Sunday, May 2, 2010

[Milis_Iqra] Larangan Taqlid

Posted Januari 3, 2007
Filed under: Al Aqidah, Aqidah, Aqidah & Tauhid, Aqidah Islam, Aqidah
Moslem, Aqidah Muslim, Arsip Aqidah, Artikel Aqidah, At Tauhid, Iman,
Islam, Moslem, Muslim, Religion, Religius, Tarbiyah, Tauhid |
MediaMuslim.Info – Telah masyhur di kalangan kita bahwa sebagian besar
manusia dalam menjalankan agamanya hanya mengikuti apa-apa yang di
ajarkan oleh Kyai-kyainya, atau Ustadznya tanpa mengikuti dalil-dalil
yang jelas dari agama ini. Mengikuti di sini yang dimaksudkan adalah
mengikuti tanpa dasar ilmu. Mereka hanya manut saja apa kata Sang Kyai
atau Sang Ustadz, seolah apa yang mereka katakan pasti benar. Di sini
kita melihat kebenaran hanya diukur oleh ucapan-ucapan kyai/ustadz
tersebut tanpa melakukan pengecekan terhadap dasar ucapan mereka.
Mereka tidak mengecek apakah sumbernya dari Rasulullah shalallahu
'alaihi wa sallam, atau hanya bersumber dari hadits-hadits yang lemah,
atau lebih fatal lagi bila bersumber dari hadits yang palsu. Inilah
sesungguhnya Hakekat dari Taklid.
Ingatlah wahai saudaraku kaum muslimin ….. bahwasanya kebenaran atau
al haq itu bukan berdasarkan banyaknya pengikut atau status sosial
orang yang mengucapkan, karena kebenaran akan tetap merupakan
kebenaran meskipun hanya sedikit yang mengikutinya. Dan yang namanya
kebatilan merupakan kebatilan sekalipun seluruh manusia mengikutinya.
Dan kebiasaan mengekor tanpa ilmu ini jelas-jelas merupakan suatu hal
yang sangat tercela. Bahkan Alloh mengharamkan untuk mengikuti sesuatu
yang kita tidak mempunyai ilmu tentangnya. Sebagaimana disebutkan
dalam Al-Quran " Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya ." (QS. Al-Israa : 36). Dan juga
perkataan Imam Bukhori " Bahwa ilmu itu sebelum ucapan dan
perbuatan ."
Dampak yang nyata terhadap hal ini ialah semakin jauhnya para muqolid
(orang-orang yang taklid) ini dari ajaran Islam yang murni, dimana
amalan-amalan mereka banyak yang bersumber dari hadits yang dhoif
(lemah) atau bahkan hadits palsu dan bahkan mungkin mereka beramal
tanpa ada dalil, hanya mengikuti ucapan Kyai atau Ustadznya. Jika
dikatakan kepada mereka bahwa amalan mereka itu menyelisihi dalil yang
shohih dari Rosulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, mereka mengatakan
"kami hanyalah mengikuti apa-apa yang ada pada bapak-bapak kami atau
kyai / ustadz kami."
Contoh paling nyata sekarang ini, kebanyakan mereka mengaku mengikuti
Madzab Syafii, Hambali, Hanafi, dan Maliki dari para imam-imam madzab.
Padahal kalau kita tengok ajaran/perbuatan/amalan mereka sangat jauh
dari perbuatan imam-imam madzab tersebut. Mereka begitu fanatik kepada
madzab yang mereka ikuti, bahkan bila ada seseorang yang berkata yang
perkataannya itu bertentangan dengan madzab yang mereka anut, walaupun
ucapannya itu haq adanya, niscaya mereka akan menentangnya habis-
habisan, dan yang demikian ini terjadi. Wahai saudaraku…padahal agama
adalah nasehat, sebagai sesama kaum muslimin harus saling menasehati.
Lantas bagaimana kalau sikap mereka menolak dari nasehat orang yang
tidak sesuai dengan pendapat mereka (meskipun nasehat yang haq).
Agama Islam dibawa oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam,
kemudian para shahabatnya meneruskannya, kemudian lagi para tabiin
terus sampai jaman kita sekarang ini, kita harus mengikuti mereka.
Dalam beragama itu harus mengikuti Al-Quran dan As-Sunnah yang shohih
sesuai dengan pemahaman para shahabat Rosulullah shalallahu 'alaihi wa
sallam. Kita harus memahami agama ini sesuai dengan pemahaman para
shahabat karena merekalah orang-orang yang paling tahu tentang sunnah
Rosulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Mereka adalah orang-orang
pilihan yang dididik secara langsung oleh Rasulullah shalallahu
'alaihi wa sallam. Kalau ada yang keliru diantara mereka langsung
ditegur atau dibetulkan/diluruskan oleh Beliau shalallahu 'alaihi wa
sallam. Jadi pada jaman shahabatlah agama ini sangat terjaga
kemurniannya. Untuk itu kita wajib menjalankan agama ini sesuai
petunjuk Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam dan sesuai dengan apa
yang dipahami oleh para shahabat Beliau shalallahu 'alaihi wa sallam.
Inilah sesungguhnya Hakekat dari Ittiba (mengikuti).

Berikut ini pendapat dari Empat Imam tentang masalah Taklid dan
Ittiba :
1. Imam Asy Syafii
• "Tidak ada seorang pun kecuali dia harus bermadzhab dengan Sunnah
Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam dan menyendiri dengannya.
Walaupun aku mengucapkan satu ucapan dan mengasalkan kepada suatu asal
di dalamnya dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam yang
bertentangan dengan ucapanku, maka peganglah sabda Rasulullah
shalallahu 'alaihi wa sallam. Inilah ucapanku."
• "Apa bila kamu mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan
dengan sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, maka peganglah
ucapan Beliau dan tinggalkanlah ucapanku."
• Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Nabi shalallahu 'alaihi
wa sallam terdapat hadits yang shohih yang bertentangan dengan
perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Oleh karena itu
janganlah mengikuti aku."
• "Apabila hadits itu shohih, maka itu adalah madzhabku."
• "Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa telah terang
baginya Sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam maka tidak
halal baginya untuk meninggalkannya karena untuk mengikuti perkataan
seseorang."
• "Setiap masalah yang di dalamnya kabar dari Rasulullah shalallahu
'alaihi wa sallam adalah shohih bagi ahli naqli dan bertentangan
dengan apa yang aku katakan, maka aku meralatnya di dalam hidupku dan
setelah aku mati."
2. Imam Ahmad bin Hambal
Beliau berkata :
• "Janganlah engkau mengikuti aku dan janganlah pula engkau ikuti
Malik, Syafii, Auzai, Tsauri, tapi ambillah dari mana mereka
mengambil."
• "Barang siapa menolak hadits Rasulullah shalallahu 'alaihi wa
sallam maka sesungguhnya ia telah berada di tepi kehancuran."
• "Pendapat Auzai, pendapat Malik dan pendapat Abu Hanifah semuanya
adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan alasan hanyalah
terdapat di dalam atsar-atsar"
3. Imam Malik bin Anas
Beliau berkata :
• "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang salah dan benar.
Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan
kitab dan sunnah, ambillah dan yang tidak maka tinggalkanlah."
• "Tidak ada seorangpun setelah Nabi Muhammad, kecuali dari
perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi
Muhammad .
4. Imam Abu Hanifah
Beliau berkata :
• "Apabila hadits itu shohih maka hadits itu adalah madzhabku
• "Tidak dihalalkan bagi seorang untuk berpegang kepada perkataan
kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya"
• Dalam sebuah riwayat dikatakan,Adalah haram bagi orang yang tidak
mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku."
• "Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab
Alloh dan kabar Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, maka
tinggalkanlah perkataanku."
Demikianlah wahai saudaraku kaum muslimin, pendapat dari empat imam
tentang larangan taklid buta. Mereka memerintahkan kita untuk
berpegang teguh dengan hadits Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa
sallam, serta melarangnya untuk mengikuti mereka tanpa melakukan
penelitian. Jadi mereka para Imam yang empat melarang keras kepada
kita untuk taqlid buta / membebek / mengekor tanpa ilmu.
Barang siapa yang berpegang dengan setiap apa yang telah ditetapkan di
dalam hadits yang shohih, walaupun bertentangan dengan perkataan para
imam, sebenarnya tidaklah ia bertentangan dengan madzhabnya (para
imam) dan tidak pula keluar dari jalan mereka, berdasarkan perkataan
para imam di atas. Karena tidak ada satu ucapanpun yang dapat
mengalahkan ucapan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bahkan
ucapan para shahabat pun !!! Sebagaimana perkataan Ibnu Abbas : "Aku
khawatir akan datang hujan batu dari langit, aku ucapkan Rosululloh
berkata .., engkau ucapkan Abu Bakar berkata, …dan Umar berkata…".
Inilah sikap yang seharusnya kita ambil, mencontoh para shahabat, imam-
imam yang mendapat petunjuk, di mana merekalah yang telah mengamalkan
dien/agama ini sesuai dengan petunjuk Rosulullah shalallahu 'alaihi wa
sallam, tidak mengada-ada (tidak menambah/mengurangi). Dan hal inipun
menunjukkan kesempurnaan ilmu yang ada pada mereka (para Imam) dan
ketaqwaannya. Kadang kala mereka mengakui bahwasannya tidak semua
hadits mereka ketahui.Terkadang mereka menutupkan suatu perkara dengan
ijtihad mereka, namun hasil ijtihad mereka keliru karena bertentangan
dengan hadits yang shohih. Hal ini dikarenakan belum sampainya hadits
shohih yang menjelaskan tentang perkara itu kepada mereka. Jadi
sangatlah wajar bagi seseorang yang belum paham suatu permasalahan
kembali berubah sikap manakala ada yang menasehatinya dengan catatan
sesuai dengan sunnah yang shohih dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wa
sallam. Wallahu Alam.

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125

Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63

Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

No comments:

Post a Comment