Semoga artikel di bawah bermanfaat
Whe~en
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Salam-salaman setelah Lebaran menjadi tradisi. Kebiasaan maaf memaafkan yang baik ini patut dipertahankan dengan sedikit tambahan.
Masih dalam suasana Hari Kemenangan, marilah kita introspeksi tentang kesalahan yang pernah kita perbuat kepada orang lain. Baik lewat tulisan, perkataan, dan sikap. Instropeksi ini tidak sia-sia, dan sangat penting kita lakukan, karena menyangkut kehidupan di akhirat kita kelak. Sebagai sesama makhluk Allah SWT tentu kita tidak boleh pernah menganggap remeh orang lain. Jangan pernah menyakiti hati (menzalimi) orang lain, walaupun niat kita hanya bercanda. Apalagi jika itu didasari atas dasar ego, emosi dan kesombongan diri. Ingat, di hadapan Allah SWT, ukurannya bukan jabatan atau level seseorang, tapi parameternya adalah keimanan seseorang. Bukan mentang-mentang jabatan kita tinggi, kita bisa semena-mena memperlakukan orang lain semau kita tanpa mengabaikan perasaan/hati orang lain. Hablumminallah dan hablumminannas harus sama-sama kita perhatikan.
Bila kita menganggap kesalahan kita kepada orang lain adalah hal sepele, itu salah besar!! Bagaimana tidak, bila orang tidak memaafkan kesalahan yang kita perbuat kepadanya, apakah karena tidak sempat atau terlupa, maka sebagai gantinya nanti di akhirat, pahala/kebaikan kita akan menjadi alat untuk "pembayar"-nya. Jika kebaikan kita itu tidak cukup, maka dosa-dosa orang yang tidak memaafkan kita itu akan menjadi tanggungan kita. (Selain doanya makbul, orang yang terzalimi ternyata, bisa mengurangi beban dosanya dengan dibagikan kepada orang yang menzaliminya)
Paling tidak ada 3 hal yang perlu diperhatikan saat meminta maaf.
Pertama, minta maaf dengan menyebutkan kesalahan yang kita lakukan. Lihatlah, kebiasaan kita yang minta maaf pun biasanya tidak jelas.Kita maaf untuk apa (kesalahan yang mana?). Bahkan saat tradisi maaf memafkan di Hari Raya Idul Fitri (Lebaran) pun seperti itu. Kita hanya bilang "Minta maaf lahir dan batin." Kita cenderung hanya minta maaf secara formalitas saja, tidak secara tulus. Kesalahan apa dan kapan kita perbuat pun tidak kita sebutkan. Misalnya, "Saya minta maaf karena kemarin pernah membicarakan keburukan di depan teman-teman.." Kalau disebutkan kesalahan kita seperti itu, maka orang lain yang kita mintai maaf akan paham dan tahu untuk kesalahan yang mana ia memberi maaf. Ia pun akan berusaha ikhlas memaafkannya, karena kita telah terbuka dan mengakui kesalahan kita.
Kedua, berjanji tidak mengulangi lagi. Mengapa orang lain susah memberi maaf kepada kita? Itu karena kita biasa melakukan kesalahan yang berulang kali. Kita tiap kali minta maaf (dg tidak menyebutkan kesalahan yang mana) sudah begitu kita tidak berjanji (dan berusaha) untuk tidak mengulangi perbuatan yang sama di lain waktu. Hari ini minta maaf, besok diulangi lagi, dst, dst. Bagaimana orang lain akan memaafkan kita, kalau begini..???
Ketiga, ikuti dengan kebaikan (dan doa) untuk orang lain. Bila kita sudah mengakui kesalahan kita kepada orang lain, maka tentu harus kita balas dengan kebaikan. Jika kita merasa salah telah membicarakan keburukan orang lain (ghibah), maka balasannya tentunya adalah membicarakan kebaikan orang lain tersebut (tanpa orang tersebut mengetahuinya). Kebaikan seperti itu akan semakin lengkap jika kita menyertainya dengan doa (akan kebaikan) kepada orang yang telah kita zalimi .
Memang, yang paling baik adalah orang yang mau memberikan maaf kepada saudaranya.Tapi sikap proaktif kita dengan cara minta maaf disertai 3 hal di atas TETAP harus (dan segera) kita jalankan untuk mengantisipasi bila kita terlupa (akan kesalahan yang kita perbuat) karena manusia memang serinag dihinggapi lupa, atau keburu orang lain pindah tempat yang jauh sehingga sulit untuk dikontak, apalagi jika orang yang kita zalimi sudah meninggal dunia.
Jangan jadi ORANG YANG BANGKRUT di akhirat nanti, seperti isi hadits berikut ini . . . .
"Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut (pailit) itu? Maka mereka (para sahabat) menjawab: orang yang pailit di antara kita adalah orang yang tidak mempunyai uang dan harta. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menerangkan: "orang yang pailit dari ummatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa dan zakatnya, namun dia datang dan (dahulu di dunianya) dia telah mencela si ini, menuduh (berzina) si itu, memakan harta si ini, menumpahkan darah si itu dan telah memukul orang lain (dengan tidak hak ), maka si ini diberikan kepadanya kebaikan orang yang membawa banyak pahala ini, dan si itu diberikan sedemikian juga, maka apabila kebaikannya sudah habis sebelum dia melunasi segala dosanya (kepada orang lain ), maka kesalahan orang yang didzalimi di dunia itu dibebankan kepadanya, kemudian dia dilemparkan ke api neraka. (HR. Muslim).
"Bersabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "Siapa yg merasa pernah berbuat aniaya kepada saudaranya, baik berupa kehormatan badan, harta atau lainnya, hendaknya segera meminta halal (maaf)nya sekarang juga sebelum datang suatu hari yg tiada harta, dinar atau dirham, jika ia punya amal shalih, maka akan diambil menurut penganiayaannya, dan jika tidak mempunyai hasanat (kebaikan), maka diambilkan dari kejahatan orang yg dianiaya utk ditanggungkan kepadanya." (HR. Bukhari, Muslim).
Anda punya tambahan masukan??
Saya mohon maaf bila ada tulisan yang kurang berkenan.
http://www.kompasiana.com/gunsri2003
http://www.kompasiana.com/gunsri2003
[Non-text portions of this message have been removed]
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================
No comments:
Post a Comment