Thursday, February 2, 2012

Re: [Milis_Iqra] 'ADALAH SAHABAT, TANGGAPAN ATAS ARTIKEL JALALUDDIN RAKHMAT -1-



2012/2/3 wawan™ و و ﻦ <hrn.milis@gmail.com>
'ADALAH SAHABAT, TANGGAPAN ATAS ARTIKEL JALALUDDIN RAKHMAT: SAHABAT DALAM TIMBANGAN AL-QUR`AN -1-


Ditulis Oleh Abdul Hayyie Al Kattani
  

Apakah konsep tentang 'Adalah Sahabat bermakna mensakralkan mereka? Dan menganggap mereka manusia-manusia suci yang tidak mungkin melakukan kesalahan? Atau memuja mereka seperti sesembahan?

Pendahuluan

Di Facebook, Dr. Jalaluddin Rakhmat mengundang saya untuk mengomentari tulisannya, sebagai berikut: "posts another article about "Sahabat dalam Timbangan Al-Quran" and invite people who sacralize sahabat to comment, including Abdul Hayyi alKattani and others."

Membaca kalimat di atas, saya tertegun sejenak: apakah konsep tentang 'Adalah Sahabat bermakna mensakralkan mereka? Dan menganggap mereka manusia-manusia suci yang tidak mungkin melakukan kesalahan? Atau memuja mereka seperti sesembahan? 

Salah Paham Tentang Konsep 'Adalah Sahabat

Di sini, saya melihat ada kesalah pahaman tentang konsep 'adalah para sahabat. Sebenarnya konsep "'adalah sahabat" sederhana saja. Yaitu menilai diri para sahabat Nabi saw. sebagai jalur penyampai yang bisa dipercayai bagi Al Qur`an, hadits-hadits Nabi saw., serta seluk beluk kehidupan Nabi saw. selama beliau hidup, bagi generasi berikutnya. 

Hal tersebut tidak berarti memberikan penilaian mereka sebagai sosok yang maksum yang tak mungkin berbuat salah, tidak mungkin lupa, tidak mungkin berbuat dosa, atau melakukan suatu kemaksiatan. Mereka bisa saja melakukan semua itu. Karena sifat maksum atau terhindar dari dosa hanya bagi Nabi saw. saja. 

Secara logika, ini sangat diterima. Mengapa? Karena di mana pun di dunia ini, ketika orang ingin mengetahui sejarah dan catatan-catatan tentang kejadian sebelum kelahirannya, pasti memerlukan info dari orang yang hidup sebelumnya. Kita bisa saja lebih berpendidikan dari orang tua kita. Tapi kejadian-kejadian di tengah keluarga kita, sebelum kita lahir, atau ketika kita masih balita, pastilah mereka yang tahu. Sepintar dan sesuci apa pun kita melihat diri kita, tidak mungkin kita lebih tahu dari orang tua kita tentang semua kejadian sebelum kita lahir. Di sini, keinginan kita untuk mengetahui sejarah otentik keluarga kita atau masa-masa balita kita, harus meletakkan orang tua kita sebagai sumber informasi yang terpercaya. Kecuali jika mereka terbukti senang berdusta. Karena jika tidak, kemana lagi kita mesti mencari informasi tersebut?

Membatasi sumber informasi, membuat kita menghasilkan gambaran yang tidak otentik terhadap objek yang ingin kita ketahui. 

Demikian juga dengan keinginan kita untuk mengetahui riwayat otentik Al Qur`an dan sunnah-sunnah Nabi saw. Melalui siapa kita mengetahui semua itu? Tentu jawabnya melalui para sahabat, isteri-isteri beliau dan anak-anak serta menantu beliau yang pernah mengalami hidup bersama beliau atau mendengar suatu riwayat dari beliau. 

Di sini kita mesti meletakkan para sahabat sebagai sumber informasi atau riwayat otentik dari Nabi saw. Kecuali jika orang tersebut terbukti pernah berdusta terhadap Nabi saw. Atau Nabi saw. sudah memberikan kata pasti bahwa si A adalah sosok yang tidak bisa dipercayai/ munafik. 
Apakah ada alternatif selain itu untuk mengetahui riwayat otentik dari Nabi saw.?



[Arman] : Saya rasa kalimat pada phrase ini :

Karena di mana pun di dunia ini, ketika orang ingin mengetahui sejarah dan catatan-catatan tentang kejadian sebelum kelahirannya, pasti memerlukan info dari orang yang hidup sebelumnya. Kita bisa saja lebih berpendidikan dari orang tua kita. Tapi kejadian-kejadian di tengah keluarga kita, sebelum kita lahir, atau ketika kita masih balita, pastilah mereka yang tahu. Sepintar dan sesuci apa pun kita melihat diri kita, tidak mungkin kita lebih tahu dari orang tua kita tentang semua kejadian sebelum kita lahir. Di sini, keinginan kita untuk mengetahui sejarah otentik keluarga kita atau masa-masa balita kita, harus meletakkan orang tua kita sebagai sumber informasi yang terpercaya.


Tidak membuat kita menolak untuk mengkritisi apapun yang diatasnamakan pada sahabat itu sendiri atau bahkan pada diri Nabi Saw sendiri sekalipun. Sebab jika hal ini tidak dilakukan maka umat Islam tidak akan berbeda dengan umat Kristiani atau juga Yahudi yang selalu berargumen bahwa nash-nash yang ada dalam al-Qur'an merupakan ciplakan asal dari Kitab PL maupun PB yang lalu dimodifikasi oleh Muhammad. Mereka kerap menggunakan argumentasi yang sama seperti analogi phrase yang saya kutip diatas. Menurut mereka, para murid dan orang-orang terdahulu pastinya merupakan saksi mata, saksi hidup dari perjalanan sejarah Yesus Kristus yang sesungguhnya ketimbang Muhammad yang hidup sekitar 650 tahun sesudahnya. Olehnya maka PB lebih otentik ketimbang al-Qur'an. Ini logika yang sama persis.



--
Salamun 'ala manittaba al Huda



ARMANSYAH

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

No comments:

Post a Comment