Wednesday, September 30, 2009

[Milis_Iqra] Re: Fwd: Trinitas : misteri yang tidak bisa dijelaskan

Armansyah, kita berbicara soal persepsi.
Contohnya: Di kebudayaan suatu suku jika tuan rumah memberikan hidangan, maka jika tamu itu makan sampai habis, maka tuan rumah akan senang, malah disarankannya agar tamu itu tambah makan. Di kebudayaan lain, makan banyak apalagi tambah, dianggap rakus dan tidak beradab.
Kata bujur dalam bahasa Sunda adalah pantat, dalam bahasa suku saya artinya adalah selamat, terima kasih. Dalam bahasa Batak seperti Horas.

Di suatu kebudayaan jika saya makan banyak dan tambah, akan dianggap rakus. Tapi di suku lain, menghabiskan makanan di piring akan membuat tuna rumah senang.


Demikian juga ada perbedaan  persepsi dalam memandang dan memahami Tuhan. Kata Allah (dalam bahasa Arab) berasal dari kata Eloah (bahasa Aram) dan Elohim (dalam bahasa Ibrani). Namun kata Elohim ini artinya bukan tunggal  sendiri, tapi jamak, namun dimengerti sebagai Esa.
Jika kata El dipakai di Kitab Taurat, selalu disertai dengan suatu nama seperti El Shaddai, yang artinya Tuhan yang mencukupi. Tidak pernah kata El berdiri sendiri untuk menyebut Tuhan. Karena kata El plus suatu atribut, menyatakan hanya Tuhan sendiri yang memiliki gelar itu, tak ada yang lain. Kita lihat misalnya didalam Kejadian 1: 26, JHWH itu malah menyebut kata KITA (We dlm bhs Inggris) untuk menyebut diriNya dalam proses menciptakan manusia. Pemahaman Tuhan yang Esa namun jamak ini diteruskan oleh Kristen, namun dengan penyebutan yang lebih spesifik dengan nama Trinitas.
Tapi dalam teologi Islam, kata Allah memang merujuk kepada ketunggalan atau keesaan yang mutlak, hal mana tidak demikian halnya dalam makna Elohim. Maka dapat dikatakan bahwa Elohim itu bukanlah Allah, sebagaimana yang dimaksudkan oleh Islam. Karena bukan hanya beda dalam persepsi teologis, tapi juga memang berbeda banyak dalam prilakunya  terhadap umat Israel dan manusia.
Namun, perbedaan persepsi ini dianggap oleh ulama2 Islam sebagai kesalahan pemahaman Kristen terhadap Tuhan, dan kalian mencoba untuk mengoreksi pemahaman akan Tuhan yang kalian anggap sudah keliru dipahami oleh Kristen.

Jadi Armansyah, intinya adalah perbedaan persepsi akan pemahaman tentang yang Maha Tinggi dan Maha Esa itu. Bagi kami, Tuhan itu Esa, namun dalam pengertian Elohim sebagaimana dipahami oleh Taurat Yahudi. Pemahaman ini yang tidak bisa diterima oleh Islam, dan mengira Kristen sudah tersesat dan keliru dalam memahami akan hakikat Tuhan.
Perbedaan persepsi itu sendiri dengan jelas menunjukkan bagi saya, bahwa pribadi Allah itu memang tidak sama dengan Elohim. Silahkan Islam menyembah dan memahami keEsaan Allah menurut apa yang kalian yakini, namun adalah keliru jika memaksakan pemahaman kalian ini bagi Kristen.




--- On Sun, 9/27/09, Armansyah <armansyah.skom@gmail.com> wrote:

From: Armansyah <armansyah.skom@gmail.com>
Subject: [Milis_Iqra] Fwd: Trinitas : misteri yang tidak bisa dijelaskan
To: "Milis_Iqra@googlegroups.com" <milis_iqra@googlegroups.com>
Date: Sunday, September 27, 2009, 5:57 AM


---------- Forwarded message ----------
From: Armansyah <armansyah.skom@gmail.com>
Date: Fri, 2 May 2008 17:25:26 +0700
Subject: Trinitas : misteri yang tidak bisa dijelaskan
To: "Milis_Iqra@googlegroups.com" <milis_iqra@googlegroups.com>

Diambil dari buku :

Rekonstruksi Sejarah Isa al-Masih : Sebuah Pelurusan Sejarah & Jawaban untuk
Dinasti Yesus
Karya : Armansyah
Penerbit : Restu Agung, 2008
Bab 5 : Penyimpangan Ajaran Isa al-Masih
Hal. 284 s/d 293

*Trinitas, misteri yang tidak bisa dijelaskan***

Kemelut ajaran paganisme yang sudah bercampur baur kedalam pengajaran asli
Isa al~Masih memang memunculkan berbagai perdebatan hebat disepanjang
sejarah agama Kristen, tidak kurang dari ratusan ribu orang yang menolak
menerima Kristen Trinitas sebagai akidahnya telah dihukum bakar atau
diakuisisi oleh pihak gereja diabad-abad kelamnya. Dari sini mungkin kita
perlu juga sedikit banyak mendalami apa sebenarnya yang telah membuat jurang
yang cukup lebar antara pengajaran Tauhid Isa kepada bangsa Israel dengan
pengajaran Trinitas oleh sejumlah pihaknya.

Telah umum dalam pemahaman orang-orang Kristen bahwa Tuhan dikonsepkan
menjadi tiga oknum, yaitu Tuhan Bapa (*God the Father*), Tuhan anak (*Jesus
the Christ*) dan Tuhan Roh Kudus (*The Holy Spirit*). Dan ketiga-tiga oknum
ini didalam keyakinan mereka merupakan sehakikat dan satu dalam kesatuannya.
Adanya kehadiran Jesus atau Isa al~Masih yang disebut sebagai Tuhan anak
(The Son of God) didalam salah satu unsur ke-Tuhanan Kristen, tidak hanya
dipandang sebagai kiasan (metafora), namun lebih cenderung dalam arti yang
sebenarnya. Oleh karena perkataan Tuhan anak disini digunakan dalam arti
yang sebenarnya, maka perkataan "Tuhan Bapa" disini seharusnya juga
digunakan pula dalam arti "Bapa" yang sesungguhnya, sebab dengan demikian
pemahaman ini menjadi benar. Namun hal ini akan menjadikan suatu hal yang
mustahil untuk dapat diterima oleh akal sehat !

Karena diri "anak" yang sebenarnya dari sesuatu, adalah mustahil akan
memiliki suatu zat dengan diri sang "Bapa" yang sesungguhnya dari sesuatu
itu juga. Sebab pada ketika zat yang satu itu disebut anak, tidak dapat
ketika itu juga zat yang satu ini disebut sebagai Bapak. Begitupula
sebaliknya, yaitu pada ketika zat yang satu itu disebut sebagai Bapa, tidak
dapat ketika itu kita sebut zat yang sama ini sebagai anak dari Bapa itu.
Ketika zat yang satu ini kita sebut sebagai Bapa, maka dimanakah zat anak ?


Tentunya kita semua sepakat bahwa kata apapun yang kita pakai dalam
membicarakan Tuhan itu semata sebagai pengganti kata Dia (yaitu kata ganti
yang tentu saja memang ada kata yang digantikannya), dan kata Zat dalam
konteks pembicaraan kita disini bukanlah kata zat yang dapat dibagi menjadi
zat zair, padat dan gas namun lebih kepada esensi wujud-Nya. Oleh karena
dunia Kristiani memiliki konsep pluralitas Tuhan dalam satu zat, maka disini
telah terjadi suatu dilema yang sukar dan untuk menjawab hal ini, mereka
selalu melarikan diri pada jawaban "Misteri Tuhan yang sulit diungkapkan."
Suatu pernyataan yang mencoba menutupi ketidak berdayaan penganut Kristen
didalam memberikan pemahaman mengenai doktrin keTuhanan mereka yang
bertentangan dengan akal sehat.

Disatu sisi mereka memberikan kesaksian akan ke-Esaan dari Allah, namun
pada sisi lain mereka juga dipaksa untuk menerima kehadiran unsur lain
sebagai Tuhan selain Allah yang satu itu, logikanya adalah, jika disebut zat
Tuhan Bapa lain dari zat Tuhan anak, maka akan nyata pula bahwa Tuhan itu
tidak Esa lagi tetapi sudah menjadi dua (dualisme keTuhanan dan bukan
Monotheisme atau Tauhid). Begitu pula dengan masuknya unsur ketuhanan yang
ketiga, yaitu Roh Kudus, sehingga semakin menambah oknum ketuhanan yang satu
menjadi tiga oknum yang berbeda satu dengan yang lainnya sehingga mau tidak
mau pengakuan tentang ke-Esaan Tuhan (prinsip Monotheisme) akan menjadi
sirna. Khusus mengenai diri Tuhan Roh Kudus sendiri, didalam al-Kitab
kadangkala digambarkan sebagai api, sebagai burung dan lain sebagainya. Dan
Tuhan Roh Kudus ini menurut kitab Perjanjian Lama sudah seringkali hadir
ditengah-tengah manusia, baik sebelum kelahiran Isa al~Masih, masa
keberadaannya ditengah para murid-murid hingga masa-masa setelah ketiadaan
Isa paska penyaliban. Dan menghadapi hal ini, kembali kita sebutkan bahwa
unsur Tuhan sudah terpecah kedalam tiga zat yang berbeda. Sebab jika tetap
dikatakan masih dalam satu zat (satu kesatuan), maka ketika itu juga
terjadilah zat Tuhan Bapa adalah zat Tuhan anak kemudian zat Tuhan anak dan
zat Tuhan Bapa itu adalah juga zat dari Tuhan Roh Kudus. Pertanyaannya
sekarang, sewaktu zat yang satu disebut Bapa, dimanakah anak ?


Dan sewaktu zat yang yang satu disebut sebagai Tuhan anak, maka dimanakah
Tuhan Bapa serta Tuhan Roh Kudus ? Oleh sebab itu haruslah disana terdapat
tiga wujud Tuhan dalam tiga zat yang berbeda. Sebab yang memperbedakan oknum
yang pertama dengan oknum yang kedua adalah 'keanakan' dan 'keBapaan'.
Sedang anak bukan Bapa dan Bapa bukan anak !
Jadi nyata kembali bahwa Tuhan sudah tidak Esa lagi. Oleh karena itulah
setiap orang yang mau mempergunakan akal pikirannya dengan baik dan benar
akan menganggap bahwa ajaran Trinitas, bukanlah bersifat Monotheisme atau
meng-Esakan Tuhan melainkan lebih condong kepada paham Polytheisme (sistem
kepercayaan banyak Tuhan). Dengan begitu, maka nyata sudah bahwa ajaran itu
bertentangan dengan ajaran semua Nabi-nabi yang terdahulu yang mengajarkan
bahwa Tuhan itu adalah Esa dalam arti yang sebenarnya.

Kita dapati dari kitab Perjanjian Lama, Perjanjian Baru (khususnya 4 Injil)
sampai kepada kitab suci umat Islam yaitu al-Qur'an, tidak didapati konsep
pluralitas ketuhanan sebagaimana yang ada pada dunia Kristen itu sendiri.
Pada masanya, Adam tidak pernah menyebut bahwa Tuhan itu ada tiga, demikian
pula dengan Abraham, Daud, Musa, dan nabi-nabi sebelum mereka sampai pada
Isa al~Masih sendiri juga tidak pernah mengajarkan asas ke-Tritunggalan
Tuhan, apalagi dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Lebih jauh
lagi bila kita analisa konsep Trinitas ini menyebutkan bahwa oknum Tuhan
yang pertama terbeda dengan Ke-Bapaan, karena itu ia disebut sebagai Tuhan
Bapa (Dia dianggap sebagai Tuhan yang lebih tua), sementara oknum Tuhan
kedua terbeda dengan Keanakan yang lahir menjadi manusia bernama Isa
al~Masih dalam pengertian singkatnya bahwa Tuhan anak baru ada setelah
adanya Tuhan Bapa, karena itu ia disebut sebagai sang anak. Hal yang paling
menarik lagi adalah tentang oknum Tuhan ketiga yaitu Roh Kudus yang justru
terbeda sifatnya dengan keluarnya bagian dirinya dari Tuhan Bapa dan Tuhan
anak, sehingga Bapa bukan anak dan anak bukan pula Bapak atau Roh Kudus.

Apabila sesuatu menjadi titik perbedaan sekaligus titik keistimewaan pada
satu oknum, maka perbedaan dan keistimewaan itu harus juga ada pada zat
oknum tersebut. Misalnya, satu oknum memiliki perbedaan dan keistimewaan
menjadi anak, maka zatnya harus turut menjadi anak. Artinya zat itu adalah
zat anak, sebab oknum tersebut tidak dapat terpisah daripada zatnya sendiri.
Apabila perbedaan dan keistimewaan itu ada pada zatnya, maka ia harus
adapula pada zat Tuhan, karena zat keduanya hanya satu. Oleh karena sesuatu
tadi menjadi perbedaan dan keistimewaan pada satu oknum maka ia tidak
mungkin ada pada oknum yang lain. Menurut misal tadi, keistimewaan menjadi
anak tidak mungkin ada pada oknum Bapa.
Apabila ia tidak ada pada oknum Bapa, maka ia tidak ada pada zatnya.
Apabila ia tidak ada pada zatnya, maka ia tidak ada pada zat Allah.

Karena zat Bapa dengan zat Tuhan adalah satu (unity). Dengan demikian
terjadilah pada saat yang satu, ada sifat keistimewaan tersebut pada zat
Tuhan dan tidak ada sifat keistimewaan itu pada zat Tuhan. Misalnya, Tuhan
anak lahir menjadi manusia. Apabila Tuhan anak menjadi manusia, maka zat
Tuhan Bapa harus menjadi manusia karena zat mereka satu (sesuai dengan
prinsip Monotheisme). Namun kenyataannya menurut dunia kekristenan bahwa
Tuhan Bapa tidak menjadi manusia. Dengan demikian berarti zat Tuhan Allah
tidak menjadi manusia.

Maka pada saat zat Tuhan Allah akan disebut menjadi manusia dan zat Tuhan
Allah tidak menjadi manusia, maka ini menjadi dua yang bertentangan dan
suatu konsep yang mustahil. Ajaran Trinitas yang mengakui adanya Tuhan Bapa,
Tuhan anak dan Tuhan Roh Kudus hanya dapat dipelajari dan dapat diterima
secara baik hanya jika dunia Kristen mendefenisikannya sebagai 3 sosok Tuhan
yang berbeda dan terlepas satu sama lainnya, dalam pengertian diakui bahwa
Tuhan bukan Esa, melainkan tiga (Trialisme). Siapapun tidak akan menolak
bahwa Tuhan bersifat abadi, Alpha dan Omega, tidak berawal dan tidak
berakhir, namun keberadaan Tuhan yang menjadi anak dan lahir dalam wujud
manusia telah memupus keabadian sifat Tuhan didalam dunia Kristen, karena
nyata ada Bapa dan ada anak alias telah ada Tuhan pertama yang lebih dulu
ada yang disebut sebagai Tuhan tertinggi dan ada pula Tuhan yang baru ada
setelah Tuhan yang pertama tadi ada. Akal manusia dapat membenarkan, jika
Bapa dalam pengertian yang sebenarnya harus lebih dahulu ada daripada
anaknya. Akal manusia akan membantah bahwa anak lebih dahulu daripada Bapa
atau sang anak bersama-sama ada dengan Bapa, sebab bila demikian adanya
tentu tidak akan muncul istilah Bapa maupun anak.

Apabila Tuhan Bapa telah terpisah dengan Tuhan anak dari keabadiannya, maka
Tuhan anak itu tidak dapat disebut 'diperanakkan' oleh Tuhan Bapa. sebab
Tuhan Bapa dan Tuhan anak ketika itu sama-sama abadi, Alpha dan Omega,
sama-sama tidak berpermulaan dan tidak ada yang lebih dahulu dan yang lebih
kemudian hadirnya.

Apabila ia disebut diperanakkan, maka yang demikian menunjukkan bahwa ia
adanya terkemudian daripada Bapa. Karena sekali lagi, anak yang sebenarnya
harus ada terkemudian daripada Bapa yang sebenarnya. Apabila antara Tuhan
Bapa serta Tuhan anak telah terbeda dari kekekalan, maka Tuhan Roh Kudus pun
telah terbeda pula dari kekekalannya masing-masing, mereka bukan satu
kesatuan tetapi tiga unsur yang berbeda. Kenyataan ini justru didukung penuh
oleh kitab Perjanjian Baru sendiri, bukti pertama bisa kita baca dalam Injil
karangan Matius pasal 3 ayat 16 sampai 17 :

*Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga
langit terbuka dan ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke
atasnya, lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku
yang Kukasihi, kepadanyalah Aku berkenan." – Injil Matius pasal 3 ayat 16
dan 17*

Pada ayat diatas secara langsung kita melihat keberadaan tiga oknum dari
zat Tuhan yang berbeda secara bersamaan, yaitu satu dalam wujud manusia
bernama Isa dengan status Tuhan anak, satu berwujud seperti burung merpati
(yaitu Tuhan Roh Kudus) dan satunya lagi Tuhan Bapa sendiri yang berseru
dari sorga dilangit yang sangat tinggi. Dengan berdasar bukti dari pemaparan
Injil Matius diatas, bagaimana bisa sampai dunia Kristen mempertahankan
argumentasi paham Monotheisme didalam sistem ketuhanan mereka ? Bukti
lainnya yang menunjukkan perbedaan antara masing-masing zat Tuhan didalam
dunia Kristen yang semakin membuktikan keterpisahan antara Tuhan yang satu
dengan Tuhan yang lainnya dalam kemanunggalan mereka.

*Maka kata Yesus sekali lagi: "Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa
mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." Dan sesudah berkata
demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: "Terimalah Roh Kudus. - Injil
Yohanes pasal 20 ayat 21 dan 22*

Ayat Injil Yohanes diatas sebagaimana juga ayat dari Injil Matius pasal 3
ayat 16 dan 17 sebelumnya, memaparkan mengenai keterbedaan zat Tuhan anak
dan Tuhan Roh Kudus sehingga semakin jelas bahwa antara Tuhan Bapa, Tuhan
anak dan Tuhan Roh Kudus tidak ada ikatan persatuan dan tidak dapat disebut
Tuhan yang Esa, masing-masing Tuhan memiliki pribadinya sendiri, inilah
sistem kepercayaan banyak Tuhan (Pluralisme ketuhanan) sebagaimana juga yang
diyakini oleh orang-orang Yunani maupun Romawi tentang keragaman dewa-dewa
mereka. Konsep ini sama dengan konsep tiga makhluk bernama manusia, ada si
Arman sebagai Bapa, ada si Daffa sebagai anak dan adapula si Haura,
ketiganya berbeda pribadi namun tetap memiliki kesatuan, yaitu satu dalam
wujud, sama-sama manusia, tetapi apakah ketiganya sama ? Tentu saja tidak,
mereka tetaplah tiga orang manusia berbeda. Tuhan Bapa, Tuhan anak maupun
Tuhan Roh Kudus adalah sama-sama Tuhan namun mereka tetap tiga individu
Tuhan yang berbeda, inilah sebenarnya konsep yang terkandung dalam paham
Trinitas atau Tritunggal pada dunia Kristen. Untuk menjadi pemikiran
lanjutan bagi kita semua, bahwa dunia Kristen Trinitas meyakini Isa al~Masih
merupakan anak Tuhan sekaligus Tuhan itu sendiri yang lahir menjadi manusia
untuk menerima penderitaan diatas kayu salib demi menebus kesalahan Adam
yang telah membuat jarak yang jauh antara Tuhan dengan manusia.

Sekarang, bila memang demikian adanya, bisakah kita menyatakan bahwa pada
waktu penyaliban terjadi atas diri Isa maka pada saat yang sama Tuhan Bapa
(Allah) telah ikut tersalibkan ? Hal ini perlu diangkat sebagai acuan
pemikiran yang benar, bahwa ketika Tuhan telah memutuskan diri-Nya untuk
terlahir dalam bentuk manusia oleh perawan Maria maka secara otomatis antara
Isa dengan Tuhan Bapa tidak berbeda, yang disebut Isa al~Masih hanyalah raga
manusiawinya saja tetapi isi dari ruhnya adalah Tuhan sehingga hal ini
menjadikan diri Isa pantas disebut Tuhan anak.

Dalam keadaan apapun selama tubuh jasmani Isa masih hidup dan melakukan
aktivitas layaknya manusia biasa, pada waktu itu Ruh Tuhan pun tetap ada
dalam badan jasmani tersebut dan tidak bisa dipisahkan, sebab jika Ruh Tuhan
telah keluar dari badan kasarnya maka saat itu juga Isa al~Masih mengalami
kematian, karena tubuh jasmani telah ditinggalkan oleh ruhnya. Jadi
logikanya, sewaktu tubuh jasmaniah Isa disalibkan, maka zat Tuhan juga telah
ikut tersalib, artinya secara lebih gamblang, Tuhan Bapa telah ikut disalib
pada waktu bersamaan (sebab mereka satu kesatuan). Pada waktu tubuh jasmani
Isa al~Masih bercakap-cakap dengan para murid serta para sahabat lainnya
maka pada waktu yang bersamaan sebenarnya Tuhan-lah yang melakukannya
dibalik wadag tersebut.

Dan sekarang bila Isa mengalami kejadian-kejadian tertentu seperti
mengutuki pohon Ara karena rasa laparnya namun ia tidak menjumpai apa-apa
disana selain daun (Lihat Injil Matius pasal 21 ayat 18 dan 19) maka hal ini
menyatakan ketidak tahuan dari diri Isa mengenai segala sesuatu dan
berimplikasi bahwa Tuhan yang mengisi jiwa dari wadag manusia Isa al~Masih
itupun bukanlah Tuhan yang sebenarnya, sebab ia tidak bersifat maha
mengetahui sedangkan pencipta alam semesta ini haruslah Tuhan yang mengenal
ciptaan-Nya sekalipun itu dalam wujud makhluk paling kecil dan hitam yang
tidak tampak secara kasat mata berjalan pada malam yang paling kelam
sekalipun.

Dan pada waktu Isa merasa sangat ketakutan sampai peluhnya membasahi sekujur
tubuhnya bagaikan titik-titik darah yang berjatuhan ketanah seperti ditulis
oleh Injil Lukas pasal 22 ayat 44, maka pada saat yang sama kita menyaksikan
Tuhan yang penuh kecacatan, betapa tidak, Tuhan justru frustasi dan kecewa
sampai Dia mau mati (Lihat Injil Matius pasal 26 ayat 3) akibat
ketakutan-Nya kepada serangan para makhluk ciptaan-Nya sendiri yang
seharusnya justru menjadi lemah dan bukan ancaman menakutkan dimata Tuhan.
Dan didetik-detik tersebut kita dapati pada Injil Matius pasal 26 ayat 36
sampai 39 Isa telah memanjatkan doa yang ditujukan kepada Tuhan. Sungguh
suatu kejanggalan yang sangat nyata sekali, betapa Tuhan telah menjadi
makhluk dalam bentuk manusia dan Tuhan itu masih memerlukan bantuan dari
pihak lain (dalam hal ini Tuhan itu butuh bantuan Tuhan juga), disinilah
sebenarnya kita melihat kenyataan bahwa Isa al~Masih itu sendiri bukan
Tuhan, dia hanyalah makhluk dan sebagai makhluk maka seluruh dirinya
terlepas dari unsur-unsur ketuhanan, baik jasmani maupun rohaninya. Karena
itu dia pasti membutuhkan bantuan Tuhan yang sebenarnya, Tuhan yang Maha
Tahu, Tuhan yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu dari ciptaan-Nya serta
Tuhan yang Maha Gagah.

Doktrin kemanunggalan Isa al~Masih dengan Tuhan, memang sungguh layak untuk
bisa dikaji ulang, kalimat keanakan Tuhan yang dilekatkan padanya jelas
bukan bahasa metafora. Dalam banyak kitab dan pasal pada Perjanjian Baru,
kita sebut saja misalnya Injil Matius pasal 26 ayat 64, Kisah Para Rasul
pasal 7 ayat 55 dan 56, Kitab Roma pasal 8 ayat 34 dan sebagainya telah
disebut bahwa Isa al~Masih sebagai Tuhan anak telah duduk disebelah kanan
Tuhan Bapa, artinya mereka berdua (antara Tuhan Bapa dengan Tuhan anak)
merupakan dua Tuhan yang berbeda, bukankah semakin jelas kita melihat ada
dua Tuhan dan bukan satu Tuhan, dan jika paham satu Tuhan disebut sebagai
Tauhid atau Monotheisme maka sistem banyak Tuhan (lebih dari satu Tuhan)
disebut sebagai Pluralisme Tuhan atau Polytheisme. Inilah bukti yang bisa
kita persembahkan kepada golongan yang masih menerima Isa sebagai Tuhan dan
menganggapnya sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Kita bukan hendak menghujat ataupun melakukan bentuk penistaan terhadap
ajaran maupun keyakinan agama lain, namun disini kita mencoba menyampaikan
kebenaran melalui kalimat dan bukti-bukti yang bisa ditelaah dan dipelajari
secara obyektif oleh setiap orang. Islam melarang umatnya untuk melakukan
pelecehan agama manapun, kita akan tetap menghormati mereka meskipun menolak
apa yang sudah disampaikan. Kiranya buku ini bisa mendatangkan hikmah dan
hidayah bagi setiap pembacanya dan bukan malah memunculkan polemik baru yang
akan semakin memecah belah rasa persaudaraan antar iman di Indonesia.

*Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125*

*
*

Isa al~Masih hanyalah seorang Rasul

Secara abstrak, Tuhan memang meliputi segala sesuatunya namun kalau Dia
sudah didoktrinkan menjadi terbatas (yaitu tersekat kedalam daging)
sebagaimana pernyataan orang-orang Kristiani terhadap sosok Isa al~Masih,
maka artinya Tuhan dengan menjadi daging itu telah tunduk dengan segala
keterbatasannya, maka tentunya ini tidak bisa disamakan lagi dengan konsepsi
kemaha kuasaan Allah.

……… > Lanjutannya, silahkan baca langsung buku tersebut.


--
Salamun 'ala manittaba al Huda
Khud al hikmah walau min lisani al kafir


ARMANSYAH
http://armansyah.blogsome.com/
Telp. 0816.355.539
Penulis Buku "Rekonstruksi Sejarah Isa Al-Masih" & "Jejak Nabi Palsu"



--
Salamun 'ala manittaba al Huda



ARMANSYAH


--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125

Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63

Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
  Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
  Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
     Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

No comments:

Post a Comment