---------- Forwarded message ----------
From: Armansyah <armansyah.skom@gmail.com>
Date: 2008/9/12
Subject: Jangan mengucapkan Sayyidina
To: Milis_Iqra@googlegroups.com
From: Armansyah <armansyah.skom@gmail.com>
Date: 2008/9/12
Subject: Jangan mengucapkan Sayyidina
To: Milis_Iqra@googlegroups.com
"Janganlah kalian berlebih-lebihan memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji ('Isa) putera Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah, "Abdulllah wa Rasuluh (Hamba Allah dan Rasul-Nya)," ( Muttafaq 'alaih).
Sebagian orang berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah, wahai orang yang terbaik di antara kami dan putera orang terbaik diantara kami! Wahai sayyid (penghulu) kami dan putera penghulu kami!" Maka seketika Nabi bersada: "Wahai manusia, ucapkanlah dengan ucapan (yang biasa) kalian ucapkan! Jangan kalian terbujuk oleh setan ! Aku adalah Muhammad, hamba Allah dan rasul-Nya. Aku tidak suka kalian menyanjungku diatas derajat yang Allah berikan kepadaku!" (HR Ahmad dan An-Nasa'i).
"Berhati-hatilah kalian dari ghuluww (berlebih-lebihan) dalam agama, karena binasanya orang-orang yang sebelum kalian disebabkan karena ghuluww (berlebih-lebihan) dalam agama," (HR Ahmad, An-Nasai, dan Ibnu Majah).
Mazhab As-Syafi`iyyah dan Al-Hanabilah menyatakan bahwa shalawat kepada nabi dalam tasyahhud akhir hukumnya wajib. Sedangkan shalawat kepada keluarga beliau SAW hukumnya sunnah menurut As-Syafi`iyah dan hukumnya wajib menurut Al-Hanabilah.
Untuk itu kita bisa merujuk pada kitab-kitab fiqih, misalnyakitab Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halama 173, atau juga bisa dirunut ke kitab Al-Mughni jilid 1 halaman 541.
Sedangkan menurut Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah, membaca shalawat kepada nabi pada tasyahhud akhir hukumnya sunnah. Demikian juga dengan shalawat kepada keluarga beliau.
Keterangan ini juga bisa kita lihat pada kitab Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 halaman 478 dan kitab Asy-Syarhu Ash-Shaghir jilid 1 halaman 319.
Adapun lafaz shalawat kepada nabi dalam tasyahud akhir seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW adalah:
اللهم صلى على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد
Allahumma Shalli `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad, kamaa shallaita `ala Ibrahim wa `ala aali Ibrahim. Wa baarik `ala `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad, kamaa barakta `ala Ibrahim wa `ala aali Ibrahim. Innaka hamidun majid.(HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Ya Allah, sampaikanlah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarganya, sebagaimana shalawat-Mu kepada Ibrahim dan kepada keluarganya. Berkahilah Muhammad dan keluarganya sebagaimana barakah-Mu kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Maha Agung.
Masalah Penggunaan Lafaz 'Sayyidina'
Di dalam kitab Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 halaman 479, kitab Hasyiyah Al-Bajuri jilid 1 halaman 162 dan kitab Syarhu Al-Hadhramiyah halaman 253 disebutkan bahwa Al-Hanafiyah dan As-Syafi`iyah menyunnahkan penggunaan kata [sayyidina] saat mengucapkan shalawat kepada nabi SAW (shalawat Ibrahimiyah). Meski tidak ada di dalam hadits yang menyebutkan hal itu.
Landasan yang mereka kemukakanadalah bahwa penambahan kabar atas apa yang sesungguhnya memang ada merupakan bagian dari suluk (adab) kepada Rasulullah SAW. Jadi lebih utama digunakan daripada ditinggalkan.
Sedangkan hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW berkata,`Janganlah kamu memanggilku dengan sebuatan sayyidina di dalam shalat`, adalah hadits maudhu` (palsu) dan dusta. (lihat kitab Asna Al-Mathalib fi Ahaditsi Mukhtalaf Al-Marathib karya Al-Hut Al-Bairuti halaman 253).
Adapun selain mereka, umumnya tidak membolehkan penambahan lafadz [sayyidina], khususnya di dalam shalat, sebab mereka berpedoman bahwa lafadz bacaan shalat itu harus sesuai dengan petunjuk hadits-hadits nabawi. Bila ada kata [sayyidina] di dalam hadits, harus diikuti. Namun bila tidak ada kata tersebut, tidak boleh ditambahi sendiri.
--
Inna min khiyarikum ahsanakum akhlâqan
Sesungguhnya orang pilihan di antara kalian adalah orang yang berakhlak baik
Salamun 'ala manittaba al Huda
Khud al hikmah walau min lisani al kafir
ARMANSYAH
http://arsiparmansyah.wordpress.com
http://armansyah.swaramuslim.com
http://dunia-it-armansyah.blogspot.com/
Sebagian orang berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah, wahai orang yang terbaik di antara kami dan putera orang terbaik diantara kami! Wahai sayyid (penghulu) kami dan putera penghulu kami!" Maka seketika Nabi bersada: "Wahai manusia, ucapkanlah dengan ucapan (yang biasa) kalian ucapkan! Jangan kalian terbujuk oleh setan ! Aku adalah Muhammad, hamba Allah dan rasul-Nya. Aku tidak suka kalian menyanjungku diatas derajat yang Allah berikan kepadaku!" (HR Ahmad dan An-Nasa'i).
"Berhati-hatilah kalian dari ghuluww (berlebih-lebihan) dalam agama, karena binasanya orang-orang yang sebelum kalian disebabkan karena ghuluww (berlebih-lebihan) dalam agama," (HR Ahmad, An-Nasai, dan Ibnu Majah).
Mazhab As-Syafi`iyyah dan Al-Hanabilah menyatakan bahwa shalawat kepada nabi dalam tasyahhud akhir hukumnya wajib. Sedangkan shalawat kepada keluarga beliau SAW hukumnya sunnah menurut As-Syafi`iyah dan hukumnya wajib menurut Al-Hanabilah.
Untuk itu kita bisa merujuk pada kitab-kitab fiqih, misalnyakitab Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halama 173, atau juga bisa dirunut ke kitab Al-Mughni jilid 1 halaman 541.
Sedangkan menurut Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah, membaca shalawat kepada nabi pada tasyahhud akhir hukumnya sunnah. Demikian juga dengan shalawat kepada keluarga beliau.
Keterangan ini juga bisa kita lihat pada kitab Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 halaman 478 dan kitab Asy-Syarhu Ash-Shaghir jilid 1 halaman 319.
Adapun lafaz shalawat kepada nabi dalam tasyahud akhir seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW adalah:
اللهم صلى على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد
Allahumma Shalli `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad, kamaa shallaita `ala Ibrahim wa `ala aali Ibrahim. Wa baarik `ala `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad, kamaa barakta `ala Ibrahim wa `ala aali Ibrahim. Innaka hamidun majid.(HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Ya Allah, sampaikanlah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarganya, sebagaimana shalawat-Mu kepada Ibrahim dan kepada keluarganya. Berkahilah Muhammad dan keluarganya sebagaimana barakah-Mu kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Maha Agung.
Masalah Penggunaan Lafaz 'Sayyidina'
Di dalam kitab Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 halaman 479, kitab Hasyiyah Al-Bajuri jilid 1 halaman 162 dan kitab Syarhu Al-Hadhramiyah halaman 253 disebutkan bahwa Al-Hanafiyah dan As-Syafi`iyah menyunnahkan penggunaan kata [sayyidina] saat mengucapkan shalawat kepada nabi SAW (shalawat Ibrahimiyah). Meski tidak ada di dalam hadits yang menyebutkan hal itu.
Landasan yang mereka kemukakanadalah bahwa penambahan kabar atas apa yang sesungguhnya memang ada merupakan bagian dari suluk (adab) kepada Rasulullah SAW. Jadi lebih utama digunakan daripada ditinggalkan.
Sedangkan hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW berkata,`Janganlah kamu memanggilku dengan sebuatan sayyidina di dalam shalat`, adalah hadits maudhu` (palsu) dan dusta. (lihat kitab Asna Al-Mathalib fi Ahaditsi Mukhtalaf Al-Marathib karya Al-Hut Al-Bairuti halaman 253).
Adapun selain mereka, umumnya tidak membolehkan penambahan lafadz [sayyidina], khususnya di dalam shalat, sebab mereka berpedoman bahwa lafadz bacaan shalat itu harus sesuai dengan petunjuk hadits-hadits nabawi. Bila ada kata [sayyidina] di dalam hadits, harus diikuti. Namun bila tidak ada kata tersebut, tidak boleh ditambahi sendiri.
2008/9/12 Agus Fawzie <agusfawzie@gmail.com>
Mengucapkan "Sayyidina"
15/07/2008Kata-kata "sayyidina" atau "tuan" atau "yang mulia" seringkali digunakan oleh kaum muslimin, baik ketika shalat maupun di luar shalat. Hal itu termasuk amalan yang sangat utama, karena merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Syeikh Ibrahim bin Muhammad al-Bajuri menyatakan:الأوْلَى ذِكْرُالسَّيِّادَةِ لِأنَّ اْلأَفْضَلَ سُلُوْكُ اْلأَدَ بِ
"Yang lebih utama adalah mengucapkan sayyidina (sebelum nama Nabi SAW), karena hal yang lebih utama bersopan santun (kepada Beliau)." (Hasyisyah al-Bajuri, juz I, hal 156).
Pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi SAW:عن أبي هريرةقا ل , قا ل ر سو ل الله صلي الله عليه وسلم أنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ القِيَامَةِ وَأوَّلُ مَنْ يُنْسَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ وَأوَّلُ شَافعٍ وأول مُشَافِعٍ
"Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Saya adalah sayyid (penghulu) anak adam pada hari kiamat. Orang pertama yang bangkit dari kubur, orang yang pertama memberikan syafaa'at dan orang yang pertama kali diberi hak untuk membrikan syafa'at." (Shahih Muslim, 4223).
Hadits ini menyatakan bahwa nabi SAW menjadi sayyid di akhirat. Namun bukan berarti Nabi Muhammad SAW menjadi sayyid hanya pada hari kiamat saja. Bahkan beliau SAW menjadi sayyid manusia didunia dan akhirat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani:
"Kata sayyidina ini tidak hanya tertentu untuk Nabi Muhammad SAW di hari kiamat saja, sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang dari beberapa riwayat hadits 'saya adalah sayyidnya anak cucu adam di hari kiamat.' Tapi Nabi SAW menjadi sayyid keturunan 'Adam di dunia dan akhirat". (dalam kitabnya Manhaj as-Salafi fi Fahmin Nushush bainan Nazhariyyah wat Tathbiq, 169)
Ini sebagai indikasi bahwa Nabi SAW membolehkan memanggil beliau dengan sayyidina. Karena memang kenyataannya begitu. Nabi Muhammad SAW sebagai junjungan kita umat manusia yang harus kita hormati sepanjang masa.
Lalu bagaimana dengan "hadits" yang menjelaskan larangan mengucapkan sayyidina di dalam shalat?لَا تُسَيِّدُونِي فِي الصَّلَاةِ
"Janganlah kalian mengucapakan sayyidina kepadaku di dalam shalat"
Ungkapan ini memang diklaim oleh sebagian golongan sebagai hadits Nabi SAW. Sehingga mereka mengatakan bahwa menambah kata sayyidina di depan nama Nabi Muhammad SAW adalah bid'ah dhalalah, bid'ah yang tidak baik.
Akan tetapi ungkapan ini masih diragukan kebenarannya. Sebab secara gramatika bahasa Arab, susunan kata-katanya ada yang tidak singkron. Dalam bahasa Arab tidak dikatakan سَادَ- يَسِيْدُ , akan tetapi سَادَ -يَسُوْدُ , Sehingga tidak bisa dikatakan لَاتُسَيِّدُوْنِي
Oleh karena itu, jika ungkapan itu disebut hadits, maka tergolong hadits maudhu'. Yakni hadits palsu, bukan sabda Nabi, karena tidak mungkin Nabi SAW keliru dalam menyusun kata-kata Arab. Konsekuensinya, hadits itu tidak bisa dijadikan dalil untuk melarang mengucapkan sayyidina dalam shalat?
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membaca sayyidina ketika membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW boleh-boleh saja, bahkan dianjurkan. Demikian pula ketika membaca tasyahud di dalam shalat.KH Muhyiddin Abdusshomad
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam (Nuris), Ketua PCNU Jember
--
Inna min khiyarikum ahsanakum akhlâqan
Sesungguhnya orang pilihan di antara kalian adalah orang yang berakhlak baik
Salamun 'ala manittaba al Huda
Khud al hikmah walau min lisani al kafir
ARMANSYAH
http://arsiparmansyah.wordpress.com
http://armansyah.swaramuslim.com
http://dunia-it-armansyah.blogspot.com/
--
Salamun 'ala manittaba al Huda
ARMANSYAH
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---
No comments:
Post a Comment