Jaring-jaring Setan itu Bernama Ghuluw
Setan tak hanya menyerang orang-orang yang bergelimang maksiat, namun juga menjerat hamba-hamba-Nya yang gemar beribadah.
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ
Di dalam penggunaannya, seluruh lafadz "ghuluw" selalu bermakna melebihi ukuran dan batasan. Sebagai contoh adalah hadits Abu Dzar radhiyallahu 'anhu dalam riwayat Al-Bukhari (no. 2518). Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang budak yang terbaik untuk dibebaskan, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
"Budak yang paling tinggi harganya dan terbanyak manfaatnya bagi sang majikan." Kalimat غلَاءُ الثَّمَنِ artinya harganya naik dan melebihi batas kebiasaan.
Demikian pula, sebagai contoh lain, hadits An-Nu'man bin Basyir radhiyallahu 'anhu di mana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ عَلَى أَخْمَصِ قَدَمَيْهِ جَمْرَتَانِ يَغْلِي مِنْهُمَا دِمَاغُهُ، كَمَا يَغْلِي الْمِرْجَلُ
"Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan azabnya adalah seseorang yang dipasangkan dua bara api pada telapak kakinya kemudian otaknya mendidih sebagaimana periuk itu mendidih." (HR. Al-Bukhari no. 6561 dan Muslim no. 213)
Syaikhul Islam rahimahullahu mendefinisikan ghuluw dengan menyatakan, "Melebihi dari batas, yaitu dengan menambahkan pujian atau celaan dari hak yang seharusnya, dan yang semisal itu." (Iqtidha'ush Shirath, 1/328)
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (Al-Baqarah: 286)
Maka dari itu, sikap ghuluw dan berlebih-lebihan adalah kesesatan serta jauh dari tujuan-tujuan suci. Berikut ini beberapa dalil tentang haram dan tercelanya sikap ghuluw. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يَاأَهْلَ الْكِتَابِ لاَ تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلاَ تَقُولُوا عَلَى اللهِ إِلاَّ الْحَقَّ
"Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar." (An-Nisa': 171)
قُلْ يَاأَهْلَ الْكِتَابِ لاَ تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلاَ تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللهُ لَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُوا إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Al-Maidah: 87)
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman kepada Nabi-Nya berikut para pengikut beliau:
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلاَ تَطْغَوْا
"Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat beserta kamu, dan janganlah kamu melampaui batas." (Hud: 112)
Adapun hadits-hadits yang menjelaskan tentang haramnya ghuluw sangat banyak. Di antaranya adalah sebuah hadits dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ -قَالَهَا ثَلاَثًا
"Benar-benar binasa orang-orang yang bersikap tanaththu'." Beliau mengulangi pernyataan ini sebanyak tiga kali." (HR. Muslim no. 2670)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu di dalam Syarah Muslim menjelaskan, "Yang dimaksud orang-orang yang bersikap tanaththu' adalah mereka yang berlebih-lebihan, bersikap ghuluw, dan melampaui batas dari yang telah ditentukan. Baik di dalam ucapan ataupun perbuatan."
Seseorang yang bersikap tanaththu' akan mengalami kehancuran. Ia akan merugi. Karena sikap tersebut akan mendorongnya untuk terjatuh dalam dosa kesombongan dan ujub (bangga diri). Ia melihat dirinya telah banyak melakukan amalan shalih. Setan menipunya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang penipuan setan ini:
أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا فَإِنَّ اللهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ
"Maka apakah orang yang dijadikan (syaithan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu ia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan dengan orang yang tidak ditipu syaitan) maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya." (Fathir: 8)
كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْمُسْرِفِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan." (Yunus: 12)
صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِي لَنْ تَنَالَهُمَا شَفَاعَتِي: إِمَامٌ ظَلُومٌ غَشُوم ٌ، وَكُلُ غَالٍ مَارِقٍ
إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu menerangkan bahwa makna hadits ini ialah larangan bagi seseorang yang hendak memberatkan diri dalam amalan din, serta dia meninggalkan kelembutan karena dia tidak akan mampu untuk meneruskan amalan tersebut, berhenti dari ibadah dan pada akhirnya dia akan mengalami kekalahan. (Fathul Bari, ketika mensyarah hadits diatas)
إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالْغُلُوِّ فِي الدِّيْنِ
Larangan ghuluw ini sebenarnya dipicu sebuah kejadian di pagi hari Aqabah. Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma mengisahkan bahwa beliau diminta oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang ketika itu sedang berada di atas kendaraannya, untuk memungut kerikil-kerikil. Setelah Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma menyerahkan kerikil-kerikil yang akan digunakan untuk melempar jumrah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun meletakkannya di tangan lalu bersabda:
Walaupun larangan ini dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam karena disebabkan sebuah peristiwa secara khusus, namun hukum ini berlaku secara umum. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu ketika membicarakan hadits di atas berkata, "(Larangan ini) bersifat umum, mencakup seluruh jenis ghuluw. Di dalam perkara keyakinan maupun amalan."
لاَ تُشَدِّدُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ قَبْلَكُمْ بِتَشْدِيدِهِمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَسَتَجِدُونَ بَقَايَاهُمْ فِي الصَّوَامِعِ وَالدِّيَارَاتِ
"Janganlah kalian memberat-beratkan diri kalian. Karena sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian hanyalah disebabkan mereka memberat-beratkan diri. Dan kalian akan menemukan sisa-sisa mereka di dalam pertapaan dan biara." (HR. Al-Imam Al-Bukhari di dalam At-Tarikh. Lihat As-Silsilah Ash-Shahihah, 3124)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu meletakkan sebuah bab di dalam Shahih Muslim, Bab Larangan Memuji, apabila berlebihan dan dikhawatirkan menimbulkan fitnah (ujian) bagi orang yang dipuji. Dari Abu Musa Al-'Asy'ari radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mendengar seseorang memuji orang lain dan berlebihan di dalam memuji. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda:
لَقَدْ أَهْلَكْتُمْ -أَوْ قَطَعْتُمْ- ظَهْرَ الرَّجُلِ
"Sungguh kalian telah mencelakakan orang tersebut."
Bahkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membimbing kita untuk menaburkan pasir ke wajah orang yang senang berlebihan di dalam memuji sebagaimana dikabarkan oleh Al-Miqdad bin Al-Aswad radhiyallahu 'anhu.
لاَ تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ فَقُولُوا: عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ
"Janganlah kalian berlebih-lebihan di dalam memuji diriku sebagaimana orang-orang Nashara berlebih-lebihan di dalam memuji Ibnu Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah: 'Hamba Allah dan Rasul-Nya'."
"Perintahkan dia untuk berbicara, juga berteduh dan duduk, lalu menyempurnakan puasanya." (HR. Al-Bukhari)
Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullahu berkata, "Nadzar yang diucapkan sahabat ini mengandung perkara yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan ada pula yang tidak dicintai-Nya. Adapun yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah puasa. Karena puasa bagian dari ibadah. Sementara Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: 'Barangsiapa yang bernadzar di dalam ketaatan kepada Allah hendaknya ia tunaikan nadzarnya dengan menaatinya.'
Adapun perbuatan sahabat itu yang berdiri di bawah terik matahari tanpa berteduh. Demikian juga sikapnya yang tidak mau berbicara. Hal ini tidaklah dicintai Allah Subhanahu wa Ta'ala. Oleh sebab itu, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan sahabat tersebut untuk meninggalkan nadzarnya." (Syarah Riyadhus Shalihin)
Kesimpulannya, kebaikan yang hendak kita kejar haruslah dengan pertimbangan Al-Qur'an dan As-Sunnah disertai pemahaman salaful ummah. Tidak setiap amalan yang kita anggap baik benar-benar sebuah kebaikan, kecuali dengan dilandaskan oleh dalil.
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---
No comments:
Post a Comment