[Arman] : Pertanyaannya sekarang parameter teguran semacam ini menggunakan apa dan pemahaman atau tafsiran kelompok mana, madzhab apa serta bagaimana cara mengajukan keberatannya ?
[whe~en]
Kalau mas Arman mengikuti sidang Isbat yang dipimpin departemen Agama, wacana seperti ini sudah diajukan beberapa orang pada saat itu. Beliau beliau minta agar yang "ingin beda sendiri" itu diberi bimbingan.
Ada yang puasanya mendahului ketetapan pemerintah, nantinyapun Lebarannya mendahului.
Parameternya pasti Al Qur'an dan AsSunnah, bukan akal manusia. Tanpa madzhab apapun, karena madzhab acuannya tetap al Qur'an dan assunnah. kalau bertentangan madzhab tidak bisa bisa dipakai. Bukan kelompok manapun. Tafsirannya tentu saja tafsir yang diajarkan Rasulullah, bukan tafsiran akal manusia yang semaunya menafsirkan.
Karena ucapan Imam Syafi'i::
"Setiap orang harus bermadzhab kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mengikutinya. Apa pun pendapat yang aku katakan atau sesuatu yang aku katakan itu berasal dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tetapi ternyata berlawanan dengan pendapatku, apa yang disabdakan oleh Rasulullah itulah yang menjadi pendapatku"(Hadits Riwayat Hakim dengan sanad bersambung kepada Imam Syafi'i seperti tersebut dalam kitab Tarikh Damsyiq, karya Ibnu 'Asakir XV/1/3, I'lam Al-Muwaqqi'in (II/363-364), Al-Iqazh hal.100)
"Bila suatu masalah ada Haditsnya yang sah dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menurut kalangan ahli Hadits, tetapi pendapatku menyalahinya, pasti aku akan mencabutnya, baik selama aku hidup maupun setelah aku mati" [Au Nu'aim dalam Al-Hilyah (IX/107), Al-Harawi (47/1), Ibnu Qayyim dalam Al-I'lam (II/363) dan Al-Filani hal. 104]
"Bila suatu Hadits shahih, itulah madzhabku" [Nawawi, dalam Al-Majmu', Sya'rani (I/57) dan ia nisbatkan kepada Hakim dan Baihaqi, Filani hal. 107. Sya'rani berkata : " Ibnu Hazm menyatakan Hadist ini shahih menurut penilaiannya dan penilaian imam-imam yang lain".]
Imam Ahmad bin Hambal:
"Janganlah engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Sayfi'i, Auza'i dan Tsauri, tetapi ambillah dari sumber mereka mengambil [Al-Filani hal. 113 dan Ibnul Qayyim dalam Al-I'lam (II/302)]. Pada riwayat lain disebutkan : "Janganlah kamu taqlid kepada siapapun mereka dalam urusan agamamu. Apa yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, itulah hendaknya yang kamu ambil. Adapun tentang tabi'in, setiap orang boleh memilihnya (menolak atau menerima)" Kali lain dia berkata : "Yang dinamakan ittiba' yaitu mengikuti apa yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, sedangkan yang datang dari para tabi'in boleh dipilih". [Abu Dawud dalam Masa'il Imam Ahmad hal. 276-277]
Imam malik bin Anas:
"Saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, ambillah ; dan bila tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, tinggalkanlah". [Ibnu 'Abdul Barr dan dari dia juga Ibnu Hazm dalam kitabnya Ushul Al-Ahkam (VI/149), begitu pula Al-Fulani hal. 72.]
"Siapa pun perkataannya bisa ditolak dan bisa diterima, kecuali hanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri". [Dikalangan ulama mutaakhir hal ini populer dinisbatkan kepada Imam Malik dan dinyatakan shahihnya oleh Ibnu Abdul Hadi dalam kitabnya Irsyad As-Salik (1/227). Diriwayatkan juga oleh Ibnu Abdul Barr dalam kitab Al-Jami' (II/291), Ibnu Hazm dalam kitab Ushul Al-Ahkam (VI/145, 179), dari ucapan Hakam bin Utaibah dam Mujahid. Taqiyuddin Subuki menyebutkannya dalam kitab Al-Fatawa (I/148) dari ucapan Ibnu Abbas. Karena ia merasa takjub atas kebaikan pernyataan itu, ia berkata : "Ucapan ini diambil oleh Mujahid dari Ibnu Abbas, kemudian Malik mengambil ucapan kedua orang itu, lalu orang-orang mengenalnya sebagai ucapan beliau sendiri".]
"Siapa pun perkataannya bisa ditolak dan bisa diterima, kecuali hanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri". [Dikalangan ulama mutaakhir hal ini populer dinisbatkan kepada Imam Malik dan dinyatakan shahihnya oleh Ibnu Abdul Hadi dalam kitabnya Irsyad As-Salik (1/227). Diriwayatkan juga oleh Ibnu Abdul Barr dalam kitab Al-Jami' (II/291), Ibnu Hazm dalam kitab Ushul Al-Ahkam (VI/145, 179), dari ucapan Hakam bin Utaibah dam Mujahid. Taqiyuddin Subuki menyebutkannya dalam kitab Al-Fatawa (I/148) dari ucapan Ibnu Abbas. Karena ia merasa takjub atas kebaikan pernyataan itu, ia berkata : "Ucapan ini diambil oleh Mujahid dari Ibnu Abbas, kemudian Malik mengambil ucapan kedua orang itu, lalu orang-orang mengenalnya sebagai ucapan beliau sendiri".]
Abu Hanifah Rahimahullah:
"Artinya : Jika suatu Hadits shahih, itulah madzhabku".
"Artinya : Tidak halal bagi seseorang mengikuti perkataan kami bila ia tidak tahu dari mana kami mengambil sumbernya"
Pada riwayat lain dikatakan bahwa beliau mengatakan : "Orang yang tidak mengetahui dalilku, haram baginya menggunakan pendapatku untuk memberikan fatwa". Pada riwayat lain ditambahkan : "Kami hanyalah seorang manusia. Hari ini kami berpendapat demikian tetapi besok kami mencabutnya". Pada riwayat lain lagi dikatakan : "Wahai Ya'qub (Abu Yusuf), celakalah kamu ! Janganlah kamu tulis semua yang kamu dengar dariku. Hari ini saya berpendapat demikian, tapi hari esok saya meninggalkannya. Besok saya berpendapat demikian, tapi hari berikutnya saya meninggalkannya".
"Artinya : Kalau saya mengemukakan suatu pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, tinggalkanlah pendapatku itu".
"Artinya : Tidak halal bagi seseorang mengikuti perkataan kami bila ia tidak tahu dari mana kami mengambil sumbernya"
Pada riwayat lain dikatakan bahwa beliau mengatakan : "Orang yang tidak mengetahui dalilku, haram baginya menggunakan pendapatku untuk memberikan fatwa". Pada riwayat lain ditambahkan : "Kami hanyalah seorang manusia. Hari ini kami berpendapat demikian tetapi besok kami mencabutnya". Pada riwayat lain lagi dikatakan : "Wahai Ya'qub (Abu Yusuf), celakalah kamu ! Janganlah kamu tulis semua yang kamu dengar dariku. Hari ini saya berpendapat demikian, tapi hari esok saya meninggalkannya. Besok saya berpendapat demikian, tapi hari berikutnya saya meninggalkannya".
"Artinya : Kalau saya mengemukakan suatu pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, tinggalkanlah pendapatku itu".
On 8/16/10, Armansyah <armansyah.skom@gmail.com> wrote:
Whe~en
2010/8/16 whe - en <whe.en9999@gmail.com>
Negara demokrasi?Fit n proper test?Lach kalo mau menunjuk badan fatwa untuk umat Islam masa yang nge test fit & proper non Islam ikut to ya Mas Nandang?Lha wong umat Islam saja belum tentu bisa nge test fit & proper koq semuanya, ada yang jelas jelas ilmunya ga sampai masa mau ngetest (yang ilmunya ga sampai buanyak pake buanget kan? :-D)Lach terus yang di fit & proper test kan apa?hebat bener Indonesia kalau harus begitulagipula fatwa itu bukan keputusan mayoritas, masa pake demokrasi, bukan fatwa itu namanya mas Nandang, tapi kesepakatan.Gini saja dech,Kalau menunjuk badan yang menentukan fatwa terlalu sulit, apa susahnya memberi teguran kepada yang tidak berhak berfatwa tapi mengeluarkan fatwa, contohnya soal fatwa awal puasa? akhir puasa? kapan idul Adha dsb?Apa ini juga harus di-demokrasikan? apa kalau yang ini boleh dibiarkan?gimana mas Nandang?
[Arman] : Pertanyaannya sekarang parameter teguran semacam ini menggunakan apa dan pemahaman atau tafsiran kelompok mana, madzhab apa serta bagaimana cara mengajukan keberatannya ?--
On 8/13/10, Nandang Sudrajat <aendangzr@yahoo.co.id> wrote:
di indonesia?
saya rasa di indonesia tidak bisa seperti di saudi kerana saudi adalah negara kerajaan sedangkan indonesia adalah negara demokrasi.
atas dasar apa pemerintah bisa main tunjuk majelis yg berwenang mengerluarkan fatwa?kalau pemerintah main tunjuk tentu akan tercipta ketidak adilan karena di indonesia begitu banyak faham dalam islam yg berlainan.
majelis yg akan ditunjuk pemerintah tentunya itu semacam lembaga tinggi negara karena dia akan berfungsi menetapkan hukum tertinggi tentang fatwa.impilkasi hukumnya yg tidak mentaati fatwa tersebut bisa dianggap membangkang pemerintah bisa juga dianggap sesat.
cara pengangkatanya atau penunjukan mejelisnya tentunya harus melalui mekanisme hukum ,sama dengan penunjukan lembaga tinggi negara lainya seperti KPK dll perlu diadakan fit dan proper test oleh DPR.sedangkan DPR di indonesia tidak hanya perwakilan dari kalangan islam saja.lalu siapa saja di DPR yg boleh menentukan lulusnya fit and proper test majelis atau orang yg di tunjuk mengeluarkan fatwa tsb?orang non muslim?
saya kira tdk bisa mba whe en...terlalu jauh dan kusut.heeeee
--- Pada Jum, 13/8/10, whe - en <whe.en9999@gmail.com> menulis:
Dari: whe - en <whe.en9999@gmail.com>
Judul: [Milis_Iqra] Raja Saudi: Yang Berhak Berfatwa adalah Ulama yang Ditunjuk Kerajaan
Kepada: Milis_Iqra@googlegroups.com
Tanggal: Jumat, 13 Agustus, 2010, 1:18 PM
semoga di Indonesiapun bisa dilakukan hal - hal serupa.hendaknya hanya Majelis yang ditunjuk pemerintah saja yang boleh mengeluarkan fatwa.Hanya badan yang ditunjuk pemerintah saja hendaknya yang diberi kekuasaan memberi pengumuman menyangkut keagamaan, agar tidak membingungkan rakyat kebanyakan==========
==================
http://wheen.blogsome.com/
"Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku." (QS 20 : 25-28)
"Ya Allah jadikan Aku hamba yang selalu bersyukur dan penyabar" --
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment