Disita
Badan Pengelola Gelora Bung Karno menuntut pengelola Plaza Senayan
membayar ganti rugi Rp 5 triliun. Plaza itu juga dituntut agar disita.
Ariyanto, M. Sutan Nasution, dan Pringgo Sanyoto Plaza Senayan
terancam perkara amat serius. Pengelola plaza bergengsi di Jakarta
itu, PT Senayan Trikarya Sempana, beserta partnernya dari Jepang,
Kajima Overseas Asia Pte. Ltd., kini digugat oleh Badan Pengelola
Gelora Bung Karno di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kedua tergugat
dituntut ganti rugi Rp 5 triliun. Penggugat juga menuntut agar Plaza
Senayan disita.
Menurut Ketua Direksi Pelaksana Badan Pengelola Bung Karno, Yasidi
Hambali, gugatan ini diajukan lantaran perjanjian bisnis pengelolaan
lahan di lingkungan Gelora Bung Karno antara penggugat dan tergugat
ternyata penuh muslihat. Akibatnya, Mereka bisa menguasai aset negara
dan merugikan Badan Pengelola Bung Karno, kata Yasidi.
Kontrak bisnis yang ternyata amat merugikan itu terjadi setelah Badan
Pengelola Gelora Bung Karno bermaksud membangun Wisma Atlet di areal
Gelora Bung Karno di Senayan. Wisma yang merupakan fasilitas untuk
atlet ini direncanakan dibangun di lahan gedung bekas Wisma Fajar di
sebelah kanan Gedung Piramida kini menjadi kantor badan Pengelola
Gelora Bung Karno. Wisma ini terdiri dari 200 kamar, tapi bukan berupa
hotel.
Mendengar rencana itu, Kajima Overseas Asia perusahaan Jepang yang
berbadan hukum Singapura lantas mengajukan lamaran kerja sama bisnis.
Agar tampak menarik, perusahaan ini berjanji akan mengembangkan
sebagian besar areal Gelora Bung Karno menjadi kompleks komersial,
seperti perkantoran, pertokoan, pusat perbelanjaan, serta apartemen
secara lengkap dan modern. Pusat bisnis ini akan menjadi sumber
pemasukan tetap bagi Badan Pengelola Gelora Bung Karno.
Rupanya, pinangan itu cukup menarik minat Badan Pengelola Gelora Bung
Karno. Apalagi Kajima Overseas mempunyai reputasi cukup bagus dan
menjadi salah satu perusahaan beken di dunia konstruksi. Perusahaan
ini memiliki cabang di enam negara Asia, di antaranya di Malaysia,
Filipina, Thailand, dan Vietnam. Sudah begitu, ketika mengajukan
lamaran, Kajima Overseas juga menyodorkan gambar konsep pengembangan
lahan Gelora Bung Karno.
Alhasil, Badan Pengelola Gelora Bung Karno pun terpincut. Pada 24
April 1989, ditekenlah Memorandum of Understanding (MoU) antara Badan
Pengelola Gelora Bung Karno dan Kajima Overseas. MoU tersebut
menegaskan kesepakatan kedua pihak untuk membangun Wisma Atlet. Pada 4
Juli 1989, MoU tadi lantas ditingkatkan menjadi perjanjian.
Sejumlah hal penting diatur dalam perjanjian itu. Misalnya, Kajima
Overseas wajib membangun Wisma Atlet dan kelak membiayai wisma ini.
Sebagai imbalannya, Kajima Overseas memperoleh kompensasi berupa lahan
seluas 20 hektare di areal Gelora Bung Karno. Untuk itu pula, Kajima
Overseas memperoleh sertifikat hak guna usaha lahan tersebut selama 40
tahun. Tapi, Tanah itu tak boleh dijual atau dijadikan jaminan
pinjaman, tutur Yasidi.
Perjanjian tersebut juga mengatur bahwa lahan seluas 20 hektare di
Jalan Asia Afrika, Jakarta Pusat, itu akan digunakan sebagai kawasan
komersial. Dari situlah kemudian dibangun Plaza Senayan, Plaza Senayan
Office Tower, gedung parkir plaza berikut Apartemen A dan B Senayan,
Plaza Senayan Annex Living Zone, serta Plaza Senayan Open Canteen di
atas lahan 20 hektare tadi.
Untuk pelaksanaan kontrak bisnis itu, dibentuk pula PT Senayan
Triparya Sempana yang akan berperan sebagai pengelola lahan seluas 20
hektare tadi. Sebesar 70% saham PT Senayan Triparya Sempana dimiliki
oleh Kajima Overseas, 20% dikuasai PT Aditya Wira Bakti (perusahaan
lokal yang ditunjuk oleh Kajima Overseas), dan sisa saham (sebesar
10%) menjadi hak Badan Pengelola Gelora Bung Karno.
Dalam perjanjian kerja sama bisnis itu disebutkan pula bahwa Kajima
Overseas harus memerintahkan PT Senayan Triparya Sempana membayar
imbalan sebesar US$ 400 ribu per tahun kepada Badan Pengelola Gelora
Bung Karno sejak kawasan komersial tadi beroperasi pada tahun 1995.
DITIPU
Kerja sama selanjutnya berjalan mulus. Setiap tahun, Badan Pengelola
Gelora Bung Karno juga menerima pembayaran imbalan dari PT Senayan
Triparya.
Namun, belakangan, Badan Pengelola Gelora Bung Karno merasa menelan
pil pahit. Mereka menganggap perjanjian kerja sama bisnis tersebut
mengandung tipu muslihat, kekhilafan, dan iktikad tidak baik dari
pihak Kajima Overseas. Buktinya, Wisma Atlet yang dibangun oleh Kajima
Overseas tak sesuai dengan yang dijanjikan. Wisma itu ternyata
dibangun dengan memakai uang hasil pinjaman dari sebuah perusahaan
pembiayaan milik Kajima Overseas.
Karena biaya pembangunan Wisma Atlet dibebankan sebagai biaya operasi
PT Senayan Triparya, otomatis PT Senayan Triparya terbelit utang.
Buntutnya, hingga saat ini, Badan Pengelola Gelora Bung Karno tak bisa
menikmati dividen dari saham sebesar 10% di PT Senayan Triparya,
karena tiap keuntungan yang berhasil dipanen selalu digunakan untuk
membayar utang tadi.
Benar bahwa PT Senayan Triparya telah membayar imbalan sebesar US$ 400
ribu per tahun kepada Badan Pengelola Gelora Bung Karno. Tapi, uang
itu tak ada artinya bila dibandingkan dengan lahan seluas 20 hektare
yang diambil oleh PT Senayan Triparya melalui Kajima Overseas.
Ibaratnya, Kajima Overseas memperoleh penguasaan lahan seluas 20
hektare itu secara gratis. Mereka mengemplang aset negara untuk
kepentingan pribadi, ujar Yasidi.
Berdasarkan hal itu, Badan Pengelola Gelora Bung Karno berkesimpulan
bahwa perjanjian yang dimaksud dilaksanakan dengan iktikad tidak baik,
sehingga membuatnya merugi. Hal ini jelas melanggar Pasal 1338 Ayat
(3) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan
dengan iktikad baik. Pasal 1321 KUH Perdata juga menegaskan bahwa
tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena
kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan dan penipuan. Karena itu,
perjanjian tersebut mestinya batal demi hukum.
Itu sebabnya, Badan Pengelola Gelora Bung Karno menggugat Kajima
Overseas dan PT Senayan Triparya di pengadilan. Kedua perusahaan itu
dituntut membayar kerugian materiil sebesar US$ 225,69 juta atau
sekitar Rp 2,05 triliun, kerugian akibat biaya yang timbul dari
beperkara dengan tergugat senilai Rp 50 miliar, dan kerugian moril
sebesar Rp 3 triliun. Berarti, jumlah ganti rugi yang dituntut adalah
Rp 5 triliun lebih.
Badan Pengelola Gelora Bung Karno juga meminta pengadilan menyita
tanah seluas 20 hektare yang pernah diberikan kepada Kajima Overseas.
Di atas lahan seluas 20 hektare itu kini sudah berdiri aneka bangunan
megah dan bagus, termasuk Plaza Senayan.
Sayangnya, tanggapan Kajima Overseas terhadap gugatan itu belum bisa
diperoleh. Kajima Overseas mengaku belum menerima gugatan tersebut
secara resmi dari pengadilan. Menurut seorang karyawan PT Kajima
Indonesia (anak perusahaan Kajima Overseas di Indonesia yang bergerak
di bidang konstruksi), Kajima Overseas memang belum mengetahui gugatan
tadi.
Sementara itu, meski sudah beberapa kali dihubungi TRUST, T. Budiono
selaku Legal Manager di PT Senayan Triparya Sempana enggan
berkomentar. Namun, sebuah sumber di perusahaan ini mengaku bahwa
pihaknya masih berusaha menyelesaikan masalah ini secara musyawarah.
Majalah Trust/Hukum/03/2004
A. Komentar :
Begitulah sifat bangsa jepang dari dahulu sampai sekarang, tidak jauh
beda, sama saja.
Jepang dahulu, menjajah bangsa lain termasuk Indonesia dengan cara
mengeskploitasi hasil Sumber Daya Alam (SDA) habis-habisan secara
gratis, menindas warga, memperkosa para wanita & tindakan keji
lainnya. Hal ini dilakukan oleh tentara Jepang.
Jepang sekarang, tidak mengeksploitasi alam lagi, tetapi
mengeksploitasi Sumber Daya Manusia (SDM) secara tidak manusiawi,
khusunya SDM lokal, yang dilakukan oleh pengusaha-pengusaha Jepang.
Memang para pengusaha Jepang tidak gratis dalam mengesploitasi SDM
tersebut, tetapi merek membayar murah SDM-SDM local, di banding dengan
SDM asing lain, apalagi jika dibanding kan dengan SDM Jepang sendiri,
sangat jauh sekali perbedaan. Sebagai contoh dan ilustrasi adalah
sebagai berikut :
1. SDM (yang dimaksud disini adalah level staf/ professional
berpendidikan D3/S1) local jika
bekerja di perusahaan Jepang mendapat gaji pokok & tujangan
antara
Rp. 900.000, - s/d Rp 2000.000 dengan jam kerja 08.00 – 16.00
WIB. Jika mereka lembur sampai
jam 22.00, maka mereka akan mendapat penghasilan maksimal Rp.
5.000.000,-. Ini berlaku jika
system overtime. Jika yang berlaku adalah system limpsum,
maksimal penghasilan adalah
Rp.6.000.000,-.
2. SDM (yang dimaksud disini adalah level staf/ professional
berpendidikan D3/S1) asing non
Jepang jika bekerja di perusahaan Jepang mendapat gaji dan
tunjangan (lumpsum) di atas
Rp.30.000.000,- (Tiga puluh juta rupiah). Mereka rata – rata kerja
hanya sampai jam 20.00,
padahal kemampuan/skill mereka sama atau bahkan ada yang di bawah
kemampuan/skill
SDM local. Dan yang lebih parah lagi, ada yang tidak mahir dalam
computer. Padahal yang
namanya SDM professional, harusnya mahir dalam computer.
3. SDM Jepang, jika bekerja di perusahaan jepang di Indonesia mendapat
gaji di atas
Rp.100.000.000,- (Seratus juta rupiah). Padahal pendidikan mereka
belum tentu D3/S1/Setara.
Bahkan, konon katanya, ada yang di jepang bekerja sebagai tukang,
ketika bekerja di
Indonesia menjadi chief/manager.
Dari ilustrasi/contoh nyata tersebut di atas betapa kita tahu bahwa
Jepang, hanya menghargai diri sendiri, tidak menghagai orang lain.
Mereka hanya memikirkan diri sendiri.
B. Kesimpulan :
Jika A = B dan A = C maka B = C
A = Jepang dahulu, B = Jepang sekarang, C = Penjajah
Anda setuju dengan konklusi tersebut……….?
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
To unsubscribe, reply using "remove me" as the subject.
No comments:
Post a Comment