Kamis, 23 September 2010
BURAS
Kenapa Negara Tak Seadil Kakek?
SETELAH kakek wafat, wasiat untuk warisan pada tiga cucunya dibacakan.
"Cucu tertua, si sulung, mendapat satu ekor sapi induk! Cucu kedua
tujuh induk kambing! Cucu ketiga, si bungsu yang paling kecil, 70
induk ayam kampung! Nilai yang diterima setiap cucu kalau diuangkan
sama!" ujar notaris. "Rumah, tanah pekarangan, sawah, dan harta lain
jadi milik bersama, agar dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran
keluarga! Jelas?"
"Jelas!" jawab si sulung. "Selain adil dalam nilai, juga adil dalam
bentuk warisan sesuai posisi sosial setiap cucu! Cucu tertua dapat
warisan berwujud terbesar, meski sapi beranak setahun sekali, cukup
untuk menopang status sosialnya! Si bungsu, meski cuma dapat ayam,
setiap hari bertelur hingga hidupnya tak akan telantar!"
"Memang kakek adil, penerima pendapatan besar bergengsi, meski anak
sapi lahir setahun sekali!" timpal si bungsu. "Sedang penerima nilai
recehan, telur ayam, pendapatannya mengalir setiap hari!"
"Mungkin kakek belajar dari kegagalan negara mengujudkan keadilan!"
sambut cucu tengah. "Para penerima bagian bernilai besar dari negara,
pejabat tinggi negara seperti anggota DPR, justru menerima lebih sering
—gaji per bulan Rp65 juta—sedang si kecil yang cuma terima BLT Rp100
ribu per bulan justru sudah setahun tak menerima! Sedang untuk raskin,
mereka harus membayar Rp2.000 per kg, hingga banyak yang terpaksa
dimodali cukong menebusnya, lalu jatah raskinnya dibagi dua! Padahal,
penerima nilai besar, pejabat tinggi dan anggota DPR, selain gaji
bulanan yang besar, masih bisa meraup lagi lewat berbagai dalih,
seperti uang saku studi banding yang dalam perjalanan sepekan bisa
puluhan juta rupiah!"
"Memang sangat aneh ketidakadilan negara itu!" tukas sulung. "Yang
mendapat bagian besar bisa meraup lebih banyak dengan berbagai dalih,
si kecil yang mendapat bagian kecil masih dibebani menebus raskin, BLT
mereka kini tak ada kabarnya lagi! Aneh, kenapa negara tak seadil
kakek?"
"Mungkin karena dalam kehidupan bernegara kita berlaku hukum rimba—
survival of the fittest—yang paling kuat, paling berkuasa, paling
mungkin menentukan segala sesuatu sehingga selalu bisa mendapat paling
banyak!" timpal bungsu. "Jika dalam APBN 2010 biaya perjalanan
(segelintir) pejabat negara ke luar negeri Rp19,5 triliun diprotes
luas, yang terjadi justru unjuk the fittest—siapa terkuat—lewat
menetapkan biaya perjalanan pada APBN 2011 jadi Rp20,7 triliun! Jauh
dari Jamkesmas 22 juta rakyat miskin Rp4,5 triliun per tahun, biaya
mengentas kemiskinan Rp7 triliun!" ***
H. Bambang Eka Wijaya
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment