Monday, May 3, 2010

[Milis_Iqra] Kebencian itu Awal dari Hidayah

Ia marah dengan Islam. "Aku merasa agama dan para pengikutnya telah
menyerbu negara saya, " ujarnya

Oleh: M. Syamsi Ali

Rabu, 10 Pebruari, kota New York sedang dilanda badai salju. Sejak
tengah malam lalu, salju turun tiada henti membuat jalanan menjadi
sepi dan licin. Kebanyakan warga memilih tinggal di rumah, berbagai
institusi ditutup sementara, termasuk sekolah-sekolah dan bahkan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Aku sendiri cukup malas untuk meninggalkan rumah pagi. Tapi entah apa,
rasanya aku tetap terpanggil untuk melangkahkan kaki menuju kantor
PTRI, dan selanjutnya ke Islamic Center. Ternyata kantor PTRI juga
pagi ini hanya dibuka hingga pukul 12 siang.

Aku segera menuju Islamic Cultural Center of New York dengan tujuan
sekedar shalat dzuhur dan asar sekalian. Lazimnya, ketika ada badai
salju atau hujan lebat, jama'ah meminta untuk menjama' shalat. Setiba
di Islamic Center aku segera menuju ruang shalat, selain untuk melihat
apakah pemanas ruangan telah dinyalakan atau belum, juga untuk shalat
sunnah.

Tiba-tiba saja Sekretaris memanggil, "Some one is waiting for you!".
"Let me do my sunnah and will be there!," jawabku.

Setelah shalat sunnah, segera aku menuju ke ruang perkantoran Islamic
Center. Di ruang tamu sudah ada seseorang yang relatif berumur, tapi
nampak elegan dalam berpakaian. "Hi, good morning!," sapaku. "Good
morning!," jawabnya dengan sangat sopan dan ramah. "Waiting for me?,"
tanyaku sambil menjabat tangan. "Yes, and I am sorry to bother you at
this early time," katanya sambil tersenyum.

Aku mengajak pria berkulit putih tersebut ke ruangan kantor aku.
Dengan berbasa-basi aku katakan "Wah mudah-mudahan Anda diberikan
pahala atas perjuangan mengunjungi Islamic Center dalam suasana cuaca
seperti ini," kataku. "Oh not at all!. We used to this kind of
weather," jawabnya.

"So, what I can do for you this morning," tanyaku memulai pembicaraan.
Tanpa aku sadari orang tersebut masih berdiri di depan pintu.
Barangkali dia tidak ingin lancang duduk tanpa dipersilahkan. Memang
dia nampak sopan, tapi dari kata-katanya dapat dipahami bahwa dia
cukup terdidik.

"Please do have your sit!," kataku. "Thanks sir!," jawabnya singkat.

Setelah duduk Aku ulangi lagi, pertanyaan sebelumnya "what I can do
for you this morning?." Sambil membalik posisi duduknya, dia melihat
ke arahku dengan sedikit serius, tapi tetap dengan senyumnya. "I am
here for….,' seolah terhenti.."for some clarifications!," jawabnya.
Intinya, ia mengaku telah banyak membaca, mengamati dan belajar
agama. "Harus jujur Aku tahu tentang hal itu banyak," jelasnya.

"That's great!," selaku. Dia mengaku, dari waktu ke waktu, pertanyaan
tentang agamanya terus bertambah. Sementara perasaan terhadap Islam
justru makin tumbuh.

Pria itu, merubah posisi duduknya dan bercerita. "Aku dulu sangat
marah. Aku benar-benar membenci agama ini!, jelasnya. "Aku merasa
agama dan para pengikutnya telah menyerbu negara saya, " tambahnya
dengan sangat serius. "Jadi, apa yang terjadi?, pancingku menyambung
ceritanya.

Singkatnya, aku menuliskan beberapa catatan ceritanya, bagaimana
kebenciannya kepada agama Islam menjadi awal 'kehausan' untuk mencari
tahu. Suatu hari dia membeli makanan di pinggir jalan (Halal Food) di
kota Manhattan. Sekedar untuk diketahui, mayoritas mereka yang jual
makanan di pinggir jalan di kota New York adalah Muslim. Lalu
menurutnya, di gerobak penjual makanan itu tertulis "Laa ilaaha illa
Allah-Muhammad Rasul Allah" dalam bahasa Arab. Kebenciannya yang amat
sangat kepada Islam, membuatnya tidak bisa menahan diri untuk mengata-
ngatai penjual makanan itu dengan kalimat, "don't turn people away
from buying your food with that ….(bad word)', katanya sinis!.

Tapi menurutnya lagi, sang penjual itu tidak menjawab dan hanya
tersenyum, bahkan merespon dengan "Thank you for coming my friend!."

Singkatnya, menurut dia lagi, sikap ramah si penjual makanan itu
selalu teringat dalam pikirannya. Bahkan sikap itu menjadikannya
merasa bersalah, tapi pantang untuk datang meminta maaf. Ketidak
inginannya meminta maaf itu, katanya sekali lagi, karena kebenciannya
kepada agama ini (Islam, red). "Itu benar-benar membuat saya marah
kepada diri saya, namun di saat yang sama, saya benar-benar ingin
tahu," sambungnya.

"Awalnya, aku hanya googling beberapa informasi mengenai agama.
Kemudian mendengarkan beberapa ceramah di Youtube (terutama ceramah
Hamzah Yusuf), " ujarnya. Setelah itu kemudian membeli beberapa buku
karangan non Muslim, termasuk sejarah Rasul oleh Karen Amstrong,
Syari'ah oleh John Esposito, dll.

"Semakin saya pelajari, semakin aku merasa menjadi curiga dan
bingung," akunya. "Tapi apakah Anda pernah berpikir sebelumnya,
mengapa begitu?," ujarku. "Saya tidak tahu, saya kira faktor media,
katanya. Yang jelas, setiap kali dia melihat pemboman, pembunuhan,
pengrusakan, dan bahkan beberapa aksi film, ada-ada saja Muslim yang
terkait. "Saya benar-benar tidak tahu dan bingung, apa yang sedang
dipraktikkan orang-orang Islam ini?."

Dia kembali berbicara panjang, seolah menyampaikan ceramah kepadaku
tentang "jurang besar" antara ilmu tentang Islam yang dia pahami dan
berbagai perangai yang dia lihat dari beberapa Muslim selama ini. Di
satu sisi, dia kagum dengan sikap penjual makanan tadi. Tapi di satu
sisi, dia marah dengan sikap beberapa orang Islam yang justru
melakukan apa yang disebutnya sebagai "kejahatan atas nama Islam."
"Dan demikian, aku pada pihak mana? Apakah suatu hari nanti aku akan
menjadi seorang Muslim?, tanyanya pada dirinya sendiri.

Setelah selesai, aku kemudian memulai mengambil kendali. "Pertama,
saya ucapkan selamat!," kataku singkat. Tapi justu nampak bingung
dengan ucapanku itu.

Segera aku sambung 'You have been a real American!'. Dia tersenyum
tapi masih belum paham.

"Kemarahan Anda dapat dimengerti," kataku. Pertama-tama, karena Anda
tidak tahu dan akan mencari serta bertanya tetang itu. Kedua, faktor
media dan obat untuk itu adalah memperjelas. Dan saya pikir Anda
melakukan yang kedua, " tambahku

Aku mengajaknya mendiskusikan berbagai hal. Mulai dari sejarah
peperangan, terorisme, pembunuhan, pengrusakan, dari dulu hingga
sekarang. Dan sebaliknya, bagaimana Islam telah memainkan peranan
besar dalam membangun peradaban manusia.

"Sepanjang sejarah manusia, apa yang Anda lihat sekarang ini tidaklah
terlalu mengejutkan dan hal baru. Berapa banyak nyawa telah diambil,
properti dihancurkan dan rumah rusak?," tanyaku. "Dan dari awal Nabi
Muhammad mengajarkan agama ini pada abad ke-7 di Arabia, hingga hari
ini, berapa banyak perang dan pembunuhan yang telah melibatkan Muslim
sebagai pelaku?," pancingku lagi.

Dia nampak hanya geleng-geleng kepala dengan contoh-contoh yang aku
berikan. Dari Hitler, Stalin, Perang Dunia I dan II, Hiroshima dan
Nagasaki , dst. Berapa diantara mereka yang terbunuh, dan siapa yang
melakukan? Peperangan di Iraq, berapa yang terbunuh ketika jet-jet
Amerika mendrop boms di perkampungan- perkampungan? Siapa mayoritas
tentara Amerika?

Kemudian, pernahkan dilakukan studi secara dekat, untuk mengetahui
apakah benar bahwa pemboman, pembunuhan, pengrusakan yang dilakukan
oleh beberapa Muslim selama ini, walau atas nama Islam, memang
dibenarkan oleh Islam? Dan benarkah bahwa memang motifnya karena
memperjuangkan Islam dan Muslim, atau karena memang Islam dan Muslim
adalah jembatan menuju kepada 'interest' tertentu?, ceritaku panjang
lebar.

Tak terasa, waktu adzan dhuhur telah tiba. "Sorry, that is what we
call adzan or the call to pray," jelasku. Aku diam sejenak, dia juga
nampak diam mendengarkan adzan dari Sheikh Farahat, muadzin yang baru
diterima sebagai pegawai di Islamic Center. Suara tammatan Al-Azhar
ini memang sangat indah.

Setelah adzan, aku kembali menyambung pembicaraan. Saat ini kita
membicarakan berbagai ketidakadilan yang terjadi di berbagai belahan
dunia, dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Secara ekonomi hanya
segelintir yang menikmati kue alam, secara politik ada pemaksaan
sistemik kepada negara lain, dst.

"Dengan semua ini, dan tidak ada cara untuk mengatakan bahwa
pembunuhan, terutama ketika kita sampai pada kehidupan dan warga sipil
tak berdosa, adalah dibenarkan atas nama berjuang untuk keadilan,"
lanjutku.

Tapi karena waktu sangat singkat, aku bertanya "Apa pendapatmu? Apakah
ada hal yang membuat Anda berkeberatan?, " pancingku. Dia nampak diam,
tapi tersenyum dan mencoba berbicara.

"You are right!," katanya singkat. "Aku sudah tidak adil untuk diri
saya sendiri! Asosiasi saya terhadap Islam dan perilaku sebagian kaum
Muslim benar-benar tidak adil."

"You got the point, sir!", jawabku singkat. "Sekarang, saya meminta
izin sesaat untuk shalat." Tiba-tiba saja dia melihatku dengan sedikit
serius. Kali ini tanpa senyum dan berkata "Apa yang harus aku lakukan
untuk menjadi seorang Muslim?" tanyanya. "Are you serious?" tanyaku.
"Yes!" , jawabnya singkat. "Follow me!", ajakku.

Aku ajak dia ke ruang wudhu, mengajarinya berwudhu, lalu ke ruang
shalat. Sambil menunggu waktu iqamah, aku menyampaikan kepadanya. "Apa
yang akan saya lakukan adalah membawa Anda untuk menyatakan iman Anda
yang baru dengan apa yang kita sebut syahadat. Dan itu adalah untuk
bersaksi bahwa tiada Tuhan yang layak untuk disembah kecuali Allah dan
Muhammad adalah Rasul-Nya," jelasku seraya mengingatkan apa yang
pernah dia lihat dahulu di gerobak penjual makanan itu.

Sebelum iqamah dimulai aku ajak, Peter Scott, begitu nama pria
tersebut, ke depan jama'ah dan menuntunnya mengucapkan "Asy-hadu anlaa
ilaaha illa Allah wa asy-hadu anna Muhammadan Rasul Allah," seraya
diikuti gema takbir sekitar 200-an jama'ah shalat Dhuhr hari ini.

"Peter, Anda seorang Muslim sekarang, seperti orang lain di sini hari
ini. Tidak ada diantara Anda yang kurang. Sebenarnya, Anda lebih baik
dari kami karena Anda dipilih untuk menjadi, bukan hanya dilahirkan ke
dalamnya dan mengikutinya," jelasku sambil meminta untuk mengikuti
gerakan-gerakan shalat sebisanya, tapi dengan konsentrasi.

Allahu Akbar! Semoga Peter selalu dijaga dan dijadikan pejuang di
jalanNya! [New York, 10 Pebruari 2010/www.hidayatullah.com]

Penulis adalah imam Masjid Islamic Cultural Center of New York dan
penulis rubrik "Kabar Dari New York" di www.hidayatullah.com

http://hidayatullah.com/kolom/syamsi-ali/10713-2010-02-12-12-00-21

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125

Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63

Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

No comments:

Post a Comment