Tuesday, January 19, 2010

[Milis_Iqra] Fw: Pengantar Mushthalah Hadits

----- Original Message -----
From: "Hasan Abdurrahim"
Sent: Tuesday, January 19, 2010 2:29 PM

http://www.dakwatuna.com

Pengantar Mushthalah Hadits

Oleh: Tim dakwatuna.com


PENDAHULUAN

1. Pada awalnya Rasulullah saw melarang para sahabat menuliskan
hadits, karena dikhawatirkan akan bercampur-baur penulisannya dengan
Al-Qur'an.

2. Perintah untuk menuliskan hadits yang pertama kali adalah oleh
khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau menulis surat kepada gubernurnya
di Madinah yaitu Abu bakar bin Muhammad bin Amr Hazm Al-Alshari untuk
membukukan hadits.

3. Ulama yang pertama kali mengumpulkan hadits adalah Ar-Rabi Bin
Shabi dan Said bin Abi Arabah, akan tetapi pengumpulan hadits tersebut
masih acak (tercampur antara yang shahih dengan, dha'if, dan perkataan
para sahabat.

4. Pada kurun ke-2 imam Malik menulis kitab Al-Muwatha di Madinah,
di Makkah Hadits dikumpulkan oleh Abu Muhammad Abdul Malik Bin Ibnu
Juraiz, di Syam oleh imam Al-Auza i, di Kuffah oleh Sufyan At-Tsauri,
di Bashrah oleh Hammad Bin Salamah.

5. Pada awal abad ke-3 hijriyah mulai dikarang kitab-kitab musnad,
seperti musnad Na'im ibnu hammad.

6. Pada pertengahan abad ke-3 hijriyah mulai dikarang kitab shahih
Bukhari dan Muslim.

PEMBAHASAN

Ilmu Hadits:

ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui kedudukan sanad dan
matan, apakah diterima atau ditolak.

Hadits:

Apa-apa yang disandarkan kepada Rasulullah saw, berupa perkataan,
perbuatan, persetujuan, dan sifat (lahiriyah dan batiniyah).

Sanad:

Mata rantai perawi yang menghubungkannya ke matan.

Matan:

Perkataan-perkataan yang dinukil sampai ke akhir sanad.

PEMBAGIAN HADITS

Dilihat dari konsekuensi hukumnya:

1. Hadits Maqbul (diterima): terdiri dari Hadits shahih dan Hadits Hasan
2. Hadits Mardud (ditolak): yaitu Hadits dha'if

Penjelasan:

HADITS SHAHIH:

Yaitu Hadits yang memenuhi 5 syarat berikut ini:

1. Sanadnya bersambung (telah mendengar/bertemu antara para perawi).
2. Melalui penukilan dari perawi-perawi yang adil.Perawi yang adil
adalah perawi yang muslim, baligh (dapat memahami perkataan dan
menjawab pertanyaan), berakal, terhindar dari sebab-sebab kefasikan
dan rusaknya kehormatan (contoh-contoh kefasikan dan rusaknya
kehormatan adalah seperti melakukan kemaksiatan dan bid'ah, termasuk
diantaranya merokok, mencukur jenggot, dan bermain musik).
3. Tsiqah (yaitu hapalannya kuat).
4. Tidak ada syadz. Syadz adalah seorang perawi yang tsiqah
menyelisihi perawi yang lebih tsiqah darinya.
5. Tidak ada illat atau kecacatan dalam Hadits

Hukum Hadits shahih: dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.

HADITS HASAN:

Yaitu Hadits yang apabila perawi-perawinya yang hanya sampai pada
tingkatan shaduq (tingkatannya berada di bawah tsiqah).

Shaduq: tingkat kesalahannya 50: 50 atau di bawah 60% tingkat ke
tsiqahannya. Shaduq bisa terjadi pada seorang perawi atau keseluruhan
perawi pada rantai sanad.

Para ulama dahulu meneliti tingkat ketsiqahan seorang perawi adalah
dengan memberikan ujian, yaitu disuruh membawakan 100 hadits berikut
sanad-sanadnya. Jika sang perawi mampu menyebutkan lebih dari 60
hadits (60%) dengan benar maka sang perawi dianggap tsiqah.

Hukum Hadits Hasan: dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.

HADITS HASAN SHAHIH

Penyebutan istilah Hadits hasan shahih sering disebutkan oleh imam
Tirmidzi. Hadits hasan shahih dapat dimaknai dengan 2 pengertian:

* Imam Tirmidzi mengatakannya karena Hadits tersebut memiliki 2
rantai sanad/lebih. Sebagian sanad hasan dan sebagian lainnya shahih,
maka jadilah dia Hadits hasan shahih.
* Jika hanya ada 1 sanad, Hadits tersebut hasan menurut sebagian
ulama dan shahih oleh ulama yang lainnya.

HADITS MUTTAFAQQUN 'ALAIHI

Yaitu Hadits yang sepakat dikeluarkan oleh imam Bukhari dan imam
Muslim pada kitab shahih mereka masing-masing.

TINGKATAN HADITS SHAHIH

* Hadits muttafaqqun 'alaihi
* Hadits shahih yang dikeluarkan oleh imam Bukhari saja
* Hadits shahih yang dikeluarkan oleh imam Muslim saja
* Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim, serta tidak
dicantumkan pada kitab-kitab shahih mereka.
* Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhari
* Hadits yang sesuai dengan syarat Muslim
* Hadits yang tidak sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim

Syarat Bukhari dan Muslim: perawi-perawi yang dipakai adalah
perawi-perawi Bukhari dan Muslim dalam shahih mereka.

HADITS DHA'IF

Hadits yang tidak memenuhi salah satu/lebih syarat Hadits shahih dan Hasan.

Hukum Hadits dha'if: tidak dapat diamalkan dan tidak boleh
meriwayatkan Hadits dha'if kecuali dengan menyebutkan kedudukan Hadits
tersebut. Hadits dha'if berbeda dengan hadits palsu atau hadits
maudhu`. Hadits dha'if itu masih punya sanad kepada Rasulullah SAW,
namun di beberapa rawi ada dha`f atau kelemahan. Kelemahan ini tidak
terkait dengan pemalsuan hadits, tetapi lebih kepada sifat yang
dimiliki seorang rawi dalam masalah dhabit atau al-`adalah. Mungkin
sudah sering lupa atau ada akhlaqnya yang kurang etis di tengah
masyarakatnya. Sama sekali tidak ada kaitan dengan upaya memalsukan
atau mengarang hadits.

Yang harus dibuang jauh-jauh adalah hadits maudhu`, hadits mungkar
atau matruk. Dimana hadits itu sama sekali memang tidak punya sanad
sama sekali kepada Rasulullah saw. Walau yang paling lemah sekalipun.
Inilah yang harus dibuang jauh-jauh. Sedangkan kalau baru dha`if,
tentu masih ada jalur sanadnya meski tidak kuat. Maka istilah yang
digunakan adalah dha`if atau lemah. Meski lemah tapi masih ada jalur
sanadnya.

Karena itulah para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan hadits
dha`if, dimana sebagian membolehkan untuk fadha`ilul a`mal. Dan
sebagian lagi memang tidak menerimanya. Namun menurut iman An-Nawawi
dalam mukaddimahnya, bolehnya menggunakan hadits-hadits dha'if dalam
fadailul a'mal sudah merupakan kesepakatan para ulama.

Untuk tahap lanjut tentang ilmu hadits, silakan merujuk pada kitab
"Mushthalahul Hadits"

Buat kita orang-orang yang awam dengan ulumul hadits, tentu untuk
mengetahui derajat suatu hadits bisa dengan bertanya kepada para ulama
ahli hadits. Sebab merekalah yang punya kemampuan dan kapasitas dalam
melakukan penelusuran sanad dan perawi suatu hadits serta menentukan
derajatnya.
Setiap hadits itu harus ada alur sanadnya dari perawi terakhir hingga
kepada Rasulullah SAW. Para perawi hadits itu menerima hadits secara
berjenjang, dari perawi di atasnya yang pertama sampai kepada yang
perawi yang ke sekian hingga kepada Rasulullah SAW.

Seorang ahli hadits akan melakukan penelusuran jalur periwayatan
setiap hadits ini satu per satu, termasuk riwayat hidup para perawi
itu pada semua level / tabaqathnya. Kalau ada cacat pada dirinya, baik
dari sisi dhabit (hafalan) maupun `adalah-nya (sifat kepribadiannya),
maka akan berpengaruh besar kepada nilai derajat hadits yang
diriwayatkannya.

Sebuah hadits yang selamat dari semua cacat pada semua jalur perawinya
hingga ke Rasulullah SAW, dimana semua perawi itu lolos verifikasi dan
dinyatakan sebagai perawi yang tisqah, maka hadits itu dikatakan
sehat, atau istilah populernya shahih. Sedikit derajat di bawahnya
disebut hadits hasan atau baik. Namun bila ada diantara perawinya yang
punya cacat atau kelemahan, maka hadits yang sampai kepada kita
melalui jalurnya akan dikatakan lemah atau dha`if.

Para ulama mengatakan bila sebuah hadits lemah dari sisi
periwayatannya namun masih tersambung kepada Rasulullah SAW, masih
bisa dijadikan dalil untuk bidang fadhailul a`mal, atau keutamaan amal
ibadah.

Sedangkan bila sebuah hadits terputus periwayatannya dan tidak sampai
jalurnya kepada Rasulullah SAW, maka hadits ini dikatakan putus atau
munqathi`. Dan bisa saja hadits yang semacam ini memang sama sekali
bukan dari Rasulullah SAW, sehingga bisa dikatakan hadits palsu atau
maudhu`. Jenis hadits yang seperti ini sama sekali tidak boleh
dijadikan dasar hukum dalam Islam.

Untuk mengetahui apakah sebuah hadits itu termasuk shahih atau tidak,
bisa dilihat dalam kitab susunan Imam Al-Bukhari yaitu shahih Bukhari
atau Imam Muslim yaitu shahih muslim. Untuk hadits-hadits dha'if juga
bisa dilihat pada kitab-kitab khusus yang disusun untuk membuat daftar
hadits dha'if.

Di masa sekarang ini, para ulama yang berkonsentrasi di bidang hadits
banyak yang menuliskannya, seperti karya-karya Syaikh Nashiruddin
Al-Albani. Di antaranya kitab Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah yang
berjumlah 11 jilid.

http://www.dakwatuna.com/2006/pengetahuan-dasar-ilmu-hadits/

No comments:

Post a Comment