Monday, May 3, 2010

Re: [Milis_Iqra] Armansyah tidak konsisten secara teologis



2010/4/29 rizal lingga <nyomet123@yahoo.com>
Semua buku-buku teologi yang ditulis berdasarkan pada falsafah tertentu. Yang mendasarkan tulisannya pada doktrin yang sudah mapan disebut teologi ortodoks atau konservatif. Yang mendasarkan tulisannya pada teologi liberal akan menulis mempertanyakan dan membantah keyakinan yang sudah mapan tersebut. Umumnya buku-buku teologi yang ditulis pasti termasuk pada salah satu dari teologi tersebut, liberal atau ortodoks.



[Arman] : Perlu dipertanyakan juga disini tentang apakah yang dimaksud oleh anda sebagai liberal maupun ortodoks itu sendiri, lalu apakah yang menjadi batasannya ? Kita tidak bisa mengklaim dengan begitu mudahnya terhadap seseorang yang menulis buku dengan isi kritik terhadap sebuah dogma atau pemahaman dari sebuah keyakinan sebagai orang yang pasti berpaham "liberal" atau setidaknya terkontaminasi dengan pemahaman tersebut.

Dunia filsafat dan teologi sejak awal kelahirannya selalu berkembang diatas kaidah pro dan kontra, tidak terkecuali didalam Islam maupun kristen. Kita tidak bisa menjustifikasi bahwa dunia selalu di-isi dengan nilai kebenaran dan identika dengan kebenaran itu sendiri sebab dunia ini sejak awal sudah berdiri atas benar dan salah, lurus dan menyimpang, malaikat dan iblis, angka 0 dan angka 1, tertawa dan menangis.



 
[Rizal] :Teolog-teolog liberal menentang segala sesuatu yang bersifat mujizat, keajaiban, dan apapun yang bersifat supra alamiah. Mereka berusaha membuat segala sesuatu dalam ranah agama menjadi masuk akal dan manusiawi. Teologi liberal selalu bersifat humanisme. Teologi liberal berkembang sejalan dengan timbulnya renaisans dalam dunia ilmu pengetahuan di abad ke 19.



[Arman] : Pada dasarnya para teolog liberal yang anda maksud itu adalah --maaf-- orang-orang bodoh yang menafikan eksistensi kesimbangan yang ada disekitar mereka. Mereka memaksakan mata mereka untuk tertutup dari kenyataan bahwa alam semesta ini penuh dengan nilai-nilai yang saling seimbang dan berpasangan sebagaimana contoh-contoh sederhana yang sudah saya ungkap diatas. Orang-orang yang anda maksud teolog diatas itu pasti bagian dari para atheis atau pengingkar eksistensi Tuhan yang mana otak mereka, akal mereka terkalahkan oleh ego subyektif yang mereka paksakan guna menentang pemahaman yang absurd yang ada disekitar mereka. Terutama seperti yang anda tulis bahwa hal ini banyak terjadi dijaman renaisans dimana masa itu adalah masa dari penolakan banyak orang atas keangkuhan gereja dengan segala doktriner mereka.

Hal serupa meski tidak benar-benar mirip juga terjadi dikalangan Islam --namun ini tidak membuat mereka lepas dari jati diri keislaman mereka seperti yang terjadi didunia kristen-- yaitu dari kalangan muktazilah dan sebagian syiah pada masanya yang menganggap pemahaman umum yang beredar sudah menyelisihi kaidah utama dalam nash dan ajaran asli Islam dalam hal optimalisasi akal terhadap wahyu.




 
[Rizal] :Jadi, James Tabor dan Bart Erhman tidak terkecuali. Jelas pandangan tulisan mereka berdasarkan teologi liberal, yang berusaha sekuat tenaga memanusiawikan Yesus dalam segala hal. Bagi mereka Yesus hanyalah manusia biasa, dan dalam tulisan-tulisan mereka jelas mereka berusaha menampilkan Yesus sebagai manusia biasa, dan membuang semua peristiwa2 dalam hidup Yesus yang tidak masuk akal.



[Arman] : Rizal, anda terlalu menghakimi keobyektifitasan cara berpikir manusia.
Berpikir bebas dan mencari penjelasan terhadap sebuah polemik adalah suatu hak dan anugerah dari Tuhan buat manusia yang justru hal inilah membuatnya berbeda dengan binatang dan dipilih sebagai pengelola dunia.

Adanya pengakuan oleh sejumlah pihak tentang ketuhanan makhluk tertentu (misalnya dalam kasus ini adalah pengakuan pihak gereja terhadap ketuhanan dari seorang manusia yang dikenal dengan nama yesus) tentu akan menerbitkan pro dan kontra yang pada tingkat lebih lanjut menghasilkan penelaahan dan pembuktian empiris dilapangan serta kajian-kajian mendalam terhadap nash-nash yang berkaitan mengenainya.

Usaha pembuktian secara empiris maupun non empiris ini jelas dibutuhkan guna mendapatkan kebenaran secara obyektif, apalagi memang obyek yang dianggap sebagai tuhan dan jelmaan tuhan ini adalah manusia biasa seperti kita juga adanya yang nyata fisiknya, suaranya, makannya, tidurnya dan seterusnya.

Usaha-usaha seperti ini sama sekali tidak salah dan harusnya tidak bertentangan apapun dengan nilai-nilai insaniah maupun nash-nash yang ada, sebuah ajaran yang benar mestinya bersikap terbuka dan siap untuk diuji bukan malah melempar klaim sesat-neraka-liberal atau sejenisnya untuk menutupi kritik pada dirinya. Ini adalah logis Rizal, ibarat kita sudah menyusun disertasi dan kita harus bisa serta siap untuk ditanya dan dikritik tentang apa yang sudah kita susun dan kita tulis.

Kontroversi tentang yesus bukanlah hal yang baru diatas dunia ini sebab sejarah sudah jelas membuktikan bila sejak jaman paulus masuk ketengah komunitas para muridpun hal-hal ini sudah menjadi perdebatan hangat yang kemudian terus berulang hingga jaman konsili nicea dan beberapa kali konsili lain sesudahnya. Bila kita tarik garis obeyktif mengenai yesus, ternyata kita harus mengakui bahwa berdasar bukti otentik yang dipercayai oleh semua umat kristen, yesus sendiri adalah manusia biasa dan ia juga punya tuhan tempat dia memohon dan mengadu.

Anda percaya ?




 
[Rizal] : Saya melihat Armansyah tidak konsisten secara teologis dengan mengadopsi tulisan-tulisan Tabor dan Erhman ini. Mengapa saya katakan demikian? Karena teologi Armansyah sebagai seorang Islam masih percaya akan hal-hal yang gaib, misteri dan spiritual. Armansyah masih percaya akal hal-hal yang gaib dalam agama Islam. Sedangkan teologi liberal membuang semua hal yang bersifat gaib dan malah menulis menentang hal-hal yang gaib tersebut. Mereka menafsirkan ulang dan kalau perlu merekayasa sejarah untuk membenarkan pandangannya tersebut.



[Arman] : Anda lucu dan benar-benar lari jauh dari konteks maupun kenyataan Rizal, sejak kapan saya mengatakan diri saya sebagai pengikut teologi liberal ? Saya adalah seorang pemikir Lingga, saya juga seorang researcher, seorang yang selalu belajar dan selalu ingin tahu. Berulang kali saya menulis ini tetapi anda selalu menjawab out of context lingga.

Benar bahwa hampir setiap dari kita, termasuk saya sendiri, terlahir dari orang tua yang sudah beragama. Saya mensyukuri hal itu lebih-lebih karena saya terlahir sebagai seorang muslim dan ditengah keluarga yang mendidik saya dengan keras tetapi penuh kebebasan berpikir dan rasional.

Dalam hidup ini kita semua punya parameter yang pasti untuk dapat menentukan benar atau salah dari suatu keadaan, parameter tersebut tidak lain dari akal, dengan akal kita dapat mengenal berbagai macam bentuk ekosistem yang ada, dengan akal misalnya kita bisa membedakan antara si A dengan si B, dengan akal pula kita bisa membedakan antara anjing dengan manusia … begitulah seterusnya dan siapapun sepakat bahwa secara akal pun kita bisa menilai sejauh mana sesuatu itu bisa bersifat benar dan sejauh apa pula sesuatu itu bisa disebut salah.

Dalam hal agama serta ketuhanan, semua agama pasti mendogmakan agamanya saja yang paling benar, orang Islam bilang Islamlah yang paling benar, orang kristen bilang kristenlah yang benar, orang budha akan berkata budhalah yang benar dan demikianlah adanya klaim-klaim dari semua agama dan ajaran yang ada, tidak ada yang memproklamirkan ajarannya sesat, ajarannya salah … sangat egois memang, tetapi begitulah fakta dan begitulah sunnatullahnya.

Kita tidak mungkin bisa membedakan mana dogma yang benar dan mana dogma yang salah dengan berdasarkan dogma juga (baca: Iman), artinya seseorang tidak bisa berdalih dibelakang kata " iman " untuk membenarkan dogma yang ia anut, sebab sekali lagi kata " iman " ini adalah bagian dari dogma yang ada, dan setiap pemeluk masing-masing agama bisa berkata yang sama, akibatnya jika dipaksakan dan dibenturkan secara emosional bisa dipastikan akan kacaulah apa yang disebut sebagai kebenaran yang sejati (toh akhirnya kebenaran menjadi sangat relatif dan subyektif padahal kebenaran itu sifatnya absolut atau pasti).

Akhirnya, semua doktrin keagamaan termasuk dogma ketuhanan sekalipun tidak berarti apa-apa jika tidak bisa dicerna secara ilmu melalui akal pikiran yang ada pada manusia, dan inilah sikap rasionalitas keber-agamaan yang saya anut. Konsep ini pernah digunakan oleh orang-orang Muktazilah dan juga sebagian komunitas Syiah pada masanya. Tetapi saya bukan bagian dari mereka meskipun ada kesamaan dalam hal metode pembelajaran agama yang digunakan.

Anda boleh berkata saya orang yang sombong atau apapun jenisnya, tidak jadi persoalan buat saya karena bagi saya Tuhan tidak akan membebani umat-Nya dengan hal-hal yang tidak bisa mereka mengerti dengan kondisi yang ada pada mereka. Kebenaran sejati hanya bisa didapatkan melalui jalan belajar, dan belajar identik dengan ilmu sementara ilmu merupakan tempatnya akal bekerja.

Hanya melalui akal saja maka masing-masing klaim dari dogma agama-agama yang ada itu bisa dijustifikasi benar dan salahnya.

Hidup ini penuh dengan hukum-hukum keseimbangan, coba anda pelajari apa saja, pasti tidak akan anda dapati kepincangan dalam perputaran hukum-hukum alam tersebut.

Begitu pula dengan hal keimanan kepada Allah, mesti diraih dengan keseimbangan, yaitu antara akal (rasio logika + ilmu pengetahuan) dan hati.

Kebenaran adalah sesuatu yang bernilai absolut, mutlak.
Namun seringkali kebenaran ini menjadi relatif, bergantung kepada bagaimana cara masing-masing orang memberikan arti dan penilaian terhadap kebenaran itu sendiri, sehingga itu pula kebenaran sudah menjadi sesuatu yang bersifat subjektif.

Bahwa untuk menjalankan ketentuan suatu agama terkadang harus dimulai dengan kata iman memang sering menjadi sesuatu hal yang tidak dapat terbantahkan.

Keadaan beriman sesorang umumnya berada dalam kondisi "jadi" dari seseorang itu (sebab ini akan kembali dari lingkungan mana ia dilahirkan).

Namun seiring dengan bertambah dewasanya cara kita berpikir, sangat pantas sekali apabila kita mencoba mempertanyakan sejauh mana kebenaran dari keberimanan yang kita peroleh dari kondisi 'jadi' tadi.

Tuhan memberikan kita akal untuk berpikir, untuk menjadi cerdas bukan untuk jadi figuran dan sekedar ikut-ikutan.

Karenanya kita berdua tidak bisa mengatakan kondisi beriman tersebut ada karena lewat iman.
Pernyataan ini tertolakkan dalam dunia ilmiah dan bertentangan dengan penalaran saya selaku manusia yang fitrah.

Menurut saya, sebenarnya seseorang memperoleh keimanannnya lewat dua jalur, ada yang lewat akal dan ada yang lewat nafsu (nafsu dalam hal ini adalah persangkaan atau praduga manusia).

Jika iman diartikan percaya, maka percaya juga bisa lewat akal atau persangkaan.
Misalnya apabila kita hendak melewati sebuah jembatan dari besi, tentu kita akan enteng saja melewatinya, karena persangkaan kita jembatan tersebut sudah kuat. Tetapi bila yang dilewati adalah jembatan dari kayu dan tali, paling tidak kita akan mengecek kekuatan jembatan tersebut terlebih dahulu (menginjak-injak dari pinggir terlebih dahulu dsb )

Dalam beragama pun demikian, terdapat orang-orang yang mencapai iman dengan akal, dan ada yang dengan persangkaan.

Misalnya yang dengan persangkaan adalah seorang islam yang tidak mampu menjawab pertanyaan " Mengapa anda memilih Islam ?", "Darimana anda tahu bahwa Islam itu benar ?", " jika dahulunya orang tua anda bukan Islam kira-kira apakah anda masih Islam ?", atau bisa juga "mengapa anda harus menjadi Kristen ?", "Darimana anda yakin bahwa Kristen itu benar ?"

Jadi bagi saya, Iman terhadap sesuatu itu tetap harus dibuktikan dulu apakah memang pengimanan tersebut sudah benar atau belum. Dan jalan untuk membuktikan kebenaran akan keimanan ini salah satunya dengan mengadakan penelaahan terhadap iman itu sendiri dengan mengadakan penyeimbangan dengan akal pikiran sebagai suatu anugerah dari Allah bagi manusia.

Tuhan menjadikan alam semesta ini dengan ilmu-Nya, dan Dia telah mengukur keseimbangan masing-masing komposisi ciptaan-Nya itu secara proporsional dan adil. Demikian pula halnya dengan penciptaan manusia. Ini sudah dibahas oleh kitab anda sendiri di Genesis pasal 3 ayat 22 : "Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat". Inilah fitrah awal manusia, mereka sudah disetting untuk memiliki ilmu. DImana dengan ilmu itu manusia menjadi mengerti dan dapat memisahkan kebaikan dengan kejahatan. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam al-Qur'an surah Asy-Syams ayat 7 dan 8 :

"Wa nafsin wama sawwaha, fa alhamaha fujuroha wa taqwaha"
Dan Nafs serta penyempurnaannya, dilhamkan kepadanya kefasikan serta ketakwaan…

Oleh karena itu juga maka II Timotius pasal 3 ayat 16 menyatakan bila kitab suci sendiripun termasuk hal-hal yang dapat dipelajari dengan ilmu : "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran".

Tuhan itu Maha Pintar, dan Dia ingin kita sebagai makhluk-Nya pun mencontoh kepintaran yang sudah Dia ilhamkan dan Dia ajarkan melalui ayat-ayat-Nya, baik itu yang sifatnya kontekstual ( seperti kitab suci ) ataupun global ( seperti alam semesta ini dan semua hal disetiap proses kausalitasnya ).; Karenanya, Tuhanpun pasti akan menyesuaikan dan membagikan ilmu-Nya sesuai tingkat yang bisa dicapai maupun bisa dipahami oleh kita yang memang notabene tidak berarti apa-apa dibanding Dia.




 
[Rizal] : Maka adalah aneh jika Arman memakai argumentasi tulisan teolog-teolog liberal dalam tulisan-tulisannya akan Yesus, namun dalam keyakinan pribadi dan hidup anda sendiri anda percaya akan hal-hal yang bersifat gaib, dan spiritual.
Namun saya memahami ketidak konsistenan Armansyah ini adalah dalam rangka dan bertujuan sama dengan apa yang menjadi sasaran telogi liberal, yaitu berusaha memanusiawikan Yesus.



[Arman] :

Untuk kesekian kalinya saya katakan bahwa Agama dalam perspektif saya adalah ajaran yang manusiawi dan sangat membumi, agama tidak diturunkan untuk menjadi beban atau hanya menyibukkan diri pada doktrinal semu selaku otoritas tertinggi pemegang kebenaran.

Saat Tuhan menurunkan wahyu-Nya, maka saat itu pula kita harus memahami wahyu tersebut untuk kita dan bukan untuk Tuhan. Karena memang Tuhan tidak punya kepentingan apapun dengan agama-Nya.

Wahyu Tuhan ini turun kepada kita melalui berbagai proses dan metodenya hingga kemudian sampai kepada kita pada hari ini. Sebagai jembatan untuk memahami wahyu tersebut Tuhan telah menganugerahi akal kepada manusia. Dan akal itu adalah untuk berpikir, sehingga bisa sampai pada derajat keyakinan terhadap wahyu itu tadi.

Keyakinan disini tentu saja pada level manusia, bukan pada level Tuhan. Dengan akal dan keyakinan itulah kita paham mana yang benar dan mana yang salah, mana rasional dan mana irrasional, mana pendapat yang lemah dan mana pendapat yang kuat. Oleh karena itulah buat saya agama itu adalah akal, tidak beragama orang yang tidak berakal dan tidak mau mempergunakan akalnya.

Awal dari paham adalah mengerti, sementara awal dari mengerti adalah mau mencoba untuk mengerti, dan mau mencoba untuk mengerti itu baru ada setelah ada hal yang perlu dimengerti. Dan hal yang perlu dimengerti ini ada karena adanya kesamaan antara obyek yang memerlukan dimengerti tadi dengan kemampuan yang ada pada diri kita sebagai pihak yang akan mengartikannya.

Saya tidak mau bermain dengan perasaan atau egoisme dalam beragama, sebab hal ini lebih banyak subyektif ketimbang obyektifnya. Perasaan hanya akan menghasilkan pembenaran dan bukan kebenaran. Perasaan dapat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi tertentu yang kemudian memicu sisi adrenalinnya untuk larut kedalam pembenaran yang ada pada situasi tersebut.



 
[Rizal] : Seperti kata suatu ungkapan, jika anda memusuhi musuh saya, maka anda adalah teman saya. Yang ditentang oleh teolog-teolog liberal dan Armansyah tentang Yesus adalah sama, yaitu ketuhanan Yesus, maka Armansyah dan teolog liberal menjadi berteman dalam hal yang sama ini.
Namun dengan demikian Armansyah menjadi tidak konsisten secara teologis, karena jika teolog-teolog liberal tidak percaya akan mujizat2 yang dibuat oleh Yesus, Armansyah demi Al quran yang mengatakan demikian, harus percaya akan mujizat2 yang dibuat oleh Yesus.


[Arman] : Anda boleh menganggap saya sebagai musuh, tetapi buat saya, beda akidah bukan berarti bahwa kita harus menjadi musuh kecuali anda benar-benar mengobarkan permusuhan terbuka kepada saya. Saya ingin punya banyak teman bukan punya musuh. Jika kita berbeda dalam hal pemahaman dan pandangan mari kita sama-sama tukar pikiran, kita dialog.

Saya bukan orang liberal, saya bukan golongan apapun, jika ada kesamaan dalam hal cara pandang atau tafsir atau pemahaman maka anda tidak bisa memasukkan saya kedalam sebuah golongan tertentu.

Saya
sepakat dengan beberapa orang berikut ini :

Dalam buku yang ditulis oleh Lillian Too[1] seorang ahli Feng Shui, dikutip satu pendapat dari Dr. Scott Peck (dari bukunya "The Road Less Travelled") :

 

Bahwa dalam berpikir tentang keajaiban, biasanya manusia selalu membayangkan hal-hal yang terlalu dramatis. Ibarat kita mencari semak yang terbakar, terbelahnya lautan dan suara-suara dari syurga.

 

Padahal kita dapat melihat kejadian sehari-hari didalam hidup kita sebagai bukti adanya keajaiban tersebut, sekaligus mempertahankan orientasi ilmiah kita.

 

Didalam berbagai Kitab suci, terdapat banyak sekali kisah-kisah fantastis yang umumnya dilakukan oleh para Nabi yang biasanya disebut sebagai mukjizat kenabian, namun adalah menarik sekali bila kita membaca pendapat Choa Kok Sui [2], seorang ahli tenaga dalam dari Philipina yang memberikan komentarnya mengenai mukjizat :

 

Mukjizat adalah kejadian fantastis yang mendayagunakan hukum alam tersembunyi yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang.

 

Dan mukjizat sama sekali tidak melanggar hukum alam, ia sesungguhnya berlandaskan hukum alam

 

Pernyataan ini selaras pula dengan apa yang dikatakan oleh salah seorang tokoh Kristen bernama St. Augustine

 

Keajaiban yang bertentangan dengan alam tidak akan terjadi, melainkan hanya bertentangan dengan apa yang kita ketahui secara alami

 

Dan memang kita seringkali menisbahkan sesuatu yang terjadi pada kehidupan para Nabi maupun orang-orang yang dekat dengan Tuhan sebagai sesuatu yang tidak dapat dijelaskan secara akal sehat dan senantiasa berusaha menghindarinya dengan dalih kebesaran Tuhan semata.

 

Padahal al-Qur'an secara tegas menyatakan akan keberlakuan hukum kausalitas  didalam setiap tindak dan kejadian yang ada diseluruh kehidupan semesta raya ini [3].

 

Allah sebagai dzat yang Maha Kuasa tidak memperlakukan hukum-hukum-Nya secara sewenang-wenang dan melanggar rasionalitas yang Dia ciptakan sendiri terhadap makhluk-makhluk-Nya (ingat : Dalam menciptakan alam semesta ini Tuhan melakukannya dengan bertahap yaitu selama 6 hari –al-'araaf 54- apakah Tuhan tidak sanggup menciptakan hanya dengan "satu kedipan saja" –Kun Fayakun- ?)

 

Peradaban manusia saat ini adalah peradaban yang didukung oleh ketinggian ilmu dan teknologi. Setiap anggota masyarakatnya mempercayakan diri pada kemampuan penalaran otak. Segala masalah kefanaan bahkan yang baka haruslah bisa dijelaskan dan dapat diterima akal, kecuali mungkin untuk umat Islam adalah urusan seputar ruh [4].

 

Dunia ilmu atau hasil penalaran otak, adalah dunia logika.

Kebenaran ilmu adalah kebenaran logika, yang bertolak dari hukum sebab-akibat, yang harus dapat diterima akal. Karena dunia ilmu mencari kebenaran yang didasarkan pada pengamatan terhadap gejala-gejala yang tampak, lalu memikirkan, mencari sebab-sebab dan akibatnya, diuji atau dibuktikan melalui penelitian dan percobaan.

 

Proses pelaksanaannya tidak terikat oleh panca indera, kepercayaan, tradisi, anggapan umum maupun adat-istiadat kebiasaan yang berlaku pada suatu komunitas.

 

Kisah Nabi Ibrahim yang tidak mempan dibakar api [5] atau kisah Khalifah Umar bin Khatab yang dapat melihat tembus dan mengirimkan instruksi pada panglimanya yang sedang berperang Sariyah bin Husun dari Madinah saat beliau berkhotbah  Jum'at [6] ternyata adalah fenomena yang bisa terjadi kepada siapa saja jika digali dengan latihan kesadaran yang benar … hal ini juga bisa terjadi kepada orang yang tekun melatih kejiwaannya maupun fisik dengan baik, sehingga muncul kekuatan yang timbul seperti mukjizat.

 

Jika hal ini terjadi kepada seorang yang terdoktrin dengan suatu agama maka dia akan  menyandarkan kejadian itu kepada apa yang menjadi kepercayaan yang diyakininya, apakah itu kepada Yesus, Hyang Widhi, Tao, Sang Budha, Allah, dewa-dewa, dan lain-lain tetapi pada hakikatnya kekuatan layaknya para Nabi itu ada dan bisa dilatih secara universal, tetap tidak bisa dipungkiri.


Catatan kaki :

[1] Lillian Too Explore The Frontiers Of Your Mind Elex Media Komputindo 1997 hal 40

[2] Choa Kok Sui Penyembuhan Dengan Tenaga Prana Tingkat Lanjut Elex Media Komputindo 1993 hal ix

[3] Surah 17 al-Israa' ayat 77 dan surah 48 al-Fath ayat 23

[4] Surah 17 al-Israa ayat 85

[5] Surah 21 al-Anbiyaa'  ayat 68 s/d 69

[6] Dr. Abbas Mahmud Aqqad  Keagungan Umar bin Khatab Pustaka Mantiq 1993 hal 35


 
 
[Rizal] : Armansyah, karena itu bagi saya kamu tidak konsisten secara telogis dengan mengutip tulisan2 Tabor dan Ehrman dengan keyakinan yang ada pada dirimu sendiri.
Tweet ini saya buat spontan sebelum saya membaca balasan tulisanmu atas tulisan-tulisan saya.Demikianlah saya memandang kamu secara teologis : TIDAK KONSISTEN.




[Arman] : Anda memandang saya terlalu subyektif hanya karena saya tidak sependapat dengan apa yang anda pahami dan yakini. Padahal semua yang saya sampaikan bisa anda cerna dan pahami serta kaji dengan akal sehat anda sebagai manusia.

 

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-



--
Salamun 'ala manittaba al Huda



ARMANSYAH

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

No comments:

Post a Comment