Pernahkah mendengar atau membaca kata "plintat-plintut" ? Mesti nya sudah.
Walau kata ini belum tentu bakal ditemukan dalam Kamus Bahasa Indonesia yang
berbasis Ejaan Yang Disempurnakan, namun dalam kehidupan sehari-hari, tampak
nya kita sudah mengenali benar apa dimaksud dengan kata tersebut.
"Plintat-plintut" merupakan sebuah penggambaran terhadap perilaku seseorang
yang sulit untuk bersikap tegar, bertindak tegas dan cepat dalam mengambil
tanggungjawab. "Plintat-plintut" juga sering dikaitkan dengan tingkah polah
seseorang yang susah untuk memegang prinsip. Dalam pemaknaan lain,
"plintat-plintut" bisa disebut "KKO" (kiri kanan ok) alias tidak
berpendirian.
Potret kehidupan di negeri ini, memang banyak luka-liku. Mulai dari yang
terkait dengan semakin menggumpal nya "rasa cemas", "rasa sesal", "rasa
gemas", "rasa takut", atau pun "rasa ragu" sebagian besar warga bangsa dalam
menatap kehidupan ke depan, hingga ke hal-hal yang berhubungan dengan
pencarian "jati diri" selaku bangsa yang merdeka. Semua ini tampak
mengedepan dalam panggung kehidupan. Semua terlihat secara transparan.
Disini kita dapat menilai, mana sisi kejujuran dan mana sisi kemunafikan.
Tirai pun mulai terbuka. Tidak ada lagi yang dapat ditutup-tutupi.
Transparan dan langsung tersaksikan oleh mata telanjang.
Kasus Bank Century yang kini menjadi "mainan" Pansus DPR, boleh saja kita
lukiskan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari akumulasi sikap, tindakan
dan wawasan segelintir anak bangsa yang ditengarai telah "melanggar"
norma-norma yang ada. Sekalipun ada yang mensinyalir bahwa Pansus Bank
Century DPR ini tak lebih dari sebuah "permainan politik", namun bila kita
ikuti dengan seksama jalan nya sidang yang digelar, rupanya kita boleh
optimis bahwa pertanyaan dan argumentasi yang diajukan para anggota Pansus
terhadap "saksi-saksi kunci", bukanlah sebuah "sandiwara politik". Cecaran
vokalis-vokalis Anggota Pansus banyak yang membuat para saksi sedikit
"kepayahan". Bahkan seorang pakar ekonomi yang sekarang menjabat Menteri
Keuangan dalam KIB Jilid 2 ini pun terpaksa harus ditemani "tasbih" selama
sidang digelar. Padahal, kita semua maklum, sebagai seorang dosen, mestinya
Beliau tidak perlu takut atau risi dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan. Bukankah Pansus sendiri sudah memberi tahu seminggu sebelum nya ?
Bukankah "bocoran" tentang substansi materi apa saja yang akan ditanyakannya
juga sudah disampaikan ? Rupanya, kepiawaian seorang Sri Mulyani, terasa
kurang afdol, kalau di persidangan Pansus Bank Century tidak melakukan
"wirid/zikir" lewat "tasbih" yang dibawa nya dari rumah. Kita tentu tidak
tahu persis, apakah sewaktu beliau memberi kuliah selalu membawa tasbih ?
Kita tentu ingat julukan Oma Irama dengan "satria bergitar" nya. Dan tidak
salah pula bila ada orang yang memberi anugrah kepada Menteri Keuangan
selaku "perempuan bertasbih".
Sebagai anak bangsa, kita tentu mengharapkan agar Pansus Bank Century DPR
mampu berkiprah optimal dalam proses penyelidikan nya. Jangankan mereka,
kita saja yang hanya mengikuti di media massa, dapat menyimpulkan ada nya
"keanehan" dan "keraguan" dari jawaban-jawaban yang diberikan para saksi
kunci atas tertuntaskan nya kasus ini. Antara saksi yang satu dengan yang
lain nya banyak yang bertolak-belakang. Para saksi terlihat saling melempar
tanggungjawab. Kalau sudah kepepet, jawaban nya "saya lupa" atau "saya tidak
tahu". Bahkan tidak jarang para saksi pun sering menyatakan "itu bukan
wewenang saya" atau "silahkan tanya ke yang bersangkutan". Jika suasana yang
demikian ujung-ujung nya menjadi ciri dan potret sidang Pansus, maka jangan
harap kita bakal menemukan "kebenaran". Malah yang akan kita peroleh adalah
sebuah tanda tanya besar terhadap kasus yang sedang di tangani. Belum lagi
ada nya fenomena seorang anggota Dewan yang terhormat, karena gaya dan
karakter nya yang tidak lazim, tentu saja bakal menambah "hangat" nya Sidang
Pansus.
"Plintat-plintut" nya jawaban para saksi dalam Sidang Pansus Bank Century
DPR, bolehlah kita sebut sebagai kelemahan pendirian dan ketakutan untuk
menegaskan dimana kebenaran itu harus diletakan. Gelaran Pansus yang
seharusnya mampu membangun "aura" kejujuran" dan kebenaran yang hakiki,
sangatlah sulit untuk diwujudkan, sekiranya para saksi kunci tetap
memelihara sikap "plintat-plintutnya". Kini Pansus sedang mendekati tahapan
akhir dari proses waktu yang disepakati. Masalah nya tetap tidak akan
terkuak selama sikap itu dipertahankan, sekalipun ada moment untuk
"mengkonfrontir" para saksi dalam sidang yang digelar Pansus. Ya... semua
nya terkesima dengan sikap yang plintat-plintut itu.
Salam,
http://www.facebook.com/note.php?note_id=420980105486
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment