Pendendam dan Pemaaf
Pendendam dan pemaaf, dua kata yang sama-sama diawali dengan awalan pe-, tapi memiliki makna yang jauh berbeda. Dua kata ini, diidentikan dengan karakter/sifat manusia. Seorang yang pendendam adalah orang yang sulit memaafkan. Jika ia disakiti atau merasa tersakiti baik sengaja atau pun tidak, ia akan sulit untuk memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain terhadapnya, sebaliknya terkadang ia sendiri tidak berusaha untuk mengintrospeksi kesalahan-kesalahannya. Begitu ingin dihargai dan dihormati oleh orang lain. Biasanya, seorang yang memiliki sifat pendendam sering kali pandai bersandiwara dan mendramatisir keadaan. Terkadang laganya mirip-mirip artis sinetron. Seorang yang pendendam biasanya populer dengan ungkapan "Kalau aku sudah sakit hati, aku akan sulit untuk memaafkan". Padahal terkadang dirinya sendirilah yang menjadi penyebab ia disakiti atau tersakiti.
Adalah hal yang sangat manusiawi jika manusia disakiti ia sulit melupakan, karena dampak tersakiti tersebut membutuhkan jeda waktu untuk proses penyembuhannya pasca trauma yang ditimbulkan. Biasanya seorang pendendam tidak ingin bahkan enggan melihat atau kontak mata dan bertemu langsung apa lagi sampai bercengkrama dan berkomunikasi dengan orang yang ia anggap telah menyakitinya. Ia lebih memilih menghindar dari orang tersebut. Hal ini diperparah lagi jika situasi dan kondisi yang sudah runyam dan komunikasi yang buruk diprovokatori oleh pihak ketiga yang sengaja atau pun tidak sengaja ingin nampak baik dihadapannya dan seolah-olah lebih memihaknya.
Namun, untuk ukuran manusia normal seseorang yang pernah disakiti atau tersakiti tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memaafkan kesalahan orang lain, apa lagi sampai membutuhkan waktu menahun untuk memaafkan. Jika pada dasarnya orang tersebut memiliki kepribadian atau sifat dasar yang baik, ia akan sangat mudah memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain terhadap dirinya dan bisa bersikap biasa saja dengan orang yang dianggap pernah menyakitinya. Kemudian hal ini kita kenal dengan orang yang berkepribadian pemaaf.
Seorang dengan kepribadian pemaaf adalah orang yang ikhlas dalam menjalani segala sesuatunya. Jika mendapatkan ujian atau cobaan, berupa disakiti atau tersakiti orang lain, ia tidak berlama-lama larut dalam bayang-bayang sakit hati apa lagi sampai menanam kebencian terhadap orang lain. Adalah hal yang wajar jika di awal ia merasakan sakit hati bahkan sampai mengeluh. Namun biasanya hal itu tidak berlangsung lama. Berbeda dengan orang yang berkepribadian pendendam.
Beberapa kasus menunjukkan bahwa seorang pendendam memiliki trauma masa kecil yang sudah tertanam dalam alam bawah sadarnya atau sengaja ditanamkan oleh kondisi lingkungan sekitarnya. Misalnya, seseorang yang memiliki orang tua lengkap, tapi tidak merasakan figur salah satu orang tuanya, baik itu ayah atau pun ibunya. Sebagai contoh, seorang anak yang tidak pernah atau jarang bertemu salah satu orang tuanya lantaran pekerjaan yang jauh mau pun perpisahan. Anak tersebut tidak merasakan kehadiran figur salah satu orang tuanya tersebut terutama kasih sayang dan perhatian.
Maka, anak tersebut akan sering mencari-cari perhatian dari lingkungan sekitarnya sebagai akibat kurangnya bahkan tidak adanya perhatian dari salah satu orang tuanya. Hal ini diperparah lagi jika salah satu figur orang tua yang hidup bersamanya atau keluarga terdekatnya menanamkan nilai-nilai yang tidak baik pada anak tersebut, misal menjelek-jelekkan figur salah satu orang tua yang tidak hidup bersamanya. Sebagai contoh, ia mengatakan bahwa sang ayah yang jauh tidak pernah menafkahi keluarga atau sang ibu tidak peduli padanya dan lebih memilih meninggalkannya atau bekerja mementingkan karirnya. Akibatnya, dalam diri anak tersebut tertanam sifat pendendam atau mudah benci terhadap orang yang dianggap telah menyakitinya dan orang yang disayanginya.
Dahulu, dalam perjalanan dakwahnya Rosulullah Muhammad saw menghadapi banyak ujian dan cobaan. Pernah suatu ketika Nabi mendakwahi kaum kafir Quroisy untuk menyembah Allah, ia ditentang bahkan dicaci maki, difitnah, dianiyaya, disakiti lahir bathinnya.Ketika Malaikat Jibril bertanya padanya apakah Nabi akan mendo'akan kaum kafir agar mendapat azab, Nabi Muhammad malah memaafkan dan mendo'akan agar kaum kafir Qurois diampuni dan mendapatkan petunjuk dan hidayah Allah. Inilah suri tauladan yang baik, yang tidak ada cela dalam kepribadiannya, yang kita diperintahkan untuk mempelajari dan mengikuti akhlaknya sebagai bekal kita di akhirat kelak.
Pada akhirnya, semua bermuara pada satu kata, yaitu keikhlasan. Keikhlasan yang hakikatnya kita jalani di dunia ini dalam proses pembelajaran kita sebagai hamba Allah. Semua yang ada di alam semesta adalah media bagi kita untuk belajar, meski caranya harus melewati proses yang amat pahit sekali pun.
Rosulullah bersabda, "Balaslah perbuatan buruk dengan kebaikan, dan balaslah perbuatan baik dengan kebaikan pula", mengingatkan kita akan pentingnya perbuatan baik terutama memaafkan kesalahan orang lain. Maka alangkah baiknya jika kita memulai ibadah di bulan Ramadhan dengan saling memaafkan. Mengosongkan folder di fikiran kita yang berisi daftar kesalahan saudara-saudara kita, terlebih lagi jika mereka adalah keluarga kita sendiri, baik orang tua, saudara kandung, ipar, dan lainnya.
Semoga Ramadhan kali ini kita bisa menggali sebanyak-banyaknya ilmu dan hikmah, serta menabung kebaikan terutama dengan memaafkan agar ibadah Shoum Ramadhan yang kita jalani menjadi lebih baik dan lebih berkah dari sebelumnya sehingga menjadi amal yang akan dihitung sebagai pahala yang memberatkan timbangan kebaikan di akhirat kelak. Aamiin ya Robbal'aalamiin..
Sepertiga malam, 28 Juli 2010. Teruntuk diriku sendiri.
Allahumma baariklana fii Rajab wa Sya'ban wa balighna Ramadhan. Allahummaghfirlanaa ya Allaah.. Aamiin..
http://lembayung-fithri.blogspot.com/2010/07/pendendam-dan-pemaaf.html
No comments:
Post a Comment