sangat bermanfaat...
Terimakasih atas infonya..
Assalamu'alaikum.
On 9/19/11, muhamad ahid <ahid_lg@yahoo.co.id> wrote:
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> 'Amm dan Khos
>
>
> Puji dan syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Zat
> maha Rahman, yang telah mewajibkan kepada umat Islam yang beriman untuk
> terus menerus mencari ilmu pengetahuan. Shalawat seiring salam semoga
> senantiasa dilimpahkan kepada Insan pilihan pembawa kebenaran penegak
> panji Tuhan, Nabi Muhammad SAW.
> Dewasa ini, perkembangan corak kehidupan manusia pada umumnya dan
> umat islam pada khususnya telah memancing beberapa keputusan hukum yang
> cenderung dikondisionalkan, atau corak kehidupan itu sendiri yang harus
> dikondisionalkan dengan produk hukum syara' yang secara konsep maupun
> konteks didesain untuk kemashlahatan manusia yang mau mengamalkannya.
> Terlepas dari hal itu, saat ini kita lihat banyak sekali
> Mujtahid-mujtahid era modern bermunculan dengan julukan baru
> "Intelektual Muslim". Jika kita membandingkan, sepertinya kapasitas dan
> kapabilitas mereka belum mencapai lima puluh persen para Mujtahid zaman
> dulu (kalau tidak sama sekali), tetapi mereka telah berani mencetuskan
> hukum yang kontroversial, bahkan kadang kontradiksi dengan hukum
> sebelumnya. Tentu bukan sesuatu yang bijak jika kita mengklaim mereka
> sebagai Mujtahid sesat yang pendapatnya ngelantur tidak karuan, karena
> pada prinsipnya tujuan mereka adalah untuk kebaikan dan kemashlahatan.
> Permasalahannya adalah, ketika survai membuktikan bahwa pendapat mereka
> ngaco dan tidak bisa dipertanggungjawabkan, apa yang harus kita
> lakukan,? Barangkali jawabannya adalah diam karena Kita belum mampu
> bersaing dengan mereka. Betuul?
>
> Memahami redaksi Al-Qur'an dan Al-Hadits bagaikan menyelam ke dalam
> samudra yang dalam lagi luas, dibutuhkan kunci, metode dan keilmuan
> khusus untuk sampai ke sana sehingga kita bisa mengetahui maksud dan
> tujuan nash al-Qur'an dan Al-Hadits baik dari sudut teks maupun dari
> aspek makna. Di antara beberapa pembahasan yang berkaitan dengan hal
> tersebut, ada dua point penting yang keduanya harus diketahui secara
> mendalam oleh seorang calon Mujtahid. Dua hal itu adalah tentang lafadz
> 'am dan lafadz khas serta dalalahnya. Insya Allah dalam makalah
> sederhana ini keduanya akan dibahas. Namun perlu diketahui bahwa
> rangkaian kata dan untaian kalimat yang menjelaskan ke dua hal tersebut
> bukan dari penulis sendiri tetapi hasil transfer dan kutipan dari
> pendapat beberapa pakar Ushul Fiqh.
> Tiada mawar yang tak berduri. Suatu perkara yang sudah selesai akan
> tampak kekurangannya. Dengan segala kerendahan hati saya mengharap
> koreksi dari rekan-rekan, terutama dari Dosen pembimbing mata kuliah
> Ushul Fiqh, bapak Dr. Kasuwi Saiban.
> ﺍﻠﻜﺎﺘﺐ
> ﺍﻠﺤﻗﻴﺮﻮﺍﻠﺒﻠﻴﺪﻋﺒﺪﺍﻠﺤﻰ
>
>
>
> ISTINBATH (PENGAMBILAN HUKUM) SYARI'AT ISLAM
>
> Setiap pengambilan hukum (istinbath) dalam syari'at Islam
> harus berpijak atas Al-Qur'an al-karim dan sunnah nabi. Dengan
> demikian, dalil syar'iy ada dua bentuk yaitu; Nash dan Ghoirun Nash (bukan
> Nash). Dalil-dalil yang tidak termasuk dalam katagori Nash seperti Istihsan
> dan Qiyas pada dasarnya digali, bersumber dan berpedoman pada Nash. Seorang
> Mujtahid harus mengetahui prosedur cara penggalian hukum (thuruq
> al-istinbath) dari Nash. Dalam ilmu ushul fiqh, hal tersebut dibahas dalam
> metodologi khusus yang tidak akan dijabarkan secara luas di sini.
> Cara penggalian hukum dari Nash ada dua macam pendekatan, yaitu:
> pendekatan maknapendekatan lafadz
> pendekatan makna adalah penarikan kesimpulan hukum bukan kepada Nash secara
> langsung, seperti menggunakan metode Qiyas, Istihsan, Mustalah, Dzara'i dan
> lain sebagainya. Sedangkan pendekatan lafadz dalam penerapannya membutuhkan
> beberapa paktor pendukung yang di antaranya adalah:
> v Penguasaan terhadap makna (pengertian) dari lafadz-lafaz Nash serta
> konotasinya dari segi khusus dan umum.
> v Mengetahui dalalahnya apakah menggunakan manthuq lafdzi atau menggunakan
> mafhum yang diambil dari konteks kalimat.
> v Mengerti batasan-batasan (qoyyid) yang membatasi ibarat-ibarat Nash. Dan
> lain-lain.[1]
> AL-'AAM DAN AL-KHASH SERTA DALALAHNYA
>
> Konteks Syar'iyyah di dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits merupakan dua
> sumber hukum yang redaksinya menetapkan hukum syar'iy. konteks Al-Qur'an
> dan Al-Hadits tersebut bisa berupa lafadz umum atau khusus. Lafadz yang
> umum atau al-'aam, ketetapan hukumnya harus diartikan kepada semua
> satuannya secara pasti bila di sana tidak ada dalil yang
> mengkhususkannya. Jika terdapat dalil yang mengkhususkan maka mengenai
> arahan hukumnya apakah pasti (qoth'iy) atau dugaan (dzonny), terdapat
> perbedaan pendapat ulama, yaitu antara golongan Ulama Jumhur (Syafi'iyyah,
> Malikiyyah, Hanbaliyyah) dan Hanafiyyah. Pembahasan tentang dalil takhsis
> (yang menghususkan) lafadz 'am insya Allah akan diuraikan dalam bab Takhsis.
>
> Nash Al-Qur'an dan Al-Hadits juga ada yang berupa lafadz khusus (khosh),
> maka hukum bisa ditetapkan secara pasti selama tidak ada dalil yang
> mentakwilkan atau memindahkan dan menghendaki arti yang lain. Dalam
> lafadz khosh ini terdapat lafadz mutlak yang dapat menetapkan
> hukum secara absolute dengan catatan tidak ada dalil yang mengikatnya.
> Jika lafadz itu berbentuk perintah ('amar), maka obyek yang diperintahkannya
> wajib, atau berbentuk larangan (nahi) maka obyek yang dilarang itu haram.
> Hal tersebut bila tidak ada dalil yang merubah dari keharusannya atau
> ketidak bolehannya.
>
>
> I. AL-'AAM
>
> I.1.Definisi al-'aam[2]
> Lafadz al-'aam ialah yang menunjukkan tercakup dan termasuknya semua
> satuan-satuan yang ada dalam lafadz itu dengan tanpa menghitung ukuran
> tertentu dari satuan-satuan tersebut. Lafadz ﻤﻥﺃﻠﻗﻰ (barang siapa
> melemparkan) dalam hadits yang berbunyi:
> ﻤﻥ ﺃﻠﻗﻰ ﺴﻶﺣﻪ ﻓﻬﻭﺁ ﻤﻥ adadalah lafadz umum yang dapat
> menunjukkan tercakupnya setiap orang yang melemparkan senjatanya, tanpa
> membatasi kepada perseorangan tertentu.
> Keumuman termasuk sifat lafadz karena merupakan dalalah lafadz yang
> di dalamnya tercakup semua satuannya. Apabila lafadz ini hanya
> menunjukkan satu satuan seperti seorang laki-laki, atau dua satuan
> seperti seperti dua orang laki-laki, atau kelompok beberapa satuan
> seperti yang dapat dihitung seperti beberapa laki-laki, sekelompok kaum,
> seratus atau seribu, maka semua itu bukan termasuk lafadz yang umum.
> Terdapat perbedaan antara al-'Aam dan al-Muthlaq, al-'Aam menunjukkan
> tercakupnya semua satuan dari seluruh satuannya, sedangkan al-Muthlaq
> hanya menunjukkan satuan atau beberapa satuan yang menonjol, bukan
> kepada semua satuannya. Sebagaimana pendapat para ulama ushul : ﻋﻤﻮﻡﺍﻠﻌﺎﻡ
> ﺸﻤﻮﻠﻲّ ﻮﻋﻤﻮﻡﺍﻠﻤﻄﻠﻕ ﺒﺩ ﻠﻲّ "keumuman al-'Aam bersifat menyeluruh dan
> keumuman al-Muthlaq bersifat resperentif (mewakili). Jadi, lafadz al-"Am
> dapat memperoleh satuan-satuan di dalamnya sekaligus dan al-Muthlaq hanya
> memperoleh satuannya yang menonjol.[3]
>
> I.2. Lafadz-lafadz al-'am
> Untuk mengetahui dan menentukan lafadz-lafadz 'Aam, diperlukan
> pehaman mendalam terhadap gramatika bahasa arab terutama yang membahas
> morfologi pararel (shorf) dan sintaksis pararel (nahu).
> Dari situ akan diketahui maksud dan tujuan nash apakah arahannya
> umum atau khusus. Oleh karena itu, penting untuk dicatat bahwa
> mengetahui bahasa arab adalah 50% mengetahui ilmu ushul fiqh. Patutkah orang
> yang tidak memahami gramatika bahasa arab menjadi mujtahid?
> Hasil analisa dan pengkajian terhadap mufrodat dan ungkapan dalam
> bahasa arab menyimpulkan beberapa lafadz yang arti bahasanya menunjukkan
> keumuman dan mencakup keseluruhannya. Dari beberapa referensi buku
> ushul fiqh yang ada, tidak ada perbedaan pendapat mencolok dalam
> penjelasan lafadz-lafadz al-'am tersebut. Di bawah ini secara singkat
> akan dipaparkan pengklasifikasian lafadz-lafadz 'am yang sering
> dipergunakan:
>
> Lafadz-lafadz yang bermakna jamak, seperti;
> كلّ : كل امرئ بما كسب رهين
> جميع : خلق لكم ما فى الأرض جميعا
> كافّة : وقاتلواالمشركين كافة كما يقاتلونكم كافة
> معاشر : نحن معاشر الأنبياء لا نورث
>
> Lafadz-lafadz jamak atau mufrad yang dima'rifatkan dengan Al-Jinsiyyah atau
> idhafah, berikut masing-masing contohnya;Ø إنّ الله يغفرالذ نوب جميعا Ø
> يوصكم الله فى أولاد كم Ø والسارق والسارقة فاقطعواأيد يهما Ø هو الطهور ماؤه
> الحلّ ميتته
>
> § Isim nakirah yang dinafikan (dicegah) atau yang disyaratkan, sperti
> contoh;
> لاإكراه فى الدين
> ولا تصلّ على أحد منهم مات أبدا
> Isim nakirah yang mutsbat (ditetapkan), tidak mengandung pengertian umum
> seperti yang terdapat dalam ayat إنّ الله يأمركم أن تذبحوابقرة kecuali bila
> terdapat qorinah (tanda), contohnya لهم فيها فاكهة ولهم مايدّعون .
> § beberapa isim maushul, di antaranya;
>
>
>
> ما : وما من دابّة فى الأرض إلا على الله رزقها
> من : فمن كان منكم مريضا
> الذين : إنّ الذ ين يأكلون أموال اليتامى ظلما
> الللائى : واللائى يئسن من المحيض من نسائكم
> اللاتى : واللاتى يأتين الفاخشة من نسائكم
> أولات : وأولات الأحمال لأجلهنّ أن يضعن حملهن
>
>
>
> ّ
> Isim-isim syarat, beberapa di antaranya;
> من : من شهد منكم الشهر فليصمه
> ما : وما تنفقوا من خير يوفّ اليكم
> أي : أيّما تدعو فله الأسماء الحسنى
> أينما : أينما تكونوا يدرككم الموت
>
>
>
> إن : إن كنتم فى ريب مما نزّلناعلى عبد نا فأتوابسورة من مثله
>
> Isim isim istifham, sebagaimana dalam contoh-contoh berikut:
> من : من فعل هذا بألهتنا يا إبراهيم
> ماذ : ماذا أراد الله بهذا مثلا
> متى : متى نصر الله
> أين : أين ما كنتم تدعون من دون الله
> Semua lafadz-lafadz dalam contoh di atas dipergunakan untuk
> pengertian yang bersifat umum karena mencakup setiap kesatuan yang ada
> di dalamnya, jika ada lafadz 'am tetapi tidak mengandung sebuah keumuman
> maka lafadz itu adalah bentuk aligori (majazi) yang keberadaannya
> membutuhkan qorinah. Khusus mengenai permasalahan ini insya Allah akan
> dibahas secara panjang lebar dalam makalah selanjutnya tentang Majaz
> dengan penjelasan jelas yang menjelaskan sejelas-jelasnya sampai jelas
> dan tidak membutuhkan kejelasan yang lebih jelas.
> I. 3. Al-'am yang ditakhsis (dikhususkan)
> Takhsis adalah mengeluarkan sebagian satuan-satuan yang masuk di
> dalam lafadz Aam. Mukhassis adalah dalil yang menjadi dasar pegangan
> untuk adanya pengeluaran
> tersebut.
> dengan melihat keterangan di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa
> dalil Aam tetap berlaku bagi satuan-satuan yang masih ada sesudah
> dikeluarkan satuan tertentu yang ditunjukkan oleh mukhassis. Kaidah
> untuk itu adalah العام بعد التخصيص حجّة فى الباقى "Lafadz Aam setelah
> ditakhsiskan masih menjadi hujjah (pegangan) bagi satuan-satuan yang
> terkandung di dalamnya".
> Dalam hal mukhassis nash syar'iy maka antara yang ditakhsiskan dan
> pentakhsisnya haruslah sederajad seperti Al Qur'an dengan Al Qur'an atau
> Al Qur'an dengan As sunnah Mutawattirah. Demikian pula As sunnah
> shahihah dengan As sunnah Shahihah. Namun demikian jumhur ulama
> membolehkan mentakhsis Al Qur'an dengan As sunnah walaupun ahad, tetapi
> ulama hanafiah berpendapat hanya As sunnah Mutawattirah atau yang
> masyhur saja yang boleh mentakhsis Al Qur'an.
> Sebagian ulama seperti Hanafiyyah mensyaratkan adanya mukhassis harus
> muqarinan lil'am (bersamaan dengan Aam). jika tidak, maka namanya
> nasikh bukan mukhassis, juga harus mustaqil (tersendiri) dari 'am.
> Pengkhususan seperti ististna yang datang setelah lafadz 'am menurut
> mereka bukan mukhassis, tetapi dalil adanya pembatasan keumuman.
> Pendapat ulama Jumhur berbeda dan tidak mensyaratkan dua hal di atas.
> Jadi, mukhassis bisa berupa dalil mustaqil atau ghoir mustaqil,
> bersamaan dengan nash 'am (muqarinan linnasshil 'am) atau tidak, tetapi
> semuanya dengan catatan tidak datang setelah pengamalan keumuman, bila
> datangnya setelah pengamalan namanya nasikh.
> Berikut ini pembagian dalil mukhassis menurut ulama Jumhur;
> Dalil-dalil yang mengkhususkan ada dua macam; Pertama muttashil, yaitu
> dalil yang keberadaannya bersamaan dengan 'am, masih ada kaitan makna
> juga bagian dari 'am. Kedua dalil munfashil, kebalikan dari yang
> pertama.
> Mukhassis munfashil atau mustaqil (sempurna dengan dirinya sendiri), ada
> empat macam:
> 1) Kalimat yang dapat berdiri sendiri dan bersambung dengan kalimat,
> seperti firman Allah:
> (من شهد منكم الشهر فليصمه (البقرة: ١٨٥
> Setiap orang yang berada di bulan Ramadhan wajib berpuasa, tetapi di
> kecualikan orang sakit dan musafir, dengan dalil ayat sesudahnya;
> ومن كان مريضا أوعلى سفر فعدّة من أيّام أخر
>
> 2) Kalimat yang dapat berdiri sendiri dan terpisah dengan kalimat itu.
> Contohnya firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 3 yang menjelaskan
> keharaman semua bangkai , حرّمت عليكم الميتة. Tetapi dikhususkan bangkai
> binatang laut, dalil takhsisnya adalah sabda Nabi هوالطهورماؤه الحلّ ميتته
> 3) Al-'aqlu (nalar).
> Akal bisa di jadikan dalil takhsis pada semua nash yang mengandung
> tuntutan syar'iyyah. Contohnya perintah mengerjakan shalat dalam ayat
> أقيمواالصلاة , keumumannya di takhsis oleh akal dengan mengecualikan anak
> kecil dan orang-orang gendeng. Contoh lainnya الله خالق كلّ شيئ ,كتب عليكم
> الصيام dan lain-lain.
> 4) Adat dan uruf.
> Point keempat ini adalah menurut madzhab Malikiyyah. contohnya sabda
> Rasulullah Saw.:
> "لاقطع إلاّ فى ربعِ د ينار " Artinya: "Tidak dikenakan hukum potong tangan
> kecuali (hasil curian itu sampai) seperempat dinar.
> Bagaimana dan berapa harga tukar (kurs) dinar itu bagi Negara-negara
> yang tidak memakai dinar sebagai alat pembayaran yang sah diserahkan
> kepada uruf atau adat setempat.
> Mukhassis muttashil, dalil yang merupakan bagian dari nash disebut
> ghair mustaqil (tidak bisa berdiri sendiri). Juga ada empat macam;
> 1) Ististna, seperti dalam ayat
> من كفر بالله من بعد إيمانه إلا من أكره وقلبه مطمئنّ بالإيمان.النحل : ۱•٦
> Artinya: "Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah ia beriman
> (dia pasti mendapat kemurkaan Allah) kecuali orang yang dipaksa kafir
> sedangkan hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa)
>
> 2) Kata sifat, seperti Firman Allah:
> ومن لم يستطع منكم طولا أن ينكح المحصنات المؤمنات قمن ما ملكت أيمانكم من
> فتياتكم المؤمنات. النساء:٢٥
> Artinya: Dan barang siapa di antara kamu (orang merdeka) yang
> tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman,
> ia boleh mengawini wanita yang beriman dari budak-budak yang kamu
> miliki. (An nisa':25)
> Lafadz fatayaat adalah Aam yang dapat mencakup yang beriman
> atau tidak. Dengan diberikan kata sifat al mukminat (yang beriman) maka
> hamba sahaya yang tidak beriman tidak termasuk lagi.
> 3) Syarat, sebagaimana Firman Allah:
> وبعولتهنّ أحقّ بردّهنّ فى ذ لك إن أرادوا إصلا حا. البقرة: ۲۲۸
> Artinya: Dan suami mereka berhak merujuki mereka jika mereka (suami istri)
> itu menghendaki islah (Al Baqarah :228)
> 4) Ghoyah, ialah penghabisan sesuatu yang mengharuskan tetapnya
> hukum bagi perkara-perkara yang disebut sebelumnya sedangkan yang
> disebut sesudahnya tidak ada hukum tersebut. Lafadz ghoyah adakalanya
> memakai hatta atau ilaa.
> Contohnya Firman Allah Swt.
> وما كنّا معذّ بين حتّى نبعث رسولا. الإسراء: ۱٥
> Artinya: Dan kami tidak akan mengazab (menyiksa) sehingga kami mengutus
> seorang Rasul. (Al Isra' :15)[4]
> I. 4. Dalalah al-'am
> Terdapat perbedaan pendapat mengenai karakteristik dalalah al-'am
> yang tidak mengkhususkan semua satuannya, apakah pasti atau dugaan.
> Menurut sebagian ulama ushul –di antaranya Syafi'iyyah- dalalah al-'am
> tersebut menunjukkan keumuman dan bersifat dugaan, apabila dikhususkan
> maka sisa satuan al-'am juga dalalahnya dugaan. Ulama ushul lain,
> termasuk di dalamnya Hanafiyyah berpendapat bahwa al-'am yang tidak
> dikhususkan bersifat pasti sedangkan sisa satuan setelah pengkhususan
> adalah dzanni (bersifat dugaan).
> I. 5. Pembagian al-'am
> Melalui pengkajian terhadap nash-nash, al-'am dibagi menjadi tiga macam;
> 1) 'Am yang secara pasti bermaksud keumuman, sebagaimana firman Allah:
> وََمَا مِن دَابَّةٍ فِى الأرضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزقُهَا. (هود :٦ )
> Artinya: "Dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allah
> pasti memberi rizkinya".
>
> 2) 'Am yang secara pasti dimaksudkan sebagai kekhususan. Seperti Firman
> Allah SWT:
> وَلله على الناس حِجُّ البَيتِ. ( ال عمران : ۹۸)
> Artinya: "Menunaikan haji ke Baitullah adalah kewajiban manusia terhadap
> Allah".
>
> 3) 'Am yang dikhususkan, yaitu al-'am al-muthlaq yang tidak
> disertai qorinah yang meniadakan kemungkinan pengkhususannya atau
> ditiadakan dalalahnya, seperti nash yang di dalamnya terdapat
> lafadz-lafadz 'am dan tidak ada qorinah lafadz, akal atau kebiasaan yang
> bias menentukan kekhususan ataupun keumumannya sehingga keumumannya
> menjadi khusus sampai ada dalil yang mengkhususkannya, contoh; والمطلقات
> يتربّصن بأتفسهنّ ثلا ثة قروء[5] "perempuan-perempuan yang dithalaq itu
> menunggu".
> Menurut imam al-Syaukani, al-'am yang dimaksudkan sebagai kekhususan
> adalah al-'am yang ketika diucapkan disertai qorinah yang dapat
> menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan al-'am itu ialah khusus bukan
> umum.5
> II. AL-KHASH
>
> II. 1. Definisi al-khash
>
> Lafadz khas adalah lafadz yang menunjukkan perseorangan tertentu
> seperti "Mushtofa", satuan jenis seperti "laki-laki", atau beberapa
> satuan yang terbatas seperti "seratus, seribu", dan lafadz-lafadz lain
> yang menunjukkan beberapa bilangan beberapa satuan, tetapi tidak
> mencakup satuan-satuan tersebut. [6]
> II. 2. Hukum Khash
>
> Bila ada suatu lafadz khash dalam nash syar'iy maka makna yang khash yang
> ditunjuk oleh lafadz itu adalah qath'iy (قطعى ) bukan dhonny ( ظنّى)
> contohnya:
> والمطلقات يتربَّصنَ بِأنفسهنّ ثلاثة قروء . البقرة : ۲۲۸
> Artinya: "Dan wanita-wanita yang dithalaq suaminya itu hendaklah menunggu
> iddah mereka selama tiga kali quru' (haid atau suci). (Al Baqarah : 228).
> Lafadz tsalatsah di situ adalah khash dan maknanya qath'iy.
> Seringkali lafadz khash itu terdapat secara mutlak tanpa ada
> batasan/ikatan apapun dan sering pula terdapat dalam bentuk tuntutan
> perbuatan. Contoh: إتقو الله (bertakwalah kepada Allah). Seringkali terdapat
> dalam bentuk larangan perbuatan, seperti ولا تجسّسوا (dan janganlah kamu
> memata-matai). Jadi dalam lafadz khash itu terdapat lafadz mutlak,
> ikatan/batasan, perintah dan larangan.
> Hukum khash secara global ialah apabila terdapat nash syara' sedang
> maknanya yang khusus menunjukkan dalalah secara pasti, maka pada
> hakikatnya lafadz khash itu dibuat untuk itu dan pengertiannya diambil
> hukum dengan pasti, tidak dengan dugaan.
> Tidak ada pertentangan antara ulama ushul mengenai ketetapan hukum qoth'iy
> dari lafadz khash.
>
> III. SIMPULAN
>
> Ketetapan hukum Sar'iy yang sudah digariskan oleh Al Qur'an dan As
> Sunnah harus dipahami dengan sungguh-sungguh, untuk melangkah ke sana
> diperlukan kemampuan mempuni bagi calon-calon Mujtahid agar tidak
> terjadi produk hukum yang ngawur dan tidak bisa di pertanggung jawabkan.
> Mempelajari ilmu ushul fiqh, mendalami dan sekaligus menguasainya
> adalah salah satu batu loncatan untuk menjadi pencetus hukum yang handal
> dan diperhitungkan.
> Sampai di sini semoga tulisan yang sangat sederhana dan penuh
> kekurangan ini bisa dimanfa'atkan dan bila terdapat kekeliruan mohon
> dibetulkan.
> [1] Prof. Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, "Pustaka Ridwan 1999, hal 166
> [2] Menurut Dr. Abdul Karim Zaidan dalam bukunya "al-Wajiz" hal. 305
> ﺍﻠﻌﺎﻢ ﻓﻰﺍ ﻠﻠﻐة ﻫﻭﺍﻠﺸﺎ ﻤﻞﺍﻠﻤﺘﻌﺪّ ﺪ
> ﻭﻓﻰﺍﻹﺼﻃﻶﺡ ﻠﻓﻈ ﻳﺴﺘﻐﺮﻕ ﺟﻤﻴﻊ ﻤﺎ ﻳﺻﻠﺢ ﻠﻪ ٫ﺒﻮﻀﻊ ﻮﺍ ﺤﺪ ﺪ ﻔﻌﺔ ﻮﺍﺤﺪﺓ ﻤﻥ ﻏﻴﺮ ﺣﺻﺮ
> Menut Imam Syafi'i dalam kitab al-MustashfaJuz 2 hal 32:
> العام عبارة عن اللفظ الواحد الدال من جهة واحدة على شيئين فصاعدامثل الرجال
> والمشركين
> [3] Dr. Abdul Wahab Khalaf, Ushul Fiqh, Darul Qolam cetakan ke 12. hal.
> 181-182.
> [4] Dr. Abdul Karim Zaidan "Al-Wajiz fi ushulul fiqhi"hlm. 310 – 317.
> Muassasatur Risalah cetakan ke lima
> [5] Prof.Dr. Abdul Wahab Khalaf. "Ushulul fiqhi"hlm. 327-329
> [6] Aly Hasbullah. "Ushulut tasyri' al-islami, hlm. 182
>
>
>
>
> sumber : http://elmisbah.wordpress.com/a%E2%80%99mm-dan-khos/
>
> --
> -=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
> Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
> dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
>
> Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang
> berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
>
> Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
> Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
> Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
> Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
> -=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment