From: Abu Abdillah <abdullah_abu@hotmail.com>
To: assunnah assunnah assunnah@yahoogroups.com
BID'AH DAN NIAT BAIK
Oleh : Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari
http://www.almanhaj.or.id/content/2135/slash/0
Ketika sebagian orang melakukan bid'ah, mereka beralasan bahwa amal
mereka dilakukan dengan niat yang baik, tidak bertujuan melawan
syari'at, tidak mempunyai pikiran untuk mengoreksi agama, dan tidak
terbersit dalam hati untuk melakukan bid'ah ! Bahkan sebagian mereka
berdalil dengan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Sesungguhnya segala amal tergantung pada niat" [Muttafaq Alaihi]
Untuk membentangkan sejauh mana tingkat kebenaran cara mereka
menyimpulkan dalil dan beberapa alasan yang mereka kemukakan tersebut,
kami kemukakan bahwa kewajiban seorang muslim yang ingin mengetahui
kebenaran yang sampai kepadanya serta hendak mengamalkannya adalah
tidak boleh menggunakan sebagian dalil hadits dengan meninggalkan
sebagian yang lain. Tetapi yang wajib dia lakukan adalah memperhatiakn
semua dalil secara umum hingga hukumnya lebih dekat kepada kebenaran
dan jauh dari kesalahan. Demikianlah yang harus dilakukan bila dia
termasuk orang yang mempunyai keahlian dalam menyimpulkan dalil.
Tetapi bila dia orang awam atau pandai dalam keilmuan kontemporer yang
bukan ilmu-ilmu syari'at, maka dia tidak boleh coba-coba memasuki
kepadanya, seperti kata pepatah : "Ini bukan sarangmu maka berjalanlah
kamu!".
Adapun yang benar dalam masalah yang penting ini, bahwa sabda Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam. "Sesunnguhnya segala amal tergantung
pada niat" adalah sebagai penjelasan tentang salah satu dari dua pilar
dasar setiap amal, yaitu ikhlas dalam beramal dan jujur dalam batinnya
sehingga yang selain Allah tidak meretas ke dalamnya.
Adapun pilar kedua adalah, bahwa setiap amal harus sesuai Sunnah Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti dijelaskan dalam hadits,
"Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak ada keterangannya
dari kami maka dia tertolak". Dan demikian itulah kebenaran yang
dituntut setiap orang untuk merealisasikan dalam setiap pekerjaan dan
ucapannya.
Atas dasar ini, maka kedua hadits yang agung tersebut adalah sebagai
pedoman agama, baik yang pokok maupun cabang, juga yang lahir dan yang
batin. Dimana hadits : "Sesungguhnya segala amal tergantung pada niat"
sebagai timbangan amal yang batin. Sedangkan hadits "Barangsiapa yang
mengerjakan suatu amal yang tidak ada keterangannya dari kami maka dia
tertolak" sebagai tolak ukur lahiriah setiap amal.
Dengan demikian, maka kedua hadits tersebut memberikan pengertian,
bahwa setiap amal yang benar adalah bila dilakukan dengan ikhlas karena
Allah dan mengikuti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang
keduanya merupakan syarat setiap ucapan dan amal yang lahir maupun yang
batin.
Oleh karena itu, siapa yang ikhlas dalam setiap amalnya karena Allah
dan sesuai sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi was allam, maka
amalnya diterima, dan siapa yang tidak memenuhi dua hal tersebut atau
salah satunya maka amalnya tertolak. [1]
Dan demikian itulah yang dinyatakan oleh Fudhail bin Iyadh ketika
menafsirkan firman Allah : "Supaya Dia menguji kamu, siapa diantara
kamu yang lebih baik amalnya" [2] Beliau berkata, 'Maksudnya, dia
ikhlas dan benar dalam melakukannya. Sebab amal yang dilakukan dengan
ikhlas tetapi tidak benar maka tidak akan diterima. Dan jika dia benar,
tetapi tidak ikhlas maka amalnya juga tidak diterima. Adapun amal yang
ikhlas adalah amal yang dilakukan karena Allah, sedang amal yang benar
adalah bila dia sesuai dengan Sunnah Rasulullah" [3]
Al-Alamah Ibnul Qayyim berkata [4], "Sebagian ulama salaf berkata,
"Tidaklah suatu pekerjaan meskipun kecil melainkan dibentangkan
kepadanya dua catatan. Mengapa dan bagaimana ? Yakni, mengapa kamu
melakukan dan bagaimana kamu melakukan ?
Pertanyaan pertama tentang alasan dan dorongan melakukan pekerjaan.
Apakah karena ada interes tertentu dan tujuan dari berbagai tujuan
dunia seperti ingin dipuji manusia atau takut kecaman mereka, atau
ingin mendapatkan sesuatu yang dicintai secara cepat, atau
menghindarkan sesuatu yang tidak disukai dengan cepat ? Ataukah yang
mendorong melakukan pekerjaan itu karena untuk pengabdian kepada Allah
dan mencari kecintaan-Nya serta untuk mendekatkan diri kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala ?
Artinya, pertanyaan pertama adalah, apakah kamu mengerjakan amal karena
Allah, ataukah karena kepentingan diri sendiri dan hawa nafsu?
Adapun pertanyaan kedua tentang mengikuti Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam dalam pengabdian itu. Artinya, apakah amal yang
dikerjakan sesuai syari'at Allah yang disampaikan Rasul-Nya? Ataukah
pekerjaan itu tidak disyari'atkan Allah dan tidak diridhai-Nya?
Pertanyaan pertama berkaitan dengan ikhlas ketika beramal, sedangkan
yang kedua tentang mengikuti Sunnah. Sebab Allah tidak akan menerima
amal kecuali memenuhi kedua syarat tersebut. Maka agar selamat dari
pertanyaan pertama adalah dengan memurnikan keikhlasan. Sedang agar
selamat dari pertanyaan kedua adalah dengan mengikuti Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam mengerjakan setiap amal. Jadi amal
yang diterima adalah bila hatinya selamat dari keinginan yang
bertentangan dengan ikhlas dan juga selamat dari hawa nafsu yang
kontradiksi dengan mengikuti Sunnah".
Ibnu Katsir dalam tafsirnya (I/231) berkata, "Sesungguhnya amal yang di
terima harus memenuhi dua syarat. Pertama, ikhlas karena Allah. Kedua,
benar dan sesuai syari'at. Jika dilakukan dengna ikhlas, tetapi tidak
benar, maka tidak akan diterima".
Pernyataan itu dikuatkan dan dijelaskan oleh Ibnu Ajlan, ia berkata,
"Amal tidak dikatakan baik kecuali dengan tiga kriteria : takwa kepada
Allah, niat baik dan tepat (sesuai sunnah)" [5]
Kesimpulannya, bahwa sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallamn,
"Sesungguhnya segala amal tergantung pada niat" itu maksudnya, bahwa
segala amal dapat berhasil tergantung pada niatnya. Ini adalah perintah
untuk ikhlas dan mendatangkan niat dalam segala amal yang akan
dilakukan oleh seseorang dengan sengaja, itulah yang menjadi sebab
adanya amal dan pelaksanaannya. [6]
Atas dasar ini, maka seseorang tidak dibenarkan sama sekali menggunakan
hadits tersebut sebagai dalil pembenaran amal yang batil dan bid'ah
karena semata-mata niat baik orang yang melakukannya!
Dan penjelasan yang lain adalah, bahwa hadits tersebut sebagai dalil
atas kebenaran amal dan keikhlasan ketika melakukannya, yaitu dengan
pengertian, "Sesungguhnya segala amal yang shalih adalah dengan niat
yang shalih"
Pemahaman seperti ini sepenuhnya tepat dengan kaidah ilmiah dalam hal mengetahui ibadah dan hal-hal yang membatalkannya.
Dan diantara yang menguatkan bahwa diterimanya amal bukan hanya karena
niat baik orang yang melakukannya saja, tetapi harus pula sesuai dengan
Sunnah adalah hadits sebagai berikut.
"Artinya : Bahwa seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam : "Apa yang Allah kehendaki dan apa yang engkau kehendaki". Maka
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya, "Apakah kamu
menjadikan aku sebagai tandingan bagi Allah? Tetapi katakanlah : "Apa
yang dikehendaki Allah semata" [7]
Niat baik dan keikhlasan hati sahabat yang agung ini tidak diragukan.
Tetapi ketika ucapan yang keluar darinya bertolak belakang dengan
manhaj Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam akidah dan bertutur
kata, maka Rasulullah mengingkari seraya mengingatkan kesalahannya dan
menjelaskan yang benar tanpa melihat niatnya yang baik.
Hadits tersebut [8] adalah pokok dalil dalam sub kajian ini.
[Disalin dari kitab Ilmu Ushul Al-Fiqh Al-Bida' Dirasah Taklimiyah
Muhimmah Fi Ilmi Ushul Fiqh, edisi Indonesia Membedah Akar
Bid'ah,Penulis Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari,
Penerjemah Asmuni Solihan Zamakhsyari, Penerbit Pustaka Al-Kautsar]
__________
Footnote
[1]. Bahjah Qulub Al-Abrar : 10 Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di
[2]. Al-Mulk : 2
[3]. Hilyatu Auliya : VIII/95, Abu Nu'aim. Dan lihat Tafsir Al-Baghawi
V/419, Jami'ul Al-Ulum wal Hikam : 10 dan Madarij As-Salikin I/83
[4]. Mawarid Al-Aman Al-Muntaqa min Ighatshah Al-Lahfan : 35
[5]. Jami Al-Ulum wal Hikam : 10
[6]. Lihat Fathul bari : I/13 dan Umdah Al-Qari : I/25
[7]. Hadits hasan, lihat takhrijnya dalam risalah saya : At-tasfiyah wat-tarbiyyah : 61
[8]. Dan hadist lain yang seperti itu masih banyak.
_____________________________________________________________
Whe~en
http://wheen.blogsome.com/
"Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku." (QS 20 : 25-28)
"Ya Allah jadikan Aku hamba yang selalu bersyukur dan penyabar"
-- To: assunnah assunnah assunnah@yahoogroups.com
BID'AH DAN NIAT BAIK
Oleh : Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari
http://www.almanhaj.or.id/content/2135/slash/0
Ketika sebagian orang melakukan bid'ah, mereka beralasan bahwa amal
mereka dilakukan dengan niat yang baik, tidak bertujuan melawan
syari'at, tidak mempunyai pikiran untuk mengoreksi agama, dan tidak
terbersit dalam hati untuk melakukan bid'ah ! Bahkan sebagian mereka
berdalil dengan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Sesungguhnya segala amal tergantung pada niat" [Muttafaq Alaihi]
Untuk membentangkan sejauh mana tingkat kebenaran cara mereka
menyimpulkan dalil dan beberapa alasan yang mereka kemukakan tersebut,
kami kemukakan bahwa kewajiban seorang muslim yang ingin mengetahui
kebenaran yang sampai kepadanya serta hendak mengamalkannya adalah
tidak boleh menggunakan sebagian dalil hadits dengan meninggalkan
sebagian yang lain. Tetapi yang wajib dia lakukan adalah memperhatiakn
semua dalil secara umum hingga hukumnya lebih dekat kepada kebenaran
dan jauh dari kesalahan. Demikianlah yang harus dilakukan bila dia
termasuk orang yang mempunyai keahlian dalam menyimpulkan dalil.
Tetapi bila dia orang awam atau pandai dalam keilmuan kontemporer yang
bukan ilmu-ilmu syari'at, maka dia tidak boleh coba-coba memasuki
kepadanya, seperti kata pepatah : "Ini bukan sarangmu maka berjalanlah
kamu!".
Adapun yang benar dalam masalah yang penting ini, bahwa sabda Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam. "Sesunnguhnya segala amal tergantung
pada niat" adalah sebagai penjelasan tentang salah satu dari dua pilar
dasar setiap amal, yaitu ikhlas dalam beramal dan jujur dalam batinnya
sehingga yang selain Allah tidak meretas ke dalamnya.
Adapun pilar kedua adalah, bahwa setiap amal harus sesuai Sunnah Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti dijelaskan dalam hadits,
"Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak ada keterangannya
dari kami maka dia tertolak". Dan demikian itulah kebenaran yang
dituntut setiap orang untuk merealisasikan dalam setiap pekerjaan dan
ucapannya.
Atas dasar ini, maka kedua hadits yang agung tersebut adalah sebagai
pedoman agama, baik yang pokok maupun cabang, juga yang lahir dan yang
batin. Dimana hadits : "Sesungguhnya segala amal tergantung pada niat"
sebagai timbangan amal yang batin. Sedangkan hadits "Barangsiapa yang
mengerjakan suatu amal yang tidak ada keterangannya dari kami maka dia
tertolak" sebagai tolak ukur lahiriah setiap amal.
Dengan demikian, maka kedua hadits tersebut memberikan pengertian,
bahwa setiap amal yang benar adalah bila dilakukan dengan ikhlas karena
Allah dan mengikuti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang
keduanya merupakan syarat setiap ucapan dan amal yang lahir maupun yang
batin.
Oleh karena itu, siapa yang ikhlas dalam setiap amalnya karena Allah
dan sesuai sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi was allam, maka
amalnya diterima, dan siapa yang tidak memenuhi dua hal tersebut atau
salah satunya maka amalnya tertolak. [1]
Dan demikian itulah yang dinyatakan oleh Fudhail bin Iyadh ketika
menafsirkan firman Allah : "Supaya Dia menguji kamu, siapa diantara
kamu yang lebih baik amalnya" [2] Beliau berkata, 'Maksudnya, dia
ikhlas dan benar dalam melakukannya. Sebab amal yang dilakukan dengan
ikhlas tetapi tidak benar maka tidak akan diterima. Dan jika dia benar,
tetapi tidak ikhlas maka amalnya juga tidak diterima. Adapun amal yang
ikhlas adalah amal yang dilakukan karena Allah, sedang amal yang benar
adalah bila dia sesuai dengan Sunnah Rasulullah" [3]
Al-Alamah Ibnul Qayyim berkata [4], "Sebagian ulama salaf berkata,
"Tidaklah suatu pekerjaan meskipun kecil melainkan dibentangkan
kepadanya dua catatan. Mengapa dan bagaimana ? Yakni, mengapa kamu
melakukan dan bagaimana kamu melakukan ?
Pertanyaan pertama tentang alasan dan dorongan melakukan pekerjaan.
Apakah karena ada interes tertentu dan tujuan dari berbagai tujuan
dunia seperti ingin dipuji manusia atau takut kecaman mereka, atau
ingin mendapatkan sesuatu yang dicintai secara cepat, atau
menghindarkan sesuatu yang tidak disukai dengan cepat ? Ataukah yang
mendorong melakukan pekerjaan itu karena untuk pengabdian kepada Allah
dan mencari kecintaan-Nya serta untuk mendekatkan diri kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala ?
Artinya, pertanyaan pertama adalah, apakah kamu mengerjakan amal karena
Allah, ataukah karena kepentingan diri sendiri dan hawa nafsu?
Adapun pertanyaan kedua tentang mengikuti Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam dalam pengabdian itu. Artinya, apakah amal yang
dikerjakan sesuai syari'at Allah yang disampaikan Rasul-Nya? Ataukah
pekerjaan itu tidak disyari'atkan Allah dan tidak diridhai-Nya?
Pertanyaan pertama berkaitan dengan ikhlas ketika beramal, sedangkan
yang kedua tentang mengikuti Sunnah. Sebab Allah tidak akan menerima
amal kecuali memenuhi kedua syarat tersebut. Maka agar selamat dari
pertanyaan pertama adalah dengan memurnikan keikhlasan. Sedang agar
selamat dari pertanyaan kedua adalah dengan mengikuti Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam mengerjakan setiap amal. Jadi amal
yang diterima adalah bila hatinya selamat dari keinginan yang
bertentangan dengan ikhlas dan juga selamat dari hawa nafsu yang
kontradiksi dengan mengikuti Sunnah".
Ibnu Katsir dalam tafsirnya (I/231) berkata, "Sesungguhnya amal yang di
terima harus memenuhi dua syarat. Pertama, ikhlas karena Allah. Kedua,
benar dan sesuai syari'at. Jika dilakukan dengna ikhlas, tetapi tidak
benar, maka tidak akan diterima".
Pernyataan itu dikuatkan dan dijelaskan oleh Ibnu Ajlan, ia berkata,
"Amal tidak dikatakan baik kecuali dengan tiga kriteria : takwa kepada
Allah, niat baik dan tepat (sesuai sunnah)" [5]
Kesimpulannya, bahwa sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallamn,
"Sesungguhnya segala amal tergantung pada niat" itu maksudnya, bahwa
segala amal dapat berhasil tergantung pada niatnya. Ini adalah perintah
untuk ikhlas dan mendatangkan niat dalam segala amal yang akan
dilakukan oleh seseorang dengan sengaja, itulah yang menjadi sebab
adanya amal dan pelaksanaannya. [6]
Atas dasar ini, maka seseorang tidak dibenarkan sama sekali menggunakan
hadits tersebut sebagai dalil pembenaran amal yang batil dan bid'ah
karena semata-mata niat baik orang yang melakukannya!
Dan penjelasan yang lain adalah, bahwa hadits tersebut sebagai dalil
atas kebenaran amal dan keikhlasan ketika melakukannya, yaitu dengan
pengertian, "Sesungguhnya segala amal yang shalih adalah dengan niat
yang shalih"
Pemahaman seperti ini sepenuhnya tepat dengan kaidah ilmiah dalam hal mengetahui ibadah dan hal-hal yang membatalkannya.
Dan diantara yang menguatkan bahwa diterimanya amal bukan hanya karena
niat baik orang yang melakukannya saja, tetapi harus pula sesuai dengan
Sunnah adalah hadits sebagai berikut.
"Artinya : Bahwa seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam : "Apa yang Allah kehendaki dan apa yang engkau kehendaki". Maka
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya, "Apakah kamu
menjadikan aku sebagai tandingan bagi Allah? Tetapi katakanlah : "Apa
yang dikehendaki Allah semata" [7]
Niat baik dan keikhlasan hati sahabat yang agung ini tidak diragukan.
Tetapi ketika ucapan yang keluar darinya bertolak belakang dengan
manhaj Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam akidah dan bertutur
kata, maka Rasulullah mengingkari seraya mengingatkan kesalahannya dan
menjelaskan yang benar tanpa melihat niatnya yang baik.
Hadits tersebut [8] adalah pokok dalil dalam sub kajian ini.
[Disalin dari kitab Ilmu Ushul Al-Fiqh Al-Bida' Dirasah Taklimiyah
Muhimmah Fi Ilmi Ushul Fiqh, edisi Indonesia Membedah Akar
Bid'ah,Penulis Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari,
Penerjemah Asmuni Solihan Zamakhsyari, Penerbit Pustaka Al-Kautsar]
__________
Footnote
[1]. Bahjah Qulub Al-Abrar : 10 Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di
[2]. Al-Mulk : 2
[3]. Hilyatu Auliya : VIII/95, Abu Nu'aim. Dan lihat Tafsir Al-Baghawi
V/419, Jami'ul Al-Ulum wal Hikam : 10 dan Madarij As-Salikin I/83
[4]. Mawarid Al-Aman Al-Muntaqa min Ighatshah Al-Lahfan : 35
[5]. Jami Al-Ulum wal Hikam : 10
[6]. Lihat Fathul bari : I/13 dan Umdah Al-Qari : I/25
[7]. Hadits hasan, lihat takhrijnya dalam risalah saya : At-tasfiyah wat-tarbiyyah : 61
[8]. Dan hadist lain yang seperti itu masih banyak.
_____________________________________________________________
Whe~en
http://wheen.blogsome.com/
"Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku." (QS 20 : 25-28)
"Ya Allah jadikan Aku hamba yang selalu bersyukur dan penyabar"
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment