Thursday, 25 November 2010 10:05
http://www.hidayatullah.com/images/foto/toar-palilingan.jpg
http://www.hidayatullah.com/images/stories/negeri-zionist2.jpg
Bendera Israel dan simbol-simbol Yahudi bertebaran, bule Yahudi pun
merasa disambut mesra
Hidayatullah.com--Sebuah tugu baru menjulang setinggi 62 kaki di
sebuah puncak dataran tinggi pinggiran kota Menado. Bangunan itu tidak
lain sebuah menorah raksasa, yang mungkin ukurannya paling besar di
seluruh dunia. Menorah adalah salah satu lambang suci peribadatan
Yahudi.
Lama dikenal sebagai daerah yang banyak dihuni penganut dan misionaris
Kristen, wilayah tersebut kini semakin banyak menampakkan identitas
Yahudi. Dengan restu dari pemerintah daerah setempat, orang-orang
keturunan Yahudi Belanda membuat ruang bagi komunitas mereka di
kawasan itu.
Bendera-bendera Israel terlihat di pelataran ojek dekat tugu menorah
raksasa. Salah satunya terletak di dekat sebuah sinagog yang dibangun
sekitar enam tahun lalu. Bintang Daud besar menghiasi langit-langit
sinagog itu. Tugu, sinagog dan fasilitasnya semua dibangun dengan
biaya dari kas pemerintah daerah.
Sebelum meminta bantuan dari komunitas Yahudi lain di luar Indonesia,
kaum Yahudi setempat mempelajari ajaran agama mereka lewat internet.
Halaman-halaman Taurat hasil cetakan dari internet mereka kumpulkan.
Rekaman video berisi ajaran Yahudi mereka unduh dari YouTube. Mereka
bertanya tentang agamanya kepada Rabi Google.
"Kami hanya berusaha menjadi Yahudi yang baik," kata Toar Palilingan,
27, sebagaimana dikutip The New York Times (22/11). Memimpin sebuah
acara makan malam perayaaan Sabbath di kediaman keluarganya, Toar
mengenakan pakaian ala Yahudi, dengan topi hitam lebar, kemeja putuh
dengan setelan jas warna hitam.
Bersama sekitar sepuluh orang Yahudi, mereka biasanya beribadah di
sebuah sinagog peninggalan Belanda di pinggiran kota Menado.
"Tapi jika dibandingkan dengan Yahudi di Yerusalem atau Brooklyn,"
kata Toar Palilingan yang kini juga dikenal dengan nama Yaakov Baruch,
"kami belum sebanding."
Indonesia dan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik, namun sejak
berpuluh-puluh tahun lalu secara diam-diam pemerintah telah melakukan
kerjasama di bidang militer dan ekonomi dengan negara Zionis itu.
Beberapa tahun belakangan, para pengusaha dari Israel dan Yahudi dari
negara lain secara diam-diam berkunjung ke Indonesia untuk mencari
peluang usaha.
Salah satu di antaranya adalah Moshe Kotel. Pria berusia 47 tahun ini
lahir di El Salvador namun memiliki kewarganegaraan Israel dan Amerika
Serikat. Dia telah mengunjungi Manado setiap tahun sejak 2003 dan
memiliki bisnis telur organik. Kotel yang memiliki istri orang Manado
mengatakan gugup, ketika pertama kali mendarat di bandara setempat.
"Waktu itu sudah pukul 11 malam. Dan saya membawa tefilin," cerita
Kotel. Tefilin adalah sepasang kotak kulit kecil hitam tempat
menyimpan gulungan perkamen berisi ayat-ayat Torah yang biasa
dililitkan di tangan dan lengan ketika mereka membaca kitab sucinya.
"Tapi setelah melihat ada bendera-bendera Israel di taksi-taksi
bandara, saya selalu merasa diterima di sini," katanya.
Pemerintah Sulawesi Utara mendirikan tugu menorah itu tahun lalu
dengan biaya 150.000 dolar, kata Margarita Rumokoy, kepala Dinas
Pariwisata setempat.
Denny Wowiling, seorang anggota DPRD, mengatakan dirinya mengajukan
pembangunan menorah itu setelah melihat tugu serupa yang terdapat di
depan gendung Knesset di Israel. Katanya, dia berharap tugu itu dapat
menarik turis-turis dan pengusaha dari Eropa berkunjung ke daerahnya.
"Agar orang-orang Yahudi melihat bahwa ada simbol sakral ini, simbol
sakral mereka, di luar negaranya," kata Denny yang seorang penganut
Kristen Pantekosta.
Dua tahun sebelum menorah raksasa itu didirikan, sebuah developer
Kristen juga mendirikan patung Yesus setinggi 98 kaki di puncak sebuah
bukit di sana. Ukurannya sekitar 3/4 dari patung Kristus Redeemer yang
terkenal dari kota Rio de Janeiro.
Menurut Anthony Reid, seorang pakar masalah Asia Tenggara di
Universitas Nasional Australia, pada masa penjajahan Belanda komunitas
Yahudi menguasai bisnis di banyak kota dagang di Indonesia. Seringkali
mereka menjalani usaha real estate, bertindak sebagai penghubung
antara pemerintah kolonial dan penguasa setempat.
Pada masa sebelum kemerdekaan, keluarga keturunan Yahudi Belanda di
Menado menjalankan agama mereka secara terang-terangan. Setelah itu
mereka pindah agama Kristen atau Islam dengan alasan untuk keamanan.
"Kami menyuruh anak-anak agar jangan pernah bicara tentang leluhur
Yahudi kami," kata Leo van Beugen, 70, yang dibesarkan sebagai
pengikut Katolik Roma. "Jadi cucu-cucu tidak tahu." Van Beugen adalah
kakek-pamannya Toar Palilingan.
Baru lebih dari sepuluh tahun lalu, ketika mereka berdebat tentang
Bibel dan Musa, nenek-bibinya mengungkap tentang darah Yahudi mereka.
Toar Palilingan yang bekerja sebagai dosen di Universitas Sam
Ratulangi, memiliki ayah seorang Kristiani dan ibu seorang Muslim.
Mereka juga menjadi dosen di tempat yang sama. Saudara dari keluarga
ibunya merupakan keturunan imigran Yahudi Belanda abad ke-19, Elias
van Beugen.
Nenek-bibinya menyarankan Toar menemui keluarga Bollegraf, salah satu
keluarga Yahudi terpandang di Menado. Oral Bollegraf yang kini berusia
50 tahun, menganut Kristen Pantekosta sepanjang hidupnya, tapi dia
tahu bahwa kakeknya adalah orang yang memelihara satu-satunya sinagog
di Menado di rumah keluarganya.
"Dulu kami tidak tahu kalau kami Yahudi," kata Bellograf yang belum
lama ini mengunjungi Israel bersama Toar Palilingan. "Tapi semua orang
di kota ini mengetahui kami keluarga Yahudi."
Toar melakukan kontak dengan rabi Mordechai Abergel, seorang utusan
gerakan Chabad Labavitch di Singapura. Chabad Lubavitch sendiri
bermarkas di Brooklyn, Amerika Serikat. Menurut Abergel, Toar
Palilingan telah melakukan sebuah "usaha yang hebat" untuk menyambung
kembali akar Yahudinya, meskipun dia belum melakukan perpindahan agama
secara penuh.
Untuk menunjukkan komitmennya pada apa yang dia sebut sebagai
"kemurnian" ajaran Yahudi ultra Ortodoks, Toar Palilingan kadang
mengenakan pakaian khas Yahudi berupa setelan warna hitam putih saat
berada di tempat-tempat umum di Menado, bahkan ketika dia berada di
Jakarta.
"Kebanyakan orang Indonesia belum pernah bertemu orang Yahudi, jadi
mereka mengira saya dari Iran atau tempat lain," kata Toar. "Suatu
kali, sekelompok demonstran Islam datang mendekati dan berkata,
'Assalamu'alaikum'," cerita Toar Palilingan.[di/nyt/hidayatullah.com]
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment