suara adzan, ia mengaku merasa sangat gemetar
Oleh: M. Syamsi Ali*
Senin malam lalu, bertepatan dengan hari peringatan kelahiran Dr.
Martin Luther, pejuang hak-hak kesetaraan antarras di AS,
dilangsungkan perhelatan akbar di Lincoln Center kota New York.
Sedikitnya 2000 penonton menghadiri acara pertunjukan International
Distinguished Concert of New York (IDCNY) dengan tema "The Armed for
Peace".
Acara ini sendiri dikemas sebagai rangkaian memperingati hari
kelahiran Martin Luther sebagai simbol 'non violence' (anti kekerasan/
perang). Sedangkan acara dengan tema "The Armed Force for Peace"
dimaksudkan sebagai tandingan terhadap "the Armed Force for war", yang
akhir-akhir ini mendominasi berbagai peristiwa dunia kita.
Saya sendiri hadir sebagai undangan, tapi sekaligus diminta
mengumandangkan adzan di selah-selah 'concert for peace' malam itu.
Tentu dengan sangat senang hati saya hadir, apalagi dengan tiket
gratis yang konon kabarnya dijual hingga seratusan US Dollar itu. Tapi
lebih dari itu, bagi saya, yang lebih menyenangkan lagi adalah
kesempatan memperdengarkan sesuatu tentang Islam, walau itu hanya
dengan gema adzan.
Bukan jalannya acara itu yang ingin saya ceritakan. Tapi sesuatu yang
jauh lebih menarik dari segalanya.
Ternyata, diam-diam gema adzan yang saya lantunkan malam itu menjadi
penyebab hidayah bagi seseorang. Dari dua ribuan hadirin itu, Allah
memilih salah seorang di antara mereka untuk dibimbing menuju ridhaNya
lewat kumandang adzan itu. Orang tersebut baru pagi ini, Rabu, datang
ke Islamic Center dan menyampaikan perasaannya di saat adzan
dikumandangkan malam itu.
Saya baru tiba di Islamic Center ketika Sekretaris menelpon ,'"Ya
syeikh, ada seseorang ingin konsultasi," begitu ujarnya. Normalnya
saya tidak menerima tamu, kecuali jika sangat penting, sebelum shalat
Dhuhur. "Bisakah dia menunggu Dhuhur?" tanya saya. "Dia mengatakan
sedang tergesa-gesa," jawab Sekretaris saya. "Let her come to my
office," kataku.
"I am really sorry to bother you early, Imam," ujarnya mengawali
pembicaraan di saat memasuki kantor. "Oh tidak sama sekali! Aku baru
saja masuk dan ingin mempersiapkan pidato singkat setelah salat Dhuhur
hari ini. Tapi baik-baik saja, saya pikir saya ok untuk bertemu
denganmu. Terima kasih atas kunjungannya," candaku.
Gadis itu nampak percaya diri. Tidak ada keraguan, dan terus
memperlihatkan wajah yang ramah. Mungkin itulah tipe wanita-wanita
Amerika, apalagi yang berpendidikan tinggi.
"Apa yang bisa aku bantu padamu hari ini?" ujarku memulai. Sambil
menarik napas, dia melihatku dan mengatakan, "Saya yakin, Anda tak
kenal saya, tetapi saya mengenal Anda." Saya sedikit terkejut dengan
pernyataannya karena seolah-olah kehadirannya adalah karena mengenal
saya.
"Really?" kataku lagi. "Apakah kita pernah berjumpa sebelumnya?"
tanyaku seperti nggak sabaran. "No, tapi saya pernah melihat Anda
beberapa hari lalu." Saya sepertinya nggak percaya sebab memang tidak
ada di benak bahwa dua hari sebelumnya saya tampil di Lincoln Center
untuk mengumandangkan adzan. "Ya, dua hari lalu di Lincoln Center,"
jawabnya.
Barulah saya sadar akan acara penting dua hari sebelumnya itu. "Dan
apa yang bisa saya bantu kepada Anda hari ini?" tanyaku. Dengan
sedikit mimik yang serius, namun dengan wajah yang ceria dia
menceritakan bahwa sejak bebarapa bulan terakhir ini dia sedang
mendalami Islam.
Menurutnya lagi, keinginan mendalami Islam itu terdorong oleh
kenyataan bahwa Islam semakin terekspos sedemikian rupa di berbagai
media massa . "Sebenarnya, pada awalnya saya hanya ingin memastikan
semua hal negatif yang telah dikatakan banyak orang tentang Islam.
Tapi semakin aku belajar tentang hal itu, semakin aku tertarik
padanya," katanya serius.
Karena nampaknya dia sangat tergesa-gesa, saya langsung saja ke poin
penting. "Dan apa yang Anda dapatkan tentangnya?" tanyaku memancing.
"Jujur, saya percaya bahwa agama Islam luar biasa. Sungguh pun begitu
saya mempunyai banyak pertanyaan, dan saya tidak bermaksud melukai
perasaan mana pun," tegasnya.
"Oh not at all Miss!" kataku. "Kenyataannya, pertanyaan-pertanyaan itu
mungkin jalan bagi Anda untuk mengeksplorasi lebih jauh agama ini."
Gadis baya berambut pirang ini tersenyum sambil menunduk. Mungkin
masih merasa bersalah karena dalam benaknya masih ada beberapa
pertanyaan tentang berbagai aspek agama ini. Barangkali karena tradisi
agama lain, ketika mempertanyakan dianggap meragukan atau merupakan
indikasi kelemahan iman.
"Anda tahu, dalam agama kami, menanyakan jawaban atas segala
kekhawatiran yang mungkin sangat dianjurkan. Sebenarnya, itu adalah
jalan menuju kebenaran," tegasku sambil memberikan contoh Ibrahim yang
mempertanyakan bagaimana mungkin Allah akan menghidupkan orang yang
telah mati (kaifa tuhyil mauta).
"Really? It is amazing! Kau tahu, salah satu dari banyak alasan
mengapa saya belajar Islam, karena saya benar-benar ingin tahu. Aku
tidak mau mengikuti sesuatu secara membabi-buta, bahkan ketika saya
menolaknya rasionalitas," jelasnya.
"But don't forget," saya memotong pembicaraannya. "Dalam hal bahwa
rasionalitas kami mungkin tidak di posisi untuk bergulat. Tetapi
tentu tidak ada dalam agama Islam membantah rasionalitas kami maupun
sifat dasar manusiawi kami," tambah saya.
Dia tampak agak bingung. Tapi kemudian saya lanjutkan, "Ketika Anda
menghitung 1 ditambah 1 ditambah 1, menurut rasionalitas kita adalah
3. Tapi kalau ada orang yang bersikeras untuk mengatakan itu adalah 1,
maka itu bertentangan dengan rasionalitas kita..." jelas saya. "Tapi
bila Anda mengatakan bahwa Allah akan membawa kita kembali ke
kehidupan setelah kematian, rasionalitas Anda mungkin tidak dalam
posisi untuk tahu detailnya. Tetapi tidak bertentangan dengan pikiran
kita. Mengapa? Bagi Tuhan, Yang menciptakan kami dari tidak ada, akan
lebih mudah mengembalikan kami, membandingkan hingga awal penciptaan
manusia."
Tak terasa waktu berjalan hampir sejam kami mengobrol. "I am sorry to
talk that much. I know you are in a hurry," kataku sambil tersenyum.
"Oh no! I am okay... but need to go back to my work," jawabnya.
"Di mana Anda bekerja? Dan siapa nama Anda," tanyaku. Dari awal kami
mengobrol, ternyata lupa saling menanyakan nama. "Hai, nama saya
Nicole dan aku seorang akuntan bekerja di perusahaan akuntansi di
Kota. Dan kau tahu hari-hari ini sangat sibuk bagi kami," jawabnya.
Saya teringat kalau hari-hari ini adalah waktu pengurusan tax bagi
warga Amerika. Dan sudah tentu dia sangat sibuk.
'Ngomong-ngomong, saya berharap percakapan kita telah menarik Anda,"
kataku.
"Tentu," jawabnya sambil kelihatan serius.
"Syeikh, saya rasa…" katanya terpotong.
"Mengapa dengan perasaan Anda?" tanyaku.
Sambil membalik posisi duduknya, sang gadis itu melihat saya dengan
wajah serius. "Saya berpikir, lebih baik bagi saya untuk mengejar
impian saya," katanya lebih serius.
"Impian tentang apa?" tanyaku.
"Saya ingin menjadi seorang Muslim sekarang," tegasnya. "Dan Anda
tahu? Saya datang karena lagu yang Anda nyanyikan (adzan, red) di
Lincoln Center Senin yang lalu. Jujur, setelah membaca banyak tentang
Islam, banyak berpikir tentang hal itu, dan ketika saya mendengarkan
Anda bernyanyi (melantunkan adzan, red), saya mendengar itu dengan
gemetar, dan aku tidak tahu mengapa itu begitu kuat!"
"Nicole, saya yakin itu Anda tulus dalam cara itu untuk menemukan
kebenaran. Dan Anda telah menemukannya!"
"Jadi apa yang aku lakukan?" tanyanya.
"Ini sangat sederhana," jawabku.
Saya kemudian memanggil dua jama'ah yang sudah mulai datang ke Islamic
Center, terutama para sopir taksi yang memang menjadikan masjid 96th
Street itu sebagai station untuk shalat dan keperluan kamar mandi.
Setelah keduanya hadir di kantor, saya memulai membimbing Nicole
dengan linangan airmata: "Asy-hadu anlaa ilaah illa Allah. Wa asy-hadu
anna Muhammadan Rasulullah," diikuti takbir kedua saksi.
Sebelum meninggalkan Islamic Center Nicole sempat belajar wudhu dan
shalat Dhuha. Tapi dia berjanji untuk shalat Dhuhur di kantornya, yang
menurutnya cukup private.
Selamat Nicole, semoga Nicole Friedman ini bisa menjadi inspirasi bagi
Nicole Kidman menemukan hidayahNya!. [New York , 20 Januari 2010/
www.hidayatullah.com]
ilustrasi: Najlah Feanny/CORBIS SABA
http://hidayatullah.com/kolom/syamsi-ali/10474-gema-adzan-menggetarkan-jiwaku
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment