CARA SHOLAT DALAM SITUASI SULIT DAN SEMPIT | |
SOAL : Nah pertanyaannya : 2. Bagaimana si A melakukan sholat Jumat? Bukankah tidak mungkin, karena hanya ada 10 orang termasuk si A yang ada di lokasi (quota shalat Jumat =50), dan hanya si A yang muslim. 3. Adakah cara berwudhu yang singkat (yang penting-penting saja) bagian tubuh yang mana saja yang penting untuk dicuci/dibasuh, jika keadaan dan waktu JAWAB : Sebelum kami menjawab pertanyaan, pertama-pertama kami turut merasa prihatin dengan keadaan si A tersebut. Kami berdoa kepada Allah SWT agar Allah SWT mengaruniakannya kesabaran menghadapi kondisi tersebut. Semoga si A termasuk ke dalam orang-orang yang tetap mengingat Allah di tengah pekerjaannya, sebagaimana disebut oleh firman Allah SWT: "...laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan sholat, dan (dari) membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang." (QS An-Nuur : 37) Adapun jawaban dari pertanyaan-pertanyaan Anda adalah sebagai berikut : 1. Cara Sholat Fardhu : Pertama, hendaknya A meniatkan menjadi musafir, yaitu menjadi orang dalam perjalanan, dalam suatu perjalanan (safar) yang melampaui batas jarak minimal, yaitu 16 farsakh (=88,704 km) sesuai perhitungan Abdul Qadim Zallum dalam Al Amwal fi Daulah Al Khilafah, hal. 60. Mengapa perlu niat menjadi musafir? Sebab musafir akan mendapat rukhsah (keringanan) untuk boleh menjama' dan mengqashar sholat. Jadi, si A di sana hendaknya tidak meniatkan tempat kerjanya itu sebagai tempat tinggalnya secara tetap (sebagai mukim/musthautin). Dengan niat menjadi musafir, maka selama A berstatus sebagai musafir, dia boleh menjama' dan mengqashar sholatnya, walaupun dia berada di satu tempat untuk jangka waktu yang lama (Inilah pendapat Abu Hanifah. Lihat Muhammad bin Abdurrahman, Rohmatul Ummah, hal. 39). Dalilnya antara lain hadits riwayat Imam Al Baihaqi dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW pernah tinggal di Hunain selama 40 hari dan beliau mengqashar shalatnya. (Lihat Ali Raghib, Ahkamush Sholat, hal. 85-87). Dinukilkan oleh Ibnul Mundzir dalam kitabnya Al-Isyraf, "Telah sepakat ahli ilmu menetapkan bahwa para musafir boleh terus mengqasharkan shalatnya, selama ia belum berniat iqamah (tinggal secara tetap), walaupun berlalu bertahun-tahun." (Lihat Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Shalat, hal. 447). Kedua, lakukan sholat jama' dan qashar (untuk sholat Zhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya`) dengan satu kali thaharah saja. Caranya : Berwudhulah sekitar pukul 17.00 sore (masih dalam waktu ashar, tapi menjelang maghrib). Lalu lakukan sholat jama' ta`khir (mengerjakan sholat Zhuhur dan Ashar pada waktu ashar). Masing-masing diqashar (diringkas jumlah rakaatnya yang empat menjadi dua rakaat). Kerjakan zhuhur dua rakaat dan ashar dua rakaat. Tapi niat jama' ta`khir ini wajib dilakukan ketika waktu zhuhur. Setelah itu, tunggulah masuknya waktu maghrib dan usahakan wudhunya sampai batal. Ketika waktu maghrib tiba, segera kerjakan sholat jama` taqdim (mengerjakan sholat Maghrib dan Isya` pada waktu maghrib). Kerjakan Maghrib tiga rakaat (tidak boleh diqashar) disertai niat jama' taqdim lalu kerjakan Isya` dua rakaat. Dengan demikian, Anda telah mengerjakan empat waktu shalat (sholat Zhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya`) dengan satu kali wudhu saja, dan dalam jangka waktu hanya sekitar satu jam ! (Lihat Prof. Mahmud Yunus, Al-Fiqh al-Wadhih, Juz II, hal. 18). Maka jika memungkinkan, mintalah waktu istirahat antara pukul 17.00 –18.30 (misalnya) agar si A dapat mengerjakan cara sholat seperti ini. Jika tidak memungkinkan, kerjakan sholat secara jama' (baik jama' taqdim maupun ta`khir) dan diqashar. Adapun sholat Subuh, maka mau tidak mau dia harus dikerjakan pada waktunya dan tidak boleh diqashar, juga tidak boleh dijama` untuk digabung dengan sholat lainnya. Ketiga, untuk mempercepat shalat, lakukan gerakan atau bacaan yang rukun-rukun (wajib) saja, dan tidak mengapa meninggalkan yang sunnah-sunnah (yang tidak wajib). Misalnya, setelah takbiratul ihram yang berbarengan dengan niat, bacalah langsung basmalah dan surat Al-Fatihah, tidak wajib membaca doa iftitah. Juga cukup membaca Al-Fatihah saja, dan tidak wajib membaca surat setelah membaca Al-Fatihah. Tidak wajib mengangkat tangan ketika akan ruku', dan ketika bangkit dari ruku`. Juga tidak wajib membaca doa pada saat ruku` dan sujud. Asalkan tetap thuma`ninah (diam sebentar). Atau bacalah walau cuma sekali, misalnya saat ruku` cukup membaca sekali "Subhaana rabbiyal azhiim." Atau saat sujud bacalah walau sekali ""Subhaana rabbiyal a'laa". Waktu duduk di antara dua sujud boleh tidak membaca apa-apa, asalkan thuma`ninah. Atau bacalah doa yang singkat sekali "Rabbighfirli, Rabbighfirli" (HR. An-Nasa`i). Ketika akan bangkit untuk rakaat kedua, langsung saja berdiri, tidak wajib duduk istirahat. Salam yang wajib cukup sekali (menoleh ke kanan). Salam yang kedua (menoleh ke kiri) adalah sunnah. Dan cukuplah pada salam pertama hanya membaca "Assaalamu 'alaikum" (Lihat Prof. Mahmud Yunus, Al-Fiqh al-Wadhih, Juz I, hal. 27). Keempat, perhatikan, pakaian yang kotor boleh digunakan untuk sholat, selama kotoran itu bukan najis. Bedakan antara "kotor" dan "najis". Pakaian yang terkena lumpur, adalah suci (bukan najis), sebab lumpur sendiri bukan najis. Begitu pula, pakaian yang terkena minyak bumi adalah suci, sebab minyak bumi bukan najis. Maka tidak mengapa sholat dengan pakaian berlumpur dan pakaian berminyak. Hanya saja ini kurang afdhol (khilaf al-aula). Yang lebih baik lagi (walaupun tidak wajib) adalah mengenakan pakaian yang suci lagi bersih/indah. Firman Allah SWT : "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid..." (QS Al-A'raaf : 31). Yang dimaksud "di setiap (memasuki) mesjid" adalah : tiap-tiap akan sholat, atau thawaf keliling Ka'bah, atau ibadah-ibadah lainnya (lihat Imam As-Suyuthi, Al-Iklil fi Istinbath At-Tanzil, hal. 106). 2. Cara Sholat Jumat : Sholat Jumat tidak wajib hukumnya atas si A tersebut. Sebab, sholat Jumat tidaklah wajib bagi seorang musafir. Tidak wajibnya musafir untuk sholat Jumat karena tidak pernah diriwayatkan bahwa Nabi SAW mendirikan sholat Jumat pada saat beliau dalam perjalanan. Demikianlah pendapat jumhur ulama (Muhammad bin Abdurrahman, Rohmatul Ummah, hal. 41; Taqiyuddin Al-Husaini, Kifayatul Akhyar, I/147; Ash-Shan'ani, Subulus Salam, II/58). Maka dari itu, jika si A meniatkan menjadi musafir di tempat kerjanya tersebut, tidaklah wajib atasnya sholat Jumat. Namun dia tetap wajib menjalankan sholat Zhuhur dan dia dapat mengerjakannya secara jama' taqdim, atau secara jama' ta`khir seperti yang dijelaskan di atas. Sebagai informasi tambahan, mengenai nishob (jumlah minimal) peserta sholat Jumat, menurut pemahaman kami, tidaklah wajib 40 orang. Dalam hal ini, memang yang masyhur di Indonesia adalah madzhab Imam Syafii yang berpendapat minimal harus 40 orang yang musthautin (yakni mukim, bukan musafir). Madzhab Imam Ahmad juga berpendapat demikian. Dalilnya antara hadits Jabir bin Abdillah RA,"Telah berlalu sunnah bahwa pada setiap 40 orang ke atas dilakukan sholat Jumat." (HR. Ad-Daruquthni). Namun hadits ini lemah (dhaif) dan tidak dapat dijadikan hujjah (dalil). Demikian menurut penilaian Imam Baihaqi, Ibnu Hibban, dan lain-lain (Subulus Salam, II/56, Kifayatul Akhyar, I/148). Maka kami lebih cenderung kepada pendapat bahwa sholat Jumat dapat dilakukan oleh tiga orang (minimal) atau lebih. Inilah pendapat Imam Al-Auza'i dan Abu Yusuf. Dalilnya adalah firman Allah SWT : "Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu diseru untuk menunaikan sholat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu untuk mengingat Allah..." (QS Al-Jumu'ah : 10) Firman Allah "bersegeralah kamu" (Arab : fas`auw) merupakan khithab (seruan) yang tertuju kepada orang dalam jumlah jama' (plural). Sedangkan jumlah jama' paling sedikit adalah tiga. Maka, ayat ini adalah dalil bahwa sholat Jumat wajib didirikan oleh sebuah jamaah yang jumlahnya minimal tiga orang (lihat Ash-Shan'ani, Subulus Salam, I/56). 3. Cara Wudhu : Perhatikan bahwa minyak kadang dapat menghalangi kulit dari sampainya air wudhu. Maka, pastikan bahwa kulit wajah, tangan (hingga siku), dan kaki (sampai mata kaki) telah bersih dari minyak dan dapat terkena air wudhu. Pakailah sabun atau yang semacamnya untuk menghilangkan minyak dari kulit. Jika keadaan sempit, lakukan wudhu pada yang anggota tubuh yang wajib-wajib saja, dan tidak mengapa meninggalkan yang sunnah-sunnah. Dan cukup dibasuh atau diusap sekali-sekali saja. Itu sudah mencukupi (sah).Tidak wajib tiga kali. Caranya, kerjakan secara tertib (berurutan) : (1) basuhlah wajah (sekali) dan berniatlah wudhu pada saat membasuh wajah ini, (2) lalu basuhlah kedua tangan sampai siku (masing-masing sekali), (3) lalu usaplah sebagian kepala (sekali), (4) lalu basuhlah kedua kaki sampai mata kaki (masing-masing sekali). Selain itu hukumnya sunnah (tidak wajib), seperti membaca basmalah pada permulaan wudhu, membasuh kedua telapak tangan, berkumur-kumur, membersihkan lubang hidung, dan mengusap telinga (Kifayatul Akhyar, I/22-24). Wudhu boleh juga menggunakan air laut. Jadi, bagi si A yang kebetulan bekerja di samudera, boleh menggunakan air laut untuk berwudhu, sebab air laut adalah suci sebagaimana sabda Nabi SAW : "[Laut] itu adalah suci airnya dan halal bangkainya." (HR. Ibnu Hibban, At-Tirmidzi, dan Al-Bukhari. Lihat Subulus Salam, I/15; Kifayatul Akhyar, I/6) Demikianlah jawaban kami. Semoga Allah memberi petunjuk bagi hamba-Nya yang bertaqwa dan ikhlas beribadah kepada-Nya. Wallahu a'lam [ ] Yogyakarta, 11 Januari 2004 M. Shiddiq Al-Jawi Sumber :http://www.khilafah1924.org/index.php?option=com_content&task=view&id=67&Itemid=3 |
----------------------------------------
Bagaimana Hukumnya Shalat Dengan Memakai Pakaian Kotor Bagi Orang Yang Tidak Mengetahuinya?
Jika seseorang shalat dengan memakai pakaian najis dan tidak mengetahi bahwa pakaian itu terkena najis kecuali setelah selesai shalat, atau dia telah mengetahuinya sebelum shalat tetapi dia tidak ingat kecuali setelah selesai shalat, maka shalatnya sah dan dia tidak perlu mengulang shalatnya. Demikian itu karena dia melakukannya secara tidak sengaja, tidak tahu atau lupa. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau menghukum kami jika kami lupa atau salah."(Al-Baqarah : 286) Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala menjawab doa itu seraya berfirman, "Aku telah mengabulkannya." Ditakhrij oleh Muslim, kitab Al-Iman, bab "Bayanu Annaha Subhaanahu Lam Yukallif Illa Maa Yuthaq".
Pada suatu hari Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam mengerjakan shalat dan di kedua sepatunya ada kotoran. Ketika di tengah-tengah shalat, Jibril mengingatkannya, lalu beliau melepaskan kedua sepatunya itu ketika beliau dalam keadaan shalat. Ditakhrij oleh Abu Dawud, kitab Ash-Shalah, bab "Ash-Shalah fi An-Na'i." San beliau juga tidak mengulangi shalatnya. Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang tahu ada najis di tubuhnya ketika sedang shalat, dia bisa menghilangkannya walaupun sedang dalam keadaan shalat dan meneruskan shalatnya jika memungkinkan dia masih tetap menutup aurat setelah najis itu dihilangkan. Begitu juga orang yang lupa dan baru ingat ketika di tengah-tengah waktu shalat, maka dia bisa melepas pakaian yang terkena najis itu selama dia masih tetap tertutup auratnya. Adapun jika dia baru ingat setelah selesai mengerjakan shalat atau tahu setelah selesai shalat, maka dia tidak perlu mengulang shalatnya dan shalatnya sah.
Lain halnya dengan orang yang shalat dan dia lupa belum berwudhu, lalu ingat atau bahwa dia telah batal dan belum berwudhu, maka dia wajib berwudhu dan mengulangi shalatnya. Begitu juga jika dia junub dan tidak mengetahuinya, seperti bermimpi di malam hari dan shalat Subuh tanpa mandi karena tidak tahu, tetapi di siang hari dia melihat di pakaiannya ada mani ketika dia tidur tadi malam, maka dia wajib mandi dan mengulangi shalat yang dikerjakannya ketika dia dalam keadaan junub.
Perbedaan antara masalah ini dengan masalah sebelumnya ---yakni masalah najis--- bahwa masalah najis merupakan masalah meninggalkan sesuatu yang perlu dihindari, sedangkan wudhu dan mandi merupakan masalah mengerjakan sesuatu yang diperintahkan. Mengerjakan perintah merupakan perkara ijadi(sesuatu yang harus ada), yang harus dilakukan manusia dan ibadah tidak sempurna kecuali jika dia ada. Sedangkan menghilangkan najis adalah perkara 'adami (sesuatu yang harus tidak ada) dan shalat tidak sah kecuali jika dia tidak ada. Jika najis itu didapati adanya ketika dalam keadaan shalat karena lupa atau tidak tahu, maka tidak masalah; karena dia tidak menghilangkan sesuatu yang dituntut adanya dalam pelaksanaan shalat. Wallahu A'lam.
Sumber: Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Fatawa arkaanil Islam atau Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji, terj. Munirul Abidin, M.Ag. (Darul Falah 1426 H.), hlm. 313 -315.
Sumber : http://alislamu.com/index.php?option=com_content&task=view&id=2884&Itemid=30
Assalamu'alaikum Wr.WbKemarin sewaktu rehat setelah setengah hari ngecor lantai atas Musholla Ar Rahman kami para bapak2 ngobrol seentar melepas penat sambil menikmati hidangan.setelah selesai makan saya pamitan hendak pulang karena akan bersih diri dulu sebelum sholat dzuhur..tetapi oleh 2 orang tetangga saya di bilang.. "Lho Ndak papa mas, kotor kena semen oli itu kan bukan najis jadi boleh sholat dengan pakaian sekarang"saya lalu menjawab, "Wah saya ndak Pede pak kalau sholat dengan pakaian kotor begini"Nah saya ingin tanya :1. Bagaimana hukumnya sholat dengan pakaian kotor walau bukan najis?2. sah tidak sholat dengan pakaian kotor?atas jawaban dan pencerahannya diucapkan terima kasihWassalamu'alaikum Wr.WbB 6344 SRU
B 6225 NG
**********************************
JDP
Pengendalian Internal
PT. Bank Bukopin, Tbk
Kantor Pusat
Jl. MT. Haryono, Kav. 50-51
**********************************
--
Salamun 'ala manittaba al Huda
ARMANSYAH
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---
No comments:
Post a Comment