pentingnya I'tikaf dan desakan untuk pulang kampung. (Hasil browsing siang
ini)
----------------------------------------------------------------------------
Ku Gapai Sukses Ramadhan
Monday, 18 August 2008 10:44
Predikat taqwa yang menjadi tujuan diperintahkannya ibadah shaum Ramadhan
dan ibadah-ibadah lain -baik ibadah yang berhubungan Vertikal langsung
dengan Allah swt maupun ibadah horisontal- ternyata tidak menjadi prestasi
puncak lalu berhenti, setelah itu selesai, bahkan mati.
Meraih predikat taqwa membutuhkan proses perjuangan panjang dalam hidup.
Sehingga taqwa berarti sesuatu yang hidup, aktif, berkembang dan
berkesinambungan. Madal hayah -seumur hidup-.
Mari kita renungkan panggilan Allah swt kepada hamba-hamba-Nya yang
dicintai. Allah swt berfirman:
"Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu".
orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi
Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
Katakanlah: "Sesungguhnya Aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.
Dan Aku diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama-tama berserah diri".
Katakanlah: "Sesungguhnya Aku takut akan siksaan hari yang besar jika Aku
durhaka kepada Tuhanku".
Katakanlah: "Hanya Allah saja yang Aku sembah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku". QS. Az Zumar : 10-14.
Kontinyu dalam Bertaqwa
Perhatikan, Allah swt memanggil orang beriman dengan panggilan kecintaan,
kedekatan dan kehangatan; Wahai hamba-hamba-Ku, ini menunjukkan panggilan
itu disukai Allah swt. Persis seperti sabda Nabi saw, "Nama dan panggilan
yang paling Allah sukai adalah Abdullah (nisbat penghambaan kepada Allah)
dan Muhammad (yang terpuji)."
Setelah itu Allah swt memerintahkan hamba-hamba-Nya yang benar tauhidnya
agar bertaqwa. Ini menunjukkan bahwa untuk mendapatkan derajat taqwa di sisi
Allah swt memerlukan perjuangan terus-menerus dan proses madal hayah (Tafsir
Ibnu Katsir).
Dengarlah ungkapan sahabat Abu Bakar, "Demi Allah, seandainya salah satu
kaki saya berada di surga, sedangkan kaki yang lain masih di luarnya, maka
aku tidak merasa aman dari makar Allah swt."
Semua kosa kata dan terminologi yang berarti ketaatan, kebaikan, manfaat,
amal shaleh, produktifitas adalah bagian dari taqwa. Sisi lain yang berarti
keburukan, kesia-siaan, kemunkaran, pemborosan dan maksiat adalah yang
merusak taqwa.
Lanjutan ayat ini berbunyi, "Bagi orang-orang yang ihsan atau berbuat baik
dalam kehidupan dunia akan mendapatkan kebaikan."
Akar kata ihsan berikut turunannya (ahsanu, muhsinin dan ihsan) di dalam Al
Qur'an sedikitnya terdapat di lima puluh tempat, yang kesemuanya bermakna
kebaikan, amal positif, menuju proses sempurna, dan membawa manfaat.
Sebagaimana ihsan dalam terminologi Rasulullah saw adalah "Anda beribadah
kepada Allah, seakan-akan Anda melihatnya. Jika Anda tidak mampu
melihat-Nya, ketahuilah Ia melihat Anda." . Ihsan disini bermakna
kesungguhan dalam kebaikan dan ta'at.
Dalam kesempatan lain Rasulullah saw mendefinisikan ihsan dengan berbuat
baik secara optimal. "Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat ihsan dalam
segala hal. Jika kamu menyembelih, maka sembelihnya dengan sebaik-baiknya.".
Ihsan juga berarti profesional, tepat waktu, dan proses menuju sempurna.
Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang
apabila melaksanakan sesuatu atau pekerjaan, ia laksankan dengan sempurna."
Sukses Sampai Akhir Ramadhan
Kalau kita hubungkan dengan konteks Ramadhan, maka bagaimana kita akhirnya
terus bersemangat mengisi Ramadhan sampai selesai selama sebulan penuh,
bukan hanya semangat di awalnya saja. Padahal hari-hari terakhir Ramadhan
menjadi penentu kesuksesan kita dalam bulan ini.
Saudaraku, Rasulullah saw adalah menjadi bukti konkrit untuk kita teladani.
Adalah beliau dalam hidupnya tidak pernah meninggalkan i'tikaf di masjid.
Selama delapan atau sembilan kali beliau terus melaksanakan i'tikaf
tersebut. Bahkan di tahun di mana beliau meninggal dunia, beliau i'tikaf dua
puluh hari akhir Ramadhan.
Rasulullah saw adalah seorang Nabi, kepala negara, suami, ayah dan otomatis
tanggung jawab beliau sangat besar mengurus ummatnya, namun beliau tidak
pernah meninggalkan ibadah ini, dengan alasan apapun termasuk pulang
kampung. Ya, Rasulullah saw tidak pernah pulang kampung di hari-hari nan
mahal di mata Allah swt ini.
Rasulullah saw menyibukkan diri dengan taqarrub ilallah, munajat, tilawah Al
Qur'an, do'a, istighfar, muhasabah dan lainnya. Gambaran menghidupkan
malam-malam itu beliau istilahkan sendiri dengan ungkapan "Syaddul mi'zar.
Mengencangkan ikat pinggang". Beliau juga membangunkan keluarganya untuk
begadang di malam-malam akhir Ramadhan. Rahasianya adalah untuk meraih
lailatul qadar. Sunnah ini dilanjutkan oleh para istri-istri Rasulullah saw
dan para sahabatnya radliyallahu ajma'in.
Rasulullah saw, istri-istrinya dan para sahabat radliyallahu ajma'in
mengajarkan kepada kita untuk pandai mengambil prioritas amal, mana yang
harus di dahulukan dan mana yang harus di akhirkan.
Lanjutan ayat ini menekankan kembali untuk bisa mengambil prioritas amal
itu, "Dan bumi Allah itu luas . Para ahli tafsir sepakat yang dimaksud ayat
ini adalah perintah untuk berhijrah dan berjihad. Salah satu bentuk hijrah
dan jihad dalam konteks kita, yang tidak ada peperangan adalah meningkatkan
ketaatan dan mujahadah dalam kebaikan. Memburu lailatul qadar adalah bagian
dari hijrah dan jihad ini, sebagaimana dicontohkan para salafus shaleh.
Dunia tidak secekak daun kelor, ternyata peribahasa ini dinukil dari firman
Allah swt ini.
Di manapun kita menginjakkan kaki, di tempat kelahiran atau di rantau,
adalah sama saja di mata Allah swt. Artinya adalah jangan sampai kita
melewatkan hari-hari dan malam-malan mahal itu dengan alasan pulang kampung,
antri panjang di loket, macet di jalan dan seterusnya, hanya karena
mengejar, "saya harus kumpul keluarga di hari raya".
Bukan itu yang dicontohkan nabi saw. Beliau orang yang tidak pernah memutus
hubungan tali silaturahim, dengan siapa pun apalagi dengan keluarga dan
kerabat. Namun beliau sangat tahu persis bahwa malam lailatul qadar itu
harus di raih dengan cara mengoptimalkan sepuluh hari terakhir Ramadhan.
Untuk melaksanakan i'tikaf di masjid memang membutuhkan perjuangan yang
besar, membutuhkan keseriusan yang tinggi dan kesungguhan dalam
melaksanakannya. Banyak godaan dan tantangn untuk melakukan i'tikaf ini.
Apakah karena alasan persiapan lebaran lah, atau bahkan animo dan persepsi
masyarakat yang tidak benar, bahwa "lebaran harus kumpul dengan keluarga".
Saudaraku, permasalahannya adalah karena kita belum mempersiapkan ibadah ini
jauh-jauh hari, serta belum memahamkan anggota keluarga kita bahwa ibadah
sepuluh hari terkahir ini meskipun hukumnya sunnah muakkadah, namun tidak
pernah ditinggalkan oleh Rasulullah saw. Kalau toh pulang kampung bisa
setelah shalat idul fitri. Sehingga kedua hasanah atau keutamaan bisa diraih
sekaligus. Hasanah lailatul qadar dan silaturahim lebaran.
Kuatkan Kesabaran
Bagi orang yang mampu melawan godaan dan tantangan itu akan mendapatkan
balasan tak terhingga. Allah swt menepati janjinya, "Balasan orang yang
sabar dalam ketaatan adalah pahala tanpa batas." Sesuatu yang masih bisa
dibilang dengan secanggih alat apapun, masih terhitung sedikit. Namun bagi
orang yang sabar dalam ketaatan mendapatkan balasan bighairi hisab -tak
terhitung-.
Saudaraku, balasan bagi orang yang sungguh-sungguh menghidupkan malam-malam
sepuluh akhir Ramadhan akan mendapatkan kebaikan tak ternilai harganya.
lailatul qadar bagian dari kebaikan tak ternilai harganya itu.
Saudaraku, pengorbanan dan keseriusan itu justru menjadi bukti kesungguhan
peribadatan kita kepada Allah swt. Ayat selanjutnya Allah swt menyeru:
"Katakanlah, saya diperintahkan untuk beribadah kepada Allah dengan
ketundukan total dalam agama."
Bahkan kita disuruh Allah swt agar menjadi orang muslim pertama dalam
ketaatan. Bangga menjadi muslim yang taat. Allah swt berfirman: " Dan Aku
diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama-tama berserah diri".
Menjadi Insan Rabbani
Saudaraku, Allah swt menginginkan dari kita, agar menjadi insan Rabbani,
bukan insan ramadhani. Yang taqwa kepada Allah swt di bulan Ramadhan, juga
di luar bulan Ramadhan. Karena itu kita dipesan untuk takut berbuat dosa dan
maksiat lagi pasca Ramadhan. Allah swt berfirman:
Katakanlah: "Sesungguhnya Aku takut akan siksaan hari yang besar jika Aku
durhaka kepada Tuhanku.
Katakanlah: "Hanya Allah saja yang Aku sembah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku". Allahu A'lam (dakwatuna Oleh: Ulis
Tofa, Lc)
http://www.generasimuslim.com/mutiara-hikmah/90-ku-gapai-sukses-ramadhan
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---
No comments:
Post a Comment