Thursday, August 26, 2010

Re: [Milis_Iqra] Tanya Jawab Quraish Shihab : Apakah Musik Itu Haram?

DR. YUSUF AL QARADHAWI
 
HUKUM MENDENGARKAN NYANYIAN


Pertanyaan:
 
Sebagian orang mengharamkan  semua  bentuk  nyanyian  dengan alasan firman Allah:
 
"Dan   diantara  nnanusia  (ada)  orang  yang  mempergunakan perkataan yang tidak  berguna  untuk  menyesatkan  (manusia) dari  jalan  Allah  tanpa  pengetahuan  dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu hanya memperoleh azab yang menghinakan." (Luqman: 6)
 
Selain   firman   Allah  itu,  mereka  juga  beralasan  pada penafsiran  para  sahabat  tentang  ayat  tersebut.  Menurut sahabat,  yang  dimaksud  dengan  "lahwul hadits" (perkataan yang tidak berguna) dalam ayat ini adalah nyanyian.
 
Mereka juga beralasan pada ayat lain:
 
"Dan  apabila  mereka   mendengar   perkataan   yang   tidak bermanfaat,  mereka  berpaling daripadanya ..." (Al Qashash: 55)
 
Sedangkan  nyanyian,  menurut  mereka,   termasuk   "laghwu" (perkataan yang tidak bermanfaat).
 
Pertanyaannya,   tepatkah  penggunaan  kedua  ayat  tersebut sebagai dalil dalam  masalah  ini?  Dan  bagaimana  pendapat Ustadz  tentang  hukum  mendengarkan  nyanyian?  Kami  mohon Ustadz  berkenan  memberikan  fatwa  kepada  saya   mengenai masalah  yang  pelik  ini, karena telah terjadi perselisihan yang tajam di antara manusia mengenai masalah ini,  sehingga memerlukan  hukum yang jelas dan tegas. Terima kasih, semoga Allah  berkenan  memberikan  pahala  yang  setimpal   kepada Ustadz.
 
Jawaban:
 
Masalah nyanyian, baik dengan musik maupun tanpa alat musik, merupakan masalah yang diperdebatkan oleh para  fuqaha  kaum muslimin sejak zaman dulu. Mereka sepakat dalam beberapa hal dan tidak sepakat dalam beberapa hal yang lain.
 
Mereka sepakat mengenai haramnya  nyanyian  yang  mengandung kekejian,   kefasikan,   dan   menyeret   seseorang   kepada kemaksiatan, karena pada hakikatnya nyanyian itu  baik  jika memang mengandung ucapan-ucapan yang baik, dan jelek apabila berisi ucapan yang jelek. Sedangkan  setiap  perkataan  yang menyimpang  dari  adab  Islam  adalah  haram. Maka bagaimana menurut kesimpulan Anda jika perkataan seperti itu  diiringi dengan  nada  dan  irama yang memiliki pengaruh kuat? Mereka juga sepakat tentang  diperbolehkannya  nyanyian  yang  baik pada  acara-acara  gembira, seperti pada resepsi pernikahan, saat menyambut  kedatangan  seseorang,  dan  pada  hari-hari raya. Mengenai hal ini terdapat banyak hadits yang sahih dan jelas.
 
Namun demikian, mereka berbeda  pendapat  mengenai  nyanyian selain   itu  (pada  kesempatan-kesempatan  lain).  Diantara mereka ada yang memperbolehkan semua  jenis  nyanyian,  baik dengan   menggunakan   alat   musik   maupun  tidak,  bahkan dianggapnya mustahab.  Sebagian  lagi  tidak  memperbolehkan nyanyian  yang  menggunakan  musik  tetapi memperbolehkannya bila tidak menggunakan musik. Ada pula yang melarangnya sama sekali,  bahkan  menganggapnya haram (baik menggunakan musik atau tidak).
 
Dari  berbagai  pendapat  tersebut,  saya  cenderung   untuk berpendapat  bahwa nyanyian adalah halal, karena asal segala sesuatu adalah  halal  selama  tidak  ada  nash  sahih  yang mengharamkannya.  Kalaupun ada dalil-dalil yang mengharamkan nyanyian, adakalanya dalil itu sharih (jelas)  tetapi  tidak sahih,  atau  sahih  tetapi  tidak sharih. Antara lain ialah kedua ayat yang dikemukakan dalam pertanyaan Anda.
 
Kita perhatikan ayat pertama:
 
"Dan  diantara  manusia  (ada)  orang   yang   mempergunakan perkataan yang tidak berguna ..."
 
Ayat  ini  dijadikan dalil oleh sebagian sahabat dan tabi'in untuk mengharamkan nyanyian.
 
Jawaban terbaik terhadap penafsiran mereka ialah sebagaimana yang  dikemukakan  Imam Ibnu Hazm dalam kitab Al Muhalla. Ia berkata: "Ayat tersebut tidak dapat dijadikan alasan dilihat dari beberapa segi:
 
Pertama:  tidak  ada  hujah bagi seseorang selain Rasulullah saw. Kedua:  pendapat  ini  telah  ditentang  oleh  sebagian sahabat  dan tabi'in yang lain. Ketiga: nash ayat ini justru membatalkan   argumentasi    mereka,   karena    didalamnya menerangkan kualifikasi tertentu:
 
"'Dan   diantara  manusia  (ada)  orang  yang  mempergunakan perkataan yang tidak berguna  untulc  menyesatkan  (manusia) dari  jalan  Allah  tanpa  pengetahuan  dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan ..."
 
Apabila perilaku seseorang seperti tersebut dalam ayat  ini, maka  ia  dikualifikasikan  kafir  tanpa diperdebatkan lagi. Jika  ada  orang  yang  membeli  Al  Qur'an  (mushaf)  untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah dan menjadikannya bahan olok-olokan, maka jelas-jelas dia  kafir.  Perilaku  seperti inilah  yang  dicela  oleh  Allah.  Tetapi Allah sama sekali tidak pernah mencela orang yang mempergunakan perkataan yangtidak berguna untuk hiburan dan menyenangkan hatinya - bukan untuk menyesatkan manusia dari jalan  Allah.  Demikian  juga orang  yang  sengaja mengabaikan shalat karena sibuk membaca Al Qur'an atau membaca  hadits,  atau  bercakap-cakap,  atau menyanyi  (mendengarkan  nyanyian), atau lainnya, maka orang tersebut termasuk durhaka dan melanggar perintah Allah. Lain halnya   jika  semua  itu  tidak  menjadikannya  mengabaikan kewajiban kepada  Allah,  yang demikian  tidak  apa-apa  ia lakukan."
 
Adapun ayat kedua:
 
"Dan   apabila   mereka   mendengar   perkataan  yang  tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya ..."
 
Penggunaan  ayat  ini  sebagai  dalil   untuk   mengharamkan nyanyian  tidaklah  tepat,  karena  makna zhahir "al laghwu" dalam ayat ini ialah perkataan tolol yang berupa  caci  maki dan  cercaan,  dan sebagainya, seperti yang kita lihat dalam lanjutan ayat tersebut. Allah swt. berfirman:

"Dan  apabila  mereka   mendengar   perkataan   yang   tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi  kami   amal-amal   kami   dan   bagimu   amal-amalmu, kesejahteraan  atas  dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil." (Al Qashash: 55)

Ayat   ini   mirip   dengan   firman-Nya   mengenai    sikap 'ibadurrahman  (hamba-hamba  yang  dicintai  Allah Yang Maha Pengasih):

"... dan apabila orang-orang jahil  menyapa  mereka,  mereka mengucapkan kata-kata yang baik." (Al Furqan: 63)

Andaikata  kita  terima  kata  "laghwu"  dalam ayat tersebut meliputi  nyanyian,  maka  ayat  itu  hanya  menyukai   kita
berpaling  dari  mendengarkan  dan  memuji  nyanyian,  tidak mewajibkan berpaling darinya.
 
Kata "al laghwu" itu seperti kata al bathil, digunakan untuk sesuatu  yang  tidak  ada  faedahnya, sedangkan mendengarkan sesuatu yang tidak berfaedah  tidaklah  haram  selama  tidak menyia-nyiakan hak atau melalaikan kewajiban.
 
Diriwayatkan   dari   Ibnu   Juraij  bahwa  Rasulullah  saw. memperbolehkan mendengarkan sesuatu. Maka ditanyakan  kepada beliau:  "Apakah  yang  demikian  itu  pada hari kiamat akan didatangkan dalam kategori kebaikan atau keburukan?"  Beliau menjawab,  "Tidak  termasuk kebaikan dan tidak pula termasuk kejelekan, karena ia  seperti  al  laghwu,  sedangkan  Allah berfirman:

"Allah  tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah) ..." (Al Ma'idah: 89)

Imam Al Ghazali berkata: "Apabila menyebut nama Allah Ta'ala terhadap  sesuatu  dengan jalan sumpah tanpa mengaitkan hati yang sungguh-sungguh dan  menyelisihinya  karena  tidak  ada faedahnya  itu  tidak dihukum, maka bagaimana akan dikenakan hukuman pada nyanyian dan tarian?"
 
Saya katakan bahwa tidak semua nyanyian itu  laghwu,  karena hukumnya  ditetapkan  berdasarkan niat pelakunya. Oleh sebab itu, niat yang baik menjadikan sesuatu  yang  laghwu  (tidak bermanfaat)  sebagai qurbah (pendekatan diri pada Allah) dan al mizah (gurauan) sebagai ketaatan.  Dan  niat  yang  buruk menggugurkan  amalan yang secara zhahir ibadah tetapi secara batin  merupakan  riya'.  Dari  Abu  Hurairah   r.a.   bahwaRasulullah saw. bersabda:
 
"Sesungguhnya  Allah  tidak  melihat  rupa  kamu,  tetapi ia meIihat hatimu." (HR Muslim dan Ibnu Majah)
 
Baiklah saya kutipkan di  sini  perkataan  yang  disampaikan oleh Ibnu Hazm ketika beliau menyanggah pendapat orang-orang yang  melarang  nyanyian.   Ibnu   Hazm   berkata:   "Mereka berargumentasi   dengan   mengatakan:  apakah  nyanyian  itu termasuk kebenaran, padahal tidak ada  yang  ketiga?1  Allah SWT berfirman:

"...   maka  tidak  ada  sesudah  kebenaran  itu,  melainkan kesesatan ..." (Yunus, 32)

Maka jawaban saya, mudah-mudahan Allah memberi taufiq, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

"Sesungguhnya   amal   itu   tergantung   pada   niat,   dan sesungguhnya  tiap-tiap  orang  (mendapatkan)  apa  yang  ia niatkan."
 
Oleh karenanya barangsiapa mendengarkan nyanyian dengan niat mendorongnya  untuk  berbuat  maksiat  kepada  Allah  Ta'ala berarti  ia  fasik,  demikian pula terhadap selain nyanyian. Dan barangsiapa mendengarkannya dengan niat untuk  menghibur hatinya agar bergairah dalam menaati Allah Azza wa Jalla dan menjadikan dirinya rajin melakukan kebaikan, maka dia adalah orang  yang  taat  dan  baik,  dan perbuatannya itu termasuk dalam kategori kebenaran. Dan barangsiapa yang tidak berniat untuk  taat  juga  tidak  untuk  maksiat,  maka mendengarkan nyanyian  itu  termasuk   laghwu   (perbuatan   yang   tidak berfaedah)  yang  dimaafkan.  Misalnya,  orang yang pergi ke taman sekadar rekreasi, atau duduk di pintu rumahnya  dengan membuka  kancing  baju,  mencelupkan  pakaian untuk mengubah warna,   meluruskan    kakinya    atau    melipatnya,    dan perbuatan-perbuatan sejenis lainnya."2
 
Adapun hadits-hadits yang dijadikan landasan oleh pihak yang mengharamkan nyanyian semuanya  memiliki  cacat,  tidak  ada satu  pun  yang  terlepas  dari celaan, baik mengenai tsubut (periwayatannya) maupun petunjuknya, atau  kedua-duanya.  Al Qadhi  Abu  Bakar Ibnu Arabi mengatakan di dalam kitabnya Al Hakam: "Tidak satu pun hadits sahih  yang  mengharamkannya." Demikian  juga yang dikatakan Imam Al Ghazali dan Ibnu Nahwi dalam Al Umdah. Bahkan Ibnu  Hazm  berkata:  "Semua  riwayat mengenai   masalah  (pengharaman  nyanyian)  itu  batil  dan palsu."
 
Apabila dalil-dalil yang mengharamkannya telah  gugur,  maka tetaplah  nyanyian itu atas kebolehannya sebagai hukum asal. Bagaimana tidak, sedangkan kita banyak mendapati nash  sahih yang  menghalalkannya? Dalam hal ini cukuplah saya kemukakan riwayat dalam shahih Bukhari  dan  Muslim  bahwa  Abu  Bakar pernah masuk ke rumah Aisyah untuk menemui Nabi saw., ketika itu ada dua gadis di sisi Aisyah yang sedang menyanyi,  lalu Abu  Bakar  menghardiknya seraya berkata: "Apakah pantas ada seruling setan di  rumah  Rasulullah?"  Kemudian  Rasulullah saw. menimpali:
 
"Biarkanlah  mereka,  wahai Abu Bakar, sesungguhnya hari ini adalah hari raya."
 
Disamping itu, juga tidak ada larangan  menyanyi  pada  hari selain  hari  raya.  Makna  hadits itu ialah bahwa hari raya termasuk saat-saat yang disukai untuk melahirkan kegembiraan dengan   nyanyian,  permainan,  dan  sebagainya  yang  tidak terlarang.
 
Akan tetapi, dalam mengakhiri  fatwa  ini  tidak  lupa  saya kemukakan beberapa (ikatan) syarat yang harus dijaga:
 
1. Tema atau isi nyanyian harus sesuai dengan ajaran dan adab Islam. Nyanyian yang berisi kalimat "dunia adalah rokok dan gelas arak" bertentangan dengan ajaran Islam yang telah menghukumi arak (khamar) sebagai sesuatu yang keji, termasuk perbuatan setan, dan melaknat peminumnya, pemerahnya, penjualnya, pembawa (penghidangnya), pengangkutnya, dan semua orang yang terlibat di dalamnya. Sedangkan merokok itu sendiri jelas menimbulkan dharar.
  
Begitupun nyanyian-nyanyian yang seronok serta memuji-muji kecantikan dan kegagahan seseorang, merupakan nyanyian yang bertentangan dengan adab-adab Islam sebagaimana diserukan oleh Kitab Sucinya:

 "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya ..." (An Nur: 30)
  
"Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya ..." (An Nur: 31)

Dan Rasulullah saw. bersabda:

 "Wahai Ali, janganlah engkau ikuti pandangan yang satu dengan pandangan yang lain. Engkau hanya boleh melakukan pandangan yang pertama, sedang pandangan yang kedua adalah risiko bagimu." (HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi)
  
Demikian juga dengan tema-tema lainnya yang tidak sesuai atau bertentangan dengan ajaran dan adab Islam.
  
2. Penampilan penyanyi juga harus dipertimbangkan. Kadang-kadang syair suatu nyanyian tidak "kotor," tetapi penampilan biduan/biduanita yang menyanyikannya ada yang sentimentil, bersemangat, ada yang bermaksud membangkitkan nafsu dan menggelorakan hati yang sakit, memindahkan nyanyian dari tempat yang halal ke tempat yang haram, seperti yang didengar banyak orang dengan teriakan-teriakan yang tidak sopan.
  
Maka hendaklah kita ingat firman Allah mengenai istri-istri Nabi saw.:

"Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yeng ada penyakit dalam hatinya ..." (Al Ahzab: 32)

3. Kalau agama mengharamkan sikap berlebih-lebihan dan israf dalam segala sesuatu termasuk dalam ibadah, maka bagaimana menurut pikiran Anda mengenai sikap berlebih-lebihan dalam permainan (sesuatu yang tidak berfaedah) dan menyita waktu, meskipun pada asalnya perkara itu mubah? Ini menunjukkan bahwa semua itu dapat melalaikan hati manusia dari melakukan kewajiban-kewajiban yang besar dan memikirkan tujuan yang luhur, dan dapat mengabaikan hak dan menyita kesempatan manusia yang sangat terbatas. Alangkah tepat dan mendalamnya apa yang dikatakan oleh Ibnul Muqaffa': "Saya tidak melihat israf (sikap berlebih-lebihan) melainkan disampingnya pasti ada hak yang terabaikan."
 
Bagi  pendengar  -  setelah  memperhatikan   ketentuan   dan batas-batas  seperti  yang  telah saya kemukakan - hendaklah dapat   mengendalikan   dirinya.   Apabila   nyanyian   atau sejenisnya  dapat  menimbulkan  rangsangan dan membangkitkan syahwat, menimbulkan fitnah, menjadikannya  tenggelam  dalam khayalan,   maka  hendaklah  ia  menjauhinya.  Hendaklah  ia menutup  rapat-rapat  pintu   yang   dapat   menjadi   jalan berhembusnya  angin  fitnah  kedalam  hatinya, agamanya, dan akhlaknya.
 
Tidak    diragukan    lagi    bahwa    syarat-syarat    atau ketentuan-ketentuan  ini  pada  masa sekarang sedikit sekali
dipenuhi dalam nyanyian, baik mengenai jumlahnya, aturannya, temanya, maupun penampilannya dan kaitannya dengan kehidupan orang-orang yang sudah begitu jauh dengan agama, akhlak, dan nilai-nilai  yang  ideal.  Karena itu tidaklah layak seorang muslim memuji-muji mereka  dan  ikut  mempopulerkan  mereka, atau  ikut  memperluas  pengaruh mereka. Sebab dengan begitu berarti memperluas wilayah perusakan yang mereka lakukan.
 
Karena itu lebih utama bagi seorang muslim  untuk  mengekang dirinya,  menghindari  hal-hal yang syubhat, menjauhkan diri dari sesuatu  yang  akan  dapat  menjerumuskannya  ke  dalam lembah  yang  haram  -  suatu keadaan yang hanya orang-orang tertentu saja yang dapat menyelamatkan dirinya.
 
Barangsiapa  yang  mengambil  rukhshah  (keringanan),   maka hendaklah  sedapat  mungkin  memilih  yang  baik,  yang jauh kenmungkinannya dari dosa. Sebab, bila mendengarkan nyanyian saja   begitu  banyak  pengaruh  yang  ditimbulkannya,  maka menyanyi tentu lebih ketat dan lebih khawatir, karena  masuk ke  dalam lingkungan kesenian yang sangat membahayakan agama seorang muslim, yang jarang sekali orang dapat lolos  dengan selamat (terlepas dari dosa).
 
Khusus  bagi  seorang wanita maka bahayanya jelas jauh lebih besar. Karena itu Allah mewajibkan  wanita  agar  memelihara dan  menjaga  diri  serta  bersikap  sopan dalam berpakaian, berjalan, dan berbicara,  yang  sekiranya  dapat  menjauhkan kaum  lelaki  dari  fitnahnya  dan menjauhkan mereka sendiri dari fitnah kaum lelaki, dan melindunginya dari  mulut-mulut kotor,  mata  keranjang,  dan keinginan-keinginan buruk dari hati yang bejat, sebagaimana firman Allah:


"Hai  Nabi  katakanIah   kepada   istri-istrimu,   anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, 'Hendaklah mereka mengulurkan  jilbabnya  ke  seluruh  tubuh   mereka.'   Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu ..." (Al Ahzab: 59)
 
"... Maka janganlah kamu  tunduk  dalam  berbicara  sehingga berkeinginanlah  orang  yang  ada  penyakit di dalam hatinya ..." (Al Ahzab: 32)


Tampilnya wanita muslimah untuk menyanyi berarti menampilkan dirinya   untuk   memfitnah   atau  difitnah,  juga  berarti menempatkan dirinya dalam perkara-perkara yang haram. Karena banyak   kemungkinan  baginya  untuk  berkhalwat  (berduaan) dengan lelaki yang bukan mahramnya, misalnya  dengan  alasan untuk  mengaransir lagu, latihan rekaman, melakukan kontrak, dan sebagainya. Selain itu, pergaulan antara pria dan wanita yang  ber-tabarruj  serta  berpakaian dan bersikap semaunya, tanpa menghiraukan aturan agama, benar-benar  haram  menurut syariat Islam.
 
Catatan kaki
 
1 Maksudnya, tidak ada kategori alternatif selain kebenaran dan kesesatan, (ed.) ^
2 Ibnu Hazm, Al Muhalla. ^

----- Original Message -----
Sent: Friday, August 27, 2010 10:03 AM
Subject: Re: [Milis_Iqra] Tanya Jawab Quraish Shihab : Apakah Musik Itu Haram?

ini  pak quraish shihab yg pandangan nya ttg jilbab, bahwa jilbab
tidak wajib itu ya ?

2010/8/27 whe - en <whe.en9999@gmail.com>
setahu saya memang ada beberapa pandangan soal hukum musik ini.
Ada yang menghalalkan,
ada yang mengharamkan berdasarkan dalil dalil tentunya.
Semoga artikel di bawah bisa menambah wawasan kita untuk mengkaji dalil dalil mana yang menghalalkan dan mana yang mengharamkam.
 

Hukum Musik Dan Lagu
Rabu, 07 April 04

http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatannur&id=125

PANDANGAN AL QUR'AN DAN AS SUNNAH:
Allah Ta'ala berfirman: "Dan di antara manusia (ada) yang mempergunakan lahwul hadits untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu bahan olok-olokan." (Luqman: 6)

Sebagian besar mufassir berkomen-tar, yang dimaksud dengan lahwul hadits dalam ayat tersebut adalah nyanyian. Hasan Al Basri berkata,ayat itu turun dalam masalah musik dan lagu. Allah berfirman kepada setan: "Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan suaramu." Maksudnya dengan lagu (nyanyian) dan musik.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah bersabda: "Kelak akan ada dari umatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras dan musik." (HR. Bukhari dan Abu Daud)

Dengan kata lain, akan datang suatu masa di mana beberapa golongan dari umat Islam mempercayai bahwa zina, memakai sutera asli, minum-minuman keras dan musik hukumnya halal, padahal semua itu adalah haram.

Adapun yang dimaksud dengan musik di sini adalah segala sesuatu yang menghasilkan bunyi dan suara yang indah serta menyenangkan. Seperti kecapi, gendang, rebana, seruling, serta berbagai alat musik modern yang kini sangat banyak dan beragam. Bahkan termasuk di dalamnya jaros (lonceng, bel, klentengan).
"Lonceng adalah nyanyian setan." (HR. Muslim)

Padahal di masa dahulu mereka hanya mengalungkan klentengan pada leher binatang. Hadits di atas menun-jukkan betapa dibencinya suara bel tersebut. Penggunaan lonceng juga ber-arti menyerupai orang-orang nasrani, di mana lonceng bagi mereka merupakan suatu yang prinsip dalam aktivitas gereja.

Imam Syafi'i dalam kitabnya Al Qadha' berkata: "Nyanyian adalah kesia-siaan yang dibenci, bahkan menyerupai perkara batil. Barangsiapa memperbanyak nyanyian maka dia adalah orang dungu, syahadat (kesaksiannya) tidak dapat diterima."

Nyanyian di masa kini:
Kebanyakan lagu dan musik pada saat ini di adakan dalam berbagai pesta juga dalam tayangan televisi dan siaran radio. Mayoritas lagu-lagunya berbicara tentang asmara, kecantikan, ketampanan dan hal lain yang lebih banyak mengarah kepada problematika biologis, sehingga membangkitkan nafsu birahi terutama bagi kawula muda dan remaja. Pada tingkat selanjutnya membuat mereka lupa segala-galanya sehingga terjadilah kemaksiatan, zina dan dekadensi moral lainnya.

Lagu dan musik pada saat ini tak sekedar sebagai hiburan tetapi sudah merupakan profesi dan salah satu lahan untuk mencari rizki. Dari hasil menyanyi, para biduan dan biduanita bisa membangun rumah megah, membeli mobil mewah atau berwisata keliling dunia, baik sekedar pelesir atau untuk pentas dalam sebuah acara pesta musik.

Tak diragukan lagi hura-hura musik baik dari dalam atau manca negara sangat merusak dan banyak menimbulkan bencana besar bagi generasi muda. Lihatlah betapa setiap ada pesta kolosal musik, selalu ada saja yang menjadi korban. Baik berupa mobil yang hancur, kehilangan uang atau barang lainnya, cacat fisik hingga korban meninggal dunia. Orang-orang berjejal dan mau saja membayar meski dengan harga tiket yang tinggi. Bagi yang tak memiliki uang terpaksa mencari akal apapun yang penting bisa masuk stadion, akhirnya merusak pagar, memanjat dinding atau merusak barang lainnya demi bisa menyaksikan pertunjukan musik kolosal tersebut.

Jika pentas dimulai, seketika para penonton hanyut bersama alunan musik. Ada yang menghentak, menjerit histeris bahkan pingsan karena mabuk musik.
Para pemuda itu mencintai para penyanyi idola mereka melebihi kecintaan mereka kepada Allah Ta'ala yang menciptakannya, ini adalah fitnah yang amat besar.

Tersebutlah pada saat terjadi perang antara Bangsa Arab dengan Yahudi tahun 1967, para pembakar semangat menyeru kepada para pejuang: "Maju terus, bersama kalian biduan fulan dan biduanita folanah ... ", kemudian mereka menderita kekalahan di tangan para Yahudi yang pendosa.

Semestinya diserukan: Maju terus, Allah bersama kalian, Allah akan menolong kalian." Dalam peperangan itu pula, salah seorang biduanita memaklumkan jika mereka menang maka ia akan menyelenggarakan pentas bulanannya di Tel Aviv, ibukota Israel -padahal biasanya digelar di Mesir-. Sebaliknya yang dilakukan orang-orang Yahudi setelah merebut kemenangan adalah mereka bersimpuh di Ha'ith Mabka (dinding ratapan) sebagai tanda syukurnya kepada Tuhan mereka.

Semua nyanyian itu hampir sama, bahkan hingga nyanyian-nyanyian yang bernafaskan Islam sekalipun tidak akan lepas dari kemungkaran. Bahkan di antara sya'ir lagunya ada yang berbunyi:
"Dan besok akan dikatakan, setiap nabi berada pada kedudukannya ...
Ya Muhammad inilah Arsy, terimalah ..."
Bait terakhir dari sya'ir tersebut adalah suatu kebohongan besar terhadap Allah dan RasulNya, tidak sesuai dengan kenyataan dan termasuk salah satu bentuk pengkultusan terhadap diri Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam, padahal hal semacam itu dilarang.

Kiat Mengobati virus nyanyian dan musik :
Di antara beberapa langkah yang dianjurkan adalah:

§  Jauhilah dari mendengarnya baik dari radio, televisi atau lainnya, apalagi jika berupa lagu-lagu yang tak sesuai dengan nilai-nilai akhlak dan diiringi dengan musik.

Di antara lawan paling jitu untuk menangkal ketergantungan kepada musik adalah dengan selalu mengingat Allah dan membaca Al Qur'an, terutama surat Al Baqarah. Dalam hal ini Allah Ta'ala telah berfirman: "Sesungguhnya setan itu lari dari rumah yang di dalamnya dibaca surat Al Baqarah." (HR. Muslim)
"Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan sebagai penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman."(Yunus: 57)

§  Membaca sirah nabawiyah (riwayat hidup Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam) , demikian pula sejarah hidup para sahabat beliau.



Nyanyian yang diperbolehkan:
Ada beberapa nyanyian yang diperbolehkan yaitu:

§  Menyanyi pada hari raya. Hal itu berdasarkan hadits A'isyah:"Suatu ketika Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam masuk ke bilik 'Aisyah, sedang di sisinya ada dua orang hamba sahaya wanita yang masing-masing memukul rebana (dalam riwayat lain ia berkata: "... dan di sisi saya terdapat dua orang hamba sahaya yang sedang menyanyi."), lalu Abu Bakar mencegah keduanya. Tetapi Rasulullah malah bersabda: "Biarkanlah mereka karena sesungguhnya masing-masing kaum memiliki hari raya, sedangkan hari raya kita adalah pada hari ini." (HR. Bukhari)

§  Menyanyi dengan rebana ketika berlangsung pesta pernikahan, untuk menyemarakkan suasana sekaligus memperluas kabar pernikahannya. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Pembeda antara yang halal dengan yang haram adalah memukul rebana dan suara (lagu) pada saat pernikahan." (Hadits shahih riwayat Ahmad). Yang dimaksud di sini adalah khusus untuk kaum wanita.

§  Nasyid Islami (nyanyian Islami tanpa diiringi dengan musik) yang disenandungkan saat bekerja sehingga bisa lebih membangkitkan semangat, terutama jika di dalamnya terdapat do'a. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyenandungkan sya'ir Ibnu Rawahah dan menyemangati para sahabat saat menggali parit. Beliau bersenandung:
"Ya Allah tiada kehidupan kecuali kehidupan akherat maka ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin."
Seketika kaum Muhajirin dan Anshar menyambutnya dengan senandung lain:
"Kita telah membai'at Muhammad, kita selamanya selalu dalam jihad."
Ketika menggali tanah bersama para sahabatnya, Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga bersenandung dengan sya'ir Ibnu Rawahah yang lain:
"Demi Allah, jika bukan karena Allah, tentu kita tidak mendapat petunjuk, tidak pula kita bersedekah, tidak pula mengerjakan shalat.
Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, mantapkan langkah dan pendirian kami jika bertemu (musuh)
Orang-orang musyrik telah men durhakai kami, jika mereka mengingin-kan fitnah maka kami menolaknya."
Dengan suara koor dan tinggi mereka balas bersenandung "Kami menolaknya, ... kami menolaknya." (Muttafaq 'Alaih)

§  Nyanyian yang mengandung pengesaan Allah, kecintaan kepada Rasululah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan menyebutkan sifat-sifat beliau yang terpuji; atau mengandung anjuran berjihad, teguh pendirian dan memper-baiki akhlak; atau seruan kepada saling mencintai, tomenolong di antara sesama; atau menyebutkan beberapa kebaikan Islam, berbagai prinsipnya serta hal-hal lain yang bermanfaat buat masyarakat Islam, baik dalam agama atau akhlak mereka.



Di antara berbagai alat musik yang diperbolehkan hanyalah rebana. Itupun penggunaannya terbatas hanya saat pesta pernikahan dan khusus bagi para wanita. Kaum laki-laki sama sekali tidak dibolehkan memakainya. Sebab Rasul Shallallahu 'Alahih Wasallam tidak memakainya, demikian pula halnya dengan para sahabat beliau Radhiallahu 'Anhum Ajma'in.

Orang-orang sufi memperbolehkan rebana, bahkan mereka berpendapat bahwa menabuh rebana ketika dzikir hukumnya sunnat, padahal ia adalah bid'ah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Jauhilah perkara-perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya setiap perkara yang diada-adakan adalah bid'ah. dan setiap bid'ah adalah sesat." (HR. Turmudzi, beliau berkata: hadits hasan shahih).

Sumber dari: Rasa'ilut Taujihat Al Islamiyah, 1/ 514 - 516.
Oleh: Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu



 
On 8/27/10, Armansyah <armansyah.skom@gmail.com> wrote:
Apakah Musik Itu Haram?

 
===========]
 
 

Whe~en
http://wheen.blogsome.com/

"Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku." (QS 20 : 25-28)
"Ya Allah jadikan Aku hamba yang selalu bersyukur dan penyabar"

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

No comments:

Post a Comment