang-orang yang banyak
mendo'akan kami untuk kesuksesan dan kebahagiaan kami.
Sebagai penutup dari tulisan ini, maka atas nama lebaran, saya mengucapkan
terima kasih yang tidak terhingga kepada seluruh keluarga atas semua bantuannya
selama ini, baik moril dan materiil. Khususnya kepada kakakku yang tersayang,
yang bertugas di tanah Grogot, semoga semua petuahmu di saat lebaran dan
sekaligus ultahku ini, dapat saya jalankan dengan sebaik-baiknya. Allahumma
amin.
Sengata, 21 September 200
Halimah Taslima
Forum Lingkar Pena ( FLP ) Cab. Sengata
halimahtaslima@gmail.com
sumber : Oase Iman Eramuslim
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---
No comments:
Post a Comment