BAGHDAD, KOMPAS.com - Bocoran dokumen rahasia terbaru dari WikiLeaks mengungkap fakta-fakta baru yang menyedihkan dari Perang Irak. Warga sipil menjadi obyek pembunuhan, penyiksaan, dan bentuk kekerasan lain oleh aparat keamanan. Amerika Serikat, Inggris, dan Australia protes.
Sebanyak 391.832 laporan militer tentang kondisi di lapangan selama Perang Irak dari 1 Januari 2004 hingga 31 Desember 2009 dipublikasikan WikiLeaks (www.wikileaks.org), Jumat pekan lalu. Dokumen rahasia tersebut mencakup laporan harian para prajurit Angkatan Darat AS, yang mengungkap berbagai tindak kekerasan, mulai dari penembakan, peledakan bom, eksekusi, hingga pembunuhan berencana.
Kantor berita Al Jazeera, yang mendapat bocoran dokumen dari WikiLeaks lebih awal, mencatat sekitar 680 warga sipil di Irak, termasuk perempuan hamil dan penderita gangguan mental, tewas terbunuh hanya karena melintas terlalu dekat dengan pos- pos pemeriksaan militer di jalanan yang dijaga pasukan AS dan sekutunya.
Salah satu insiden yang dilaporkan terjadi Mei 2006, saat seorang perempuan hamil bernama Nahiba Jassim dan sepupunya, Saliha Hassan, tewas ditembak di sebuah pos pemeriksaan di Samarra. Jassim dan Hassan dalam perjalanan buru-buru ke sebuah rumah sakit bersalin di kota tersebut.
Al Jazeera juga mencatat lebih dari 300 warga sipil terluka terkena pantulan (ricochet) peluru tembakan peringatan dari pasukan penjaga pos pemeriksaan. Tentu saja sudah tidak mungkin membuktikan apakah laporan tersebut ditulis dengan jujur atau sekadar dibuat untuk menutupi tembakan peringatan yang ceroboh.
Lembaga independen Iraq Body Count (IBC) yang bermarkas di Inggris dan telah mempelajari bocoran WikiLeaks tersebut menemukan jumlah korban tewas selama periode lima tahun mencapai 109.032 orang, sebanyak 66.081 orang di antaranya warga sipil. IBC menemukan sebanyak 15.000 korban tewas belum pernah dilaporkan sebelumnya.
Hal lain yang mengejutkan dari laporan-laporan ini adalah tidak adanya tindak lanjut dari unit-unit pasukan yang menembak warga sipil tersebut. Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa pasukan AS terkesan menutup mata terhadap penyiksaan warga sipil Irak oleh aparat keamanan Irak sendiri.
Salah satu laporan yang dibuat para prajurit 101st Airborne Division, Agustus 2006, menguraikan pengakuan seorang tersangka kriminal yang pernah disiksa polisi Irak. Ia mengaku digantung di langit-langit menggunakan borgol kemudian disiram air mendidih dan digebuki dengan tongkat.
Laporan lain menyebut pasukan AS menemukan rekaman eksekusi seorang tahanan oleh 12 prajurit Irak di kawasan Tal Afar, Desember 2009. Tahanan yang terikat itu didorong ke tengah jalan lalu ditembak.
Bisa membahayakan
Sama seperti saat WikiLeaks membocorkan 77.000 dokumen rahasia tentang Perang Afganistan, Juli lalu, para pejabat AS langsung memprotes publikasi laporan rahasia tentang Irak ini. Komandan Kepala Staf Gabungan AS Laksamana Mike Mullen menyebut langkah WikiLeaks tersebut tidak bertanggung jawab dan dapat membahayakan jiwa serta menguntungkan musuh.
Nada protes senada disampaikan Inggris dan Australia. Meski demikian, Wakil Perdana Menteri (PM) Inggris Nick Clegg mengatakan, dugaan penyiksaan warga sipil dan pelanggaran aturan perang dan kontak senjata tetap harus diselidiki.
PM Irak Nouri al-Maliki menuduh pembocoran dokumen rahasia ini disengaja untuk menjegal dia tetap menjadi pemimpin pemerintahan Irak. "Waktu (penerbitan) dokumen ini sengaja dirancang untuk membuat kehebohan media, yang bertujuan menyerang Irak dan PM Irak," tutur Ali al-Moussawi, penasihat al-Maliki.(AP/AFP/Al Jazeera/DHF)
F a i z a l
--
This message has been scanned for viruses and
dangerous content by MailScanner, and is
believed to be clean.
No comments:
Post a Comment