Monday, November 1, 2010

Re: [Milis_Iqra] pak sby dan ahmadiyah :Re: Ahmadiyah : (was : Presiden SBY Pun Menangis)

Ahmadiyah Paham Sesat - Menyesatkan dan Bukan Aliran (Mazhab) Islam
Dipublikasi pada Selasa, 09 Agustus 2005 oleh abufaiz97
Artikel ini telah dibaca 3973 kali.
Topik: Ghazwul Fikr

Ghazwul Fikr Raja Arab Saudi saat itu, Faisal, menganggap mereka sebagai aliran sesat dan melarang anggotanya di seluruh penjuru dunia memasuki kota suci Islam, seperti Makkah dan Madinah untuk menjalankan ibadah haji. Melalui Surat No 8/1/10/B-374/1401, tanggal 6 Mei 1981, Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta bahkan meminta Menteri Agama melarang Ahmadiyah dan menjelaskan kesesatan serta kekafirannya kepada seluruh masyarakat Indonesia....

----------

Soal kesesatan Ahmadiyah, bukan rahasia lagi, terutama bagi lembaga-lem baga Islam di Indonesia. Pada 1980, Musyawarah nasional ke-2 Majelis Ulama Indonesia (MUI) memutuskan bahwa Ahmadiyah adalah jamaah di luar Islam, sesat dan menyesatkan. Keputusan itu ditandatangani bersama antara Ketua dan Sekum MUI saat itu, masing-masing Buya HAMKA dan Drs. H. Kafrawi MA serta Menteri Agama RI ketika itu Alamsyah Ratu Prawiranegara, tanggal 17 Rajab 1400 H, bertepatan dengan 1 Juni 1980 M.

Sikap kontra Ahmadiyah juga ditunjukkan sejumlah negara. Pakistan misalnya, menetapkan bahwa anggota Ahmadiyah, baik kelompok Qadian maupun Lahore adalah kelompok minoritas non-Muslim. Ketentuan ini bahkan dimuat dalam Undang-Undang Dasar negara Republik Islam Pakistan.

Arab Saudi malah jauh lebih maju. Raja Arab Saudi saat itu, Faisal, menganggap mereka sebagai aliran sesat dan melarang anggotanya di seluruh penjuru dunia memasuki kota suci Islam, seperti Makkah dan Madinah untuk menjalankan ibadah haji. Melalui Surat No 8/1/10/B-374/1401, tanggal 6 Mei 1981, Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta bahkan meminta Menteri Agama melarang Ahmadiyah dan menjelaskan kesesatan serta kekafirannya kepada seluruh masyarakat Indonesia.

Rabithah Alam Islami, sebuah organisasi Islam dunia juga menyatakan Ahmadiyah Qadiyan adalah kafir dan keluar dari Islam. Jiran Indonesia, seperti Malaysia dan Brunei Darussalam tidak ketinggalan mengambil sikap tegas terhadap Ahmadiyah: melarang ajaran Ahmadiyah di seluruh teritorial mereka.
Sikap sejumlah negara itu sungguh paradoks dengan sikap Pemerintah Indonesia. Sejak pertama kali isu Ahmadiyah muncul, pemerintah cenderung cuek alias acuh tak acuh. Hingga detik ini, pemerintah belum melarang "agama" produk Mirza Ghulam Ahmad ini di seluruh wilayah Indonesia. Larangan tersebut baru bersikap lokal, sehingga aliran ini masih punya kesempatan besar untuk "memasarkan" ajarannya di republik ini.

Ironisnya, rekomendasi Tim Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) Pusat yang terdiri dari sejumlah instansi seperti Polri, Kejakgung, Depag, Deplu, BIN, Deplu, MUI, sama sekali mandeg di Kejakgung. "Kejakgung tidak berwenang melarang, karena itu wewenang presiden langsung," ujar Kasubid Pakem Kejakgung RI, Sutian Usman Adji, menangkis tudingan itu.

Sikap pemerintah itu langsung atau tidak langsung, memberi angin bagi Ahmadiyah. Gerakan Ahmadiyah merasa bebas hidup, seperti kelompok Islam lainnya. Bahkan sejak pertama kali masuk ke Indonesia, tahun 1925, jumlah pengikutnya semakin berkembang.

Pesatnya perkembangan Ahmadiyah dapat dilihat dari hasil investigasi Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI), pimpinan Amin Djamaluddin. Tahun 1989, jumlah cabang Ahmadiyah disinyalir baru 150 cabang di seluruh Indonesia. Namun hanya dalam kurun waktu sepuluh tahun (1999), cabangnya membengkak menjadi 228 buah.

"Ini hasil investigasi kami selama dua puluh tahun. Fenomena ini tak lepas dari cita-cita mereka menjadikan Indonesia sebagai pusat Ahmadiyah dunia," ujar pria kelahiran Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang sudah puluhan tahun malang melintang meneliti berbagai aliran dan paham sesat di Indonesia ini.
Setuju atau tidak, sikap pemerintah itu pula yang memicu pecahnya kasus Parung tanggal 15 Juli 2005 lalu. Lantaran kesal dengan ulah Ahmadiyah yang mengobok-obok akidah umat Islam dan kelambanan pemerintah menangani kasus ini, sepuluhan ribu umat Islam "menyerang" markas Ahmadiyah di Kampus Mubarak, Parung, Bogor. Beruntung para alim ulama segera turun, sehingga tindakan ini tidak mengarah anarkis dan tidak menimbulkan kerusakan berarti.

Belajar dari kasus Ahmadiyah, bagaimana sikap yang seharusnya diambil pemerintah? Pandangan Ketua Tanfidziyah Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Irfan S. Awwas layak disimak. Menurut Irfan, pemerintah tidak seharusnya membiarkan kehadiran berbagai aliran sesat terus-menerus meresahkan umat.
"Jika dibiarkan, niscaya akan terus menyulut bara api permusuhan yang dapat membakar siapa saja dan menghanguskan apa saja," tegasnya, kesal dengan sikap segelintir tokoh yang mendukung gerakan Ahmadiyah seperti Dawam Rahardjo dan kelompok Jaringan Islam Liberal (JIL), pimpinan Ulil Abshar Abdalla.

Irfan berpandangan, selama ini, terutama di era Soeharto, pemerintah cenderung "memelihara" berbagai aliran sesat di Indonesia. Pemerintah, menurut Irfan, juga cenderung menjadikan mereka sebagai basis dukungan politik, seperti terjadi pada Islam Jamaah (LDII).

Akibatnya, masih kata Irfan, muncul keresahan di masyarakat dan memicu munculnya Sikondomek (situasi kondisi domestik) berupa: Pertama, membuka peluang lahirnya praktik eigenrichting (main hakim sendiri). Kedua, memotivasi gerakan petualang untuk melakukan aksi radikal dengan mencari pembenaran atas nama agama. Ketiga, menegaskan berbagai aliran sesat itu merupakan sekte piaraan penguasa yang sengaja dibiarkan beroperasi sebagai agen ghazwul fikri.

Hal serupa dikemukakan Wakil Ketua KISDI KH A Kholil Ridwan. "Seyogianya pemerintah sudah lama menentukan sikap dengan tidak membiarkan berkembangnya ajaran yang merusak dan menodai Islam," tulisnya pada sebuah surat kabar nasional.

Memang, tidaklah mungkin melarang setiap orang untuk memeluk suatu agama atau sekte tertentu, seperti Ahmadiyah, Islam Liberal, Islam Jamaah dan lainnya, namun tulisnya, negara bertanggung jawab melindungi agama dari berbagai upaya perusakan, sehingga ada sanksi pidana tentang penodaan agama. "Adalah absurd dan naif jika suatu negara membiarkan paham apa saja berkembang dan disebarluaskan secara bebas di negaranya," tambah pimpinan Pondok Pesantren Husnayain ini.

Selain Ahmadiyah, berbagai aliran dan paham sesat tumbuh subur di Indonesia. Bersama perjalanan waktu, mereka berkembang dan membentuk jaringan ke seluruh Indonesia secara terus-menerus. Bahkan, mereka mulai menunjukkan gigi pasca-runtuhnya rezim Soeharto tahun 1998 lalu. Berbagai aliran dan paham sesat itu bermunculan, bak cendawan di musim hujan.

Satu di antaranya adalah Salamullah. Salamullah adalah aliran sesat yang menghimpun semua agama (parenialisme). Pendiri aliran ini bernama Lia Aminuddin. Kepada setiap orang, janda paruh baya ini mengaku mendapat wahyu dari Allah, sebagai nabi dan rasul.

Kesesatan Salamullah masih panjang. Selain mengaku sebagai nabi dan rasul, Lia mengangkat dan mengakui putranya, Ahmad Mukti, sebagai Nabi Isa. Berikutnya, Abdul Rahman, diyakininya sebagai Imam Besar Salamullah. Bahkan mencukur semua jenis rambut yang ada di tubuh, mulai dari kepala, ketiak dan lainnya, lalu membakarnya, dianggap sebagai bentuk ibadah yang diperintahkan Jibril, melalui Lia Aminuddin. Dan, menurut paham ini, barang siapa yang melakukan itu semua sama dengan bayi yang baru dilahirkan.

Paham Lia ini memicu sikap tegas MUI. Tahun 1997, MUI menganggap, paham Lia Aminuddin sebagai paham sesat dan menyesatkan karena bertentangan dengan al-Qur'an dan Sunnah. MUI juga meminta pemerintah untuk melarang aliran ini. Sayangnya, hingga saat ini pemerintah belum juga menindak tegas aliran ini.

Ajaran Inkar Sunnah tak kalah sesatnya. Aliran yang marak sekitar 1980-an ini tidak percaya kepada semua hadits Rasulullah saw. Menurut mereka, hadits itu bikinan Yahudi untuk menghancurkan Islam dari dalam. Dasar hukum dalam Islam, menurut mereka hanyalah al-Qur'an saja. Kewajiban berpuasa menurut paham ini, hanya wajib bagi orang yang melihat bulan. Sebaliknya, tidak wajib bagi orang yang tidak melihat bulan. Mereka berpendapat demikian merujuk pada ayat faman syahida minkumusy syahra fal yashumhu.

Menurut mereka, haji boleh dilakukan selama empat bulan haram, yaitu Muharram, Rajab, Zulqaidah dan Zulhijjah. Mereka tidak mengakui pakaian ihram sebagai pakaian haji. Bagi mereka, ihram adalah pakaian orang Arab dan bikin repot. Oleh karena itu, menurut aliran sempalan ini, waktu mengerjakan haji boleh memakai celana panjang dan baju biasa serta memakai jas atau dasi.

Setelah berbagai protes dari umat Islam bermunculan, tanggal 7 September 1985, Kejakgung mengeluarkan keputusan, melarang buku-buku Inkar Sunnah beredar di Indonesia. Namun dengan "memakai baju" lain, belakangan paham ini kembali muncul di tengah masyarakat. Mereka kembali mencetak berbagai buku dan menyebarkannya ke masyarakat secara gratis.

Cerita sempalan juga ada di balik Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Seperti disebut dalam Capita Selecta Aliran-aliran Sempalan di Indonesia, terbitan LPPI, (2002), LDII adalah nama baru dari aliran sempalan yang selama ini sudah berganti-ganti nama. Lembaga ini didirikan oleh mendiang Nurhasan Ubaidah Lubis. Tahun 1951, bernama Darul Hadits. Setelah dilarang Pakem Jawa Timur, aliran ini berubah nama menjadi Islam Jamaah. Kemudian Islam Jamaah ini pun dilarang. Agar bisa eksis, Nurhasan Ubaidah mendekati Wakil Kepala Bakin saat itu Ali Moertopo dan masuk menjadi underbouw Golkar. Ali Moertopo adalah seorang jenderal yang dikenal anti-Islam.

Di bawah naungan partai "Pohon Beringin", Islam Jamaah makin berkibar, apalagi setelah mengubah nama dengan Lemkari. Namun kemudian pada musyawarah Lemkari IV di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta November 1990, Lemkari berganti nama menjadi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Bagi pengikut Islam Jamaah/Lemkari/LDII, orang Islam di luar mereka adalah kafir dan najis. Jika ada orang di luar kelompok mereka yang melakukan shalat di masjid mereka, maka bekas tempat shalatnya dicuci karena dianggap sudah terkena najis.

Al-Qur'an dan Hadits yang boleh diterima para pengikut aliran sempalan ini adalah yang manqul atau yang keluar dari mulut imam atau amir mereka. Sementara Qur'an dan Sunnah yang keluar dari mulut orang lain dianggap haram untuk diikuti.

Persis aliran lainnya, meskipun dilarang, namun Islam Jamaah/Lemkari/LDII saat ini masih eksis. Mereka bebas menyebarkan pahamnya ke masyarakat. Bahkan cabangnya sudah menyebar ke seluruh nusantara. Tak hanya di kota, juga merambah ke daerah-daerah perpencil.

Saking banyaknya aliran dan paham nyeleneh di Indonesia, laporan ini belum bisa mengungkap semuanya. Yang pasti, sampai sekarang, meski sudah ada yang dilarang, toh tetap saja eksis dan menyebarkan pahamnya. Itu yang dilarang, apalagi yang belum keluar surat larangan. Sebut saja di antaranya, Ajaran Teguh Esha, Isa Bugis, Bijak Bestari, JIL, Lembaga Kerasulan.

Baru-baru ini juga muncul aliran sesat baru, seperti Pondok al-Mardhiyah, di Petemon, Surabaya, Jawa Timur dan paham "shalat bilingual" pimpinan Yusman Roy di Malang. Di Probolinggo, sebuah padepokan bernama Yayasan Kanker dan Narkoba Cahaya Alam merilis buku tafsir yang isinya nyeleneh. Bukunya berjudul Menembus Gelap Menuju Terang. Di luar itu semua, masih banyak lagi. Membiarkan hidup aliran dan paham sempalan di Indonesia, apalagi yang sudah jelas-jelas kesesatannya, hanya akan mendatangkan kemudharatan. Jika ini terus berlanjut, tentu umat Islam tak kan tingal diam. Demi kemurnian akidah Islam, meski tak main hakim sendiri, umat Islam akan bersikap tegas, membasmi berbagai aliran dan paham sesat di Indonesia. Maka, sudah seharusnya pemerintah bertindak cepat, melarang paham sesat di seluruh wilayah Indonesia. Jika tidak, awas, bisa-bisa keduluan massa kaum Muslimin, yang tidak rela kemurnian agamanya dirusak.

Jika sejumlah negara seperti Pakistan, Arab Saudi, Brunei Darussalam dan Malaysia berani dengan tegas melarang paham dan aliran sesat dari negaranya, maka, mestinya Indonesia, sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia tidak membiarkan paham sesat itu berkambang. Tapi, mengapa republik ini seperti kegigit lidah? Bagaimana Pak Presiden?

[sabili]


2010/11/2 Nandang Sudrajat <aendangzr@yahoo.co.id>
maaf teman - teman saya ganti topiknya seperti judul di atas.agar tidak ngalor ngidul.karena topik ini awal nya membahas masalah kepekaan pak sby selaku kepala negara terhadap situasi yang real di indonesia tidak semata - mata kepekaan yang nampak karena untuk menaikan pencitraan beliau.sedangkan poin ahmadiyah ini adalah hanya salah satu contoh dimana pak sby menurut saya masih belum bisa menunjukan kepedulianya terhadap aspirasi umat muslim.
 
pertanyaan saya ,apakah dengan statusnya sebagai kepala negara dan kepala pemerintah beliau yang notabene sebagai muslim bisa menyerap aspriasi muslim yaitu untuk membubarkan ahmadyah ?
 jawaban singkat menurut saya harusnya "bisa" seperti yg saya tulis dalam diskusi saya  dgn mba yg cantik yaitu mba wheen.(jgn merah ya pipinya).hehehehe
 
silahkan teman-teman kalau mau share ditunggu masukanya.
 
untuk mba wheen,
makanya saya tidak jawab pertanyaan mba, untuk sekelas mba wheen tadinya saya rasa tidak perlu lagi membahas ahamdyah yang mana yang dianggap sesat.tapi kalau mba wheen sendiri memang belum tahu ,silankan baca sendiri di alamat ini, http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmadiyyah dan fatwa mui ini,http://media-islam.or.id/2007/09/26/fatwa-mui-ahmadiyah-qadiyan-sesat/
mohon dibaca ya mba, kalau memang belum tahu.
 
mengenai praduga saya terhadap pak sby dan kepada pemberi informasinya kepada beliau untuk mengambil keputusan,saya perlu menjelaskan agar tidak terkena ayat ghibah yg mba wheen tulis berkali-kali.
karena ini sifatnya adalah forum diskusi, di forum ini tentu saya boleh  menyampaikan informasi yg sebenarnya kita semua tahu dan masih menjadi fakta bahwa ahmadiya masih ada dan tidak secara tegas dibubarkan padahal menurut saya  pak sby sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan seharusnya  bisa membubarkan ahmadiyah dengan cara yang pernah saya sampaikan kepada mba wheen. fakta sudah saya sampaikan, solusinya yg logis sudah saya sampaikan di forum ini, jadi mudah2an ini bukan praduga yg termasuk kepada ghibah.tapi lebih kepada praduga seperti jaksa dengan bukti2nya   berpraduga terhadap koruptor.
perlu dijelaskan pula kepada mba, bahwa saya tidak pernah ikut2an menulis dan komen dalam thread yg berkaitan  dengan praduga tentang ada nya kepedulian beliau terhadap musibah bencana di beberapa tempat maupun praduga bahwa pak sby tidak jadi pergi ke blenda dgn alasan takut.(kalau itu juga dianggap praduga.hehehe)
 
agar tidak setback lagi , jadi menurut mba wheen sendiri yang sudah sepakat bahwa ahmadiyah seharusnya dibubarkan, bisa atau tidak pak sby  selaku penguasa tertinggi pemerintahan untuk membubarkan ahmadiyah?
 
mohon jgn setback lagi.hikhikhik
 
 


--- Pada Sel, 2/11/10, Dimas_ben <superbenjo@gmail.com> menulis:

Dari: Dimas_ben <superbenjo@gmail.com>
Judul: [Milis_Iqra] Re: Ahmadiyah : Antara PKS dan Muhammadiyah (was : Presiden SBY Pun Menangis)
Kepada: "Milis_Iqra" <milis_iqra@googlegroups.com>
Tanggal: Selasa, 2 November, 2010, 9:23 AM

(mb Whe-en)
"Ini Ahmadiyah yang mana yang dimaksud mas dimas?
yang di Indonesia atau bukan? "

memangnya beda ya mb, padahal kan organisasinya sama, dan dulu masuk
ke indonesia sumbernya bukannya sama,
trus kalo misal nya beda, kenapa memakai nama yg sama (saya juga
pernah dengar kalau ahmadiyah ini di bagi 2 y, tapi lupa dari mana,
kalu tidak salah dari berita di tivi, CMIIW), kenapa ga ganti nama
saja, seperti Ahmadiyah-Perjuangan (cuma permisalan)

oh ya, dalam keputusan SKB 3 Menteri nomor 2, bunyinya begini :
"Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota,
dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI),
sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan
penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokokpokok
ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui
adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW."

kalau membaca keputusan itu, bukannya ada 'penyimpangan' sehingga
terbit keputusan seperti itu,,

tapi itu cuma opini saya,
barangkali para senior di sini bisa memberi penjelasan ?
lalu bagaimana sebenarnya sikap pemerintah, dan ormas islam lainnnya
dalam kasus ahmadiyah ini ?

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125

Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63

Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
  Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
  Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
     Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

No comments:

Post a Comment