Sunday, May 16, 2010

[Milis_Iqra] Fw: Life is a Style

----- Original Message -----
From: Abu Abdillah
Sent: Monday, May 17, 2010 8:47 AM

Life is a Style

Alhamdulillah, salawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, dan sahabatnya. Amin.

Saudaraku, Anda pernah mendengar motto "life is a style"? Atau mungkin Anda
termasuk yang terinspirasi oleh motto ini?

Kalau Anda adalah orang Jawa, saya yakin Anda diajari motto "ajining rogo
soko busono" (harga diri tercermin dari pakaian).

Saudaraku, coba Anda bayangkan, apa perasaan Anda ketika sedang
berpenampilan perlente, semerbak mewangi, serta pakaian, sepatu, jam tangan,
tas, dan lain sebagainya serba bermerek, dengan harga seabrek.

Bahkan, tidak jarang dari saudara kita yang beranggapan bahwa agar
penampilannya lebih sempurna, ia masih perlu untuk menyisipkan sebatang
rokok putih di bibirnya.

Keren, wah, dan penuh percaya diri. Kira-kira begitulah perasaan yang
bergemuruh dalam jiwa Anda kala itu. Bukankah demikian, Saudaraku?

Sebaliknya, bayangkan Anda sedang berpenampilan gembel, baju
compang-camping, sendal jepit, berjalan di salah satu pusat belanja tersohor
di kota Anda. Bagaimana perasaan Anda saat itu? Mungkinkah saat itu Anda
bisa tampil dengan percaya diri dan tetap menegakkan kepala, apalagi
membusungkan dada?

Saudaraku, Anda pernah berkunjung ke Cibaduyut, Bandung? Betapa banyak
produk dalam negeri dengan mutu ekspor yang hasil penjualannya seret di
pasaran dalam negeri. Program cinta produk dalam negeri senantiasa kandas,
dan hanya sebatas isapan jempol sesaat, dan segera sirna.

Sebaliknya, setelah diberi label oleh perusahaan asing, berbagai produk
dalam negeri menjadi begitu laku di pasar, dan tentunya dengan harga yang
berlipat ganda.

Saudaraku, mari kita merenung sejenak, dan bertanya, "Sejatinya, harga diri
saya terletak dimana? Mungkinkah harga diri saya terletak pada pakaian,
sepatu, jam, dan berbagai produk lainnya?"

Bila jawabannya, "Tidak," lalu mengapa ketika berbelanja Anda memilih barang
dengan merek-merek terkenal yang harganya selangit? Padahal, banyak merek
lain, produk dalam negeri, mutu yang sama dan tentunya dengan harga yang
jauh lebih murah, tidak masuk dalam nominasi daftar belanja Anda?

Saudaraku, atau mungkinkah kepercayaan diri Anda terletak pada sepuntung
rokok yang tidak lama lagi akan Anda injak dengan sepatu Anda?

Betapa sengsaranya diri Anda, bila Anda beranggapan bahwa harga diri dan
kepercayaan Anda hanya tumbuh bila Anda melengkapi diri Anda dengan berbagai
produk orang lain. Sehingga bila pada suatu saat Anda tidak dilengkapi
dengan berbagai asesoris, Anda merasa kurang percaya diri atau bahkan rendah
diri.

Bahkan, kalaupun Anda dilengkapi dengan berbagai asesoris mewah yang Anda
miliki, maka Anda akan kembali merasakan rendah diri tatkala berhadapan
dengan orang yang mengenakan asesoris lebih "wah" dibanding yang Anda
kenakan.

Juga, sudah barang tentu, bila harga diri Anda terletak pada asesoris yang
melekat pada diri Anda, maka tidak lama lagi harga diri Anda akan
ketinggalan zaman alias "expire date".

Wah, gimana tuh rasanya punya harga diri yang "expire date"?

Ketahuilah Saudaraku, sejatinya harga diri Anda terletak pada jiwa Anda.
Harga diri Anda terpancar dari iman dan ketakwaan Anda kepada Allah. Bila
Anda adalah orang yang berjiwa besar, benar memiliki harga diri, maka Anda
tetap percaya diri, walau tidak dilengkapi oleh berbagai asesoris mewah dan
bermerek. Harga diri Anda terletak pada iman dan kedekatan Anda kepada Allah
Ta'ala.

"Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan, serta menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Qs.
Al-Hujurat: 13)

Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjalankan Haji Wada' bersama
umat Islam, yang kala itu kira-kira berjumlah 100.000 jemaah haji, beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam menegaskan hal ini, dengan berkata,

"Wahai umat manusia, sesungguhnya Tuhan kalian adalah Maha Esa, dan ayah
kalian satu (yaitu Nabi Adam). Ketahuilah, bahwa tidak ada kelebihan bagi
orang Arab dibanding non-Arab, tidak pula bagi non-Arab atas orang Arab,
tidak pula bagi yang berkulit putih kemerahan dibanding yang berkulit hitam,
tidak pula sebaliknya bagi yang berkulit putih atas yang berkulit putih
kemerahan kecuali dengan ketakwaan." (Hr. Ahmad)

Pada suatu hari, sahabat Umar bin al-Khaththab menangis karena menyaksikan
punggung Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bergaris-garis setelah berbaring
di atas tikar daun kurma. Ia berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Raja
Persia dan Romawi bergelimang dalam kemewahan, sedangkan engkau adalah
utusan Allah demikian ini halnya."

Mendengar ucapan sahabatnya ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,

"Tidakkah engkau merasa puas bila mereka mendapatkan kenikmatan dunia,
sedangkan engkau mendapatkan kenikmatan di akhirat?" (Muttafaqun 'alaihi)

Jawaban ini begitu membekas pada jiwa sahabat Umar bin al-Khaththab,
sehingga beliau benar-benar menerapkannya dalam kehidupan. Sampai pun
setelah beliau menjadi khalifah, dan berhasil menundukkan kerajaan Persia
dan Romawi yang dahulu begitu ia kagumi kekayaannya.

Setelah umat Islam berhasil menguasai Baitul Maqdis, Khalifah Umar bin
al-Khaththab radhiyallahu 'anhu datang ke sana guna menandatangani surat
perjanjian dengan para pemuka penduduk setempat, sekaligus menerima kunci
pintu Baitul Maqdis. Beliau datang dengan mengenakan sarung, sepatu kulit,
dan imamah. Pada saat beliau hendak menyeberangi sebuah parit yang penuh
dengan air mengalir, beliau turun dari unta, dan tanpa rasa sungkan sedikit
pun beliau menuntun tunggangannya tersebut.

Melihat penampilan beliau yang demikian itu, sebagian pasukan muslimin yang
ikut serta menjemput kehadiran beliau berkata, "Wahai Amirul Mukminin,
engkau akan disambut oleh pasukan dan para pendeta Syam, sedang penampilanmu
semacam ini?" Beliau menjawab, "Sesungguhnya hanya dengan Islamlah Allah
memuliakan kita, karenanya kita tidak akan mencari kemuliaan dengan jalan
selainnya." (Hr. Ibnu Abi Syaibah)

Pada riwayat al-Hakim, Umar bin Khaththab berkata,

"Sesungguhnya, kita dahulu adalah kaum paling hina, kemudian Allah
memuliakan kita dengan agama Islam. Sehingga, jika kita berusaha mencari
kemuliaan dengan selain agama Islam, pasti Allah akan menimpakan kehinaan
kepada kita."

Demikianlah halnya, bila seseorang telah menemukan harga dirinya dalam
jiwanya. Ia tidak merasa berkurang harga dirinya, karena kurangnya asesoris
yang melekat pada dirinya, dan ia juga tidak bertambah percaya diri karena
berbagai asesoris yang tersemat pada dirinya.

Pada peperang Qadisiyah, pasukan umat Islam yang berjumlah 30.000 personil,
di bawah komando sahabat Sa'ad bin Abi Waqqas, menghadapi pasukan Persia
yang berjumlah 200.000 personil. Sebelum peperangan dimulai, panglima perang
Persia meminta agar umat Islam mengutus seorang juru runding guna berunding
dengannya. Memenuhi permintaan ini, sahabat Sa'ad bin Abi Waqqas mengutus
Rib'i bin 'Amir.

Setibanya Rib'i di pertendaan Panglima Persia yang bernama Rustum, ia
mendapatkan tenda Rustum telah dihiasi dengan permadani berhiaskan emas,
sutra, permata, intan berlian, dan hiasan indah lainnya. Rustum yang
mengenakan mahkota dan berbagai asesoris mewah lainnya, telah duduk
menunggunya di atas kursi yang terbuat dari emas.

Adapun Ribi'i datang dengan mengenakan pakaian yang kedodoran karena
kebesaran, menenteng sebilah pedang, sebatang tombak, perisai, dan
menunggangi kuda yang pendek. Ribi'i terus berjalan sambil menunggangi
kudanya, hingga kudanya menginjak ujung permadani tenda Rustum.

Selanjutnya, ia turun dan menambatkan kudanya di beberapa bantal sandaran
yang ada di tenda Rustum. Ia maju menghadap ke Rustum dengan tetap menenteng
pedangnya, mengenakan baju dan topi besinya.

Menyaksikan ulah Ribi'i ini, sebagian pengawal Rustum menghardiknya dengan
berkata, "Letakkan senjatamu!"

Tanpa gentar, Rabi'i menanggapi hardikan itu dengan berkata, "Bukan aku yang
berinisiatif untuk datang ke tempat kalian, tetapi kalianlah yang
mengundangku untuk datang. Bila kalian tidak suka dengan caraku ini, maka
aku akan kembali."

Mendengar perdebatan ini, Rustum berkata, "Biakan ia masuk."

Tatkala Rib'i dizinkan masuk, tidak diduga, ia menghunjamkan tombaknya ke
setiap bantal sandaran sutra yang ia lalui.

Setibanya di hadapan Rustum, ia bertanya kepada Ribi'i, "Apa tujuan kalian
datang kemari?"

Ribi'i segera menjawab dengan tegas, "Kami datang untuk membebaskan umat
manusia dari perbudakan kepada sesama manusia menuju perbibadatan kepada
Allah, dari himpitan hidup dunia, kepada kelapangan hidup di akhirat, dari
penindasan tokoh-tokoh agama, ke dalam naungan keadilan agama Islam. Allah
mengutus kami untuk menyebarkan agama-Nya kepada seluruh umat manusia.
Barangsiapa yang menerima seruan kami, maka kami menerima keputusannya itu
dan kami pun segera kembali ke negeri kami. Adapun orang yang enggan
menerima seruan kami, maka kami akan memeranginya, hingga kita berhasil
menggapai janji Allah."

Spontan, Rutum dan pasukannya kembali bertanya, "Apa janji Allah untuk
kalian?"

Ribi'i menjawab, "Orang yang gugur dalam perjuangan ini mendapatkan surga
dan kejayaan bagi yang selamat." (Al-Bidayah wa an-Nihayah, oleh Ibnu
Katsir: 7/46--47)

Demikianlah, bila harga diri seseorang tertanam kuat dalam jiwanya. Ia tidak
menjadi gentar atau rendah diri walaupun penampilannya serba pas-pasan,
sedangkan lawan bicaranya lengkap dengan berbagai asesoris yang menyilaukan
mata.

Saudaraku, Anda bisa bayangkan, andai Anda dengan perlengkapan yang ditugasi
untuk menemui panglima perang Persia dengan perlengkapan yang demikian itu,
kira-kira bagaimana perasaan dan sikap Anda?

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Bisa saja seseorang berpenampilan kumuh, selalu diusir orang karena
dianggap remeh, namun bila ia bersumpah memohon kepada Allah, maka Allah
pasti memenuhi permohonannya." (Hr. Muslim)

Sebaliknya, walaupun berbagai asesoris yang berkilau, indah nan mahal
harganya telah melekat pada diri Anda,tetapi Anda jauh dari Allah,
bergelimang dalam kemaksiatan, maka kehinaan akan melekat selalu di kening
Anda.

Al-Hasan al-Bashri berkata,

"Sesungguhnya, meskipun mereka (yaitu, para pelaku kemaksiatan dan dosa)
menunggangi kuda yang gagah, dibuat melenggak-lenggok oleh keledai yang
mereka tunggangi, tetapi kehinaan akibat amal kemaksiatan senantiasa melekat
di hatinya. Allah tidak akan menimpakan sesuatu kepada orang yang bermaksiat
kepanya-Nya kecuali kehinaan."

Haramkah Anda Berpakaian Bagus?

Saudaraku, mungkin Anda bertanya, "Bila demikian, apa itu artinya umat Islam
harus berpenampilan kumuh, kusut, tidak rapi dan meninggalkan segala
keindahan dunia?"

Tidak demikian, Saudaraku! Besarkan hati Anda, tidak perlu kawatir. Anda
tetap dibenarkan untuk mencicipi berbagai keindahan dunia. Bahkan
sebaliknya, berbanggalah menjadi umat islam, karena Allah Ta'ala menciptakan
segala isi dunia tiada lain kecuali untuk kepentingan Anda.

"Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu." (Qs.
Al-Baqarah: 29)

Pada ayat lain, Allah berfirman,

"Katakanlah, 'Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah di
keluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya, dan (siapa pulakah yang mengharamkan)
rezeki yang baik?' Katakanlah, 'Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang
yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari
kiamat.' Demikianlah, Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang
mengetahui." (Qs. Al-A'raf: 32)

Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Tidak masuk surga orang yang di hatinya terdapat sebesar debu dari
kesombongan." Spontan, salah seorang sahabat Nabi terkejut dan bertanya,
"Sesungguhnya ada orang yang suka bila berpakaian bagus, dan mengenakan
sendal yang bagus pula." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menanggapi pertanyan ini dengan bersabda, "Sesungguhnya Allah Maha Indah,
mencintai keindahan. Kesombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang
lain." (Hr. Muslim)

Pendek kata, harga diri Anda hanya ada di dalam jiwa Anda. Bila Anda berjiwa
besar karena dekat dengan Allah Yang Mahabesar dan Mahaagung, sumber segala
kebesaran, maka tanpa asesoris yang macam-macam pun, Anda tetap percaya
diri. Sebaliknya, bila jiwa Anda kerdil karena jauh dari Allah Yang
Mahabesar dan Mahaagung, maka apa pun asesoris yang Anda sematkan pada diri
Anda, tidak akan dapat mengangkat derajat Anda. Percayalah, Saudaraku!

Di antara aplikasi nyata keyakinan ini, Anda akan selalau membeli segala
kebutuhan Anda tepat guna dengan harga yang tepat pula dan tidak pernah
membeli produk hanya karena pertimbangan mereknya.

Sebagaimana Anda tidak menjadi latah dengan tren yang sedang berkembang di
masyarakat. Anda tetap percaya diri walaupun asesoris yang Anda kenakan
telah "expire date", karena Anda percaya bahwa harga diri Anda terletak pada
iman dan takwa Anda yang tidak pernah kadaluwarsa.

Akhirnya, saya mohon maaf bila ada kata-kata saya yang kurang berkenan.
Semoga Allah Ta'ala melimpahkan kemurahan-Nya kepada kita semua, sehingga
kita menjadi hamba-Nya yang besar karena besarnya iman yang melekat di dada.
Wallahu a'alam bish-shawab.

Penulis: Ustadz Muhammad Arifin Badri, Lc. M.A.
Artikel: www.pengusahamuslim.com

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125

Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63

Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

No comments:

Post a Comment