TIPS - TIPS PENTING dalam BERKELUARGA
1. Orangtua Jangan Tergantung Pada Baby Sitter
VIVAnews - Fenomena menggunakan jasa baby sitter untuk mengasuh anak merebak
seiring semakin sibuknya orang tua bekerja atau mengejar karier. Lantas
bagaimana dengan tumbuh kembang anak ketika orangtua, terutama ibu,
mempunyai tuntutan bekerja yang tinggi?
Psikiater anak Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ memaklumi orang tua zaman sekarang
banyak yang menggunakan jasa orang tua. "Kalaupun menggunakan baby sitter,
orangtua harus mengutamakan kualitas saat bersama anaknya, dan bukan
kuantitas," kata dr. Tjhin dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu, 10
Oktober 2009.
Meski hanya sebentar bersama anak, satu jam misalnya, orangtua harus
menggunakan secara optimal kebersamaan bersama anak untuk menstimulan tumbuh
kembang anak.
Karena, untuk membentuk anak yang cerdas dan berkualitas, salah satu
faktornya yakni cukupnya kasih sayang yang diberikan orangtuanya, terutama
pada periode umur nol hingga empat tahun.
"Jadi percuma kalau si ibu seharian ada bersama anak tapi si ibu malah lebih
banyak menonton sinetron, jadi tidak ada stimulan," kata dia.
Namun, akan lebih baik jika tumbuh kembang anak tetap dipantau secara
berkala oleh orangtua. Terutama untuk memantau pertumbuhan kemampuan
intelejensia anak.
Dokter spesialis anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Dr. dr. Rini Sekartini,
SpA mewanti-wanti kepada orangtua yang menggunakan jasa pengasuh agar
mempertimbangkan tingkat pendidikan si baby sitter.
"Sudah menjadi kewajiban orang tua untuk mempersiapkan anak untuk sekolah,
misalnya membiasakan menulis atau mengenal angka, jadi tidak bisa sepenuhnya
dilimpahkan ke baby sitter," kata dia.
Kalaupun orangtua melimpahkan tugas membimbing tersebut, orangtua harus
mencari pengasuh yang secara tingkat pendidikan mampu melakukannya.
Namun, dokter Rini meminta agar tidak semua tugas orang tua tidak
dilimpahkan ke pengasuh. "Takutnya anak lebih nyaman kepada pengasuh
ketimbang pada orangtuanya," ujarnya.
2. Buku Tepat, si Kecil Cerdas
BUKU adalah gudang ilmu. Untuk itu, kenalkan buku pada si buah hati sedini
mungkin. Agar hasilnya maksimal, pilihlah buku yang sesuai dengan usia buah
hati.
Hampir semua orang mengetahui manfaat sebuah buku. Selain sebagai sumber
pengetahuan, buku juga membuat pikiran dan wawasan terbuka. Hal itu tidak
saja berlaku bagi orang dewasa, anak-anak pun akan mendapatkan manfaat yang
sama jika diajarkan membaca buku yang cocok dan sesuai dengan perkembangan
jiwanya. Banyak sekali jenis buku dijual di toko buku hingga kaki lima.
Beragam pilihan buku pun bisa didapat secara mudah. Namun, jangan sampai
kemudahan dan semua fasilitas itu membuat anak-anak menjadi rusak karena
membaca buku yang tidak sesuai usia. Jika itu terjadi, anak akan mengalami
kecenderungan berfantasi seperti apa yang telah dibacanya.
Itu akan semakin buruk jika yang dibaca adalah buku-buku yang mengandung
nilai kekerasan, pornografi, atau buku yang bernuansa menyesatkan. Misalnya
kartun, tetapi dengan jalan cerita orang-orang dewasa.
Mengatasi masalah bacaan pada anak, memang tidak mudah, apalagi untuk
mengawasinya. Bisa saja anak yang di rumah terlihat alim dan penurut, tetapi
di lingkungan permainan atau di sekolah anak mendapatkan buku-buku yang
tidak sesuai dengan usia.
Entah itu dibawakan teman-temannya, atau bisa pula dengan meminjamnya di
penyewaan buku yang tidak membatasi apa yang boleh dibaca dan mana yang
tidak. Peran orangtua sangat dibutuhkan untuk mengawasi buku yang dibaca
anak-anaknya. Tanpa pengawasan, anak akan leluasa dan menganggap biasa untuk
membaca buku orang dewasa, yang notabene tidak sesuai dengan usianya.
"Agar anak tidak menyimpang dari buku yang ingin dibacanya, diperlukan
ketegasan orangtua. Tidak masalah menghukum anak jika ketahuan membaca
bukubuku terlarang," kata guru SDN Pisangan Jakarta, Wiwit Kartika, saat
dihubungi beberapa waktu lalu.
Agar anak tidak salah memilih, ada baiknya orangtua menyediakan buku di
rumah. Atau jika tidak punya, ajaklah anak untuk meminjam buku di
perpustakaan sekolah atau perpustakaan nasional.
Pada usia balita hingga SD, anak biasanya lebih menyukai komik karena mudah
dicerna. Selain bergambar, cerita komik biasanya lebih sederhana. Kebanyakan
orangtua lebih suka mengenalkan komik pada anak-anak untuk mendorong minat
baca mereka, tetapi pilihlah buku cerita yang tidak mengajarkan kekerasan.
"Anak memang memiliki kebiasaan meniru apa yang didengar, dilihat, dan
dirasa. Pilihlah buku yang tidak menuliskan kalimat-kalimat kasar," kata
pengajar berjilbab itu. Proses yang tidak kalah penting yang harus dilakukan
orangtua adalah mengenalkan buku.
Proses pengenalan dilakukan secara bertahap. Misalnya memilih buku yang
berisi nilai-nilai kebaikan dan keburukan yang digambarkan lewat tokoh
binatang yang ada di dalamnya.
"Tokoh seperti itu bisa ditemukan secara mudah dalam cerita bergambar untuk
anakanak balita," kata dia.
Seiring dengan semakin bertambahnya usia anak, buku yang dijadikan bacaan
juga bisa diganti dengan buku yang bercerita tentang tokoh-tokoh legendaris
atau cerita rakyat dari berbagai daerah di Indonesia.
"Cerita rakyat sangat cocok diberikan pada anak-anak SD. Namun, diselingi
dengan buku-buku sejarah agar pengetahuan anak bertambah," kata dia.
Lebih lanjut dikatakan pengajar berkulit sawo matang tersebut, anak usia SD
sudah waktunya diajak untuk membaca buku nonfiksi yang sarat dengan fakta
dan pengetahuan. Namun, tidak jarang anak tidak mau membaca buku tanpa
gambar karena sulit mencernanya.
"Buku yang banyak tulisan memang mempunyai tantangan yang lebih tinggi untuk
mencernanya, berikan pemahaman seperti itu pada anak," tuturnya.
Sementara untuk usia SMP, anak sudah diizinkan membaca buku- buku remaja
seperti buku petualangan dengan ratusan halaman, atau bisa pula buku yang
mengajak anak untuk memecahkan sebuah misteri.
Buku seperti ini sangat bagus karena mereka akan berpikir untuk
menyelesaikan masalah seperti yang ada di dalam buku yang dibacanya. Agar
anak tidak kecanduan atau gemar komik, orangtua perlu mendampingi dan
memberi masukan saat mereka memilih buku. Orangtua harus punya inisiatif
untuk menemukan bahan bacaan buat anak.
Pilih yang ceritanya mengandung unsur pendidikan atau mendorong
imajinasinya. Jika anak dipaksa untuk mengubah kebiasaannya secara cepat,
misalnya dari komik, kemudian diberikan buku baru, bisa-bisa minat baca anak
menjadi luntur.
"Mulailah secara bertahap.Terangkan pada mereka bahwa pengetahuan akan
bertambah apabila mereka gemar membaca buku, bukan komik," tambahnya lagi.
Beruntunglah anak-anak zaman sekarang. Mereka bisa dengan mudah mencari
buku-buku yang mereka inginkan. Tak hanya mereka yang berkantong tebal.
Mereka yang berkantong pas-pasan pun tetap bisa menikmati buku bacaan.
Gratis malah. Salah satunya melalui program Mobil Pintar yang digagas Ibu
Ani Susilo Bambang Yudhoyono bersama dengan Solidaritas Istri Menteri
Kabinet Bersatu.
Program berupa perpustakaan keliling ini sangat diminati oleh anak-anak
Indonesia. Memang dibandingkan perpustakaan keliling, Mobil Pintar memiliki
beberapa keunikan. Selain menyediakan buku,di perpustakaan keliling
anak-anak juga dapat menikmati permainan-permainan dan tayangan edukatif
yang disediakan, serta fasilitas komputer secara bersama-sama.
Selain itu, Mobil Pintar juga menyediakan tutor terlatih yang dapat membantu
anak-anak belajar dan bermain. Ibu Ani berharap, Mobil Pintar, yang idenya
berawal dari keluhan masyarakat yang ingin belajar namun tidak memiliki buku
atau uang, dapat turut mencerdaskan anak-anak Indonesia sehingga cita-cita
Indonesia yang lebih maju dan sejahtera dapat tercapai.(Koran SI/Koran
SI/nsa)
3. Olahraga untuk si Kecil
OLAHRAGA bukan hanya cocok bagi orang dewasa, olahraga yang tepat bisa juga
membuat anak menjadi aktif dan sehat. Sayang, anak-anak zaman sekarang tak
gemar melakukannya.
Hal paling digemari dan tidak bisa ditinggalkan anak-anak adalah bermain.
Hampir sepanjang hari, anak-anak akan bermain aktif seakan tanpa capai.
Banyak permainan menarik bisa dilakukan anak-anak yang membuatnya gembira.
Namun, semua gerak tubuh yang dilakukan anak selama bermain bisa membuat
tubuh mereka sehat dan aktif.
Sekarang, walaupun zaman sudah modern, masih banyak orangtua yang
beranggapan bahwa anak akan selalu sehat bila cukup nutrisi atau banyak
mengonsumsi makanan bergizi dan selalu terjaga kebersihan. Anggapan ini
tidak sepenuhnya benar, mengingat ada satu hal penting yang dapat diterapkan
orangtua agar anaknya sehat, yaitu dengan olahraga atau fitnes teratur.
"Anak di atas umur lima tahun sebenarnya sudah sangat boleh berolahraga. Ini
karena anak yang aktif bermain bisa menyeimbangkan aktivitas berupa gerak
tubuh dengan belajar atau tidur," kata Budiman, pengajar olahraga di kawasan
Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Menurut dia, banyak hal sekarang ini yang membuat anak malas bergerak.
Misalnya karena televisi yang menayangkan film-film menarik, atau karena
video games yang menjanjikan permainan unik. Karena perkembangan teknologi
yang sudah sangat maju, sebagai orangtua, mengajak anak berolahraga menjadi
suatu keharusan.
Olahraga atau fitnes pada anak ternyata merupakan suatu investasi jangka
panjang yang baik untuk kesehatan dan kehidupan anak berikutnya. Anak-anak
yang banyak berolahraga, banyak beraktivitas, dan banyak bergerak memiliki
kemungkinan untuk tetap sehat dan aktif selama masa hidupnya. Selain itu,
anak seperti itu juga memiliki risiko lebih rendah menderita penyakit
jantung, stroke, hipertensi, ataupun diabetes kelak ketika dewasa.
Tidak sampai di situ saja, olahraga tidak hanya menghindarkan anak dari
berbagai penyakit jasmani, tetapi juga membawa anak untuk lebih percaya
diri, memiliki perilaku hidup sehat, dan memiliki penghargaan terhadap
dirinya sendiri.
Anak yang beraktivitas fisik teratur pada berbagai usia lebih bisa bergaul,
bermain, dan berhubungan dengan orang lain serta lebih berani menghadapi
tantangan, bila dibandingkan dengan anak yang kurang beraktivitas fisik.
Selain itu, olahraga pada anak juga membuat orangtua menjadi lebih aktif,
lebih banyak bergerak, dan mengurangi waktu-waktunya untuk duduk dan
beristirahat.
Hal ini karena untuk membiasakan anak agar mau olahraga teratur, dibutuhkan
orangtua sebagai contoh dalam melakukannya. Bila orangtua malas-malasan dan
tidak suka berolahraga, tidak ada gunanya memaksa atau menyuruh
putra-putrinya untuk berolahraga.
Olahraga teratur dapat membantu anak yang memiliki gangguan kesehatan
kronis, misalnya asma atau gangguan fisik untuk belajar dan lebih banyak
bergerak. Bermain di air, berlari di lapangan, dan bergerak membantu anak
asma untuk lebih bisa mengatur napas dan mengurangi frekuensi serangan asma.
Anak yang cacat fisik bila banyak berolahraga dan banyak bergerak dapat
membantunya untuk lebih mengenal lingkungan, lebih berinteraksi, dan lebih
melatih bagian-bagian lain dari tubuhnya sehingga mampu menonjolkan
kemampuan dirinya sendiri dibandingkan kekurangannya. Hal ini akan membawa
anak lebih percaya diri dan lebih mampu menghadapi kekurangan yang
dimilikinya.
"Jangan remehkan olahraga. Dengan olahraga, mereka menjadi lebih segar,
berpikiran jernih, dan yang penting adalah mereka tidak mengalami obesitas,"
terang pria berkulit cokelat tersebut.
Mengingat banyaknya manfaat olahraga untuk anak bahkan pada usia dini, ada
baiknya bila orangtua mulai melakukan dan melatih anak untuk berolahraga
secara teratur, agar anak dapat tetap fit dan sehat.
Namun, masalahnya hanya sedikit orangtua yang mengerti dan memahami olahraga
macam apa dan seperti apa yang dapat dilakukan anaknya yang masih kecil.
"Kesehatan anak terletak pada orangtuanya. Semakin rajin orangtua mengajak
anaknya berolahraga, semakin sehatlah seorang anak," tuturnya.(Koran
SI/Koran SI/nsa)
4. Hati-hati, Si Kecil Pun Bisa Stres
Anak menangis
VIVAnews - Perilaku buah hati belakangan ini berubah, sering murung dan
uring-uringan? Hati-hati, ada kemungkinan si kecil sedang dilanda stres.
Menurut Fabiola Priscilla Setiawan, psikolog anak dari Jagadnita
Counsulting, Faktor lingkungan bisa dibilang paling berperan. Tuntutan
lingkungan yang berat dapat menjadi biang keladi anak mengalami stres.
Misalnya, di sekolah ia dituntut untuk selalu menjadi nomor satu. Atau, si
kecil mengalami perbuatan bully dari teman-temannya. Atau, di rumah pola
asuh orang tua keras. Bila sang ibu sering membentak, membuatnya tak
berdaya. Sehingga mampu menggoyahkan daya tahannya terhadap stres.
Masalahnya, stres pada anak sebelumnya tidak terlalu dikenali dan biasanya
dianggap sebagai gangguan mood yang normal pada fase perkembangan. Jangan
disepelekan, kondisi stres ini jika tidak segera ditangani bisa berujung
pada depresi yang bisa menyebabkan anak ingin menyakiti diri sendiri. Apa
saja tanda-tandanya?
- Murung, dan sering menangis, mudah marah
- Terlihat lelah dan tidak ada motivasi
- Tidak lagi menjalani aktivitas kesukaannnya. Misalnya, dulu ia senang main
bola. Tapi, setelah beberapa minggu, ia enggan menjalani kegiatan itu.
- Perubahan kebiasaan makan dan tidur (adanya kenaikan atau penurunan berat
tubuh yang terlihat jelas, dan sulit tidur)
- Keluhan yang sangat sering mengenai masalah fisik, seperti sakit perut
atau pusing
- Sulit berkonsentrasi dan sering lupa
Jika lima dari tanda-tanda di atas dialami buah hati Anda, sebaiknya jangan
disepelekan. Terutama jika kondisi ini sudah dialami si kecil selama lebih
dari dua minggu berturut-turut.
Jika sudah muncul tanda-tanda, jangan langsung membawa si kecil ke
psikiater. Anda bisa mencoba mendekatinya terlebih dulu. Kuncinya adalah
mengenal karakter anak Anda. Langkah-langkahnya:
1. Ajak bicara.
Cari momen yang dapat membuat Anda dan si kecil santai. Misalnya, di akhir
pekan. Ajak dia menjalani aktivitas favoritnya. Misalnya, berenang atau
membeli buku. Bila dia terlihat santai, tanyakan apa yang membuatnya
berubah. Biasanya dalam kondisi relaks, anak lebih terbuka. Tapi, ketika dia
tak juga menjawab sebaiknya jangan dipaksa.
2. Ajarkan memecahkan masalah
Ketika si kecil mulai terbuka, Anda bisa membantunya memecahkan solusi.
Misalnya, dia takut pada teman-temannya. Ajarkan padanya untuk berbicara
baik-baik dengan teman-teman. Tapi, jika tidak bisa, mintalah si kecil untuk
berani bilang kondisi ini pada gurunya.
Yang perlu disadari, jangan melulu memberikannya solusi. Sebelumnya,
tanyakan padanya apa yang akan dilakukannya bila menghadapi masalah. Jika
jawabannya cukup baik, Anda bisa memujinya. Hal ini bisa meningkatkan rasa
percaya dirinya, dan kemandiriannya.
5. Ajarkan anak bicara baik untuk masa depannya.
KOMPAS.com - Berpuasa tak sekadar menahan lapar, tetapi juga menjaga diri
dari perilaku tercela. Bahkan, berbuat baik di bulan Ramadhan telah
dijanjikan pahala yang berlipat ganda oleh Tuhan. Sehingga, tak heran setiap
orang akan berlomba memperbaiki sikap dan perilakunya di bulan ini.
Berbuat baik juga bisa dilakukan lewat mulut. Menjaga perkataan, memberi
semangat, mengucapkan kata-kata yang menentramkan hati, menginspirasi dalam
mencari jalan keluar, hingga sekadar memberi senyum yang menyenangkan kepada
orang-orang di sekitar, merupakan perbuatan yang mendatangkan pahala.
Namun, apa jadinya bila niat berbuat baik ini terhalang bau mulut tak sedap.
Menjaga kesehatan mulut dan perilaku, penting dimiliki di bulan yang penuh
rahmat ini. Nah, berikut kiat dari sejumlah pakar agar si kecil memiliki
mulut yang baik di sepanjang bulan yang baik ini.
Menjaga perkataan
Ungkapan "anak-anak adalah peniru yang baik" sebaiknya perlu diperhatikan
para orangtua. Terutama pada anak-anak usia di bawah 6 tahun (usia pra
sekolah), yang belum paham betul sikap yang ditirunya di lingkungan.
Seringkali mereka menirukan perkataan maupun perilaku yang kurang baik,
hingga menyakiti orang di sekitarnya. Dan orangtua pun merasa kecewa dengan
perilaku anaknya ini.
Menurut Titi P. Natalia, staf pengajar program Magister Psikologi
Universitas Tarumanegara Jakarta, ketika menemui anak mengatakan hal kurang
baik, orangtua jangan buru-buru menganggapnya nakal dan berperilaku negatif.
Sebaiknya tanyakan alasan dan pemahamannya akan perkataan yang baru saja
diucapkannya. Anak yang berkata kurang baik belum tentu bermaksud seperti
apa yang dikatakannya. Bisa jadi ia sekadar menirukan perkataan orang
dewasa, tayangan teve, siaran radio, teman bermain, atau sumber lain, tanpa
paham maksud yang sebenarnya.
Jika demikian, jangan mengisolasi anak dari pengaruh buruk lingkungan.
Bekali dengan pemahaman dan logika berpikir yang baik, akan lebih efektif
dilakukan. Sehingga, sekalipun ia berinteraksi dengan lingkungan yang
memberi pengaruh buruk, ia tak akan begitu saja mengikuti dan menjadikannya
kebiasaan. "Biar bagaimana pun, kita tak bisa mengubah begitu saja
lingkungan di sekitar anak. Di mana pun anak bergaul, akan selalu ada
anak-anak yang baik dan kurang baik," ujar Titi.
Untuk menanamkan perilaku baik kepada anak, tentu harus dimulai dari
kebiasaan dalam keluarga. Seperti hubungan ibu dan ayah yang baik,
pendidikan moril dan agama yang baik, merupakan modal awal bagi anak untuk
punya perilaku dan perkataan yang baik sehari-hari. Tanamkan pemahaman,
anak-anak memang sedang dalam proses belajar dan beradaptasi. Sehingga,
seburuk apapun perilakunya, selalu masih ada peluang untuk diperbaiki.
"Jangan buru-buru menghardik atau memarahi anak yang tiba-tiba mengumpat.
Apalagi melarangnya bermain dengan teman yang membuatnya belajar mengumpat.
Justru itu akan membuatnya menutup diri dan mengulangnya di lain hari," Titi
mengingatkan.
Alam bawah sadar
Menurut Titi, jika si kecil bicara kurang baik, sebaiknya orangtua segera
memanggil dan bertanya dengan lembut, "Sayang, kamu tadi bicara apa, sih?"
Selanjutnya klarifikasi apakah ia benar-benar paham arti kata yang
diucapkannya atau tidak. Biarkan ia mengungkapkan pemahaman yang dimiliki
atas perkataan itu. Jika ia tak paham, beri penjelasan dan alasannya mengapa
itu tak baik diucapkan. Lalu, akhiri dengan, "Kalau begitu, lain kali jangan
diucapkan, ya!" Yang penting, jangan bosan-bosan mengingatkan anak.
Menanamkan perilaku positif juga bisa dilakukan lewat alam bawah sadar anak.
Misalnya, saat ia tidur bisikkan, "Adik nanti bicara yang baik, ya!" Atau,
"Adik pasti bisa bicara manis, kan?"
Ulangi terus kebiasaan ini setiap hari. Jika sudah terekam baik di alam
bawah sadarnya, ia akan mengubah perilakunya secara bertahap menjadi lebih
baik. "Alam bawah sadar ini memang lebih banyak jadi pengontrol perilaku
sehari-hari," ungkap Titi.
Jika anak suka membantah saat dinasihati, ada baiknya orangtua
mengintrospeksi pola komunikasi dengan anak yang selama ini diterapkan.
Menurut Titi, anak yang suka membantah bukan karakter dasar anak. Kondisi
itu tercipta dari perlakuan yang diberikan orang dewasa terhadapnya.
Perlakuan yang kerap mengabaikan, menghakimi, menyalahkan anak, dan lainnya
inilah yang memicu anak jadi pembantah. Sehingga, sebelum disalahkan, ia
memilih membantah terlebih dulu.
Bila orangtua menganggap tak punya masalah dengan perilaku itu, bisa jadi
hal ini dilakukan orang dewasa lain yang ikut andil dalam pengasuhan anak.
Cari tahu dan beritahu orang lain di rumah yang ikut berinteraksi dengan
anak tentang cara menasehati si kecil dengan baik.
Yang penting, beri contoh baik kepada anak dengan perilaku terpuji
sehari-hari. Sesekali ajak anak bersedekah, membantu orang kurang mampu,
memperhatikan anak yang nasibnya kurang beruntung. Ini akan memperkaya jiwa
empati dan membuat anak punya rasa toleransi lebih besar kepada sesamanya.
(Laili Damayanti/NOVA)
6. Bermain Peran, Ciptakan Karya
Istimewa ANAK-anak tumbuh dengan meniru. Apa yang mereka lihat, dengar, dan
rasakan dapat dituangkan dalam permainan peran. Ternyata banyak manfaat dari
bermain peran tersebut, apa saja manfaatnya?
Bagi Anda para orangtua yang memiliki putra-putri kecil di rumah, bermain
peran (role play) atau disebut juga main "pura-pura" mungkin sudah menjadi
kegiatan harian. Saat tengah bermain, tak jarang terdengar celoteh riang
anak-anak, "Ayo kita main pasar-pasaran. Aku jadi pedagang, kamu jadi
pembelinya. Belinya pakai daun aja ya!".
Jean Piaget (1896-1980), seorang psikolog asal Swiss, mengungkapkan bahwa
anak umumnya mulai mengembangkan kemampuan simboliknya pada usia 2-7 tahun.
Nah, bermain peran ini juga terkait simbolisasi sehingga disebut juga main
simbolik. Dalam hal ini, anak bermain dengan benda (ataupun temannya) untuk
membantu menghadirkan konsep yang mereka miliki. Pada level ini, anak diasah
kemampuan berpikir dan mengingat.
Misalnya, manakala hendak memainkan peran sebagai pedagang, maka ia harus
"memanggil ulang" (recall) ingatannya tentang seperti apa tampilan fisik
pedagang yang pernah ditemuinya di pasar, bagaimana gerak-gerik dan cara si
pedagang menawarkan dagangannya.
Dengan demikian, fungsi bermain peran menunjukkan kemampuan berpikir anak
yang lebih tinggi. Sebab, anak mampu menahan pengalaman yang didapatnya
melalui pancaindra dan menampilkannya kembali dalam bentuk perilaku
berpura-pura.
Main peran membolehkan anak memproyeksikan diri ke masa depan, menciptakan
kembali masa lalu, dan mengembangkan keterampilan khayalan. Secara alamiah,
anak-anak memang tertarik bermain peran.Bahkan, tanpa diajari pun mereka
dapat melakukan dengan sendirinya. Kemungkinan bersumber dari apa yang
mereka lihat, dengar, dan rasakan.
Sebagai contoh, anak wanita usia 2 tahun biasanya memulai bermain peran
dengan pura-pura menjadi seorang ibu, karena selama ini ibunyalah yang
mengasuhnya dan paling dekat dengannya.
"Setelah anak mulai masuk sekolah, mereka mungkin akan memerankan seorang
guru. Atau, kalau terbiasa menonton televisi di rumah, bisa jadi apa yang
ditonton itulah yang akan ditiru," kata psikolog anak dari Lembaga Psikologi
Terapan Universitas Indonesia, Fabiola Priscilla Setiawan Mpsi,atau yang
akrab disapa Feby.
Pada masa kini, anak-anak tampaknya memang sulit terhindar dari pengaruh
televisi. Terkait bermain peran, tayangan televisi amat berpotensi
memengaruhi fantasi dan imajinasi anak. Padahal, dua hal tersebut juga tak
terpisahkan dalam bermain peran.
Ambil contoh pengalaman Ifa (bukan nama sebenarnya).Ibu muda ini cukup heran
melihat gadis ciliknya yang baru berusia 5 tahun sangat suka berimajinasi
dan mudah terinspirasi oleh sesuatu,terlebih tayangan televisi yang
dilihatnya.
"Misalnya sehabis menonton Dancing Princess, sambil menarinari dia
berteriak: Akulah Dancing Princess! Atau pernah juga dia berakting seperti
musketeer yang akan menyelamatkan adiknya yang masih bayi," tutur wanita
berkulit putih itu.
Lain lagi pengalaman Nia Dinata. Sutradara muda berbakat ini mengaku tak
pernah melarang anaknya bermain peran. Bahkan, bermain peran menurutnya
penting agar anak dapat mengekspresikan semua imajinasinya. Nia pun lantas
menceritakan pengalaman Gibran, anaknya yang kini berusia 8 tahun.
Dikisahkan bahwa sang anak di rumah memiliki anjing kesayangan yang kerap
dipanggil Snowy. Berawal dari kebiasaan menonton tayangan Animal Planet di
televisi, tak jarang putra keduanya itu bermain peran sebagai pelatih
anjing. Suatu saat, Gibran yang kala itu berusia 7 tahun bahkan merekam
aksinya bersama Snowy dengan handycam di rumah. Setelah diedit, hasilnya
lantas diikutsertakan dalam kompetisi film dokumentasi anak.
"Hasilnya lumayan lucu juga. Semua berawal dari sekadar menonton, bermain
peran, dan mendokumentasikannya dengan handycam sederhana.Walaupun tidak
menang, ada kebanggaan tersendiri saat melihat karyanya ditonton banyak
orang,"kenang alumnus Elizabethtown College Pennsylvania itu.
Berperan sebagai ibu dari 2 anak laki-laki, Nia paling sering melihat buah
hatinya bermain peran sebagai pembalap mobil yang tengah berlomba lantas
mobilnya terbalik misalnya. Semuanya tak masalah asalkan hanya pura-pura.
Soal tayangan film atau televisi, sutradara film Arisan itu melarang kedua
jagoannya menonton sinetron ataupun film berbau horor.
Menurut Nia, kebiasaan anak bisa dipupuk sejak kecil. Hasil karya mereka
merupakan cerminan apa yang dilihat sehari-hari. Ambil contoh pengalaman Nia
saat menggelar kompetisi film pendek anak. Tak sedikit anak yang membuat
karya berdasarkan plot yang ditonton di sinetron.Padahal, tayangan sinetron
acap kali dipenuhi intrik dan konflik.
"Dari sekitar 30 film pendek yang kami terima, hanya 9 yang layak. Sisanya
merupakan refleksi dari apa yang ditonton anak dan cukup menyedihkan,
misalnya anak SD berantem rebutan pacar. Kalau anak saya (Gibran) kebetulan
tidak menonton sinetron, jadi dia membuat karya yang sama sekali tidak ada
konfliknya. Murni dari apa yang dicintai, yaitu anjingnya," beber pendiri
Kalyana Shira Film itu.
Pengaruh lingkungan, terutama anggota keluarga tempat anak tumbuh ternyata
juga berperan dalam tema bermain peran dari anak-anak. Hal ini dikemukakan
artis sekaligus penyanyi yang tengah menanti kelahiran anak keempatnya,
Shelomita. Menurut Mita, sapaan akrabnya, si sulung Fattah (8 tahun) sejak
umur 5 tahun sudah senang merekam aksi adiknya dengan handycam.
"Fokusnya ke bola karena bapak dan pamannya semuanya penggila sepak bola.
Kadang-kadang si kakak menyuruh adiknya ngerap. Kalau dua anak saya yang
perempuan, bermain perannya genit-genit," ucapnya seraya tergelak. (Koran
SI/Koran SI/nsa)
7. Tanggapi Keinginan Anak, Ciptakan Kecerdasan
MENURUTI keinginan si buah hati Anda tak selamanya berdampak buruk. Selama
masih dalam koridor positif, apa yang Anda lakukan tersebut ternyata bisa
merangsang kecerdasan si kecil.
Berbicara soal kecerdasan anak seolah tidak ada habisnya. Ini adalah salah
satu topik yang paling sering dibahas. Untuk merangsang kecerdasan pun bisa
dilakukan dengan banyak cara. Psikolog anak, Roslina Verauli MPsi,
mengatakan bahwa untuk merangsang kecerdasan anak, orangtua hanya perlu
memastikan sudah seberapa jauh peduli dan mampu menghargai setiap kemampuan
yang dimiliki anak.
"Dengan memahami status perkembangan yang normal pada bayi dan balita,
orangtua dapat mendeteksi dan mengukur sampai sejauh mana perkembangan
kemampuan anaknya sendiri," ujarnya.
Verauli menuturkan, bila anak mampu menunjukkan kemampuan yang melebihi anak
seusianya, dapat dikatakan bahwa dia memiliki kapasitas belajar yang baik
alias cerdas.
Sementara bila anak menunjukkan keterlambatan, orangtua diharapkan lebih
waspada dan berhati-hati dalam memahami setiap respons yang ditampilkan
anak. Ketahuilah apakah keterlambatan hanya disebabkan keterlambatan biasa
mengingat setiap anak memiliki milestone yang berbeda, atau karena kurang
stimulasi, atau juga ada faktor lain yang menghambat, seperti adanya
gangguan-gangguan perkembangan.
Oleh sebab itu, jeli pada potensi dan bakat anak dengan cara menyuguhkan
berbagai rangsangan melalui kegiatan yang bervariasi dan menyuguhkan sarana
atau prasarana bisa dilakukan untuk mengetahui kecerdasannya.
"Jika sudah terlihat, segera tanggapi, kemudian biarkan anak fokus pada apa
yang diminati selama itu positif dan orangtua cukup mengawasi dan memberi
dukungan pada anak," tutur Verauli.
Menurut dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta
dr Soedjatmiko SpA(K) Msi, masa tiga tahun pertama balita merupakan masa
emas pertumbuhan otak (golden years period). Jika sewaktu lahir otak balita
sudah sebesar 25 persen dari otak orang dewasa (sekitar 350 gram), pada usia
18 bulan otak anak berkembang dua kali lipatnya. Kemampuan otak anak sangat
luar biasa.
Hingga usia enam tahun, di mana besarnya otak sudah mencapai 90 persen
ukuran orang dewasa, maka anak benar-benar berada dalam masa emas untuk
mengembangkan kecerdasannya. "Orangtua yang cerdas tentu tidak akan
menyia-nyiakan kesempatan emas ini dengan memberikan stimulasi optimal,"
ucap dokter yang mengambil Magister Sains Psikologi Perkembangan, Fakultas
Psikologi, Universitas Indonesia.
Dalam masa golden years period ini, anak-anak usia 4 bulan sampai 3 tahun
juga memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa besar. Yang mengejutkan dan
perlu diketahui, bahwa rasa ingin tahu seorang anak periode ini tidak pernah
terulang lagi pada periode mana pun dalam hidupnya.
"Ajari buah hati Anda, beri 'pendidikan' sedini mungkin, sehingga sel-sel
otak bisa berkembang optimal," tandasnya.
Lakukan perangsangan setiap hari pada semua sistem indera balita
(pendengaran, penglihatan, perabaan, pembauan, pengecapan), gerak kasar dan
halus kaki, tangan dan jari-jari, mengajak berkomunikasi, merangsang pikiran
dan perasaan dengan suasana bermain yang menyenangkan dan penuh kasih
sayang.
Sama halnya yang dikatakan Verauli. Soedjatmiko juga menyarankan untuk
menjadikan anak cerdas, bisa dengan menanggapi keinginan anak. "Dalam
mengembangkan kecerdasannya, tanggapi perilaku bayi sesuai keinginan bayi.
Misal jika saat ibu bermain dengan bayi dan bayi mengamati mainan, maka
ambil dan berikan pada bayi," papar dokter yang juga tergabung ke dalam Tim
Pusat PAUD (Pengembangan Anak Usia Dini).
Soedjatmiko mengatakan, dari apa yang diamati anak, berarti ada yang ingin
diketahui olehnya, dan saat anak mendapatkannya, dia akan "mengeksplorasi"
dengan sendirinya benda tersebut. Stimulasi mempunyai banyak fungsi, di
antaranya diperlukan untuk mendorong terjadinya hubungan antarsel otak bayi
yang belum terhubung secara sempurna.
Kekuatan dan jumlah hubungan baru antarsel syaraf tersebut menjadi dasar
untuk memori pada manusia, yang kelak akan membantu proses belajarnya
menjadi semakin cepat. Tanpa stimulasi, otak bayi menjadi tidak terolah.
Akibatnya, jaringan syaraf (sinaps) yang jarang atau tidak terpakai akan
musnah.
Dan karena itulah, pentingnya pemberian stimulasi secara rutin, karena
setiap kali anak berpikir atau memfungsikan otaknya maka akan terbentuk
sinaps baru untuk merespons stimulasi tersebut, sehingga stimulasi terus
menerus akan memperkuat sinaps yang lama dan otomatis membuat fungsi otak
akan makin baik.
Soedjatmiko pun menjelaskan bahwa Floor Time menjadi istilah yang digunakan
untuk kegiatan pemberian stimulasi pada anak. Stimulasi bermain interaktif
ini menggunakan waktu 30 menit setiap hari. Metode yang dilakukan adalah
dengan cara fokus penuh pada keinginan bayi/anak.
"Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, bahwa apa yang dimainkan anak
adalah inisiatif dari anak dan berdasarkan keinginan anak," tuturnya saat
menjadi pembicara dalam acara yang diselenggarakan Frisian Flag Indonesia,
bekerja sama dengan Tabloid Nakita di JHCC, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Tujuan Floor Time adalah untuk mengembangkan kepercayaan diri pada anak.
Biarkan anak berimajinasi, dan biarkan dia yang memimpin permainannya. Dan
untuk orangtua, sebaiknya selesaikan tugas rumah tangga dulu, matikan
televisi atau radio.(Koran SI/Koran SI/nsa)
8. Mengatasi Anak Berbohong
SIAPA pun itu, pasti pernah berbohong tanpa pandang usia. Malah, si kecil
pun bisa melakukannya. Lantas, bagaimana mengatasi kebiasaan buruk tersebut?
Yadi (10) terpaksa menjawab akan bermain di rumah Toni (10), ketika ibunya
bertanya dia akan ke mana. Padahal, sebenarnya Yadi tidak bermain ke rumah
tetangganya itu, malah berencana berenang di kolam renang kompleks mereka
tinggal.
Berenang di tempat itu, sama sekali dilarang ibunya, kecuali bersama ibu
ataupun ayahnya. Mengaku ingin bermain bersama Toni bukan alasan
satu-satunya yang diberikan Yadi kepada ibunya. Dia juga sering mengatakan
ingin belajar bersama di rumah teman-teman lainnya. Padahal, semua alasan
yang diberikannya itu tidak satu pun yang benar.
Sebab, ujung-ujungnya adalah pergi ke kolam renang. Berbohong agar
keinginannya tercapai sering sekali dilakukan Yadi. Bukan hanya Yadi, banyak
bocah lain juga berbohong kepada orangtuanya agar permintaan mereka
terkabul.
Dengan kata lain, setiap orang pernah berbohong. Bahkan di Amerika Serikat,
pernah diadakan penelitian yang hasilnya mengungkapkan bahwa semua orang
berbohong sebanyak tiga belas kali seminggu. Hal menarik dari hasil
penelitian itu adalah bahwa anak belajar dusta secara alamiah. Oleh karena
itu, anak-anak sudah dapat berbohong, dan itu tidak didasarkan atas peniruan
pada orang dewasa, ataupun dari hasil belajar. Namun, hal itu timbul dengan
sendirinya.
Anak berbohong untuk menghindari gangguan atau aturan yang mengikat dirinya.
Seperti yang dilakukan Yadi kepada orangtuanya. Lalu, apa yang membuat
kebohongan Yadi muncul? Ternyata alasannya sangat sederhana. Itu karena dia
tidak ingin diganggu aktivitasnya, yaitu bermain.
Dengan berbohong seperti itu, ibu mendapat jawaban yang melegakan, dan tidak
akan mengusik kegiatan berenangnya yang mengasyikkan. Masalah yang
dibohongkan anak bermacam ragam,dan itu seakan- akan benar, tidak kelihatan
mengelabui. Akibatnya, orangtua sering terkena kebohongan anak.
Oleh sebab itu, kebohongan pada buah hati harus diwaspadai, karena dapat
merugikan diri anak sendiri juga orang lain. Para psikolog sepakat, seorang
anak mulai berbohong sejak berusia tiga tahun. Sekitar 90 persen di antara
anak yang diteliti Ekman ternyata sudah pintar berbohong, sedangkan yang 10
persen dalam proses belajar berbohong, atau masih mengalami masalah karena
belum berani berbohong.
Pada anak-anak, menurut Arnold Goldberg, seorang psikolog dari Rush Medical
College, Chicago, berbohong merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
perkembangan kemampuan dalam upaya mengidentifikasi kenyataan sekitarnya.
Sementara itu, Paul Ekman dalam bukunya yang berjudul Why Kids Lie,
menyatakan keberanian akan berbohong merupakan pertanda munculnya keberanian
menafsirkan kenyataan yang ada di sekitarnya, yang pada gilirannya merupakan
awal kemandirian.
Keberanian yang dilakukan Yadi dengan membohongi ibunya menunjukkan
kebenaran pendapat kedua psikolog itu. Yadi yang berbohong kepada ibunya itu
ingin mandiri, ingin mengurus setiap tugasnya, serta kegiatan bermainnya,
tanpa bantuan atau pengaruh ibunya. Hal ini menunjukkan pula, Yadi dapat
mengidentifikasikan tanggung jawabnya. Pendapat psikiater berbeda dengan
pendapat para psikolog.
Menurut psikiater Bryan King dari UCLA School of Medicine yang pernah
meneliti kebohongan akibat kelainan patologis, menyatakan bahwa berbohong
merupakan perilaku yang melebihi batas-batas kejahatan, tetapi pelakunya
tidak harus berbuat dan tidak berbakat bertindak kriminal. Tidak sampai di
situ saja, King menemukan kelainan neurologis pada otak anak yang suka
berbohong. Pada bagian gudang memori terjadi gangguan yang mengakibatkan
hilangnya sejumlah data.
Pada bagian lain, anak akan mengalami kelemahan pada pusat berpikir
kritisnya, yang berfungsi untuk mengevaluasi setiap informasi yang masuk ke
otak. Kerusakan neurologis ini akan mengakibatkan hilangnya sensitivitas
pada akurasi yang membuat seseorang (pembohong) tidak lagi tahu mana yang
bohong dan mana yang tidak bohong (benar).
Akhirnya, King berkesimpulan bahwa kebohongan merupakan pasangan tetap
beberapa kelainan jiwa. Semua kebohongan dikategorikan sebagai kebohongan
yang destruktif, merusak. Artinya, kebohongan itu akhirnya akan menyulitkan
sang pembohong sendiri atau menyusahkan orang lain. Menghadapi dua pendapat
yang berbeda itu, meskipun berasal dari para ahli jiwa, orangtua hendaknya
waspada pada kebohongan anak.
Pada satu sisi, menurut psikiater, kebohongan sangat berbahaya karena
mengganggu otak. Melihat kenyataan seperti ini, orangtua harus hati-hati dan
bijaksana. Sebab, jika anak berhasil berbohong akan merasakan enak dan
begitu mudahnya menghadapi masalah yang memojokkan sekalipun. Akibatnya,
anak akan berusaha terus berbuat itu jika menghadapi konflik.
Akibat selanjutnya,anak akan meremehkan orang lain. Menghadapi anak yang
gemar berbohong, Anda sebagai orangtua harus berani menelusuri pernyataan
(bohong) itu,yaitu dengan memeriksa atau bertanya kepada teman-temannya,
kegiatan apa yang mereka lakukan ketika bersama-sama. Dengan cara ini, dia
tidak akan banyak berbohong lagi, bahkan sikapnya akan memperlihatkan
pernyataannya tadi adalah bohong.
"Pemantauan dan penelusuran pada kebohongan anak perlu dilakukan sedini
mungkin, karena pada masa remaja, kebohongan pada masa kanak-kanak mulai
mencari bentuknya, sehingga kebohongan masa kanak-kanak akan berkembang
terus sampai dewasa," kata psikolog anak alumni Universitas Indonesia (UI),
Dr Widjanarko Hidayat.
Lebih lanjut ditambahkan Widjanarko, meskipun kebohongan itu untuk
berbasa-basi, pada masa dewasa,kebohongan ini juga akan terbentuk kebohongan
yang jahat.
Seperti yang dikatakan Dr Michael Lewis, psikolog dari Rutgers Medical
School, berbohong pada usia remaja, ketika dewasa, sudah mulai berfungsi
untuk kejahatan, seperti untuk menghindari hukuman dan berupaya membenarkan
setiap tindakan yang salah.
Orangtua harus bertindak agar kebiasaan anak dalam berbohong bisa berhenti,
yakni dengan membongkar bahwa alasan yang diberikan tidak benar. Jika sudah
sangat sering dibohongi, orangtua berhak menghukum anak yang telah berbohong
tersebut, untuk mendapatkan efek jera.(Koran SI/Koran SI/nsa)
9. Amankah Iklan Digital Bagi Anak-anak?
KOMPAS.com - Banyak kalangan yang mengacungkan jempol bagi iklan digital.
Iklan digital dianggap memberi banyak keuntungan karena dapat menghemat
bugdet perusahaan dan lebih ampuh untuk "mempengaruhi" masyarakat luas.
Namun apakah iklan digital aman bagi anak-anak?
Menurut Alex Burnard, Creative Agency Digital Crispin Porter+Bogusky, iklan
digital aman bagi anak-anak. "Orang tua dapat saja memilihkan apa yang
cocok, klik saja yang bagus, yang ada di desktop," kata Alex pada digital
Marketing and Advertising Conference, yang digelar di Jakarta Convention
Center, Jumat (31/7).
Selain itu, biasanya pada setiap rumah komputer diletakan pada ruangan
terbuka, sehingga orang tua dapat mengawasi anak mereka saat mengakses iklan
digital.
Trapp Lewis Director Display Yahoo! South East Asia berpendapat, iklan
digital aman bagi anak-anak asalkan orang tua juga ikut mengawasi. "Ini
bukanlah hal yang mudah. Tapi pada dasarnya semua aman, asal orang
mendampingi anak mereka," kata dia.
Sementara itu, Psikolog anak Seto Muliadi berpendapat lain. Iklan digital
dapat membahayakan anak, pasalnya saat ini jarang sekali orang tua yang
mempunyai waktu untuk menemani anak saat mengakses internet. "Idealnya orang
tua dapat menemai anak saat mengakses internet. Tapi sekarang kebanyakan
orang tua terlalu sibuk dengan segala aktifitasnya," ujar dia.
Menurut Seto, banyak yang baik untuk orang dewasa namun tidak ramah bagi
anak-anak. Meski demikian, Seto menyadari anak juga perlu dikenalkan dengan
dunia digital. Ia berharap ditemukam suatu alat yang dapat menghalangi agar
anak tidak melihat hal terlarang yang ada di internet.
Selain itu ia juga menghimbau kepada semua pihak untuk menghormati hak
anak-anak. "Kepada orang tua dan agen iklan mohon menghormati hak anak.
Dalam berbisnis juga harus melihat kepentingan anak," katanya.
10. Cerewet, Tanda Percaya Diri
SI BUAH hati punya hobi suka bertanya sehingga mendapat julukan si cerewet?
Berbahagialah karena balita yang banyak tanya pertanda munculnya rasa
percaya diri.
Andre, 4, selalu tidak pernah berhenti bicara tentang apa saja kepada
ibunya. Apalagi jika ibunya menanggapi ceritanya, Andre seakan tidak bisa
berhenti bicara. Dalam berbagai kesempatan dan di mana pun, Andre akan
bercerita pada ibu atau ayahnya tentang banyak hal. Dari mainan hingga
teman-teman yang tidak disukai.
Apa yang dialami Andre bersama orangtuanya adalah hal yang wajar. Sebab,
masa balita merupakan masa vital dalam perkembangan jiwa. Selama fase
perkembangan jiwa ini, orangtua perlu arif menghadapi anak. Orangtua juga
perlu memberi ruang lebih bebas kepada balitanya, termasuk mendengarkan
ketika si buah hati berbicara.
Tanpa disadari, orangtua sering memberikan komunikasi negatif terhadap anak.
Bahkan, sebuah penelitian pernah menemukan bahwa kebanyakan anak merasa
bahwa komunikasi yang dilakukan orangtua, sebagian besar berisi komplain,
perintah, kritik, peringatan, dan kata-kata yang menghilangkan keberanian.
Penelitian-penelitian sosial mengenai komunikasi dalam keluarga berulang
kali mengungkapkan fakta bahwa orangtua menghabiskan sedikit sekali waktunya
untuk benar-benar berbicara dengan anak-anaknya (rata-rata kurang dari 20
menit sehari). Saat berbicara pun, mereka malah menyampaikan komplain,
perintah, atau minta bantuan.
Sejalan dengan umur anak, rasio atas komentar negatif terhadap komentar
positif justru semakin meningkat, dan mencapai puncaknya saat umur anak
berada di pertengahan atau akhir belasan tahun. Namun, sebenarnya interaksi
yang menyedihkan ini dapat diubah bila orangtua mencari cara dan alasan yang
lain untuk berkomunikasi dengan anak. Memang, anak-anak banyak membuat
kesalahan.
Sebaiknya fokus obrolan orangtua dengan anak juga harus berubah. Dari
sekadar mengingatkan dan menegur mereka dan menjelaskan rasa kecewa kita
terhadap mereka, lebih baik tunjukkan kepada mereka seberapa besar mereka
dicintai dan dihargai. Lakukanlah percakapan yang sesungguhnya, misalnya
dengan menunjukkan minat yang tulus terhadap dunia mereka dan berbagi cerita
tentang dunia kita.
Tak butuh banyak waktu untuk menyuruh mereka membersihkan kamar atau
memberlakukan jam malam. Sebaliknya, butuh waktu untuk menjelaskan bahwa
kita tahu semua kebaikan yang mereka perbuat. Beberapa komentar positif
terhadap tingkah laku positif anak seharusnya menjadi inti dari komunikasi.
Hal ini harus menjadi niat utama orangtua ketika berbicara dengan mereka.
Memberi tahu dan menunjukkan kepada anak betapa orangtua mencintai dan
menghargai diri mereka. Layaknya seorang pengacara, si kecil tidak mau kalah
dalam berbicara. Dia selalu ingin pendapat atau ceritanya didengar.
Jika balita suka berbicara dan tidak bosan bercerita, orangtua tidak perlu
khawatir dengan julukan "si cerewet" yang diberikan kepadanya. Justru
sebaliknya, "kesukaannya" ini menunjukkan keberanian dan rasa percaya
dirinya yang tinggi. Orangtua juga patut bangga hati karena balita tersebut
tidak malu- malu berpendapat. Itu tentu saja merupakan hasil didikan
demokratis yang diterapkan di rumah.
"Komunikasi yang baik merupakan inti dari hubungan yang harmonis. Jika dari
awal orangtua sudah mendorong balita untuk menyuarakan pendapatnya, dia akan
terlatih untuk berpikir kritis dan rasa percaya dirinya pun akan tumbuh,"
kata psikolog anak alumni Universitas Indonesia (UI), Dr Francisca Ferliana,
saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Ferliana menambahkan, orangtua sebaiknya berani menerapkan prinsip dasar
dalam berpendapat atau berdiskusi di rumah. Karena si kecil yang cerewet, ji
ka tidak dibimbing dengan benar dapat menjadi balita yang tak mau kalah dan
egois.
Agar tidak terlalu kaku dan mudah dipahami anak-anak, jangan segan untuk
menunjukkannya langsung pada mereka dengan menjadi pembicara yang baik.
Misalnya saat berbicara dengan si kecil, rendahkan volume suara Anda dan
kurangi kecepatannya. Berbicara cepat dengan volume suara yang tinggi akan
memberi kesan galak pada anak-anak.
Berikan perhatian saat si kecil berbicara dengan tidak memotong kalimatnya.
Selain kontak mata, gunakan bahasa tubuh positif yang menunjukkan kesediaan
Anda untuk mendengarkannya; Misalkan membungkukkan badan agar sejajar dengan
tinggi tubuh si kecil. Perlihatkan pula sikap positif Anda dengan menanggapi
pembicaraannya secara serius dan tidak mengolok-olokinya.(Koran SI/Koran
SI/nsa)
11. Hindarkan Anak dari Sugesti Negatif
JAKARTA, KOMPAS.com - Anak-anak harus dihindarkan dari sugesti negatif yang
sering dilontarkan secara sadar maupun tidak sadar oleh orangtua, bila ingin
anaknya tumbuh dan berkembang secara maksimal.
Hal itu disampaikan Ahli hipnoterapi Lanny Kuswandi dalam seminar berjudul
"Hypnoparenting, Belajar Menjadi Orang Tua Terbaik", di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, sugesti positif ataupun negatif sama-sama memiliki pengaruh
yang cukup besar bagi tumbuh kembang mental anak.
Misalnya, pada saat bayi dalam kandungan, lahir, sampai tumbuh hingga usia
anak-anak, banyak orangtua sudah melakukan sugesti positif dengan sering
mengatakan "kalau besar kamu akan menjadi anak cantik, sholeh, dan
lain-lain".
Sugesti tersebut bisa menimbulkan kepercayaan diri bagi anak selama masa
pertumbuhan hingga dewasa, sehingga perkataan orangtua bisa terwujud.
Demikian juga sebaliknya, kata Lanny, secara tidak sadar orangtua juga
sering melakukan sugesti negatif yaitu bila melihat anaknya naik tangga,
langsung berteriak "Awas nanti jatuh", yang dikatakan berulang-ulang.
Dengan demikian, dengan melakukan sugesti negatif baik secara sengaja maupun
tidak, bisa membuat anak benar-benar jatuh.
Sebaiknya kalimat yang diucapkan untuk mengingatkan anak adalah, "anak yang
pintar sedang naik tangga, pegangan ya sampai atas dengan selamat", sehingga
diharapkan si anak bisa sampai ke atas dengan selamat.
Selain itu, kata dia, stres pada orangtua juga akan memberikan pancaran aura
negatif (tidak sehat) kepada anak-anaknya.
Kondisi tersebut, lama kelamaan dapat mengakibatkan gangguan penurunan daya
tahan tubuh sehingga berpengaruh pada kesehatan fisik maupun mental anak,
ujarnya.
Psikologi hipnotis dapat digunakan sebagai sebuah metode terapi yang dikenal
dengan hipnoterapi, seperti untuk menghilangkan phobia, melupakan sebuah
kejadian traumatis dan menghilangkan kebiasaan yang tidak diinginkan seperti
narkoba.
Sumber : Antara
Posting oleh haryadi
================================================
Terima kasih pak Haryadi atas posting-postingannya.
Sumber : Milis sebelah.
Semoga bermanfaat.
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---
No comments:
Post a Comment