Mengkritisi Konsistensi Presiden SBY
Oleh Iding R Hasan
Rabu, 15 Juni 2011
"Saya memperkenalkan diri. Nama saya, Susilo Bambang Yudhoyono.
Jabatan saya, Presiden hasil Pemilu 2004-2009. Saya bukan Capres 2014.
Istri dan anak-anak saya juga tidak akan mencalonkan diri. Biarkan
rakyat dan demokrasi yang bicara 2014 mendatang. Setiap orang memiliki
hak dan peluang untuk running ke RI 1..."
Inilah salah satu petikan dari pidato Presiden SBY yang
disampaikan saat membuka perhelatan Indonesia Young Leaders Forum di
Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, baru-baru ini. Ucapan Presiden SBY
tersebut segera mendapatkan respons publik, khususnya yang terkait
dengan penekanannya bahwa diri, anak dan istrinya tidak akan
mencalonkan diri sebagai presiden pada 2014.
Pertanyaannya adalah benarkah Presiden SBY tidak sedang
mempersiapkan keluarganya, terutama istrinya untuk maju pada Pilpres
2014? Bahkan, tidak hanya anak dan istri, Presiden SBY pun menegaskan
tidak sedang mempersiapkan siapa pun di kalangan Partai Demokrat untuk
menjadi capres?
Strategi Pencitraan?
Bagi kalangan yang berpandangan optimis, apa yang disampaikan
Presiden SBY tersebut dipandang sebagai langkah yang positif dari
seorang tokoh politik (negarawan). Bahwa sosok SBY sedang memainkan
peran keteladanan politik sebagai seorang yang berkomitmen terhadap
demokrasi. Presiden SBY agaknya tidak mau terperosok ke dalam anomali-
anomali demokrasi yang justru kian menonjol di era reformasi ini,
antara lain adalah politik dinasti.
Pada tataran internal Partai Demokrat sendiri, ucapan Presiden SBY
yang disampaikan secara lugas tersebut bisa dianggap sebagai
komitmennya untuk memberikan peluang yang sama kepada setiap kader
Demokrat. Bahwa siapa pun kader partai berlambang 'bintang tiga' ini
sepanjang memenuhi kualifikasi untuk menjadi orang nomor satu di
Indonesia dapat menjadi capres pada 2014. Dari segi momentum, agaknya
juga tepat karena sekarang ini Partai Demokrat tengah dilanda kemelut
internal akibat kasus yang melibatkan Nazaruddin, mantan Bendahara
Umum Partai Demokrat, yang boleh jadi memiliki muara pada pemilu
mendatang.
Namun, bagi kalangan yang berpandangan pesimis, penegasan Presiden
SBY di atas tidak serta-merta dianggap sebagai sebuah janji yang akan
ditepatinya. Setidaknya ada sejumlah alasan yang mendukung pendapat
ini.
Pertama, ucapan Presiden SBY tersebut sesungguhnya masih memiliki
makna ganda karena kalimatnya bersayap. Memang, Presiden menegaskan
bahwa anak dan istrinya tidak akan mencalonkan diri, tetapi di kalimat
berikutnya ada ungkapan, "Biarkan rakyat dan demokrasi yang bicara..."
Tentu kalimat ini sah saja kalau ditafsirkan bahwa seandainya rakyat
menghendaki keluarga (istri)nya menjadi capres, maka kalimat
sebelumnya bisa ternegasikan.
Kedua, dari perspektif waktu, kalimat, "Saat ini ia tidak sedang
mempersiapkan..." dapat pula ditafsirkan secara berbeda dengan apa
yang ditegaskan Presiden SBY. 'Saat ini', artinya tahun 2011, boleh
jadi Presiden SBY memang tidak sedang mempersiapkan capres, tapi
bagaimana dengan tahun-tahun berikutnya, sebab masih ada jarak sekitar
dua tahun lebih ke waktu pemilu. Tidak ada jaminan bahwa di dalam
interval waktu tersebut, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat ini tidak
mempersiapkan kadernya untuk menjadi penerusnya. Logika politik
tampaknya sulit menerimanya, apalagi Demokrat merupakan partai
penguasa.
Ketiga, bukan tidak mungkin bahwa ucapan Presiden SBY tersebut
semata-mata sebagai testing the water untuk melihat reaksi publik,
khususnya terhadap pencalonan Ibu Negara Ani Yudhoyono sebagai capres.
Pada waktunya nanti, jika ternyata reaksi publik tidak begitu keras
terhadap istrinya, tidak mustahil akan ada perubahan sikap dari
Presiden SBY. Di dalam dunia politik, tidak ada sesuatu yang konstan;
selalu ada dinamika yang kerap menawarkan berbagai kemungkinan.
Keempat, Presiden SBY tampaknya sudah telanjur lekat dengan
pencitraan. Karenanya, apa pun yang dilakukannya, kerap dianggap
sebagai bentuk politik pencitraan,termasuk ucapannya di atas.
Kenyataannya adalah bahwa sekarang ini Demokrat mengalami kemerosotan
yang cukup signifikan, seperti yang diperlihatkan dari hasil survei
Lingkaran Survei Indonesia (LSI), baru-baru ini. Penyebab utamanya
adalah diduga akibat terkuaknya kasus Nazaruddin.
Sebagai Ketua Dewan Pembina tentu Presiden SBY juga akan terkena
imbas politik dari menurunnya kepercayaan publik terhadap partai yang
didirikannya. Apalagi, Presiden SBY juga dipandang ikut andil dalam
penurunan citra partai tersebut, karena sikap kurang tegasnya kepada
kader-kader Demokrat yang bermasalah. Padahal, Presiden SBY sendiri
selalu berjanji untuk berada di garis depan dalam pemberantasan
korupsi di negeri ini.
Oleh karena itu, janji Presiden SBY untuk tidak mencalonkan anak
dan istrinya, boleh jadi sekadar strategi menaikkan kembali citra
Demokrat. Sebagai publik tentu kita patut menunggu bagaimanakah
komitmen Presiden SBY terhadap janjinya tersebut. Apakah akan ada
konsistensi ataukah ini cuma sekadar janji yang hanya manis pada
tataran verbal. ***
Penulis adalah Deputi Direktur Bidang Politik The Political
Literacy Institute, kandidat doktor komunikasi Unpad.
__._,_.___
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment