Bagi orang-orang Kristen Arab, tidak mengenal nama Tuhan, tapi ALLAH.
Itu pendapat kamu pribadi atau pendapat Para Sarjana Teologi Zal .???
Pendeta C.I. Scofield, D.D. dengan sebuah tim yang terdiri dari 8
editor konsultan, semua bergelar D.D. (Doktor Ilmu Teologi), dalam
Scofield Refence Bible, menyatakan tepat mengeja kata "Elah" dalam
bahasa Ibrani (berarti Tuhan) atau "Alah" dengan " L " tunggal. Umat
Kristen menerima begitu saja --pada akhirnya mereka kelihatannya
menerima bahwa nama Tuhan adalah Allah-- tetapi masih sedikit
keberatan dengan mengeja Allah dengan satu "L"! (Salinan foto halaman
Injil yang menunjukkan kata "Alah" diberikan pada halaman 354). Banyak
referensi dibuat dalam ceramah umum terhadap fakta tersebut oleh
penulis buklet ini. Percayalah pada saya, Scofield Refence Bible
mempertahankan kalimat demi kalimat seluruh komentar Kejadian 1: 1,
tetapi secara bersamaan, dengan sebuah sulap yang cerdik menghilangkan
kata "Alah" . Bahkan tidak ada ruang kosong dimana kata "Alah"
seharusnya ditempatkan. Ini, terdapat di dalam Injil ortodoks! Salah
satu Injil yang permainan sulapnya sangat mendesak untuk diselesaikan.
--find here :http://www.sarapanpagi.org/50-000-kesalahan-di-dalam-injil-/--
Pada tanggal 19/01/10, rizal lingga <nyomet123@yahoo.com> menulis:
> Bagi orang-orang Kristen Arab, tidak mengenal nama Tuhan, tapi ALLAH. Nama
> Allah berasal dari pengucapan bahasa Ibrani: Eloah, yang sudah ada jauh hari
> bahkan sebelum agama Islam ada. Orang-orang Kristen Koptik, Syria, Libanon,
> sudah menggunakan nama Allah sebagai cara mengucapkan Eloah, yang berasal
> dari bahasa Ibrani, disebabkan nama Allah itu adalah bahasa Arab. Maka
> orang2 Kristen Arab tentu saja menggunakan nama Allah, dan bukan Eloah.
> Sedangkan nama Eloah itu sendiri, merupakan bahasa sehari-hari dari Elohim.
> Sama seperti kata gue dalama bahasa Jakarta berasal dari kata saya dalam
> bahasa Indonesia baku.
> Maka, sikap Muslim Malaysia itu adalah seperti katak dibawah tempurung yang
> tak mencari asal kata Allah itu sebenarnya berasal dari mana.
>
>
> --- On Mon, 1/18/10, Djojo <djojosetiko@gmail.com> wrote:
>
> From: Djojo <djojosetiko@gmail.com>
> Subject: [Milis_Iqra] Kamuflase Umat Kristiani di Indonesia
> To: "Milis_Iqra" <milis_iqra@googlegroups.com>
> Date: Monday, January 18, 2010, 1:59 PM
>
> Alwi Alatas, Mahasiswa PhD International Islamic University Malaysia
>
> Kamuflase Umat Kristiani di Indonesia
> Monday, 21/12/2009 08:44 WIB
> Cetak | Kirim | RSS
> Dalam beberapa hari ke depan, umat Kristiani akan merayakan hari raya
> mereka, yaitu hari raya Natal. Di Indonesia, agama yang dibawa ke
> tanah air oleh kaum kolonialis ini merupakan minoritas. Namun, mereka
> merupakan minoritas yang cukup besar pengaruhnya. Selain itu, upaya
> mereka yang sangat gigih dalam melakukan aksi misionaris terhadap umat
> Islam telah meningkatkan jumlah populasi mereka dari tahun ke tahun.
>
> Tulisan ini ingin membahas salah satu aspek dari strategi umat
> Kristiani di Indonesia dalam upaya mereka mempengaruhi umat Islam.
> Tapi biarlah kami memulainya dengan sebuah cerita dari negeri
> tetangga.
>
> Beberapa waktu yang lalu Malaysia sempat diramaikan oleh perdebatan
> tentang penggunaan kata 'Allah' di dalam Alkitab berbahasa Melayu.
> Kaum Muslimin, melalui beberapa tokohnya, mengkritik penggunaan kata
> ini oleh kalangan Kristiani. Penolakan ini disebabkan beberapa hal,
> antara lain karena kata 'Allah' bukan merupakan terjemahan kata 'God'
> yang digunakan oleh Bible berbahasa Inggris. Istilah Melayu untuk kata
> 'God' adalah 'Tuhan.'
>
> Jadi mengapa umat Kristiani begitu ngotot ingin menggunakan kata
> 'Allah,' dan bukannya kata 'Tuhan' di dalam Alkitab yang mereka
> gunakan?
>
> Persoalan ini kembali ditanyakan oleh seorang peserta yang menghadiri
> kajian tentang worldview of Islam yang dibawakan oleh Prof. Naquib al-
> Attas di Kuala Lumpur hari Ahad malam, 13 Desember 2009. Saat ditanya
> pendapatnya tentang penggunaan kata 'Allah' oleh umat Kristiani di
> Malaysia, Prof. Naquib dengan tegas mengatakan bahwa ia sudah
> menyikapi persoalan ini sejak beberapa tahun yang lalu. Ketika
> mendengar keinginan pendeta-pendeta Kristen di Malaysia untuk
> menggunakan kata 'Allah' dalam Alkitab, maka beliau mengundang para
> pemimpin Kristiani dan petinggi negara untuk berdialog di lembaga yang
> beliau pimpin ketika itu, yaitu ISTAC.
>
> Beliau bertanya kepada tokoh-tokoh Kristen tersebut mengapa mereka
> ingin menggunakan kata 'Allah.' "Karena kami ingin berdoa dalam bahasa
> Melayu," jawab mereka. "Tapi kata Melayu yang tepat untuk istilah God
> dalam Alkitab adalah istilah Tuhan," sanggah Prof. Naquib. "Selain
> itu," lanjutnya, "kata 'Allah' bukan merupakan bahasa Melayu. It comes
> from a tradition that not belongs to you."
>
> Setelah menegaskan bahwa mereka seharusnya menggunakan kata 'Tuhan,'
> Prof. Naquib menjelaskan bahwa kata itu pun pada akhirnya akan mengacu
> pada Allah. Karena Allah adalah Rabbul 'Alamin, Tuhan alam semesta.
> Tidak ada yang bisa menghindar dari-Nya. Tapi kata 'Allah' tidak dapat
> dipergunakan oleh umat Kristiani karena mereka tidak menyifati-Nya
> sebagaimana mestinya. Allah tidak memiliki anak dan Dia tidak
> diperanakkan.
>
> Jadi bagaimana mungkin umat Kristiani hendak menggunakan nama Allah
> tapi pada saat yang sama mengatakan bahwa Dia mempunyai anak, atau
> mengatakan bahwa Dia merupakan salah satu dari tiga oknum dalam
> trinitas? Ini sebabnya mengapa nama Allah tidak semestinya digunakan
> di dalam Alkitab.
>
> Prof. Naquib mengkritik sikap pemerintah Malaysia yang sempat
> memutuskan untuk membawa persoalan tersebut untuk diputuskan di dalam
> Mahkamah. Ini bukan urusan mahkamah, ini merupakan urusan umat Islam,
> karena nama Allah berasal dari tradisi mereka. Jadi apa hak mahkamah
> untuk membuat keputusan dalam persoalan ini?
>
> Prof. Naquib tidak menjelaskan lebih jauh bagaimana perkembangan
> persoalan tersebut lebih jauh di Malaysia, apakah orang-orang Kristen
> di sana tetap bersikukuh memaksakan keinginannya atau tidak.
> Bagaimanapun, hal ini membuat kami berpikir jauh tentang keadaan di
> tanah air. Betapa kaum Muslimin di Indonesia telah berkali-kali
> 'kecolongan' dalam persoalan ini.
>
> Bukan hanya dalam penggunaan kata 'Allah' di dalam Alkitab, tetapi
> juga penggunaan berbagai istilah Islam oleh komunitas Kristiani di
> tanah air. Penulis cukup banyak mengetahui persoalan ini karena
> penulis sendiri selama lebih dari sepuluh tahun menjalani pendidikan
> di sekolah-sekolah Kristen dan banyak anggota keluarga penulis yang
> juga mengalami hal yang sama.
>
> Kami menulis ini dengan sedikit rasa penyesalan mengapa tidak menulis
> persoalan ini lebih awal. Penyesalan menjadi bertambah besar karena
> heran melihat nyaris tidak adanya para ulama di Indonesia yang
> memiliki sikap tegas terkait dengan persoalan ini.
>
> Kalangan Kristen di Indonesia sejak lama telah menggunakan kata
> 'Allah' di dalam Alkitab mereka. Kata ini masuk dan menjadi mapan di
> dalam agama Kristen tanpa ada tantangan sama sekali dari kaum
> Muslimin. Mereka biasa menyebut 'Tuhan Allah' di dalam doa-doa mereka.
> Hanya saja cara penyebutan mereka terhadap kata ini berbeda dengan
> kaum Muslimin. Mereka membacanya dengan bunyi 'Alah', bukan
> sebagaimana lafadz yang digunakan dalam bahasa Arab.
>
> Namun umat Kristiani di Indonesia tidak berhenti sampai di situ.
> Mereka juga menggunakan kata 'syafaat' dalam tradisi mereka.. Lima
> belas atau dua puluh tahun yang lalu, penulis sempat kaget saat
> melewati sebuah gereja di Kwitang menjelang perayaan Natal. Di sana
> terbentang sebuah spanduk dengan berisi ajakan merayakan hari Natal
> 'dalam rangka mendapatkan syafaat ...'. Apa yang mereka maksud dengan
> syafaat? Mereka jelas tidak mengambil istilah ini dari bahasa Yunani,
> Latin, ataupun bahasa Aramaic. Ini jelas bersumber dari bahasa Arab
> dan dari tradisi Islam.
>
> Lalu atas tujuan apa mereka tiba-tiba menggunakan kata ini? Apakah
> karena mereka mengetahui bahwa kata ini memiliki posisi yang sangat
> penting di kalangan sebagian besar umat Islam Indonesia? Apakah dengan
> menggunakan kalimat ini mereka bermaksud mengecoh kaum Muslimin yang
> tidak mendalam ilmu agamanya dan hendak mengeksploitasi harapan mereka
> yang tinggi untuk mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammad shallallahu
> 'alaihi wasallam dengan mengatakan bahwa Yesus juga memiliki syafaat?
>
> Umat Kristiani di Indonesia juga menggunakan kata syahadat. Di sekolah-
> sekolah Kristen, setidaknya sebagiannya, murid-murid diajarkan doa
> syahadat. Belakangan ini kami juga mendapat informasi bahwa beberapa
> kalangan Kristen meniru kebiasan kaum Muslimin dalam mengucapkan insya
> Allah. Tapi bukannya mengucapkan kalimat yang sama, mereka mengubahnya
> menjadi insya Yesus. Apa sebenarnya yang diinginkan umat Kristiani
> Indonesia dengan semua ini?
>
> Apakah mereka sudah tidak memiliki identitas yang jelas sampai
> kemudian tanpa rasa malu mengambil dari tradisi Islam? Apakah mereka
> sudah mengalami kebangkrutan sehingga terpaksa comot sana comot sini
> dan memakai milik orang lain – tanpa minta izin pula?
>
> Selain hal di atas, ada persoalan lain dari penggunaan bahasa di
> Indonesia yang perlu dikaji ulang. Selama bertahun-tahun, ejaan bahasa
> Indonesia telah mengalami perubahan yang semakin menjauhkannya dari
> bahasa Arab dan Islam. Dulu kita menyebut 'ilmu hayat,' kini kita
> menamainya 'ilmu biologi.' Dulu kita menggunakan istilah 'izin,' kini
> 'ijin'; dulu 'alfabet' kini 'alpabet.'
>
> Semua kata yang berasal dari bahasa Arab atau yang berbunyi ke-arab-
> araban dijauhkan dan diberi bunyi yang berbeda. Seorang kawan kami
> mengistilahkan ini sebagai 'Krsitenisasi bahasa.' Mungkin ini sebuah
> istilah yang berlebihan. Namun sama sekali tidak salah jika ini
> disebut sebagai 'de-Islamisasi bahasa.'
>
> Ustadz Rahmad Abdullah, almarhum, dengan sangat jeli mengamati
> digunakannya kata-kata tertentu yang bersumber dari Islam ke dalam
> bahasa sehari-hari, tapi dengan diberi konotasi negatif. Misalnya saja
> kalimat semisal 'gajinya telah disunat.' Kata 'disunat dalam kalimat
> tersebut maksudnya jelas, yaitu dipotong secara semena-mena, atau
> dengan kata lain dikorupsi. Mengapa sebuah istilah yang mulia dalam
> Islam, yaitu sunat atau khitan, bisa digunakan dengan konotasi begitu
> buruk dalam bahasa Indonesia?
>
> Kita juga sering mendengar istilah 'nafasnya senin-kamis' yang mengacu
> pada kelemahan dan tidak adanya kekuatan. Mengapa menggunakan istilah
> senin-kamis? Semua orang tahu kalau hari Senin dan Kamis adalah hari
> disunahkannya kaum Muslimin berpuasa. Apa tujuan digunakannya kata-
> kata ini di dalam bahasa sehari-hari?
>
> Ada banyak contoh-contoh lain di samping yang telah kami sebutkan di
> atas. Penulis memang tidak memiliki bukti untuk mengatakan bahwa
> contoh-contoh yang terakhir ini dilakukan oleh pihak Kristen. Yang
> jelas, kesalahan ada pada kaum Muslimin Indonesia sendiri karena
> mereka telah lalai dari hal ini. Karena itu, kaum Muslimin, khususnya
> para wartawan, jurnalis, dan penulis Muslim, perlu meneliti ulang dan
> membongkar kembali penggunaan istilah-istilah tertentu yang tidak
> pantas. Kaum Muslimin perlu menyusun ulang strategi bahasa mereka.
>
> Kami ingin kembali pada upaya kalangan Kristiani yang dapat dilihat
> secara langsung wujudnya. Selain yang telah disebutkan pada bagian
> awal tulisan ini, kita masih menemukan berbagai hal yang mereka
> lakukan. Kini mereka bukan hanya mengambil istilah 'Allah' dan
> beberapa istilah kunci lainnya, mereka juga menggunakan istilah
> tilawatil Injil dan membuat kaligrafi bahasa Arab dengan muatan nilai-
> nilai Kristen.
>
> Mereka juga dengan bangga menyiarkan komunitas orang-orang Betawi yang
> telah masuk Kristen lengkap dengan pakaian tradisional mereka: sarung,
> baju koko, dan peci untuk yang pria, dan kebaya serta kerudung untuk
> yang wanita. Sebaiknya umat Islam bersiap-siap. Mungkin tidak lama
> lagi mereka akan mulai membaca 'tahlil' dan merayakan 'maulid.' Naudzu
> billahi min dzalik.
>
> Hal ini membuat kami bertanya, apakah mereka sudah tidak merasa
> sungkan lagi melakukan kamuflase secara terang-terangan? Selain itu
> kami juga ingin bertanya, apakah umat Kristiani di Indonesia sama
> sekali sudah tidak menghargai orisinalitas dalam agama mereka sendiri?
> Apakah mereka sudah tidak memiliki harga diri sehingga menempuh cara-
> cara semacam ini dalam beragama?
>
> Sebetulnya praktek-praktek semacam ini sama sekali bukan hal yang baru
> dalam agama Kristen sejak era Paulus (Saul of Tarsus). Paulus-lah yang
> telah mengalihkan ajaran yang dibawa Yesus kepada orang-orang Romawi,
> walaupun sesungguhnya Yesus (Nabi Isa) mengkhususkan ajarannya kepada
> orang-orang Yahudi saja. Sejak itu agama Kristen mengadopsi berbagai
> kebiasaan dan tradisi masyarakat pagan agar agama yang mereka bawa ini
> bisa diterima oleh mereka, walaupun konsekuensinya adalah hilangnya
> orisinalitas, identitas, dan karakter asal agama mereka.
>
> Sejak itulah penganut Kristiani membolehkan orang tidak bersunat,
> padahal Alkitab sendiri menjelaskan betapa Yesus (Nabi Isa) tidak
> menyukai orang-orang yang tidak bersunat. Mereka menjadikan hari-hari
> suci kaum pagan sebagai hari suci mereka, antara lain tanggal 25
> Desember (hari Natal) dan hari Minggu (Sunday atau harinya Matahari).
> Mereka juga mengalihkan pemujaan kaum pagan terhadap patung-patung
> dewa-dewi menjadi pemujaan terhadap patung-patung salib, Yesus, dan
> Bunda Maria. Jadi tidak heran jika hal itu kini juga dilakukan di
> Indonesia.
>
> Kami tidak mengangkat persoalan ini dengan maksud supaya para pembaca
> dan kaum Muslimin secara umum menjadi marah dan bersikap emosional,
> atau mengamuk dan menimpakan sesuatu yang buruk kepada umat Kristiani.
> Karena bukan seperti itu tuntunan Islam. Tapi kita, khususnya para
> ulama, perlu mengkaji ulang persoalan ini secara mendalam. Kita perlu
> mengangkat persoalan ini ke permukaan, menanyakan langsung kepada
> tokoh-tokoh Kristiani apa yang menjadi tujuan mereka dengan melakukan
> ini semua.
>
> Kita perlu menegaskan kepada mereka bahwa mereka tidak berhak dan
> tidak sepatutnya mengambil apa-apa yang berasal dari tradisi Islam.
>
> Barangkali bagi umat Kristiani orisinalitas dan identitas sama sekali
> tidak penting, tapi kita mesti menjelaskan bahwa bagi kaum Muslimin
> keduanya sangat penting. Kalaupun umat Kristiani telah jatuh miskin
> dan bangkrut sehingga kehilangan perbendaharaan dari tradisi mereka
> sendiri dan karenanya ingin mengambil dari tradisi lain, maka silahkan
> mereka mengambilnya dari tradisi selain Islam. Silahkan mereka
> meminjamnya dari Hindu, dari Budha, dari Yahudi, atau dari tradisi
> agama lainnya (itupun kalau masing-masing agama itu mengijinkan).
>
> Tapi jangan mengambil dari tradisi Islam. Hal ini bukan karena kaum
> Muslimin pelit atau bakhil. Tetapi karena pada setiap perbendaharaan
> tradisi itu ada hak dan posisinya sendiri yang telah diatur di dalam
> Islam. Ketika istilah-istilah tersebut diambil dan dimasukkan dalam
> kerangka ajaran Kristen, maka posisinya telah menjadi jauh berubah dan
> hak yang dimilikinya telah tercerabut dari nilai yang sesungguhnya.
> Dan ini merupakan suatu kezaliman. Dalam Islam, sesuatu yang tidak
> ditempatkan sebagaimana mestinya merupakan suatu kezaliman. Semakin
> besar kesenjangannya, maka semakin besar juga kezalimannya.
>
> Biar kami pertegas lagi persoalannya supaya lebih jelas. Umat
> Kristiani menggunakan kata 'Allah' di dalam Alkitab. Ini merupakan
> kata yang sepenuhnya bersumber dari tradisi Islam dan sama sekali
> tidak ada dalam tradisi Kristen. Dalam ajaran Islam, Allah itu Esa.
> Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Tapi kata 'Allah' dimasukkan
> ke dalam Alkitab dan pada saat yang sama dijelaskan bahwa 'Allah'
> mempunyai anak atau 'Allah' merupakan salah satu dari tiga oknum pada
> trinitas. Ini merupakan sebuah penistaan dan kezaliman yang besar.
>
> Dalam Islam syahadat merupakan sebuah kesaksian dengan formulasi utama
> berupa kesaksian bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan
> kesaksian bahwa Nabi Muhammad merupakan utusan Allah. Tetapi umat
> Kristiani tidak mengakui Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam
> sebagai utusan Allah. Jadi bagaimana mereka hendak begitu saja
> meminjam istilah syahadat sambil melucuti maknanya. Ini adalah sebuah
> kezaliman.
>
> Demikian juga dengan istilah syafaat. Dalam Islam, syafaat diberikan
> oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan bukan oleh nabi-
> nabi yang lain, termasuk Nabi Isa 'alaihis salam. Apakah kalangan
> Kristen hendak mengambil kata ini sambil menyuruh manusia mengharapkan
> syafaat dari Yesus? Ini juga merupakan sebuah kezaliman.
>
> Sekiranya mau menggunakan perbendaharaan kaum Muslimin boleh saja
> asalkan siap untuk menerima dengan segala pemaknaan serta keyakinan
> yang ada di dalamnya. Kalau tidak demikian maka janganlah mengambil
> sama sekali. Kalau umat Kristiani mengatakan bahwa mereka sama sekali
> tidak mengetahui persoalan ini, maka kini kita telah
> memberitahukannya, dan karenanya mereka harus mengembalikan kepada
> umat Islam dan segera kembali pada konsep-konsep dan terminologi
> mereka sendiri.
>
> Kalau mereka melakukan dengan sengaja dengan tujuan untuk mengacaukan
> identitas kaum Muslimin dan dengan tujuan menciptakan kebingungan di
> tengah-tengah mereka, maka ini adalah sebuah kejahatan yang mesti
> dihentikan.
>
> Tapi yang terpenting dari itu semua adalah kita mesti mendidik
> generasi kaum Muslimin supaya mereka memiliki pemahaman yang baik
> terhadap Islam dan supaya mereka memiliki ilmu agama yang memadai.
> Sekiranya kaum Muslimin memiliki ilmu yang cukup baik, maka mereka
> tidak akan mudah terkecoh dengan taktik dan kamuflase yang dilakukan
> oleh orang-orang diluar kelompok mereka.
>
> Para da'i dan ulama Islam perlu memberikan pendidikan lebih luas
> kepada kaum Muslimin, khususnya yang berada di pedesaan, serta
> mengangkat perekonomian mereka, supaya mereka tidak mudah terpedaya
> dengan bujuk rayu pihak lain. Ini merupakan sebuah tugas yang amat
> mendesak bagi kita semua. Semoga Allah senantiasa memberi kekuatan
> kepada kaum Muslimin dan memberi petunjuk kepada orang-orang yang
> belum memahami kebenaran.
>
> Kuala Lumpur, 14 Desember 2009
>
> Alwi Alatas, Mahasiswa PhD International Islamic University Malaysia
> (IIUM) dan penulis buku
>
> http://www.eramuslim.com/suara-kita/pemuda-mahasiswa/alwi-alatas-mahasiswa-phd-international-islamic-university-malaysia-kamuflase-umat-kristiani-di-indonesia.htm
> --
> -=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
> Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
> dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
>
> Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang
> berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
>
> Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
> Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
> Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
> Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
> -=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
>
>
>
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment