Wednesday, April 29, 2009

[Milis_Iqra] Re: Taklid Buta, Racun Beragama

Ini pandangan Rizal atau pandangan Al Kitab?
 
Kejadian 38:7-10
Tetapi Er, anak sulung Yehuda itu, adalah jahat di mata TUHAN, maka TUHAN membunuh dia. Lalu berkatalah Yehuda kepada Onan: "Hampirilah isteri kakakmu itu, kawinlah dengan dia sebagai ganti kakakmu dan bangkitkanlah keturunan bagi kakakmu." Tetapi Onan tahu, bahwa bukan ia yang empunya keturunannya nanti, sebab itu setiap kali ia menghampiri isteri kakaknya itu, ia membiarkan maninya terbuang, supaya ia jangan memberi keturunan kepada kakaknya . Tetapi yang dilakukannya itu adalah jahat di mata TUHAN, maka TUHAN membunuh dia juga.


Pada 8 April 2009 13:22, rizal lingga <nyomet123@yahoo.com> menulis:
Tulisan bagus, mengajak umat untuk tidak taklid buta dalam beragama. 
Misalnya memanfaatkan ajaran agama untuk menyuruh seseorang meledakkan bom bunuh diri di mesjid hanya karena umat di mesjid itu golongan Syiah...
Kalau yang dibunuh itu kafir Amerika atau Yahudi masih masuk akal Islam, tapi membunuh sesama Muslim hanya karena beda aliran? 

--- On Mon, 4/6/09, Ibnu77 <ibnu.pasha@lge.com> wrote:

From: Ibnu77 <ibnu.pasha@lge.com>
Subject: [Milis_Iqra] Taklid Buta, Racun Beragama
To: Milis_Iqra@googlegroups.com
Date: Monday, April 6, 2009, 10:52 AM





Sebagai muslim, kita percaya, kelak mata, telinga dan hati akan dimintai
pertanggungjawaban di hadapan mahkamah-Nya. Tidak ada sesuatupun yang
meleset dari perhitungan-Nya. Dia yang Maha Besar berfirman, "Setiap orang
bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukannya." (Qs. 74: 38).

Karena diri kita sendirilah yang bertanggungjawab, maka sebuah keniscayaan
untuk tidak sekedar ikut-ikutan tentang sesuatu. Sikap keberagamaan yang
sejati adalah berani mengkritisi dan bersikap cerdas terhadap ajaran-ajaran
agama yang disampaikan lewat para ulama. Apakah benar apa yang disampaikan
ulama tersebut adalah bagian dari agama atau bukan?. Dalam Islam, ummat
dilarang untuk ikut-ikutan tanpa pengkajian yang mendalam.

Salah satu akar kata dari Islam adalah taslim yang berarti penyerahan
sepenuhnya. Dan yang dimaksud, tentu saja penyerahan terhadap kebenaran.
Dalam istilah syariat sikap ikut-ikutan tanpa daya kritis disebut taklid
buta. Telah banyak ilmu yang telah kita dapatkan, baik di bangku pendidikan
formal, lewat pengalaman atau ilmu yang kita gali dan kaji sendiri lewat
media-media yang menawarkan pengetahuan, informasi dan wawasan yang beragam.
Namun seberapa kritiskah kita terhadap semua itu?.

Taklid buta memang harus kita hindari karena tidak sesuai dengan semangat
zaman. Namun ada kalanya, ada banyak alasan dan kepentingan yang memaksa
kita untuk tetap bertaklid buta, meskipun kita sadari sendiri, yang kita
pertahankan sebenarnya sangat rapuh dan memang layak untuk dicampakkan.
Taklid buta memiliki prolog, diantaranya berpikir keliru.

Penyebab Berpikir Keliru

Banyak hal yang membuat kita terkadang berpikir keliru. Diantaranya,
bersandar pada prasangkaan bukan pada pengetahuan yang pasti. Kita lebih
sering mendengar berita dan informasi yang masih taraf 'kayaknya', namun
kita telah meyakininya sebagai kabar pasti. Allah SWT berfirman, "Dan jika
kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan
menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka
dan mereka hanyalah berbuat kebohongan." (Qs. 6: 116). Ayat ini menegaskan,
kebanyakan dari informasi yang berserakan adalah dari mereka yang hanya
mengikutkan persangkaannya saja dan berbuat kebohongan.

Hitler menulis dalam bukunya Mein Kamf, kebohongan yang dilakukan sesering
mungkin akan diyakini sebagai kebenaran suatu waktu. Holocaust, yang menurut
Ahmadi Nejad hanyalah mitos, namun bagi rakyat Eropa adalah kenyataan
sejarah yang tidak bisa diragukan. Mereka bisa ragu terhadap keberadaan
Tuhan, namun meragukan Holocaust adalah kejahatan. Fir'aun menjajah Bani
Israel secara fisik dan pemikiran, berabad-abad lamanya, dengan mengatakan,
"Ana rabbukumul a'la" dan Tak ada yang berani menentangnya. Dengan
kebohongan-kebohongan inilah, mereka menciptakan sejarahnya.

Penyebab lainnya adalah, terlalu mengagungkan masa lalu. Seseorang cenderung
mengagung-agungkan masa lalu, terlebih lagi jika itu menyisakan cerita
kegemilangan dan hikayat perjuangan yang mengagumkan. "Dan apabila dikatakan
kepada mereka, "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab,
"(Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami
(melakukannya)". Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apapun,
dan tidak mendapat petunjuk." (Qs. 2: 170). Ayat ini menceritakan tentang
mereka yang merasa cukup untuk melakukan yang dilakukan oleh nenek moyang
mereka. Ketika ada yang menyampaikan kebenaran, merekapun menolaknya dengan
alasan menjaga tradisi keilmuan dan budaya nenek moyang.

Kekaguman terhadap seorang tokoh yang berlebihan juga dapat menjebak
seseorang berpikir keliru. Dalam Al-Qur'an tertulis, "Dan mereka berkata,
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati para pemimpin dan para
pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan yang benar." (Qs.
Al-Ahzab: 67). Dari sini kita mesti membedakan antara Islam dengan ulama
sebagai pembesar Islam. Ulama memang pengikut Islam yang taat dan
mengajarkan Islam, namun mereka tidak identik dan menjadi bagian dari ajaran
Islam. Muslimin adalah mereka yang berikrar dan mengikuti ajaran Islam. Umat
Islam bukanlah Islam itu sendiri. Sungguh berbeda antara akidah dengan
pemeluk akidah. Islam yang memiliki kebenaran mutlak di satu sisi dan
pengikut yang memiliki pemahaman tentang Islam yang tidak mutlak
kebenarannya berada di sisi lain.

Setiap dari ulama memiliki pemahaman yang berbeda tentang syariat Islam
bergantung pada tingkat kemampuan dan kadar keilmuan masing-masing, yang
sangat ditentukan oleh besarnya keimanan dan kemampuan menanggalkan
kepentingan hawa nafsu. Realitas menyodorkan kenyataan, antara ulama satu
dengan yang lainnya tidak satu dalam pemahaman mengenai apa yang disampaikan
oleh Rasulullah atau mengenai ayat yang terdapat dalam Al-Qur'an.

Dialog sebagai Tradisi Intelektual

Islam (Al-Qur'an dan Sunnah) berada pada satu sisi dan pemahaman ulama
mengenai keduanya pada sisi lain. Karenanya, berbeda pemahaman dengan
seorang ulama tidaklah berarti berbeda dengan Islam yang sebenarnya. Apabila
seseorang memahami sebuah nash dengan pemahaman tertentu, sementara yang
lain memahaminya berbeda, maka berarti ada tugas lain yang menunggu. Setiap
dari dua pihak harus berulang kali berupaya kembali memahami kandungan nash
tersebut dengan mempertimbangkan pemahaman mereka yang berbeda. Bukan malah
menganggap pemahamannyalah yang paling sesuai dengan syariat.

Inilah sesungguhnya yang semestinya dilakukan kaum muslimin, bersama-sama
melakukan pengkajian terus menerus sampai memperoleh kesepakatan yang satu,
sebab nash sesungguhnya hanya mempunyai maksud syar'i yang tunggal. Secara
sepihak mengklaim diri paling benar sembari mengutuk dan mencela pemahaman
lain berarti menyimpang dari ketentuan ajaran Islam. Yang perlu ditradisikan
adalah dialog dan keterbukaan menerima pendapat yang berbeda. Furqon Hidayat
(2007), "Dalam sejarah, dialog sebagai tradisi tidak pernah hilang dari
kultur intelektual. Dialog menjadi aliran darah yang memompa jantung
peradaban." Dari rahim dialog lahirlah philosophia, pencinta kebijaksanaan.
Socrates telah memulainya dengan dialog-dialognya yang berani dan
mencerahkan melawan hegemoni Sophist.

Dalam arena keagamaan, taklid buta adalah racun yang mematikan hati penganut
agama, sedangkan dialog, menghidupkannya. Karenanya, perlu ada keberanian
mengubur tradisi klaim yang beku, kita mulai dengan dialog, diskusi,
sharing, debat atau apapun namanya. Imam Ali as mengatakan: "Benturkan
pandangan kalian satu sama lain, niscaya kalian temukan kebenaran".

Ada semangat besar dalam mencari kebenaran yang terkandung dalam hikmah ini.
Bukan sekedar berdiskusi, berdialog, bertukar pikiran namun juga kalau perlu
saling berdebat, saling membenturkan pandangan, sealot dan sekeras mungkin.
Imam Ali as melanjutkan pesannya, "Siapa yang bertabrakan dengan kebenaran
akan terpental."

Taklid buta tak pernah mendewasakan kita dalam beragama. Mari saling
menghantamkan pandangan, kita lihat siapa yang terpental. Wallahu'alam
bishshawwab.





--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125

Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63

Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
  Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
  Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
     Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

No comments:

Post a Comment