Sunday, November 22, 2009

[Milis_Iqra] Re: Bolehnya bermain dan menghibur diri



2009/11/23 Dani Permana <adanipermana@gmail.com>

Mungkin kata-kata yang lebih mudah di ingat adalah apa yang di sampaiakn akh Wawan "hukum nonton di bioskop ( bukan film nya, atau hukum nonton film nya)"

[Arman] : Berdasar apa yang kita pernah bahas berikut sejumlah posting dan dalil, baik yang berkaitan secara langsung atau tidak dengannya, maka saya tetap pada pemahaman semula bila menonton bioskop secara umum adalah boleh atau bahasa fiqihnya : Mubah.

Lalu sekarang berkaitan dengan kondisi didalam bioskop yang tidak membedakan antara kaum hawa dan adam maka kita harus melihat konteksnya bahwa sekarang memang demikian adanya, tidak berbeda dengan kondisi sekolah jaman sekarang, perkantoran, seminar, kepolisian dan kejaksaan serta banyak contoh kasus serupa.

Tinggal lagi seberapa jauh kita bisa menjaga diri dari hal-hal yang negatif atau bertentangan dengan syariat agama. That is the main point. Kemudian, secara khusus, berkaitan lagi dengan keadaan dibioskop yang sudah bercampur baur, ya kita sendiri bisa mengajak muhrim kita seperti isteri, suami, anak dan seterusnya sehingga kita terhindar dari fitnah dan sejenisnya.

[Dani] Tetapi sangat disayangkan, tidak selamanya yang terjadi di bioskop adalah seperti tuturan di atas. Ternyata, di bioskop, sebagian besar aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas interaksi antar manusia. Sebab, yang datang ke bioskop sebagian besar tidaklah sendiri-sendiri, tetapi berbondong-bondong, bahkan berdua-dua-an. Mereka pun tidak duduk tenang dan menonton. Tidak jarang mereka saling menyeletuk, berujar, dan beradu pendapat.Bahkan tidak jarang ada yang meraba tangan, berciuman, hingga (maaf) meraba dada dan petting. Inilah realitas yang ada. [ini adalah pengalaman pribadi yang saya lihat ketika masa SMA dan kuliah dahulu]. Dilema pun harus dihadapi oleh orang-orang lurus yang datang ke bioskop secara sendiri-sendiri atau bersama-sama keluarga, di mana mereka 'terpaksa' satu ruangan dengan orang-orang yang menonton di bioskop untuk berikhtilat dan berkhalwat (untuk melakukan perbuatan nista). Oleh karena alasan inilah, kemudian banyak orang yang melarang bahkan mengharamkan aktivitas menonton bioskop (over-generalisasi).



[Arman] : Saya bisa mengerti dengan argumentasi yang disampaikan oleh mas Dani, tetapi jika sudah kondisinya jamak seperti itu maka saya hanya akan mengambil tindakan "nafsi-nafsi" (meminjam istilah salah satu teman). Yang paling penting bahwa saya punya kewajiban utama untuk mendidik keluarga terdekat, baru setelah itu melangkah kearah yang lebih jauh selama itu memungkinkan untuk dilakukan.


 

[Dani] :

 

Bagi saya melakukan aktivitas lain yang lebih positif dan berpahala lebih saya minati. Jikalau pun kita penat, masih banyak aktivitas pelepas kejenuhan yang berpahala dan lebih bermanfaat, seperti olah raga, membaca Qur'an, mengikuti pengajian umum, menulis buku harian/blog, bertamasya-tadabbur (rihlah), atau malah bermesraan dengan suami/istri, bermain bersama anak, mengajak mereka ke taman bermain.



[Arman] : Ini sudah kembali pada individu masing-masing dalam strategi mereka mengurus diri dan rumah tangganya. Setiap orang punya gaya dan cara berbeda yang tentunya pasti dinilai masing-masing sebagai jalan dan cara terbaik. Saya pribadi tidak terlalu sering menonton dibioskop, bisa dihitung jumlah film yang saya dan keluarga saksikan disana. Dirumah, kami justru hampir tidak pernah menonton sinetron atau bahkan film yang ditayangkan televisi. waktu lebih banyak kami habiskan untuk merekatkan kembali kebersamaan yang sering terpinggirkan dihari kerja dengan beragam aktivitasnya. That's all.

 

[Dani] : Muncullah di benak saya, bahwa sebenarnya kehadiran film-film misalnya percintaan, bahkan hingga sekaliber AAC, sebenarnya hanya bertujuan untuk mengambil untung saja. Niatan dari sineas untuk menyampaikan pesan (baik pesan yang benar atau malah pesan yang salah, menurut Islam) memang ada, namun seringkali pesan yang benar, tidak dapat diserap seutuhnya oleh penikmat film. Terlebih setelah film tersebut kelar dan keluar, banyak slentingan negatif untuk menetralisir pesan positif tersebut. Bahkan jika bisa, pesannya diubah melalui konstruksi media massa lainnya.



[Arman] : Inilah sunnatullah yang berjalan dan tidak ada seorangpun yang bisa menghindarinya. Semua punya perencanaan, strategi, market, profit dan lain sebagainya. Hidup tidak hanya berlaku secara monoton tanpa kausalitanya, semua adalah bagian dari proses alamiah yang memang seharusnya demikian. Disitulah letaknya ujian bagi orang yang beriman untuk dapat istiqomah dalam setiap perubahan jaman, istiqomah dalam pengertian yang luas tanpa berarti bahwa kita harus menutup diri dari perubahan jaman itu sendiri. Itu yang ada dalam konsep hidup saya.


 

[Dani]: Jika demikian, lantas apakah yang membuat para sineas tertarik untuk membuat film dengan setting percintaan, action, drama dan lain-lain? Jawab saya: Apalagi jika bukan karena realitas bioskop dan pasarnya yang pasti?! Demikian juga dengan film sekaliber 2012 ini. Dalam piramida penduduk Indonesia, jumlah remaja Indonesia dengan usia 11-29 tahun sangatlah besar dibanding usia lainnya. Mereka adalah segmen penduduk Indonesia yang mencari jati diri, seringkali memiliki uang, jika tidak punya uang mereka akan mati-matian membanting tulang mencarinya. Sementara itu, uang tersebut cenderung dipergunakan untuk mencari kesenangan, hiburan dan nafsu sesaat. Ini pangsa pasar di Indonesia saja, bagaimana dengan Negara lainnya.



[Arman] : Itulah hukum pasar yang berkaitan erat dengan semua ilmu-ilmu ekonominya, dan ini semua secara umum sekali lagi memang sudah terkondisikan dari sejak awal denyut kehidupan itu sendiri bermula. Orang sudah berpikir untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya sebagaimana dicontohkan dalam kisah yang sangat sederhana pada anak-anak Adam. Jadi, saya hanya melihat bahwa semua ini adalah bagian dari dunia dan bagian dari kehidupan. 

 

[Dani] :Remaja Indonesia yang berpacaran dan mencari-curi cinta sangatlah banyak, untuk menambah  rasa cintanya biasanya ngajak nonton film di Biodkop (naudzubillah min dzalik), dan mereka adalah pasar yang potensial untuk digarap. Muncullah bisnis-bisnis yang bertujuan untuk memfasilitasi aktivitas mereka  tersebut. Conothnya yah kafe, diskotik, bioskop, dll.

itulah dampak dari ketergantungan terhadap produk perlenaan kapitalisme dan salah satunya adalah Bioskop Ini, bagi saya, jelas-jelas pemiskinan anggaran keuangan Keluarga, kantong orang tua, dan depresiasi mental remaja, pemuda, dan warga Indonesia secara sistematis.

 

 

[Arman] : Tinggal lagi pertanyaannya kembali pada diri kita masing-masing khan mas, what have we done to change that ? atau minimal, apa yang sudah kita perbuat dalam rangka ikut bagian pada proses perubahan dan "peng-istiqomahan" umat Islam secara khusus dan seluruh manusia secara umumnya.


--
Salamun 'ala manittaba al Huda



ARMANSYAH

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125

Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63

Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
  Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
  Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
     Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

No comments:

Post a Comment