-----------------------------
Anak Laki-Laki Harun Ar-Rasyid
8 Februari 2010 in Anak | Tags: Harun, Laki-Laki
Harun Ar Rasyid mempunyai seorang anak laki-laki yang berumur sekitar 16
tahun. Ia banyak duduk di majlis orang-orang zuhud dan wara'. Ia juga sering
berziarah ke pemakaman. Ketika sampai di pemakaman, ia berkata, "Ada masanya
kalian tinggal di dunia ini dan sebagai tuannya. Akan tetapi ternyata dunia
tidak melindungi kalian sehingga kalian sampai ke dalam kubur. Seandainya
aku mengetahui apa yang menimpa kalian sekarang ini, tentu aku ingin
mengetahui apa yang kalian katakan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
ditanyakan kepada kalian. Kemudian ia membaca syair ini:
"Pemakaman menakutkanku setiap hari. Suara tangisan dan ratapan wanita yang
berduka cita membuatku sedih."
Pada suatu hari, ia datang ke istana ayahnya, Harun Ar Rasyid. Pada waktu
itu, semua menteri dan para pejabat kerajaan beserta tamu-tamu terhormat
lainnya sedang berkumpul bersama raja, sedangkan anak laki-laki tersebut
hanya mengenakan kain yang sangat sederhana dengan surban dikepalanya.
Ketika orang-orang istana melihat dirinya dalam keadaan seperti itu, mereka
saling berkata, "Tingkah laku anak gila ini menghina Amirul Mukminin di
hadapan para bangsawan. Jika Amirul Mukminin menasehati dan mengingatkannya,
mungkin ia akan berhenti dari kebiasaannya gilanya itu." Begitu mendengar
perkataan mereka, Amirul Mukminin berkata kepada anak laki-lakinya, "Wahai
anakku sayang, engkau telah mempermalukan diriku di hadapan para bangsawan."
Mendengar kata-kata itu, ia tidak menjawab sepatah katapun atas perkataan
ayahnya, tetapi ia memanggil seekor burung yang bertengger di ruangan
tersebut dan berkata, "Demi Dzat yang menciptakanmu, terbang dan hinggaplah
di atas tanganku." Burung itupun terbang dan hinggap di atas tangannya.
Kemudian ia berkata, "Sekarang, kembalilah ke tempatmu." Maka terbanglah
burung itu lalu kembali ke tempatnya. Setelah itu ia berkata, "Ayahku,
sebenarnya kecintaanmu kepada dunia itulah yang telah menghinakan diriku.
Sekarang aku telah bertekad untuk berpisah denganmu." Setelah berkata
demikian, anak tersebut pergi meninggalkan istana. Ia pergi hanya membawa Al
Quran. Ibunya memberinya sebuah cincin yang sangat mahal agar dapat
digunakan pada saat memerlukan.
Ia berjalan dari istana hingga tiba di Bashrah. Ia mulai bekerja sebagai
buruh. Tetapi dalam satu minggu, ia hanya bekerja selama satu hari, yakni
pada hari sabtu. Hasil jerih payahnya selama sehari ia gunakan untuk
keperluan hidupnya selama seminggu. Kemudian pada hari ke delapan, yakni
pada hari sabtu, ia bekerja lagi. Ia hanya menerima upah sebesar satu
dirham, dan untuk keperluan setiap harinya, ia menggunakannya sebesar satu
danaq (seperenam dirham). Ia tidak mau mengambil lebih atau kurang dari upah
tersebut.
Kisah selanjutnya diceritakan oleh Abu Amir Bashri rah a. Ia berkata,
"Ketika sebelah rumahku roboh, aku memerlukan seorang tukang batu untuk
memperbaiki rumahku. Ada seseorang yang memberitahu aku bahwa ada seorang
anak laki-laki yang dapat memperbaiki rumah. Maka aku segera mencarinya. Di
luar kota, aku melihat seorang anak muda tampan yang sedang duduk membaca Al
Quran. Di sisinya terletak sebuah tas kecil. Aku bertanya kepadanya, 'Wahai
anakku, apakah engkau mau bekerja sebagai buruh?' Ia menjawab, 'Mengapa
tidak, kita diciptakan memang untuk bekerja. Katakan kepadaku apa yang harus
aku kerjakan?' Aku berkata, 'Memperbaiki bangunan.' Ia berkata, 'Aku
bersedia asalkan aku mendapat upah satu dirham dan satu danaq sehari, dan
pada waktu shalat aku tidak bekerja. Aku harus mengerjakan shalat.' Aku
menerima syaratnya. Kemudian aku membawanya ke rumah dan menyuruhnya
bekerja. Ketika saat shalat Maghrib tiba, aku sangat terkejut, karena
ternyata ia telah menyelesaikan pekerjaan dengan baik, pekerjaan yang dapat
dilakukan oleh sepuluh orang. Aku memberinya upah dua dirham, akan tetapi ia
tidak mau menerimanya, karena melebihi dari syarat yang telah ia ajukan. Ia
hanya mau mengambil satu dirham dan satu danaq, lalu pergi.
Karena merasa penasaran, pada hari berikutnya aku keluar mencarinya, tetapi
ia tidak kutemukan. Aku bertanya kepada orang-orang dengan menerangkan
ciri-ciri anak muda tersebut, kalau-kalau ada yang mengetahuinya.
Orang-orang memberitahuku bahwa anak tersebut hanya bekerja pada hari sabtu.
Selain hari tersebut, tidak ada seorang pun yang dapat menemukannya. Karena
merasa puas dengan pekerjaan anak muda tersebut, aku memutuskan untuk
menunda pembangunan dinding rumahku pada hari sabtu mendatang dengan meminta
bantuan kepada anak muda tersebut. Pada hari sabtu, aku mencarinya lagi dan
kudapati ia sedang membaca Al Quran sebagaimana biasanya. Aku mengucapkan
salam kepadanya dan menanyakan apakah ia bersedia bekerja lagi di tempatku
dengan syarat yang sama dengan hari sabtu yang lalu. Ia berangkat bersamaku
dan mulai mengerjakan dinding rumahku lagi.
Aku masih merasa sangat penasaran dengan pekerjaan anak muda tersebut,
bagaimana mungkin ia mampu mengerjakan sendiri sebuah pekerjaan yang biasa
dilakukan oleh sepuluh orang pekerja. Maka, ketika ia mengerjakan
pekerjaannya, dengan diam-diam aku mengintipnya. Betapa terkejutnya ketika
aku melihat apa yang dilakukannya. Ketika ia mengaduk semen dan
meletakkannya di dinding, batu-batu itu menyatu dengan sendirinya. Maka aku
sadar dan yakin bahwa anak muda tersebut bukanlah pemuda biasa, akan tetapi
seorang kekasih Allah. Sebagaimana hamba-hamba-Nya yang khusus, dalam
melakukan pekerjaannya, pemuda tersebut selalu mendapat bantuan dari Allah
secara ghaib.
Pada sore harinya aku hendak memberinya upah sebesar tiga dirham, akan
tetapi ia tidak mau menerimanya. Ia hanya mengambil satu dirham dan satu
danaq, kemudian pergi. Aku menunggunya lagi selama seminggu. Dan pada hari
sabtu, aku keluar mencarinya. Akan tetapi aku tidak menemukannya. Aku
memperoleh berita dari seseorang yang mengatakan bahwa pemuda tersebut
sedang sakit. Tiga hari lamanya ia jatuh sakit. Kemudian aku minta tolong
kepada seseorang untuk mengantarkan aku ke tempat pemuda yang sedang
menderita sakit itu. Sesampainya di tempat tinggalnya, ternyata pemuda itu
tengah berbaring tak sadarkan diri di atas tanah, kepalanya berbantalkan
separuh potongan batu bata. Ketika aku memberi salam padanya, ia tidak
menjawab. Maka aku mengucapkan salam sekali lagi. Ia membuka matanya sedikit
dan mengenaliku. Aku segera mengangkat kepalanya dari batu bata itu dan
meletakkannya di atas pangkuanku. Tetapi ia menarik kepalanya dan membaca
beberapa bait syair, dua di antaranya adalah :
Wahai kawanku, janganlah engkau terperdaya oleh kenikmatan dunia. Karena
hidupmu akan berlalu. Kemewahan hanyalah untuk sekejap mata.
Dan apabila engkau mengusung jenazah ke pemakaman, ingatlah suatu hari
engkau pun akan diusung ke pemakaman.
Setelah mengucapkan syair tersebut, ia berkata, "Wahai Abu Amir, jika ruhku
telah keluar dari tubuhku, mandikanlah aku, dan kafanilah aku dengan pakaian
ini. Aku menyahut, "Wahai sayang, aku tidak keberatan membelikan kain kafan
yang baru untukmu." Ia menjawab, "Orang yang masih hidup lebih memerlukan
pakaian yang baru daripada orang yang meninggal (sama dengan ucapan Abu
Bakar Ash Shiddiq ra ketika hendak meninggal dunia). Anak itu menambahkan,
"Kain kafan yang baru ataupun usang akan segera membusuk. Apa yang tinggal
bersama seseorang setelah kematiannya hanyalah amal perbuatannya. Berikanlah
sarung dan cerekku ini kepada penggali kubur sebagai upahnya. Al Quran dan
cincin ini tolong sampaikan langsung kepada Khalifah Harun Ar Rasyid dan
sampaikan kepadanya pesanku, 'Wahai ayah, jangan sampai engkau meninggal
dalam keadaan lalai dan tertipu oleh dunia." Dengan keluarnya kata-kata
tersebut dari bibirnya, pemuda itu pun meninggal dunia. Dan pada saat itulah
aku menyadari bahwa ternyata ia adalah seorang Pangeran, Putra Mahkota.
Setelah putra mahkota itu meniggal dunia, aku pun memandikannya,
mengkafaninya, dan memakamkannya sesuai dengan wasiatnya. Kedua benda berupa
sarung dan cerek aku berikan kepada penggali kubur. Kemudian aku pergi ke
Baghdad dengan membawa Al Quran dan cincin untuk aku serahkan kepada
Khalifah Harun Ar Rasyid. Sungguh aku sangat beruntung, ketika aku sampai di
pintu gerbang istana khalifah, pasukan raja sedang keluar dari istana
khalifah. Aku pun berdiri di tempat yang tinggi. Mula-mula keluar pasukan
berkuda yang sangat besar, yakni berjumlah 1000 tentara. Setelah itu keluar
lagi sepuluh pasukan berkuda, masing-masing pasukan berjumlah 1000 tentara.
Amirul Mukminin sendiri berada di dalam pasukan yang kesepuluh. Dengan
kerasnya aku berseru, "Wahai Amirul Mukminin, demi kekerabatanmu dengan
Rasulullah saw, berhentilah sebentar!" Mendengar suaraku itu, ia melihat
kepadaku. Maka dengan cepat aku maju kea rah Amirul Mukminin dan berkata,
"Ini adalah titipan seorang laki-laki asing kepadaku. Ia berwasiat agar aku
menyampaikan dua macam benda ini langsung kepada engkau." Bagitu melihatnya,
raja pun mengenalinya dan menundukkan kepala sesaat. Air matanya mengalir
dari kedua matanya. Kemudian khalifah menyuruh pengurus istana untuk
mengantarku ke istana.
Setelah khalifah kembali pada sore harinya, khalifah memerintahkan pengurus
istana untuk menutup semua tabir istana dan berkata kepada penjaga pintu,
"Panggil orang itu, walaupun ia akan membengkitkan kembali kesedihanku."
Penjaga pintu datang kepadaku dan berkata, 'Amirul Mukminin memanggilmu.
Tetapi ingat, Amirul Mukminin sedang berduka. Jika engkau ingin menyampaikan
sesuatu dalam sepuluh kata, cobalah disampaikan dalam lima kata saja.'
Setelah berkata demikian, ia membawaku menemui Amirul Mukminin. Pada waktu
itu Amirul Mukminin duduk seorang diri. Ia berkata kepadaku, 'Mendekatlah
kepadaku.' Aku pun duduk di dekat khalifah. Lalu khalifah berkata, 'Apakah
engkau mengenal anakku?' Aku menjawab, 'Betul, aku mengenalnya.' Khalifah
bertanya, 'Pekerjaan apakah yang ia lakukan?' Aku menjawab, 'Ia bekerja
sebagai tukang batu.' Khalifah bertanya, 'Apakah engkau juga pernah
mempekerjakannya sebagai tukang batu?' Aku menjawab, 'Ya, pernah.' Khalifah
bertanya lagi, 'Apakah engkau tidak tahu bahwa ia masih mempunyai hubungan
kekerabatan dengan Rasulullah saw?' (Harun Ar Rasyid adalah keturunan Abbas
ra, paman Nabi Muhammad saw). Aku berkata, 'Amirul Mukminin, terlebih dahulu
aku memohon ampunan dari Allah SWT, setelah itu aku memohon maaf kepadamu.
Pada waktu itu aku belum mengetahui kalau ia masih mempunyai hubungan
kekerabatan dengan Rasulullah saw. Aku baru mengetahuinya ketika ia hendak
meninggal dunia.' Khalifah bertanya, 'Apakah engkau memandikannya dengan
tanganmu sendiri?' Aku menjawab, 'Benar. Khalifah berkata, 'Ulurkan
tanganmu!' Ia menarik tanganku, kemudian menempelkan di dadanya dambil
membaca beberapa syair yang artinya:
Wahai engkau yang menjauh dariku,
Hatiku larut dalam kesedihan karenamu
Mataku mencucurkan air mata penderitaan
Wahai engkau yang jauh kuburnya
Terlalu jauh, tetapi kesedihanmu lebih dekat di hatiku
Benar, kematian itu membingungkan kesenangan yang tertinggi di dunia
Wahai anakku yang menjauh dariku
Enakau bagai bulan purnama yang tergantung di atas dahan perak
Bulan telah menetap di kubur
Sedang dahan perak menjadi debu
Setelah melantunkan syair di atas, Harun Ar Rasyid ingin pergi ke Bashrah
untuk menziarahi makam anaknya. Abu Amir pun menyertainya. Begitu sampai di
makam anaknya, Harun Ar Rasyid membaca beberapa bait syair yang artinya
sebagai berikut:
Wahai musafir ke alam yang tidak diketahui
Engkau takkan kembali ke rumah
Maut dengan cepat telah merenggutmu pada awal masa remajamu
Wahai penyejuk mataku, engkaulah pelipur laraku
Kediaman hatiku di kesunyian
Engkau telah merasakan racun kematian
Yang seharusnya ayahmulah yang meminumnya di usia tua
Sungguh, setiap orang akan merasakan kematian
Apakah ia seorang pengembara, atau seorang penduduk kota
Segala puji bagi Allah Yang Esa, Yang tidak mempunyai sekutu
Karena ini adalah bukti keputusan-Nya
Abu Amir rah a berkata, "Pada malam harinya, ketika aku telah menyelesaikan
wirid-wiridku, aku tertidur. Dalam tidurku, aku bermimpi melihat sebuah
istana yang berkubah dari nur, yang di atasnya terdapat awan dari nur yang
menaunginya. Kemudia awan itu hilang, dan anak itu memanggilku sambil
berkata, 'Wahai Abu Amir, semoga Allah memberimu balasan yang lebih baik
karena engkau telah memandikan, mengkafani, memakamkan aku, dan telah
menunaikan semua wasiatku. Aku bertanya kepadanya, 'Wahai kekasihku,
bagaimana keadaanmu, apa yang engkau alami?' Ia berkata, 'Aku telah sampai
ke hadapan Tuhan Yang Maha Pemurah dan Dia sangat ridha kepadaku.' Al Malik
telah memberi tahu kepadaku bahwa aku memdapatkan sesuatu yang tidak pernah
dilihat oleh mata manusia, tidak pernah terdengar oleh telinga manusia, dan
akal tidak dapat memikirkannya.
Kemudian ruh pemuda tersebut berkata kepadaku dalam mimpiku, "Allah SWT
telah berjanji kepadaku, Dia bersumpah dengan keagungan-Nya bahwa Dia akan
menganugerahkan kenikmatan, kehormatan, dan karunia semacam itu kepada semua
hamba-Nya yang keluar dari dunia seperti aku.'
Penulis kitab Raudh mengatakan bahwa ia juga mendapatkan cerita yang sama
secara keseluruhan dari sanad yang lain. Di dalamnya juga diterangkan bahwa
seseorang bertanya kepada Harun Ar Rasyid mengenai keadaan anak itu. Ia
menjawab, 'Anakku lahir sebelum aku menjadi raja. Ia mendapat didikan adab
yang sangat baik, ia telah belajar Al Quran dan ilmu-ilmu lain. Ketika aku
menjadi raja, ia pergi meninggalkan aku. Ia tidak pernah mengambil manfaat
dari duniaku. Ketika ia hendak pergi, akulah yang berkata kepada ibunya agar
ia diberi sebuah cincin mutiara yang sangat indah dan mahal harganya. Akan
tetapi ia tidak pernah menggunakannya, bahkan ketika menjelang wafat, ia
mengembalikannya. Anak ini sangat patuh kepada ibunya."
================================================
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
To unsubscribe, reply using "remove me" as the subject.
No comments:
Post a Comment