Tuesday, April 5, 2011

[Milis_Iqra] Menelisik Transportasi Publik Ramah Gender di Iran

Menelisik Transportasi Publik Ramah Gender di Iran

Gerbong Metro Tehran
Oleh :Afifah Ahmad

"Perbedaan struktur fisik memungkinkan laki-laki berbuat semena-mena terhadap perempuan. Karena itu perlu diciptakan suatu undang-undang yang menjamin keselamatan perempuan terhadap kemungkinan tindakan semena-mena dari kaum laki-laki ini,"

(Sayyid Ali Khamanei, 18 Sep 96, Azarbaijan Barat)
***
"Befarmaid khanomha....jadidtarin bazy-e sargarm. Faghat hizar ponsad toman"

Suara lengking milik seorang perempuan muda itu beradu dengan derit metro yang melaju cepat di atas rel bawah tanah menuju terminal Sadeqieh. Sosok itu, kian mendekat sambil terus menjajakan dagangannya berupa mainan anak. Dipanggulnya ransel hitam besar dan tas plastik sambil sesekali memperagakan mainan gangsing. Kutelisik wajah putihnya yang berbalut kerudung hitam dan kaca mata mungil, postur tubuhnya pun tinggi semampai, nampak pas dengan atasan selutut bermotif bola-bola kecil gelap. Sama sekali tak terlihat gurat kemiskinan di wajahnya.



Kalau di negeri antah berantah sana, mungkin ia sudah dilirik banyak produser sinetron untuk memeriahkan kisah-kisah picisan mereka. Tapi, kelebihan fisik yang dimiliknya tak bisa menjanjikan banyak hal di sini, paling mujur adalah pujian dari penumpang asing sepertiku. Kenyataannya, ia tetap harus berjuang mengikuti irama keras metropolis. Kupikir, usahanya ini cukup menjanjikan. Terbukti, baru dua tiga stasiun dilalui, dagangannya sudah ditaksir banyak penumpang. Uang seribu limaratus toman pun satu demi satu menggelontor dari kantong-kantong pembeli, termasuk dari kantong bajuku. Rupanya, kotak panjang berjalan itu telah menyediakan rejeki menjanjikan bagi para perempuan berani, terutama dengan tersedianya gerbong khusus perempuan.

Yah, seperti yang kujumpai di metro line 2, Jum'at siang, 14 September 2010 lalu. Selain nona cantik tadi, masih ada beragam tipe perempuan dengan aneka jenis dagangannya hilir mudik di sepanjang gerbong khusus perempuan. Kulihat para penumpang pun tak merasa terganggu, bahkan sebagian turut menikmati dengan melihat-lihat dagangannya, tak sedikit juga yang akhirnya melakukan transaksi. Sejauh ini, aku tak pernah melihat para petugas yang melarang para pedagang yang mengadu nasib di atas metro, entah bila kondisinya sudah mulai crowded.

Tapi sebenarnya, ada hal yang jauh lebih mendasar dan urgen soal pemisahan gerbong ini ketimbang masalah jualan. Kupikir siapapun akan sependapat, pemisahan transportasi perempuan dan laki-laki akan sangat berpihak dan melindungi posisi perempuan. Seperti hari itu, terminal metro sedang dijejali para suporter bola Persepolis dan Esteqlal, dua tim favorit ibu kota yang akan berlaga di stadion Azadi Tehran, persis jalur arah tujuanku. Tapi, untunglah ada gerbong khusus perempuan, yang menyelamatkanku dari desakan badan-badan besar para suporter itu.

Di tengah kenyamanan yang kurasakan sembari melihat para penjual yang menjajakan dagangannya, hati kecilku mulai bermonolog, membincang betapa bahagianya para perempuan yang sudah bisa menikmati hak persamaan menggunakan transportasi publik secara layak. Sejujurnya, ada banyak hal ketidaknyamanan yang pernah kualami di negeri Persia ini seperti jasa internet, pelayanan bank dan lainnya. Tapi soal transportasi publik, terutama sistem pemisahan ini, perlu kuacungkan jempol setinggi-tingginya.

Tidak hanya metro, beberapa angkutan umum seperti BRT atau busway dan bus-bus kota lainnya sudah menggunakan sistem terpisah, hanya taksi (baca: angkot) saja yang pengaturannya belum jelas. Biasanya, untuk bus kota, tempat duduk perempuan berada di bagian belakang. Sebaliknya, penumpang perempuan busway menempati kursi bagian depan. Sedangkan kereta bawah tanah metro, menyediakan dua gerbong khusus perempuan di bagian paling depan dan paling belakang. Dari beberapa kota yang pernah aku kunjungi, semuanya menerapkan aturan pemisahan penumpang laki-laki dan perempuan.


Bus gandeng Tehran

Untuk bus antarkota, aturan ini tetap berlaku. Tapi, lebih kepada penentuan teman sebangku. Sebelum keberangkatan, kondektur akan disibukkan mencari tempat bagi para penumpang single. Kalau ternyata bus hanya tersisa satu bangku, kondektur tetap akan menunggu penumpang sesama jenis kelamin dan terpaksa 'mengusir' penumpang lainnya, kecuali ada pasangan keluarga yang mau bertukar tempat duduk. Karena, bagi mereka yang membawa keluarga atau pasangannya, bebas saja memilih tempat duduk yang masih kosong.

Catatan menarik lainnya yang kujumpai dalam sistem transportasi di Iran adalah pemisahan kamar-kamar dalam gerbong kereta api jarak jauh. Ukuran kamar dan fasilitasnya, biasanya tergantung pada harga yang ditawarkan pihak perusahaan kereta api. Namun pembagian kamar ini sendiri, bagiku adalah sebentuk hadiah kenyamanan bagi kaum perempuan. Mereka yang pergi rombongan sesama perempuan atau keluarga yang menyewa satu kamar, bisa dengan leluasa melepas jilbab di dalam ruangan. Karena seluruh kamar tertutup tirai. Petugas pemeriksa tiket atau pengantar makanan, biasanya akan mengetuk terlebih dahulu.

Sayangnya, hak kenyamanan dalam angkutan umum seperti ini, belum dapat dinikmati oleh banyak perempuan di berbagai belahan dunia lain, pun di negeriku yang mayoritas penduduknya muslim. Bahkan, berbagai kasus kekerasaan seks di atas angkutan umum dan tindakan kriminal lainnya mewarnai kehidupan keseharian kaum perempuan kita, seperti kasus yang pernah dilansir detikcom beberapa waktu lalu:

"Korban pelecehan, Foni (31), mengaku mendapat perlakukan tidak menyenangkan dari Anton saat antre tiket di terminal busway Blok M, Sabtu (5/6) ...... Foni pun berteriak di Halte Dukuh Atas, selanjutnya Anton dibawa ke Polres Jaksel oleh dua petugas bus. Saran Polisi, Foni membatalkan membuat laporan karena kurangnya saksi. Sementara Anton hanya diminta polisi untuk membuat pernyataan agar tidak mengulangi perbuatannya lagi."

Perih hatiku, mengingat berita-berita yang mewartakan maraknya tindakan pelecehan seksual di busway. Sebenarnya, ini bukanlah isu baru, setidaknya bagiku dan para pelanggan transportasi publik lain. Kebetulan, Foni adalah seorang perempuan yang berani membela hak-haknya. Faktanya, ada banyak deretan daftar kasus semacam ini, yang lebih sering tak terungkap dan berlalu begitu saja meninggalkan kecemasan mendalam bagi kaum perempuan. Bayangkan, kalau kejadian tersebut menimpa perempuan di atas bus dengan jarak tempuh jauh! Sebuah penderitaan, tentunya.

Belum lagi, tindakan kejahatan lain seperti pencopetan, menjadi bagian yang tak kalah meresahkan para perempuan pengguna jasa angkutan umum. Aku sendiri pernah memergoki kasus pencopetan di jalur 10 Yogjakarta pada seorang ibu yang akan membesuk saudaranya persis depan rumah sakit Bethesda. Sebuah peristiwa yang akan terus terekam dalam memori. Masih terbayang wajah pedih dan pilu ibu tengah baya itu, di antara mata merah pencopet. Sayangnya, teriakanku terkalahkan oleh suara deru mesin dan pencopet pun segera menghilang di antara desakan penumpang.

Memang, di tengah corat marit kondisi transportasi publik kita, perempuanlah yang kerap menuai dampak negatifnya. Kebutuhan adanya pemisahan tempat duduk perempuan dan laki-laki agaknya sudah mulai mendesak. Aku tak bermaksud membandingkan dua negeri yang berbeda. Kutahu masing-masing punya persoalan yang tak sama terkait jumlah populasi, ketersediaan angkutan umum dan mungkin banyak hal lain lagi. Tapi kiranya, bukan hal yang mustahil untuk menerapkan secara keseluruhan sistem pemisahan.

Apalagi, sinyal ke arah sana sebenarnya mulai menunujukkan ke titik yang lebih baik, misalnya dengan dioperasikannya gerbong Kereta Rel Listrik (KRL) khusus perempuan yang diluncurkan oleh PT KAI Commuter Jabodtabek (PT KCJ) pada 19 Agustus 2010 lalu. Namun, kupikir upaya ini masih perlu terus dikembangakan di kota-kota lain. Selain itu, yang terpenting lagi adalah pengaturan sistem pemisahan pada busway dan bus-bus kota yang menjadi angkutan keseharian masyarakat. Perjuangan untuk meramahkan transportasi di negeri kita, tampaknya masih merentang jalan panjang.

***

Suara hentakan rem, seketika menyadarkanku dari lamunan panjang. Di luar tertulis sebuah plang Isghah Sadeqieh, akhir pemberhentian metro line 2. Sambil menuruni anak tangga menuju pintu keluar, sekali lagi kulirik perempuan muda yang kini sudah melompat ke gerbong lain, hatiku terus dipenuhi kegundahan, semoga keramahan transportasi juga akan segera dinikmati oleh para perempuan di mananapun.

Tehran, awal Musim Gugur 2010 

--
Salamun 'ala manittaba al Huda



ARMANSYAH

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

No comments:

Post a Comment