Sent from my BlackBerry® smartphone from Qtel
From: "Taib, Yunus B" <ybtaib@rasgas.com.qa>
Date: Thu, 28 Apr 2011 07:13:40 +0300
To: yunusdaud@gmail.com<yunusdaud@gmail.com>
Subject: KEUTAMAAN ORANG KAYA
Dari milist jiran, semoga bermanfaat untuk menjadikan kita bertambah amal ibadahnya. Amiin
From: www.assunnah -qatar.com <assunnah.qatar@gmail.com>
Subject: [assunnah-qatar] Keutamaan Orang Kaya Yang Bersyukur
To: assunnah-qatar@yahoogroups.com
Date: Tuesday, April 26, 2011, 11:33 PM
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata:
??? ??????? ??? ????? ??????: ?? ???? ????? ??? ??? ?????? ?? ??????? ????????? ????? ??????? ??????? ????? ??? ????? ??????? ??? ????? ???? ??? ?? ????? ????? ??? ???????? ???????? ????????? ????? ??? ?????…??? ????? ????: ???? ???? ???? ?? ??? ??????: “??? ??? ???? ????? ?? ????” (???? ????).
“Orang-orang miskin (dari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) pernah datang menemui beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu mereka berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang (kaya) yang memiliki harta yang berlimpah bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi (di sisi Allah Ta’ala) dan kenikmatan yang abadi (di surga), karena mereka melaksanakan shalat seperti kami melaksanakan shalat dan mereka juga berpuasa seperti kami berpuasa, tapi mereka memiliki kelebihan harta yang mereka gunakan untuk menunaikan ibadah haji, umrah, jihad dan sedekah, sedangkan kami tidak memiliki harta…“.
Dalam riwayat Imam Muslim, di akhir hadits ini Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “
Itu adalah kerunia (dari) Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya“
1.
—
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan orang kaya yang memanfaatkan kekayaannya untuk meraih takwa kepada Allah Ta’ala, dengan menginfakkan hartanya di jalan yang diridhai-Nya.
Imam Ibnu Hajar al-’Asqalani berkata, “Dalam hadits ini (terdapat dalil yang menunjukkan) lebih utamanya orang kaya yang menunaikan hak-hak (Allah
Ta’ala) pada (harta) kekayaannya dibandingkan orang miskin, karena berinfak di jalan Allah (seperti yang disebutkan dalam hadits di atas) hanya bisa dilakukan oleh orang kaya”
2.
Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:
-
Mensyukuri nikmat harta yang Allah
Ta’ala berikan kepada kita adalah dengan mengakui dan meyakini dalam hati bahwa nikmat tersebut dari Allah
Ta’ala semata, menyebut-nyebut dan menampakkan nikmat tersebut secara lahir, serta menggunakannya di jalan yang diridhai-Nya
3.
- Allah Ta’ala memuji orang-orang yang memiliki harta tapi tidak membuat mereka lalai dari mengingat Allah Ta’ala dan beribadah kepada-Nya, dalam firman-Nya,
{??????? ??? ??????????? ????????? ????? ?????? ???? ?????? ??????? ????????? ?????????? ?????????? ?????????? ?????????? ??????? ??????????? ????? ?????????? ??????????????}
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut pada hari (pembalasan) yang (pada saat itu) hati dan penglihatan menjadi goncang” (QS an-Nuur:37).
Imam Ibnu Katsir berkata, “Mereka adalah orang-orang yang tidak disibukkan/dilalaikan oleh harta benda dan perhiasan dunia, serta kesenangan berjual-beli (berbisnis) dan meraih keuntungan (besar) dari mengingat (beribadah) kepada
Rabb mereka (Allah
Ta’ala) Yang Maha Menciptakan dan Melimpahkan rezki kepada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang mengetahui (meyakini) bahwa (balasan kebaikan) di sisi Allah
Ta’ala adalah lebih baik dan lebih utama daripada harta benda yang ada di tangan mereka, karena apa yang ada di tangan mereka akan habis/musnah sedangkan balasan di sisi Allah adalah kekal abadi”
4.
- Imam al-Qurthubi berkata, “Dianjurkan bagi seorang pedagang (pengusaha) untuk tidak disibukkan/dilalaikan dengan perniagaan (usaha)nya dari menunaikan kewajiban-kewajibannya, maka ketika tiba waktu shalat fardhu hendaknya dia (segera) meninggalkan perniagaannya (untuk menunaikan shalat), agar dia termasuk ke dalam golongan orang-orang (yang dipuji Allah
Ta’ala) dalam ayat (di atas) ini”
5.
- Imam Ibnu Muflih al-Maqdisi berkata, “Dunia (harta) tidaklah dilarang (dicela) pada zatnya, tapi karena (dikhawatirkan) harta itu menghalangi (manusia) untuk mencapai (ridha) Allah
Ta’ala, sebagaimana kemiskinan tidaklah dituntut (dipuji) pada zatnya, tapi karena kemiskinan itu (umumnya) tidak menghalangi dan menyibukkan (manusia) dari (beribadah kepada) Allah. Barapa banyak orang kaya yang kekayaannya tidak menyibukkannya dari (beribadah kepada) Allah
Ta’ala, seperti Nabi Sulaiman ‘
alaihis salam, demikian pula (sahabat Nabi
Ta’ala) ‘Utsman (bin ‘Affan)
radhiyallahu ‘anhu dan ‘Abdur Rahman bin ‘Auf
radhiyallahu ‘anhu. Dan berapa banyak orang miskin yang kemiskinannya (justru) melalaikannya dari beribadah kepada Allah dan memalingkannya dari kecintaan serta kedekatan kepada-Nya…”
6.
- Penting untuk diingatkan di sini bahwa mencintai harta dan kedudukan dunia secara berlebihan merupakan fitnah yang bisa menjerumuskan manusia ke dalam jurang kebinasaan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
«????? ??????? ??????? ????????? ?????????? ???????? ????????»
“Sesungguhnya pada setiap umat (kaum) ada fitnah (yang merusak/menyesatkan mereka) dan fitnah (pada) umatku adalah harta”.
Maksudnya: menyibukkan diri dengan harta secara berlebihan adalah fitnah (yang merusak agama seseorang) karena harta dapat melalaikan pikiran manusia dari melaksanakan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan membuatnya lupa kepada akhirat, sebagaimana firman-Nya:
{???????? ????????????? ?????????????? ???????? ????????? ???????? ?????? ???????}
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu merupakan fitnah (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar” (QS at-Tagaabun:15)7. ???? ???? ???? ????? ??? ????? ???? ???? ????? ??????? ???? ?????? ?? ????? ??? ?? ????????
Kota Kendari, 28 Muharram 1432 H
—
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
—
1 HSR al-Bukhari (no. 807 dan 5970) dan Muslim (no. 595).
2 Kitab “Fathul Baari” (3/298).
3 Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim dalam kitab “al-Waabilush shayyib” (hal. 11).
4 Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/390).
5 Kitab “Tafsir al-Qurthubi” (5/156).
6 Kitab “al-Aadaabusy syar’iyyah” (3/469).
7 Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (2/507).
DISCLAIMER:
For the purposes of the State of Qatar law No (16) of 2010 concerning Electronic Commerce and Transactions; unless expressly agreed, Sender does not consent nor consider itself to be contractually bound in any manner, through the use of electronic communications, including but not limited to, the formation or inferred formation of a contract between Sender and the intended recipient of this email.
Notice : This e-mail and any attachments may contain information which is confidential to the addressee and may also be privileged. If you are not the intended recipient of this e-mail, you may not copy, forward, disclose or otherwise use it in any way whatsoever. If you have received this e-mail by mistake, please e-mail the sender by replying to this message, and deleting the original and any printout thereof.
No comments:
Post a Comment