From: n hawadaa <nxhawadaa@yahoo.ca>
Date: 2010/6/9
Subject: [assunnah-qatar] (KUNCI KEBAHAGIAAN) HIKMAH PETUNJUK DAN KESESATAN Bag 4
To:
KUNCI KEBAHAGIAAN
Penulis: Ibnu Qayyim al-Jauziyyah Penerjemah: Abdul Hayyie al-Katani, dkk Penyunting: Harlis Kurniawan S.S. M. Khairuddin Rendusara. SHi Habibullah Rasidin, Lc, SE.
HIKMAH PETUNJUK DAN KESESATAN Bag 4
Sedangkan pendapat yang ketiga, yaitu bahwa pengulangan ini hanya untuk penegasan, apabila yang dimaksudkan hanyalah penegasan leksikal, maka hal seperti ini tidak terjadi dalam Al-Qur'an. Dan jika yang diinginkan adalah untuk menambah ketegasan dan pemantapan dengan berbagai faedah yang terkandung di dalamnya, maka itu bisa dibenarkan. Adapun interpretasi yang benar bagi pengulangan tersebut adalah karena penurunan yang kedua dihubungkan dengan sesuatu di luar penurunan yang pertama. Ihbaath yang pertama adalah dikaitkan dengan ketetapan bahwa sebagian dari mereka saling bermusuhan dengan sebagian yang lainnya. Sebab itu Allah berfirman,
"Turunlah kamu sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain." (al-Baqarah: 36)
Kalimat dalam ayat di atas menjelaskan kondisi (al-hal) dari suatu hal. Dan menurut sebagian besar ulama, kalimat ini adalah kalimat ismiyyah (bentuk kalimat yang tersusun dari subyek dan predikat) karena ada kata ganti (dhamiir). Maka, makna ayat tersebut adalah 'Turunlah kalian dalam keadaan bermusuh-musuhan!' Sedangkan penurunan yang kedua, dikaitkan dengan dua ketetapan, yang pertama bahwa mereka semua harus turun, dan yang kedua adalah firman Allah SWT,
"Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati." (al-Baqarah: 38)
Seakan-akan dikatakan kepada mereka, "Turunlah kalian dengan syarat ini, dan kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas syarat tersebut, meskipun datang kepada kalian petunjuk dari-Ku. Maka barangsiapa di antara kalian yang mengikut petunjuk-Ku, mereka tidak akan ketakutan dan merasa sedih." Jadi penurunan pertama merupakan pemberitahuan tentang sanksi dan akibat dari kejahatan yang mereka lakukan. Sedangkan, penurunan kedua adalah menyampaikan berita baik dan menghibur dengan akibat baik dari penurunan ini bagi orang yang mengikuti petunjuk Allah SWT, dan mereka akan menuju kepada keselamatan dan kegembiraan, yang merupakan lawan dari ketakutan dan kesedihan. Maka, pertama Allah SWT membuat mereka sedih dengan penurunan pertama, dan Dia menghibur orang-orang yang mengikuti petunjuk-Nya dengan peristiwa turun yang kedua, sebagaimana kebiasaan dan kelembutan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya yang taat. Sebagaimana Dia telah membuat Adam a.s. bersedih dengan mengeluarkannya dari surga, kemudian menghiburnya dengan kata-kata yang disampaikan kepada Adam a.s., lalu Dia mengampuninya dan memberinya hidayah.
Barangsiapa merenungkan kelembutan dan kebaikan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya yang taat, serta hikmah-Nya dalam menimpakan kesusahan kepada mereka, lalu menghilangkan kesusahan itu; dan merenungkan bagaimana Dia menyusahkan mereka dengan berbagai bencana dan ujian, lalu menyembuhkannya dengan kesehatan dan kenikmatan, maka akan terbuka baginya pintu-pintu pengetahuan dan kecintaan kepada Allah SWT. Dia akan mengetahui bahwa Allah SWT lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Dan, ia pun tahu bahwa kesusahan itu sendiri tidak lain adalah bentuk dari kasih sayang dan kebaikan Tuhannya, karena Allahlah yang paling tahu tentang kemaslahatan hamba-Nya.
Akan tetapi, karena kelemahan ilmu dan pengetahuan hamba terhadap Asmaa'ul-Husna dan sifat-sifat-Nya, maka mereka hampir tidak mengetahui hal ini. Keridhaan, kedekatan, kebahagiaan, dan kegembiraan karena berada di sisi yang dicintai tidak akan diperoleh kecuali dengan merendahkan dan menunjukkan kelemahan diri. Hanya dengan ini semua cinta dapat tumbuh dan kokoh, dan tidak ada jalan untuk sampai kepada yang tercinta kecuali dengan itu. Hal ini sebagaimana dikatakan seorang penyair,
"Merendahlah di sisi orang yang engkau cintai, agar engkau dekat dengannya Betapa banyak kemuliaan yang diperoleh seseorang karena merendahkan diri Jika yang kau cintai sangat mulia, dan engkau tidak merendahkan diri kepadanya Maka ucapkanlah selamat tinggal kepada hubunganmu dengannya."
Ada juga yang berkata,
"Tundukkan dan rendahkan dirimu kepada orang yang engkau cinta karena dalam aturan cinta tiada kata rujuk yang dapat dilepas dan diikat kembali."
Yang lain berkata,
"Tidak akan berbahagia orang yang mulia karena suatu hubungan karena kemuliaan itu tidak lain dari kerendahan dan kehinaannya."
Orang-orang yang mengatakan bahwa surga Adam a.s. bukan surga abadi berkata, "Jika diketahui bahwa iblis diusir dari surga setelah dia menolak dan enggan sujud kepada Adam a.s., maka pastilah bisikannya kepada Adam dan istrinya bukan di tempat asal dia diturunkan. Wa Allah wa'alam."
Orang-orang tersebut juga mengatakan, "Adapun pendapat kalian bahwa lafal jannah didefinitifkan dengan huruf alif dan laam, serta pengertiannya hanya mengarah kepada surga yang dikenal anak cucu Adam, maka hal itu memang tidak disangsikan. Akan tetapi, alif dan laam tersebut juga ada dalam firman Allah SWT kepada Adam a.s. agar ia menempati surga, 'Tinggallah kamu bersama istrimu di surga (al-Baqarah: 35)
Jadi surga itu adalah yang ditempati oleh Adam a.s.. Kemudian ketika Allah SWT memberitahu kita tentang surga tersebut, Dia menyebutnya secara definitif. Maka, kata al-jannah (surga itu) yang disebut secara definitif tersebut jelas mengarah kepada surga yang dibayangkan oleh otak manusia, yaitu surga yang telah ditempati Adam a.s.. Maka dalam hal ini, dari mana kita mengetahui hal yang menunjukkan ada atau tidaknya tempat dan posisi surga itu? Sedangkan, lafal al-jannah (surga) yang disebutkan dalam bentuk definitif adalah surga yang diberitakan para rasul kepada umat-umat mereka dan yang dijanjikan Allah Yang Maha Pengasih kepada hamba-hamba-Nya secara gaib. Apabila kata surga ini disebutkan, maka otak manusia hanya akan membayangkan surga yang dijanjikan Tuhan tersebut. Dan, hal ini sudah mengakar dalam hati serta pikiran manusia. Dalam Al-Qur'an juga disebutkan kata jannah yang berarti sebuah kebun di muka bumi. Misalnya firman Allah, 'Sesunguhnya Kami telah mencobai mereka sebagaimana Kami telah mencobai pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh memetik hasilnya di pagi hari.' (al-Qalam: 17)
Ayat di atas tidak mengarahkan pikiran kepada surga abadi, dan tidak pula kepada surga Adam a.s.." Mereka juga berkata, "Pernyataan kalian bahwa Ahlussunnah wal-Jama'ah sepakat jika surga dan neraka itu sudah diciptakan, dan yang membantah itu adalah orang-orang yang berbuat bid'ah serta kesesatan, juga bahwa surga saat ini sudah ada, semua ini adalah benar. Kami tidak menentang kalian dalam hal ini, bahkan kami mempunyai dalil yang lebih banyak dari apa yang kalian sebutkan. Akan tetapi, apa hubungannya antara kenyataan surga abadi itu telah diciptakan dengan pernyataan bahwa surga itu adalah surga Adam a.s.? Seakan-akan kalian menganggap bahwa setiap orang yang mengatakan surga Adam a.s. itu ada di atas bumi, maka mereka juga berpendapat bahwa surga dan neraka belum diciptakan. Ini adalah sebuah kesalahan yang disebabkan anggapan bahwa setiap orang yang mengatakan surga itu belum diciptakan, maka mereka juga berpendapat bahwa surga Adam berada di atas bumi. Demikian pula sebaliknya, bahwa setiap orang yang mengatakan bahwa surga Adam itu di bumi, maka mereka juga mengatakan bahwa surga itu belum diciptakan.
Masalah pertama bahwa surga dan neraka telah diciptakan tidak diragukan lagi kebenarannya. Tapi masalah kedua adalah anggapan belaka, yang antara keduanya tidak ada hubungan sama sekali, baik menurut mazhab kami maupun menurut dalil yang ada. Kalian menggunakan dalil kalian untuk suatu kelompok yang kita sama-sama sepakat menolak dan membantahnya. Akan tetapi, dengan hal itu tidak musti pendapat bahwa surga Adam bukan surga abadi adalah salah, dan ini jelas.
Adapun pendapat kalian bahwa semua yang ditiadakan Allah SWT dari surga (seperti kesia-siaan, penderitaan dan segala cela yang sebagian berasal dari iblis), hanya akan terwujud kelak sesudah kiamat. Yaitu, di saat orang-orang mukmin memasukinya sebagaimana yang ditunjukkan oleh konteks kalimatnya. Maka bantahan atas pernyataan ini ada dua.
(1). Berita tersebut secara implisit mengarah kepada penafian semua cela secara mutlak, sesuai dengan firman Allah SWT,
"Tidak menimbulkan kata-kata yang tidak berfaedah dan tidak pula perbuatan dosa.'(ath-Thuur: 23)
Dan firman Allah SWT, "Tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tak berguna." (al-Ghaasyiyah: 11)
Ini adalah peniadaan secara mutlak yang hanya bisa dikecualikan dengan dalil yang jelas dari Allah SWT. Allah SWT telah menetapkan bahwa surga itu adalah surga kekekalan secara mutlak, sehingga ia tidak dimasuki kecuali oleh yang kekal. Sebab itu, pengkhususan yang kalian buat bahwa surga yang kekal itu adalah surga yang ada sesudah kiamat, jelas menyalahi makna lahir ayat.
(2). Pendapat kalian bahwa surga yang kelak dimasuki mukmin adalah surga Adam a.s., bisa diyakini kebenarannya jika tidak ada dalil lain yang menentang dalil kalian. Sedangkan jika ada dalil lain yang menentang dan umat Islam tidak sepakat atas pendapat kalian, maka tidak dibenarkan keluar dari makna nash-nash yang sangat jelas. Wallahu a'lam."
Mereka juga berkata, "Adapun yang menunjukkan bahwa surga itu bukan surga abadi yang dijanjikan Allah SWT kepada orang-orang bertakwa adalah tatkala Allah SWT menciptakan Adam a.s. Dia memberitahukan kepadanya bahwa umurnya memiliki batas akhir dan dia tidak diciptakan untuk hidup kekal. Hal yang menunjang pendapat ini adalah sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi dalam bukunya al-Jami'. Dia mengatakan bahwa Muhammad bin Basyar meriwayatkan dari Shafwan bin Isa, dari al-Harits bin Abdurrahman bin Abu Ziyad, dari Sa'id bin Sa'id al-Maqburi dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda,
" Tatkala Allah SWT menciptakan Adam dan meniupkan ruh ke dalamnya, Adam bersin. Lalu dia berkata, 'Alhamdulillah ya Rab.' Allah SWT berkata kepadanya, 'Yarhamukallah ya Adam!' Lalu berfirman, 'Pergilah kepada sekelompok malaikat yang sedang duduk itu dan katakan kepada mereka, 'Assalaamu 'alaikum.' Lalu mereka menjawab, 'Wa 'alakas-salaam.' Kemudian dia kembali kepada Tuhannya, lalu Tuhannya berkata, 'Sesungguhnya itulah salammu dan salam anak-anakmu
Allah SWT berfirman kepadanya dan Tangan-Nya tergenggam, 'Pilihlah salah satu yang engkau inginkan!' Dia menjawab, 'Saya memilih Tangan Kanan Tuhanku dan kedua Tangan Tuhanku adalah Tangan Kanan yangpenuh berkah.' Kemudian Allah SWT membentangkannya dan terlihatlah di dalamnya Adam dan anak cucunya. Adam berkata, 'Ya Tuhan, siapa mereka itu?' Allah SWT menjawab, 'Mereka itu adalah anak keturunanmu.' Maka setiap orang sudah ditentukan umurnya di depan kedua matanya.
Tiba-tiba muncul di Tangan-Nya terlihat orang yang paling bercahaya. Lalu Adam bertanya, 'Ya Tuhan, siapakah ini?' Allah SWT menjawab, 'Ini anakmu Daud dan telah Aku tetapkan umurnya empat puluh tahun.' Adam berkata, 'Tambahkan umurnya ya Tuhan!' Allah menjawab, 'Itulah yang telah Aku tetapkan untuknya.' Adam lalu berkata, 'Ya Tuhan aku serahkan enam puluh tahun dari umurku untuknya.' Allah SWT berfirman, 'Terserah kamu.'
Kemudian Adam menempati surga sesuai kehendak Allah SWT, kemudian ia diturunkan dan surga itu. Adam pernah menghitung umurnya dan ketika itu Malakul-Maut mendatanginya. Lalu Adam berkata kepadanya, 'Engkau mempercepatnya! Bukankah telah ditetapkan untukku seribu tahun?' Malaikat itu menjawab, 'Ya, tapi engkau telah memberikan enam puluh tahun kepada anakmu, Daud.' Maka Adam mengingkarinya dan anak cucunya pun mengingkarinya. Adam lupa maka anak cucunya pun lupa. Sejak had itu penulisan dan saksi diperintahkan."
Hadits ini jelas sekali menunjukkan bahwa Adam a.s. tidak diciptakan dalam tempat yang kekal, di mana orang yang memasukinya tak akan mati. Akan tetapi, dia diciptakan di tempat yang fana, yang dijadikan batas akhir baginya dan bagi penghuninya, dan di sanalah Adam tinggal. Jika Adam sudah mengetahui bahwa dia memiliki batas umur dan tidak kekal, maka bagaimana dia tidak mendustakan iblis, padahal dia tahu kesalahan iblis ketika berkata, "Apakah engkau mau aku tunjukkan pohon kekekalan dan kerajaan yang tidak binasa ?" (Thaahaa: 120)
Mengapa Adam justru mempercayai kata-kata iblis tersebut dan memakan pohon itu karena ingin hidup kekal? Maka jawabannya ada dua, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Boleh jadi yang dimaksud oleh iblis dengan kekekalan adalah menetap dalam kurun waktu yang lama, bukan untuk selamanya. Atau ketika iblis bersumpah kepadanya dan kepada istrinya, dia lupa bahwa dia mempunyai batas umur, sehingga dia tergoda dan tertipu dengan kekekalan di dalam surga. Mereka mengatakan bahwa yang menjadi dasar bagi hal ini adalah firman Allah SWT, "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang khalifah di muka bumi." ( al-Baqarah: 30)
Khalifah yang dimaksud dalam ayat di atas adalah Adam a.s., sebagaimana disepakati semua orang. Dan tatkala para malaikat merasa heran dengan penciptaan itu, mereka berkata, - "Mengapa Engkau hendak menjadikan seorang khalifah di bumi itu, orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau." (al-Baqarah: 30)
Allah SWT memberitahukan kepada para malaikat bahwa khalifah yang akan Dia ciptakan di bumi tidak seperti yang mereka kira, yaitu suka berbuat kerusakan. Bahkan, Allah memberitahu mereka bahwa Adam a.s. memiliki pengetahuan yang tidak mereka miliki. Lalu Allah SWT mengajarkan kepada Adam semua nama-nama. Kemudian mengajukan pertanyaan kepada para malaikat tentang nama-nama tersebut dan mereka tidak. mengetahuinya.
Dan firman Allah, "Mereka berkata, 'Maha Suci Engkau ya Allah. Kami tidak mengetahui kecuali apa yang Engkau telah ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.'" (al-Baqarah: 32)
Ini menunjukkan bahwa khalifah yang telah Allah SWT beritahukan kepada para malaikat dan telah Allah SWT perlihatkan keutamaan serta kemuliaannya kepada mereka, dan Allah telah mengajarkan kepadanya apa yang tidak para malaikat ketahui adalah khalifah yang diciptakan di atas bumi, bukan di atas langit.
Jika dikatakan bahwa firman Allah, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." (al-Baqarah: 30) Berarti bahwa Aku akan membuatnya tinggal di bumi karena itulah tempat tinggalnya dan tempat yang dia tuju. Maka, ini tidak menafikan keberadaan Adam dalam surga kekekalan di atas langit pada awal penciptaan. Kemudian dia berjalan menuju bumi untuk menjadi pemegang kekhilafahan. Dan isim fa'il (yang menunjukkan pelaku) dalam kata jaa 'Hun pada ayat ini memiliki makna masa mendatang. Karena itu, obyeknya di-nashab-kan (berharkat fathah). Maka jawaban atas hal ini adalah, "Sesungguhnya Allah SWT memberitahukan kepada para malaikat-Nya bahwa Dia menciptakan Adam untuk menjadi khalifah bumi, bukan untuk menempati surga yang abadi, dan perkataan Allah SWT adalah benar. Malaikat juga tahu bahwa itu adalah Adam. Seandainya Adam ditempatkan dalam surga abadi yang ada di atas langit, maka malaikat tidak akan bertanya, dan tidak ada pemberitahuan dari Allah SWT. Mereka juga tidak membutuhkan penjelasan tentang keutamaan, kemuliaan, dan pengetahuan Adam, sebagaimana terkandung dalam jawaban Allah SWT atas pertanyaan mereka, 'Apakah Engkau akan menjadikan orang yang akan berbuat kerusakan dan menumpahkan darah (al-Baqarah: 30)
Sesungguhnya para malaikat mengajukan pertanyaan ini adalah untuk khalifah yang dijadikan di bumi. Sedangkan, tentang orang yang berada di surga kekekalan di atas langit, maka tidak akan terbayang oleh malaikat bahwa mereka berbuat kerusakan dan pertumpahan darah di bumi. Juga tidak perlu adanya informasi tentang keutamaan, kemuliaan, dan pengetahuan Adam yang berada di atas langit, sebagai bantahan dan jawaban atas pertanyaan mereka. Tapi yang terjadi Allah SWT menjawab pertanyaan mereka dan menampakkan apa yang bertentangan dengan anggapan mereka, yaitu keutamaan dan kemuliaan Adam dalam kapasitasnya sebagai khalifah di bumi. Malaikat menyangka bahwa Adam hanya akan berbuat kerusakan dan pertumpahan darah. Dan, hal ini sangat jelas bagi orang yang merenungkannya.
Adapun isimfa'ilja'ilun, meskipun ia menunjukkan hal mendatang, namun ini adalah informasi tentang apa yang akan dilakukan Tuhan di masa mendatang yaitu menciptakan khalifah di bumi, Allah SWT telah memenuhi janji-Nya dan telah terjadi apa yang Dia beritakan. Ini jelas bahwa dari pertama Allah SWT menjadikan Adam sebagai khalifah di muka bumi. Sedangkan, penafsiran lain bahwa pada awalnya Allah SWT menempatkan Adam di langit kemudian menjadikannya khalifah di bumi. Meskipun ini tidak menafikan pengangkatan sebagai khalifah itu, tetapi lafal ayat di atas sama sekali tidak menunjukkan hal itu, Bahkan, yang tersurat dari ayat tersebut bertentangan dengan hal itu. Oleh karena itu, penafsiran ini tidak dapat dibenarkan, kecuali ada dalil yang mengharuskan kita kembali kepada penafsiran tersebut. Dan sebagaimana kita ketahui bahwa yang tidak ditentang oleh seorang muslim pun adalah bahwa Allah SWT menciptakan Adam dari tanah, dan tidak diragukan lagi bahwa tanah tersebut adalah tanah bumi ini. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam kitab al-Jami' dari hadits Auf dari Qasamah bin Zuhair, dari Abu Musa al-Asy'ari r.a., ia berkata bahwa Nabi saw. bersabda, ''Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dari segenggam tanah yang diambil dari semua unsur bumi. Maka, lahirlah Adam sesuai dengan sifat bumi. Karena itu ada yang merah, putih, hitam, dan warna lain di antara warna-warna itu.' (HR Tirmidzi) Ada juga yang lembut, keras, jahat dan baik."
Imam Tirmidzi berkata bahwa hadits ini adalah hadits hasan shahih. Imam Ahmad meriwayatkan hadits di atas dalam kitab al-Musnad dari berbagai jalur. Allah juga telah memberitakan bahwa Adam diciptakan dari sari tanah (sulaalah) yang berasal dari tanah liat (thiin). Dia juga mengabarkan bahwa Adam diciptakan dari tanah keras (shalshaal) yang berasal dari lumpur hitam Qiamaa" masnun). Dikatakan bahwa shalshaal adalah tanah kering sebelum dimasak, yang jika dipukul mengeluarkan suara, dan setelah dimasak ia berubah menjadi fakhkhaar (tembikar). Dikatakan juga bahwa shalshaal adalah benda yang mengalami perubahan bau, yaitu dari bahasa Arab shalla, jika bau sesuatu berubah busuk. Dan al-hamaa" adalah tanah hitam yang berubah-rubah bentuk, dan al-masnuun adalah yang dituangkan, dari kata 'sanantu al-ma' artinya saya menuangkan air. Dan, dikatakan juga bahwa al-masnun berasal dari kata 'sanantu al-hajara 'alal-ardhi' artinya aku menggosokkan batu itu dengan tanah. Jika ada sesuatu yang keluar dari batu itu, maka yang itu disebut sanin dan zat yang keluar itu pasti berbau busuk.
Semuanya ini merupakan fase-fase tanah sebagai pembentukan awal manusia, sebagaimana Allah SWT menggambarkan tentang penciptaan keturunan Adam dari setetes air, segumpal darah dan segumpal daging. Dan ini adalah keadaan setetes air mani yang merupakan bahan dasar keturunan manusia. Allah tidak menyebutkan bahwa Dia mengangkat Adam dari bumi ke langit, baik sebelum maupun sesudah penciptaannya. Allah hanya menginformasikan tentang perintah-Nya kepada para malaikat untuk sujud kepada Adam, tentang keberadaan Adam di dalam surga serta peristiwa yang terjadi antara dia dan Iblis sesudah diciptakan. Maka, Allah memberitakan tiga hal dalam satu susunan yang saling terkait antara satu sama lainnya. Lalu di manakah dalil yang menunjukkan bahwa bahan penciptaan Adam dinaikan ke surga setelah diciptakan? Dalam hal ini kalian sama sekali tidak memiliki dalil, juga tidak ada kesimpulan dari firman Allah SWT yang dapat mendukung pendapat kalian.
Mereka mengatakan, "Sebagaimana diketahui bahwa apa yang ada di atas langit bukan tempat untuk tanah liat bumi yang berubah dan baunya menjadi busuk karena perubahan itu. Tempat materi seperti itu adalah bumi ini, yang merupakan tempat perubahan dan kerusakan. Sedangkan benda yang berada di atas langit tidak mengalami perubahan, berbau busuk, dan rusak. Dan, ini adalah hal yang tidak diragukan oleh orang-orang yang berakal."
Allah berfirman,
"Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga. Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain) sebagai karunia yang tidak ada putus-putusnya." (Huud: 108)
Dalam ayat di atas Allah memberitakan bahwa pemberian yang ada di dalam surga kekekalan tidak akan terputus. Sedangkan, apa yang Dia berikan kepada Adam a.s. telah terputus, maka surga Adam itu bukalah surga kekekalan.
Tidak diperdebatkan lagi bahwa Allah SWT menciptakan Adam di bumi. Dalam kisah penciptaan Adam, Allah SWT tidak menyebutkan bahwa Dia memindahkannya ke langit. Seandainya Allah SWT memindahkanya ke langit, maka hal itu lebih perlu untuk disebutkan. Karena, itu merupakan kenikmatan yang sangat agung, serta sebab keutamaan dan kemuliaannya yang sangat besar. Di samping itu, hal tersebut lebih mengena dalam menjelaskan tanda-tanda kekuasaan, rububiyyah, dan hikmah-Nya. Juga lebih tepat dalam menjelaskan akibat dari kemaksiatan, yaitu diturunkan dari langit, tempat tujuan dia diangkat sebelumnya, sebagaimana yang disebutkan Allah SWT mengenai iblis. Karena tidak satu huruf pun dalam Al-Qur'an dan Sunnah yang menjelaskan bahwa dia dipindahkan dan diangkat ke langit setelah diciptakan di bumi, maka diketahui bahwa surga yang dia tempati bukan surga kekekalan yang berada di atas langit.
Mereka juga mengatakan, "Allah SWT telah memberitakan dalam Kitab-Nya bahwa Dia tidak menciptakan hamba-hamba-Nya dengan sia-sia dan main-main, Dia juga membantah orang yang memiliki prasangka seperti itu. Hal ini menunjukkan bahwa anggapan tersebut bertentangan dengan hikmah-Nya. Seandainya surga Adam adalah surga kekekalan, maka manusia tentu telah diciptakan di tempat di mana mereka tidak diperintah dan dilarang. Dan hal ini adalah batil, sebagaimana firman Allah SWT, 'Apakah manusia mengira bahwa dia dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban).' (al-Qiyaamah: 36)
Imam Syafi'i dan ulama lain mengatakan, 'Secara sia-sia artinya tidak diperintah dan tidak dilarang.' Allah SWT berfirman, 'Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main saja. (al-MiTminuun: 115)
Jadi Allah SWT tidak menciptakan mereka secara main-main dan tidak membiarkan mereka tanpa tanggung jawab, padahal di dalam surga kekekalan tidak ada beban pertanggungjawaban."
Mereka mengatakan, "Allah menciptakan surga kekekalan sebagai pahala bagi orang-orang yang berbuat baik, sebagaimana firman-Nya, 'Itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.' (al-'Ankabuut: 58)
Dan surga adalah balasan bagi orang-orang yang bertakwa, sebagaimana firman Allah SWT, 'Dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang-orang yang bertakwa.' (an-Nahl: 30)
la juga tempat menerima pahala sesuai firman Allah, 'Sebagai pahala di sisi Allah (Ali'lmran:195)
Jadi tidak ada yang akan menempati surga kekekalan itu kecuali orang-orang beramal saleh dan orang-orang bertakwa, beserta anak-cucu mereka yang mengikuti mereka serta para bidadari. Secara umum dikatakan bahwa hikmah Allah menghendaki bahwa surga tidak akan diperoleh kecuali setelah melalui cobaan, ujian, kesabaran, perjuangan, dan berbagai ketaatan. Apabila ini adalah tuntutan hikmah Allah SWT, maka Allah tidak akan melakukan sesuatu kecuali apa yang sejalan dengan hikmah-Nya.
Allah menciptakan Adam di surga, dan menjadikannya khalifah di muka bumi. Iblis menggodanya di tempat mana dia ditempatkan setelah iblis diturunkan dari langit. Allah SWT memberitahu para malaikat bahwa Dia akan menjadikan seorang khalifah di bumi. Didalam surga tidak ada ucapan sia-sia dan tidak ada dosa. Orang yang memasukinya selamanya tidak akan keluar dari sana. Orang yang memasukinya akan merasa bahagia dan tidak sengsara. la juga tidak akan merasa takut dan sedih. Allah mengharamkannya atas orang-orang kafir dan musuh Allah. Surga itu adalah tempat menerima nikmat, bukan tempat cobaan, ujian dan hal-hal yang bertentangan dengan sifat surga yang abadi yang berbeda dengan surga yang ditempati Adam. Jika semua pemberitaan Allah SWT dikumpulkan dan dianalisa secara sadar serta objektif, tanpa ada kecenderungan untuk membela pendapat tertentu, maka kebenaran akan nampak. Wallaahul-musta'an."
Adapun orang-orang yang berpendapat bahwa surga Adam a.s. adalah surga kekalan, maka mereka mengatakan, "Menurut salaful-ummah dan para ulamanya, serta menurut Ahlussunnah wal-Jama'ah, surga tersebut adalah surga kekekalan. Sedangkan, orang yang mengatakan bahwa itu adalah sebuah surga di dunia yang berada di India atau Jeddah atau selainnya, merupakan pendapat para filsuf, orang ateis dan Mu'tazilah atau para ulama kalam yang membuat-buat bid'ah. Pendapat tersebut dikatakan oleh para filsuf dan ulama Mu'tazilah, sedangkan Al-Qur" an membantah pendapat ini. Salaful-ummah dan para ulamanya menyepakati kesalahan pendapat ini."
Allah berfirman, "Dan ingatlah tatkala Kami berfirman kepada para malaikat, 'Sujudlah kamu kepada Adam,' maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia enggan dan takabur. Dia itu adalah termasuk golongan orang-orang yang kafir. Dan Kami berfirman, 'Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai dan janganlah kamu dekati pohon ini yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.' Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman/Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." (al-Baqarah: 34-36)
Allah SWT telah memberitahukan bahwa Dia memerintahkan Adam, Hawa dan iblis untuk turun ke bumi, dan bahwa mereka akan hidup bermusuh-musuhan. Kemudian Allah berfirman, "Dan bagi kalian di bumi tempat kediaman dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." Ini jelas bahwa sebelumnya mereka tidak berada di bumi, tetapi mereka diturunkan ke bumi. Karena itu seandainya mereka berada di bumi, lalu berpindah dari bumi itu ke bumi yang lain yang menjadi kediaman mereka hingga waktu tertentu, seperti kaum Nabi Musa a.s., maka ini adalah pendapat yang tidak benar.
Allah SWT-menceritakan tentang ucapan iblis, "Saya lebih baik daripadanya. Engkau menciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.' Allah berfirman, 'Turunlah kamu dari surga itu karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina." (al-A'raaf: 12-13)
Dalam ayat tersebut, Allah SWT menjelaskan kekhususan surga yang ada di langit, yang berbeda dengan surga yang ada di bumi, dikarenakan iblis tidak dilarang takabur dalam surga dunia. Dan kata ganti dalam firman Allah SWT 'darinya', merujuk kepada surga yang sudah ketahui oleh semua orang, meskipun lafalnya tidak disebutkan, karena hal itu sudah dimaklumi bersama.
Ini berbeda dengan firman Allah SWT,
"Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta." (al-Baqarah: 12-13)
Di sini Allah SWT tidak menyebutkan tempat asal dari mana mereka turun (pergi). Dia hanya menyebutkan arah tujuan kepergian mereka. Ini berbeda dengan peristiwa turunnya iblis, di mana Allah SWT menyebutkan tempat asal turunnya, yaitu surga. Allah juga menyebutkan bahwa turunnya itu adalah dari atas ke bawah. Sedangkan, Bani Israel kala itu berada di atas bukit al-Surrat al-Musyarrafah di daerah Mesir yang merupakan tujuan kepergian mereka. Orang yang turun dari gunung ke lembah, dikatakan kepadanya, "Turunlah!" Jadi Bani Israel dulu datang dan pergi dari bukit tersebut.
Orang yang berjalan dan bepergian jika mendatangi suatu negeri dikatakan 'nazalafiha' (turun di sana), karena biasanya orang itu berkendaraan dalam perjalanan. Jika dia sampai di sana, maka dia turun dari tunggangannya. Dikatakan 'nazala al-'aduwwu bi ardhin kadza' (musuh itu turun ke negeri itu) dan 'nazala al-qaflu' (kafilah itu turun). Lafal nuzuul sama dengan lafal hubuuth. Karena itu, keduanya tidak pernah dipakai kecuali jika arahnya dari atas ke bawah. Allah SWT berfirman,
"Turunlah, sebagian dari kamu adalah musuh atas sebagian yang lain. Di bumi itu tempat kediaman kamu dan kesenangan sampai waktu tertentu."
Lalu Allah berfirman, "Di dalamnya kamu hidup, mati dan darinya kamu keluar." (al-A'raaf: 25) Ini merupakan dalil bahwa mereka sebelumnya tidak berada pada suatu tempat, di mana mereka hidup, mati, dan keluar. Dalam Al-Qur'an sangat jelas disebutkan bahwa mereka berada di tempat tersebut (bumi) setelah diturunkan.
Seandainya dalam masalah ini hanya ada kisah Adam a.s. dan Musa a.s., maka itu sudah cukup menjadi bukti pendapat kami. Dalam kisah tersebut Musa a.s. mengecam Adam a.s. karena kesusahan dan kesulitan yang menimpa keturunannya karena ia dikeluarkan dari surga. Seandainya surga Adam a.s. tersebut adalah sebuah taman di bumi, pasti Allah SWT akan menggantikannya dengan taman lain yang juga ada di bumi. Padahal tidak pantas bagi Musa a.s. jika ia mencela Adam a.s. hanya karena dia dan keturunannya di keluarkan dari sebuah taman di bumi.
Demikian juga ucapan Adam a.s. pada hari kiamat di saat manusia memintanya agar dia memohon Tuhan untuk membukakan pintu surga. Kala itu Adam a.s. berkata, "Bukankah kalian dikeluarkan darinya karena satu kesalahan bapak kalian ini?" Ini jelas bahwa surga itu adalah surga kekekalan. Adam merasa tidak layak memohon kepada Allah membukakan pintu surga itu kepada mereka. Karena dialah penyebab mereka dikeluarkan dari surga itu. Maka, ini merupakan dalil yang sangat jelas.
Orang-orang yang berpendapat bahwa surga Adam a.s. adalah di bumi mengatakan, "Adapun ucapan kalian bahwa orang yang mengatakan surga Adam itu ada di bumi adalah dari kalangan filsuf, ateis dan Mu'tazilah atau dari rekan-rekan mereka, maka kami mendapati orang-orang yang berkata demikian yang bukan dari golongan tersebut. Kesamaan pendapat pengikut pemikiran yang batil dengan pendapat orang mengikuti kebenaran, tidak menunjukkan kebatilan pendapat tersebut. Dan, dinisbatkannya suatu pendapat kepada orang-orang yang mengikuti kebatilan, tidak mengharuskan kesalahan pendapat itu, selama bukan hanya pendapat mereka. Jika yang kalian maksudkan adalah bahwa yang berpendapat seperti itu hanyalah mereka, maka itu keliru. Dan, jika yang kalian maksudkan adalah bahwa mereka itu termasuk orang yang berpendapat demikian, maka hal tersebut sama sekali tidak berguna bagi kalian.
Adapun perkataan kalian bahwa salaful-ummah sepakat atas kesalahan pendapat ini, maka kami meminta kalian untuk menunjukkan riwayat yang shahih dari salah seorang sahabat dan orang-orang setelah mereka tentang hal ini. Lebih bagus lagi jika menyebutkan tentang kesepakatan mereka. Dari kalangan sahabat, tabi'i dan tabi'it-tabi'in tidak didapatkan satu riwayat yang benar, baik yang jalan periwayatannya bersambung, syaadzu, maupun yang masyhur25 yang mengatakan bahwa Nabi saw. pernah bersabda bahwa Allah SWT menempatkan Adam dalam surga kekekalan, yang menjadi tempat orang-orang bertakwa pada hari kiamat kelak."
Al-Qhadhi Mundzir bin Sa'id meriwayatkan dari beberapa kalangan salaful-ummah bahwa surga Adam a.s. itu bukan surga kekekalan. Lalu al-Qadhi Mundzir bin Sa'id berkata, "Kami katakan kepada kalian bahwa Abu Hanifah, faqih Irak, dan orang-orang yang sependapat dengannya pernah berkata bahwa surga Adam bukan surga kekekalan, dan mereka bukanlah orang-orang yang orang cacat reputasinya, bahkan mereka adalah para ulama yang ilmu-ilmunya memenuhi buku-buku." Kami juga telah menyebutkan pendapat Ibnu Uyainah tentang masalah ini. Ibnu Mazin dalam dalam tafsirnya mengatakan, "Saya pernah bertanya kepada Ibnu Nafi' tentang surga, apakah ia telah diciptakan? Ibnu Nafi' menjawab, 'Diam dalam hal ini adalah lebih baik.' Maka seandainya Ibnu Nafi' berpendapat bahwa surga yang ditempati Adam adalah surga kekekalan, maka dia tidak akan ragu-ragu mengatakan bahwa surga telah diciptakan, ia juga tidak akan menahan diri untuk berpendapat dalam masalah ini."
Ibnu Qutaibah berkata dalam kitabnya Gharibul-Qur'an ketika berbicara tentang firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah ayat 38, "Dan Kami berfirman, 'Turunlah keduanya dari (surga itu!)' bahwa dalam riwayat Abu Shalih dari Ibnu Abbas r.a. ia mengatakan bahwa arti ayat ini sebagaimana dikatakan habatha fulaan ardha kadza wa kadza (Si Fulan pindah dari daerah ini ke daerah ini)." Ibnu Qutaibah dalam kitabnya hanya menyebutkan pendapat ini. Maka manakah ijma' salaful-ummah tentang surga Adam a.s. itu? Adapun argumentasi kalian yang berdasarkan firman Allah SWT, "Dan bagi kalian di bumi itu tempat kediaman." (al-A'raaf: 24)
Setelah firman-Nya "Turun!", maka ini tidak menunjukkan bahwa mereka sebelumnya tinggal di surga kekekalan, karena ada salah satu pendapat dalam permasalahan ini yang mengatakan bahwa surga tersebut ada di langit, bukan surga kekekalan. Ini sebagaimana disebutkan oleh al-Mawardi dalam tafsirnya yang telah kami paparkan sebelumnya. Dan firman Allah SWT, "Dan bagi kalian di bumi tempat kediaman," menunjukkan bahwa telah disediakan bagi mereka sampai pada waktu tertentu suatu kediaman di bumi yang terpisah dari surga, dan ini sudah pasti, karena surga juga memiliki bumi. Allah SWT berfirman tentang penduduk surga, "Dan mereka mengucapkan, 'Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah memberi kepada kami tempat ini sedang kami diperkenankan menempati tempat di dalam surga di mana saja yang kami kehendaki. Maka, surga itulah sebaik-baik balasan bagi orang yang beramal" (az-Zumar: 74)
Ini menunjukkan bahwa maksud dari firman-Nya, "Dan bagi kalian di bumi ini tempat kediaman," adalah bumi yang kosong dari surga tersebut, bukannya segala sesuatu yang dinamakan bumi. Tempat kediaman mereka yang pertama adalah bumi sebuah surga. Kemudian mereka di pindah di bumi tempat cobaan dan ujian. Lalu pada hari pembalasan orang-orang mukmin juga akan berada di bumi surga. Maka ayat ini tidak menunjukkan bahwa surga Adam a.s. adalah surga kekekalan. Dan ini adalah jawaban atas argumentasi kalian yang berdasarkan firman Allah SWT, "Allah berfirman, 'Di dalamnya kalian hidup, di dalamnya kalian mati dan dari situ kalian keluar.'" (al-A'raaf: 25)
Yang dimaksud dalam ayat ini adalah bumi ke mana mereka diturunkan, dan dijadikan kediaman bagi mereka sebagai ganti surga itu. Ayat ini adalah penafsiran kata al-mustaqar yang disebutkan dalam surah al-Baqarah dengan disertai penjelasan tentang dikeluarkannya Adam dan Hawa dari surga. Adapun firman Allah SWT kepada iblis, "Turun dari surga. Kamu tidak layak takabbur di dalamnya." (al-A'raaf: 13) Pendapat kalian bahwa yang dimaksud ayat ini adalah surga yang ada di langit. Karena jika bukan, tentu iblis tidak akan dilarang takabbur di dalamnya. Maka ini adalah dalil yang mendukung pendapat kami, Karena surga kekekalan tidak bisa dimasuki iblis dan ia tidak boleh berlaku takabbur di dalamnya.
Allah SWT telah memberitakan bahwa iblis membisikkan godaan, membohongi, menipu, mengkhianati, menyombongkan diri, dan dengki kepada Adam dan istrinya. Ketika iblis melakukan itu semua. Adam dan Hawa berada di dalam surga. Maka, ini menunjukkan bahwa surga ini bukanlah surga kekekalan, dan mustahil bagi iblis untuk naik lagi ke surga sesudah diturunkan dan dikeluarkan darinya.
Kata ganti (nya) dalam firman Allah SWT, "Turunlah darinya!", bisa saja kembali kepada langit, sebagaimana yang ada dalam salah satu pendapat. Atas dasar ini, maka Allah SWT telah menurunkan iblis dari langit setelah ia tidak mau sujud. Allah SWT juga memberitakan bahwa dia tidak boleh takabbur di dalamnya. Namun, kemudian dia takabbur, berbohong, dan mengkhianat di dalam surga. Ini menunjukkan bahwa surga Adam itu tidak berada di atas langit. Atau kata ganti (nya) ini kembali kepada surga, berdasarkan satu pendapat lain. Dan dari pendapat ini, surga di mana Adam diperdaya, ditipu, dan disumpah palsu oleh iblis, tidak harus surga yang dia dari sana. Akan tetapi, Al-Qur'an menunjukkan bahwa surga itu adalah surga yang lain, sebagaimana yang telah kami sebutkan.
Berdasarkan dua taksiran ini, maka surga tempat peristiwa antara Adam dan iblis bukanlah surga kekekalan. Adapun perkataan kalian bahwa Bani Israel dulu berada di pegunungan as-Surrah al-Musyarrafah, yang mana mereka pergi, berpindah dan berangkat darinya, sehingga dikatakan kepada mereka ihbithu! (turunlah kalian!), maka penjelasan ini benar adanya, dan kami tidak membantah kalian dalam hal ini. Bahkan, penjelasan ini sendiri merupakan jawaban kami. Karena sesungguhnya kata al-hubuuth menunjukkan bahwa surga itu berada di tempat yang lebih tinggi dari bumi tempat mereka diturunkan. Sedangkan jika yang kalian maksud adalah surga kekekalan, maka kami tidak setuju.
Perbedaan antara firman Allah SWT "ihbithuu mishran" dengan "ihbithuu minha" adalah bahwa kalimat pertama menunjukkan akhir dan tujuan perjalanan. Sedangkan kalimat kedua menunjukkan asal dan awal perjalanan yang tidak ada pengaruhnya terhadap kondisi kita sekarang. Karena jika seseorang turun dari suatu tempat ke tempat lain, itu mengandung makna perpindahan dari suatu tempat yang tinggi menuju tempat yang rendah. Maka, tentunya tidak ada pengaruh bagi permulaan dan akhir tujuan dalam penentuan tempat turun, bahwa surga itu adalah surga kekekalan?
Kisah Musa a.s. dan kecamannya terhadap Adam karena dia dikeluarkan dari surga, itu tidak menunjukkan bahwa surga tersebut adalah surga kekekalan. Dan, pendapat kalian bahwa tidak terlintas dalam benak seseorang jika Musa a.s. mengecam Adam a.s. hanya karena dia membuat dirinya dan anak-cucunya keluar dari sebuah taman yang ada di bumi, adalah suatu pelecehan yang tidak berguna sama sekali. Apakah kalian mengira bahwa itu adalah sebuah taman yang sama dengan taman-taman yang berpetak-petak yang menjadi tempat kerusakan, kelelahan, kerja keras, kehausan, pengolahan tanah, penyiraman, perkawinan tanaman, dan segala bentuk kerja yang berhubungan dengan pengolahan taman-taman ini?
Tidak diragukan bahwa Musa a.s. lebih tahu dan tidak layak baginya mengecam Adam a.s. hanya karena ia mengakibatkan dirinya dan keturunannya keluar dari sebuah taman yang keadaannya seperti ini. Akan tetapi jika surga tersebut tidak tersentuh kekurangan, tidak terputus buah-buahannya, tidak kering sungai- sungainya, penghuninya tidak merasa lapar dan dahaga, mereka tidak terkena sengatan panas matahari, tidak telanjang, tidak ditimpa kelelahan, tidak dituntut kerja keras, dan tidak menderita, maka orang yang menyebabkan dia dikeluarkan dari surga seperti itulah yang pantas mendapatkan celaan.
Adapun kata-kata Adam a.s. pada hari kiamat kepada orang-orang bahwa kesalahannya yang menyebabkan ia dikeluarkan dari surga sehingga ia tidak pantas meminta dibukakan pintu surga itu untuk mereka, maka ini tidak menjadi suatu kemestian bahwa surga itu adalah tempat asal dia dikeluarkan. Akan tetapi, apabila surga yang diminta orang-orang untuk dibukakan itu bukan surga asal Adam a.s. dikeluarkan, maka hal ini lebih tepat dan lebih mengena. Karena jika ia dikeluarkan dari surga selain surga kekekalan sebab suatu kesalahan, maka bagaimana ia pantas memohon dibukakan surga kekekalan dan memberi syafaat di dalamnya. Demikianlah pendapat kedua golongan tersebut, dan itulah akhir dari argumentasi-argumentasi yang mereka ajukan. Maka, barangsiapa yang memiliki keunggulan pengetahuan mengenai masalah ini, hendaknya dia bersungguh-sungguh dalam membahasnya, karena saat ini kesungguhan itu sangat dibutuhkan. Barangsiapa yang menyadari batas kemampuan dan kadar keilmuannya, maka hendaknya dia menyerahkan permasalahan ini kepada ahlinya dan hendaknya dia tidak membiarkan orang lain menghina dan meremehkannya. Hendaknya dia menjadi mata-mata dalam peperangan, jika dia tidak memiliki keahlian dalam berperang, menyerang, bertanding, dan memainkan senjata. Karena dalam medan ini para pemberani telah bertemu, pedang saling menusuk, dan ruang gerak sudah sempit.
"Jika orang-orang yang ksatria itu telah bertemu, maka bagaimana nasib orang-orang lemah yang ada di tengah-tengah"
Inilah kumpulan dari argumentasi kedua kelompok yang melintas di depanmu dan digiring ke arahmu. Inilah barang dagangan para ulama yang mereka tawarkan di tengah pasar yang sepi, bukan di pasar yang laris. Barangsiapa yang sama sekali tidak memiliki piranti untuk menjelaskan dan menganalisa masalah ini, maka jangan sampai tidak membenarkan atau memberi maaf kepada orang yang telah mencurahkan usahanya dan menumpahkan kemampuannya. Hendaknya jangan sampai ia rela melihat dirinya mengalami nasib yang paling buruk dan paling rendah. Yaitu, pertama tidak mengetahui kebenaran dan wasilah-wasilahnya, kedua memusuhi pemilik dan pencari kebenaran tersebut. Jika keinginanmu terlalu sulit dan jarang, seperti sahabat yang mau memberi nasehat dan pandai, maka pergilah dengan cita-citamu di tengah orang-orang mati. Dan, kamu harus belajar dari Maha Gurunya Nabi Ibrahim.26
Dalam pembahasan ini telah kami sebutkan riwayat-riwayat, dalil-dalil, dan poin-poin menarik, yang kemungkinan tidak didapatkan dalam buku-buku lainnya. Hanya para penulis unggul yang mengetahui nilai dari apa yang telah kami paparkan tadi.
Hanya kepada Allah SWT kami memohon pertolongan, bertawakal, dan bersandar. Sesungguhnya tidak akan merugi orang yang bertawakal kepada-Nya, dan Dia tidak akan menyia-nyiakan orang yang berlindung serta menyerahkan urusannya kepada-Nya. Hanya Dialah Penolong kami dan Dialah sebaik-baik Pelindung. selesai.. Catatan Kaki 24 Hadits Syaadz adalah hadits yang diriwayatkan orang yang terpercaya namun bertentangan dengan riwayat orang yang lebih terpercaya 25 Hadits Masyhuur adalah hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari tiga orang dalam setiap tingkat periwayatannya 26 Yang dimaksud dengan Mu'allim (Guru) Ibrahim adalah Tuhan Yang MahaTinggi di mana Syaikhnya pengarang, Ibnu Taimiyyah rahimahullah apabila menutup suatu masalah dia berkata, "Wahai Guru Ibrahim, ajarilah aku."
---------------------- Manfaat Besar Menuntut Ilmu "Barangsiapa mempelajari Alqur'an maka tinggilah martabatnya, barangsiapa mempelajari ilmu fiqih maka mulialah kedudukannya, barangsiapa menulis hadits maka kuatlah hujjahnya, barangsiapa mempelajari ilmu hitung maka ariflah sisi pandangnya, barangsiapa mempelajari bahasa maka lembutlah tabiatnya, dan barangsiapa tidak bisa menjaga dirinya maka tidak bermanfaat ilmunya" |
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment