Pada 25 Februari 2011 06:29, <whe.en9999@gmail.com> menulis:
Pak Arif,
Apakah ada hubungannya antara peryataan mufti Resmi dr Malaysia tersebut dengan orang yang dimaksud gus Dur senang mengkafirkan? Kalau tidak ada, mengapa hal yang tidak berhubungan diikutsertakan?
Waduh.. Jauhnya...
Waaf Ibu Wheen, saya baru ada waktu, tapi sebentar. Masalah "mengkafirkan" ini bukan saya ikut sertakan, saya cuma mendukung kata mas Awung. Minimal untuk saya pribadi agar tidak mudah mengkafirkan orang lain.
Waaf Ibu Wheen, saya baru ada waktu, tapi sebentar. Masalah "mengkafirkan" ini bukan saya ikut sertakan, saya cuma mendukung kata mas Awung. Minimal untuk saya pribadi agar tidak mudah mengkafirkan orang lain.
(Whe-en)
Mohon maaf pak arif, saya mengemukakan pendapat saya soal tugas seorang mufti. Jadi bukan membicarakan cara mengambil keputusan. Semoga klarifikasi saya ini bisa menjernihkan pendapat saya dan supaya jangan dibelokkan artinya. Karena saya tidak sedang membicarakan pengambilan keputusan mengatasi perbedaan dengan musyawarah ataupun dengan suara terbanyak. Tidak sama sekali, karena kebenaran bukan berdasarkan suara terbanyak.
Saya tetap menyetujui apapun hasil mufti (khusus di Malaysia), Tetapi jika MUI memberi keputasan yang berbeda saya juga menyetujui. Dan yang harus dianut oleh saya adalah MUI. karena kita berada di wilayah tanggung jawab MUI.
Setahu saya, syariat bukanlah kesepakatan, jika ada perbedaan pendapat dikembalikan kepada Allah dan RasulNya, bukan seperti pernyataan pak arif musyawarah ataupun bukan suara terbanyak.
Di negara Timur Tengah, memang ada wewenang memberikan fatwa oleh seorang mufti karena keluasan ilmunya. Mungkin di negara tetangga pun demikian.
Mengenahi hal itu saya kurang Faham, yang jelas mereka pun bermusyawarah. Karena jumlah anggota lebih dari 1 orang (seumpama 1 orang pun, biasanya bertanya dulu (rembukan/musyawarah) kepada mufti yang lain, seperti halnya para imam dahulu dalam menentukan hukum), dan yang dipikirkan oleh mereka adalah kemashlakhatan ummat. khususnya bagi ummat yang berada ditanggung jawab mereka.
Jadi fatwa bukan hasil kesepakatan, mungkin lagi berbeda dengan negara kita yang aliran apapun bebas berkembang atas nama toleransi.
Hasil kesepakatan biasa kita sebut sebagai jumhur ulama. kalau misalkan tidak menggunakan hasil kesepakatan ulama. disebut apalagi ?
Intinya, Fatwa dari Mufti atau MUI, adalah fatwa yang seharusnya dilakukan dan dipatuhi oleh ummat yang berada pada wilayah tanggung jawab mereka. sedangkan ummat yang lain yang tidak memiliki imam, boleh mengikuti siapapun yang dipilihnya.
Ibarat kalau makmum di Masjid A, maka harus mengikuti Imam Masjid A, dan makmum masjid B harus mengikuti Imam Masjid B. Jangan sampai makmum masjid B mengikuti imam Masjid A. atau sebaliknya. Maka jama'ahnya akan gugur. .... Ini Ibarat lho bu. jangan diperpanjang. masalah Ibarat.
Salam,
Terima kasih Ibu Wheen.
Intinya, Fatwa dari Mufti atau MUI, adalah fatwa yang seharusnya dilakukan dan dipatuhi oleh ummat yang berada pada wilayah tanggung jawab mereka. sedangkan ummat yang lain yang tidak memiliki imam, boleh mengikuti siapapun yang dipilihnya.
Ibarat kalau makmum di Masjid A, maka harus mengikuti Imam Masjid A, dan makmum masjid B harus mengikuti Imam Masjid B. Jangan sampai makmum masjid B mengikuti imam Masjid A. atau sebaliknya. Maka jama'ahnya akan gugur. .... Ini Ibarat lho bu. jangan diperpanjang. masalah Ibarat.
Salam,
Terima kasih Ibu Wheen.
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment