Senin, 17/01/2011 08:24 WIB
Anatomi Kekuasaan SBY
Rijalul Imam - detikNews
Jakarta - Hakikatnya pemerintahan SBY terlahir dari rahim reformasi.
Partai Demokrat (PD) yang dinakhkodai SBY juga bukan partai masa lalu
bentukan era Orde Baru, kendati personelnya banyak juga lompatan dari
partai pra reformasi.
Pemerintahan SBY terdiri dari berbagai kelompok kepentingan yang
berkomitmen melakukan perubahan. Kemenangan PD sangat fenomenal semula
sekitar 7,45% di tahun 2004. Tapi di tahun 2009 melakukan lompatan
besar mencapai perolehan dukungan tiga kali lipat suara hingga bisa
mengalahkan seniornya, Partai Golkar & PDIP sekitar 20%.
Rahasia kemenanganya ditopang oleh tiga hal, yakni image (politik
citra), uang (money politic), dan intelijen yang tersebar rapi dari
pusat hingga daerah. Di samping itu dukungan yang meningkat juga
adalah berkat kerja seriusnya dalam pengambilan keputusan berbasis
data riset yang di-update secara intensif. Sehingga ketika ada
kebijakan yang membuat rating dukungan terhadap SBY menurun segera
dibuatkan kebijakan yang menaikkan rating SBY jelang-jelang pemilu.
Namun patut disayangkan, kekuasan SBY ditopang oleh pengusaha hitam
dan birokrasi yang korup. Terbukti berbagai kasus korupsi di tubuh
para penegak hukum dan pengusaha kakap kebal hukum, dan SBY kerap
menghindari dan tidak mengomandoi secara langsung pemberantasan
korupsi, alih-alih KPK dikorbankan.
Kekuasan SBY di-back up setgab sebagai pelembagaan partai koalisi
pemerintah. Setgab dikomandoi Golkar, sebuah partai yang notabene
tidak bisa hidup di luar kekuasaan. Dan, di tubuh Golkar sendiri
banyak dikendalikan oleh para politisi pedagang yang tidak ideologis.
Di Golkar tidak ada cerita tentang ideologi —atau bahkan 'idealisme'.
Ideologi Golkar adalah pragmatisme.
Menariknya, PD lebih mesra dengan Golkar ketimbang dengan PAN, PPP,
PKB dan PKS yang lebih dahulu berkoalisi. PAN, PPP, PKB dan PKS
dinilai idiologis karenanya kerap tampak tidak bisa mesra, bahkan
akhir-akhir ini para petinggi PD getol mewacanakan penyingkiran PKS.
Sebagai antisipasi, PAN aktif bangun wacana konfederasi dengan parpol-
parpol kecil. Adapun PPP dan PKB nothing to lose.
Setgab (Sekretariat Gabungan) dalam perjalanannya menjerat satu sama
lain di antara parpol koalisi. SBY dijerat problem Centurygate. Golkar
sendiri dijerat oleh kasus pajak Bakrie Groups, dan lain-lain.
Akibatnya banyak keputusan yang finalnya di gedung DPR-MPR RI
dikompromikan di Setgab. Inilah awal dari kepincangan transisi
demokrasi di era SBY jilid kedua.
Pemegang saham terbesar PD adalah SBY. Karena SBY telah berkuasa dua
kali, PD sepertinya kesulitan mencari figur sekuat SBY pasca 2 periode
berkuasa mendatang. Test case berkali-kali dilakukan dengan melempar
isu, semisal SBY diperpanjang 3 periode melalui amandemen kelima UUD
1945. Atau melempar wacana Ani Yudhoyono sebagai capres di 2014.
SBY kesulitan mempertahankan kebersinambungan kekuasan, bahkan bisa
jadi akan dihinggap penyakit post power sindrome secara kolektif,
sebab tanda-tanda ke arah itu mulai tampak, semisal melibatkan
keluarga beramai-ramai, anak dan istri, dalam kekuasan. Semua turun
gunung, tapi serba tampak dipaksakan.
Hal ini menimbulkan kecurigaan, sepertinya SBY tidak rela tampuk
kekuasan bergeser ke Anas Urbaningrum yang memenangi kompetisi
pemilihan ketua umum partai terbesar di Indonesia. Kemenangan Anas
diwaspadai SBY karena dia didukung oleh HMI connection. Bila Anas
diberi kewenangan yang luas di PD, maka Anas bisa jadi ancaman yang
akan mengakhiri Dinasti SBY.
Efek politik citra di tengah-tengah kesenjangan kesejahteraan ekonomi
di gress root berdampak pada terbentuknya masyarakat yang pragmatis
dan apatis. Pragmatisme masyarakat kentara terlihat dalam pilkada dan
pilgub, pemilih lebih realitis untuk memilih calon berduit daripada
calon idealis tak berduit. Citra positif yang dipaksakan menjadi
tuntutan dan dakwaan pada calon untuk siap membayar suara mereka.
Akibatnya banyak pengaduan pilkada dan pilgub yang sedikit banyak
karena efek siraman uang panas. Bila hal ini dibiarkan, maka demokrasi
semakin mahal dan merugi. Mahal, tidak saja pada fase berlangsungnya
kampanye tapi juga para bupati, walikota, dan gubernur yang terpilih
dijebloskan ke penjara akibat korupsi. Pilkada yang semula sebagai
medium pesta rakyat telah memakan uang banyak itu berubah menikam
rakyat sendiri. Orang yang dipilih rakyat dijebloskan ke penjara.
Adapun kelompok apatis tidak terlalu peduli dengan pemilu. Mereka
kritis dan karenanya tidak mau menyumbangkan suara sama sekali pada
salah satu kandidat. Jumlah mereka juga cukup fantastis bisa mencapai
separoh dari calon pemilih, karena itu wajar jika berdampak pada
kurang legitimate-nya pilkada, pilgub, dan pemilu.
'Ala kulli hal, SBY kendati di luar negeri dipuja-puji, tapi
integritasnya patut dipertanyakan. Indonesia dibombardir oleh barang-
barang China, AS dan Jepang tanpa proteksi pelaku usaha lokal secara
signifikan. Ekspor bahan mentah kerap sekali gencar ketimbang ekspor
hasil industri. Perlindungan pulau-pulau terluar lembek disikapi.
Kasus-kasus penganiayaan TKI dan TKW di luar negeri tanpa solusi
tegas.
Pengerukan tambang, batubara, minyak bumi, eksplorasi emas, nikel,
tembaga dan lain-lain diberikan keleluasaan tanpa renegosiasi kontrak
yang menguntungkan bangsa sendiri. Kendati begitu SBY tampaknya puas
dengan gelar-gelar 'kesetaraan Indonesia-Amerika Serikat' dengan
kehadiran Obama di tanah air, tanpa dibarengi dengan tindakan nyata
yang menegaskan kedaulatan bangsa yang saat ini terpuruk akibat
terhegemoni oleh kapitalisme global.
*) Rijalul Imam adalah Ketua Umum PP KAMMI.
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment