Tuesday, March 6, 2012

[Milis_Iqra] Sahabat Rasulullah adalah Orang-orang Pilihan dan Pernyataan Para Ulama’ Islam Tentang Syi’ah Rafidhah

Sahabat Rasulullah adalah Orang-orang Pilihan dan Pernyataan Para Ulama' Islam Tentang Syi'ah Rafidhah

 

A. Sahabat Rasulullah adalah Orang-orang Pilihan

 

Ketika Rasulullah mendakwahkan ajaran Islam, hanya segelintir orang yang mau mengikuti ajakan beliau. Sebagian besar manusia justru menentang beliau dengan permusuhan yang demikian keras. Orang-orang yang mau menerima ajakan Nabi itulah para shahabat. Mereka adalah umat yang memiliki keimanan yang paling tinggi kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun sayang, kini kaum muslimin banyak melupakan dan tidak mau berteladan kepada mereka. Padahal mereka adalah umat yang banyak mendapat pujian dari Allah dan Rasul-Nya, karena memiliki banyak keutamaan yang tidak dimiliki oleh umat lainnya.

 

Di masa sekarang, shahabat Nabi telah menjadi sekelompok orang yang asing. Keberadaan mereka sebagai "perantara" agama yang dibawa Rasulullah kepada umat berikutnya telah banyak dilupakan orang. Ketika seseorang atau sekelompok orang mencoba memahami agama ini, sebagian besar tidak lagi menjadikan para shahabat sebagai rujukan. Tokoh-tokoh yang muncul belakangan atau pimpinan kelompoknya lebih mereka sukai untuk dijadikan sebagai teladan. Sementara para shahabat sebagai orang-orang yang paling baik pemahamannya terhadap agama malah mereka jauhi.

 

Kalau ada sebagian kaum muslimin teringat kepada para shahabat Nabi, biasanya mereka tidak lebih menjadikan kisah hidup para shahabat itu sebagai bahan cerita untuk anak-anak. Namun bagaimana pemahaman dan pengamalan mereka terhadap agama ini, hanya sedikit kaum muslimin yang mau menggali dan mengikuti mereka.

 

Yang lebih ironis, ada orang-orang yang mengaku sebagai kaum muslimin namun memiliki kebencian demikian besar kepada para shahabat Nabi. Mereka berani melakukan celaan terhadap seorang shahabat atau beberapa shahabat Nabi, sementara di sisi lain Allah dan Rasul-Nya justru memuji mereka. 

 

Para shahabat Nabi adalah orang-orang yang memiliki banyak keutamaan. Mereka adalah generasi terbaik dari umat Islam, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Nabi. Lebih dari itu, mereka adalah orang-orang yang telah diridhai oleh Allah, dan banyak di antara mereka ketika masih hidup sudah mendapatkan kabar gembira yaitu akan dimasukkan ke dalam jannah (surga). Tidak ada keutamaan yang demikian tinggi seperti ini didapatkan oleh umat manapun, terlebih umat setelah mereka.

 

Abdullah bin Mas'ud ketika menggambarkan tentang para shahabat Rasulullah berkata:

 

"Sesungguhnya Allah melihat hati para hamba, maka Allah melihat hati Muhammad adalah sebaik-baik hati para hamba, maka dipilih untuk diri-Nya dan Dia utus membawa risalah-Nya. Kemudian Allah melihat hati-hati para hamba setelah hati Muhammad, maka Allah melihat hati-hati para shahabatnya adalah sebaik-baik hati para hamba, maka Allah jadikan mereka sebagai pendukung-pendukungnya, berperang membela agamanya. Maka apa yang dilihat oleh kaum muslimin itu sebagai kebaikan, maka di sisi Allah adalah baik. Dan apa yang dilihat oleh mereka sebagai kejelekan maka di sisi Allah adalah jelek pula." (Asy-Syaikh Al-Albani berkata: Hadits ini shahih secara mauquf, diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi, Ahmad dan lain-lainnya dengan sanad yang hasan. Dishahihkan oleh Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi)

 

Dengan gambaran di atas, kita mengetahui bahwa para shahabat adalah orang-orang yang istimewa yang memang sengaja Allah pilih untuk mendukung Rasul-Nya dalam mendakwahkan Islam. Tidak hanya itu, mereka bahkan banyak berperang membela Rasulullah dan membela agamanya. Tentunya Ibnu Mas'ud tidak berkata berdasar hawa nafsunya atau disebabkan sifat ta'ashub (fanatisme) karena beliau sendiri adalah seorang shahabat. Tetapi beliau menyatakan demikian karena bukti-bukti yang jelas dari ucapan Allah dan Rasul-Nya.

 

Allah berfirman:

 

"Muhammad itu adalah utusan Allah. Dan orang-orang yang bersama dengannya adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. (di antara tafsirnya adalah kekhusyukan dan tawadhu', ed.) Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati para penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih di antara mereka ampunan dan pahala yang besar." (Al-Fath: 29)

 

Kalimat  ("dan orang-orang yang bersamanya") di dalam ayat ini tentunya yang langsung dipahami secara teksnya adalah para shahabat, walaupun tidak menutup kemungkinan masuknya selain shahabat karena kalimat ma'ahu juga bermakna bersama Rasulullah dalam agamanya. Sehingga Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya menyatakan bahwa ini adalah keutamaan umat Islam khususnya para shahabat Rasulullah. (Lihat Tafsirul Qur'anil 'Azhim, juz IV, hal. 215)

 

Sehingga para ulama menyatakan bahwa ayat ini adalah dalil yang sangat kuat tentang keutamaan para shahabat dan sekaligus haramnya mencerca dan menjatuhkan kedudukan mereka. Al-Imam Malik berdalil dengan firman Allah: ("Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir") bahwa orang-orang Syi'ah Rafidhah yang membenci para shahabat adalah kafir. Ibnu Katsir berkata: "Sekelompok ulama menyepakati ucapan Al-Imam Malik tersebut." (Lihat Tafsirul Qur`anil 'Azhim, juz IV, hal. 216)

 

Oleh karena itu Allah dengan tegas menyatakan bahwa keridhaan-Nya adalah untuk orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka. Hal ini bermakna perintah untuk seluruh kaum muslimin agar mengikuti para shahabat Rasulullah dalam menerapkan Al Qur`an dan As Sunnah.

 

Allah berfirman:

 

"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka jannah-jannah yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar." (At-Taubah: 100)

 

Al-Imam Asy-Syaukani berkata: "Makna kalimat  "(dan orang-orang yang mengikuti mereka") adalah orang-orang yang mengikuti generasi pertama dari kalangan Muhajirin dan Anshar yaitu orang-orang yang datang belakangan, baik dari kalangan para shahabat (yakni yang datang setelah Fathu Makkah), maupun yang setelah mereka sampai hari kiamat." (Fathul Qadir, juz 2 hal. 398 melalui nukilan Asy-Syaikh Abdus Salam Hasan bin Qasim dalam Irsyadul Bariyyah, hal. 25)

 

Allah Pisahkan Munafiqin dari Para Shahabat

 

Di antara syubhat kaum Syi'ah dan kaum mutasyayyi'in (kaum yang terpengaruh syubhat Syi'ah) adalah ucapan: "Shahabat Nabi itu tidak semuanya mukmin, ada pula di antara mereka yang munafiq atau fasik," "Masalah iman itu kan masalah hati, bisa jadi pada lahirnya mereka seperti mukmin akan tetapi hatinya kafir," atau ucapan: "Siapa tahu Abu Bakar dan Umar ternyata munafiq." Ucapan-ucapan syubhat dan tasykik (membuat ragu) ini sering mereka ucapkan untuk meragukan kemuliaan dan keimanan para shahabat Rasulullah, dan pada akhirnya menjatuhkan kedudukan mereka.

 

Sesungguhnya, jika pertanyaan mereka (kaum Syi'ah) adalah: "Siapa yang tahu hati mereka?" Maka jawabannya sangat jelas. Allahlah Yang Maha Mengetahui hati mereka, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

 

"Dan sungguh Allah benar-benar mengetahui orang-orang yang  beriman, dan sungguh Dia mengetahui orang-orang yang munafiq." (Al-Ankabut: 11)

 

Allah berjanji akan memberitahu ciri-ciri mereka secara detail. Bahkan dalam beberapa kejadian Allah telah memisahkan siapa munafiqin dan siapa mukmin yaitu para shahabat Rasulullah yang mulia. Allah berfirman:

 

"Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kalian sekarang ini, hingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin)…" (Ali 'Imran: 179)

 

Tentang ayat ini, Ibnu Katsir berkata: "…yaitu pasti Allah akan berikan suatu cobaan yang akan menampakkan wali-wali-Nya dan mempermalukan musuh-musuh-Nya, dan akan diketahui siapa mukmin yang sabar dan siapa munafik yang jahat…" (Tafsir Ibnu Katsir, 1/468)

 

Juga Allah mengancam orang-orang munafiq untuk membongkar kedok mereka dalam ayat-Nya:

 

"Atau apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka ? Dan kalau Kami kehendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatanmu." (Muhammad: 29-30)

 

Para Shahabat adalah Orang-orang yang Telah Lulus Ujian

 

Allah memiliki hikmah dalam taqdir-Nya ketika menguji setiap orang yang mengaku beriman dengan berbagai macam ujian, sehingga terlihat siapa di antara mereka yang benar-benar beriman dan siapa yang berdusta (munafiq).

 

"Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) berkata: 'Kami telah beriman', sedangkan mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta." (Al-'Ankabut: 1-3)

 

Ujian pertama yang dihadapi oleh orang-orang yang beriman dari kalangan para shahabat Nabi adalah gangguan dan penyiksaan dari kaumnya di Makkah. Sebagian mereka disiksa dengan api, sebagian lainnya diusir, dicela dan dicaci-maki dengan berbagai macam tuduhan yang keji.

 

Dengan demikian semua orang paham bahwa para shahabat yang masuk Islam di Makkah sebelum hijrah adalah orang-orang yang terbukti keimanannya dan terbebas dari tuduhan munafiq, karena tidak mungkin ada seorang yang berpura-pura masuk Islam ketika itu dicaci-maki dan disiksa.

 

Ujian berikutnya adalah perintah hijrah yaitu meninggalkan negerinya, tanah tumpah darahnya serta meninggalkan sanak saudaranya yang masih kafir untuk menaati perintah Allah dan Rasul-Nya. Maka Allah katakan tentang mereka:

 

"(Juga) bagi orang faqir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar." (Al-Hasyr: 8)

 

Dalam ayat ini Allah memuji para Muhajirin dengan kalimat Ash-Shadiqin (orang-orang yang jujur dan benar imannya).

 

Demikian pula orang-orang yang beriman di Madinah, mereka menyambut dan mempersiapkan tempat bagi para Muhajirin, bahkan mereka lebih mementingkan tamu-tamunya tersebut melebihi diri dan keluarganya. Maka Allah pun memuji para shahabat dari kalangan Anshar tersebut.

 

"Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung." (Al-Hasyr: 9)

 

Dalam ayat ini Allah menjuluki kaum Anshar dengan kalimat Al-Muflihun (orang-orang yang akan mendapatkan kemenangan dan kemuliaan). Merekalah yang disebut As-Sabiqunal Awwalun yaitu Muhajirin dan Anshar, sebagaimana disebutkan dalam Surat At-Taubah ayat 100 di atas.

 

Jihad sebagai Tolok Ukur

 

Ketika kaum muslimin mulai kuat dan di Madinah bertambah banyak , muncullah orang-orang yang berpura-pura mengaku sebagai muslim, pengikut Rasulullah. Hal ini mereka lakukan agar terlindung dirinya dan hartanya, yakni karena takut dibunuh dan dirampas hartanya sebagai pampasan perang.

Tentu saja mereka itu adalah kaum yang paling tidak suka terhadap sesuatu yang akan mengorbankan diri dan hartanya. Sehingga ketika turun perintah untuk berjihad, terlihatlah yang paling pertama menolak dan menghindarinya -dengan alasan yang dibuat-buat-, adalah para munafiqin. Dengan perintah untuk berjihad ini terpisahlah dengan jelas antara dua golongan yaitu mereka yang lulus (mukmin) dan yang gagal (munafiq).

 

"Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kalian agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kalian, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) keadaan kalian." (Muhammad: 31)

 

Tentang yang lulus pada ujian ini, Allah katakan:

 

"Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rizki (nikmat) yang mulia." (Al-Anfal: 74)

 

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar." (Al-Hujurat: 15)

 

Dalam ayat di atas, Allah kembali memuji mereka dan menggelari mereka sebagai Ash-Shadiqun yaitu orang-orang yang jujur dan benar keimanannya, bukan munafiqin.

 

Adapun orang-orang yang tidak jujur alias pendusta, berpura-pura masuk Islam, tetapi memendam kekafiran dan penentangan dalam hatinya, mereka telah gagal dalam menghadapi ujian yang berat ini. Allah tampakkan kemunafiqan mereka dalam beberapa peristiwa.

 

Setiap kali mereka berupaya untuk menghindari jihad dengan berbagai kedustaan dan sumpah palsu, Allah menurunkan ayat-Nya yang menceritakan alasan-alasan mereka itu. Allah katakan dalam ayat-ayat tersebut dengan kalimat: "Berkata munafiqin…" atau kalimat "Berkata dengan mulutnya yang tidak ada dalam hatinya..."

 

Sehingga Rasulullah dan para shahabatnya mengerti tentang siapa orang-orang munafiqin. Bahkan kaum muslimin pun mengetahuinya.

 

Allah berfirman:

 

"Supaya diketahui siapa orang-orang yang munafik. Kepada mereka dikatakan: "Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)." Mereka berkata: "Sekiranya kami mengetahui peperangan, tentulah kami mengikutimu." Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan." (Ali 'Imran: 167)

 

"Apakah kalian tidak memperhatikan orang-orang munafiq yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab: "Sesungguhnya jika kalian diusir niscaya kamipun akan keluar bersama kalian; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kalian, dan jika kalian diperangi pasti kami akan membantu kalian." Dan Allah menyaksikan bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta." (Al-Hasyr: 11)

 

"(Ingatlah), ketika orang-orang munafiq dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkata: "Mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu oleh agamanya". (Allah berfirman): "Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Al-Anfal: 49)

 

"Allah berfirman: Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata:"Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya." (Al-Ahzab: 12)

 

Selain dengan kalimat-kalimat tersebut di atas, Allah juga jelaskan tentang mereka dengan kalimat yang semakna dan senada seperti Al-Mukhallafuun yakni orang-orang yang menghindar dari jihad, "yang tidak jujur", atau "yang di hatinya ada penyakit" dan lain-lainnya.

 

Allah berfirman:

 

"Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kalian berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". Katakanlah: "Api jahannam itu lebih sangat panas(nya)", jika mereka mengetahui." (At-Taubah: 81)

 

"Orang-orang Badui yang  tertinggal  (tidak  turut  ke  Hudaibiyah)  akan mengatakan:  "Harta  dan  keluarga  kami  telah  merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami," mereka mengucapkan dengan lidahnya  apa yang  tidak  ada  dalam  hatinya. Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang  dapat  menghalang-halangi  kehendak  Allah  jika  Dia  menghendaki kemudharatan bagimu atau   jika  Dia  menghendaki  manfaat  bagimu? Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Al-Fath: 11)

 

"Dan orang-orang yang beriman berkata: 'Mengapa tiada diturunkan suatu surat?' Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka." (Muhammad: 20)

 

Demikianlah, dengan adanya perintah jihad, terpisahlah antara orang-orang yang beriman dengan orang-orang munafiq. Dan para shahabat adalah orang-orang yang telah terbukti keimanan mereka, sehingga mereka sama sekali bukan kaum munafiq. Dengan keimanan yang jujur itulah Allah memberi kemuliaan yang demikian banyak kepada mereka.

 

Sumber: www.asysyariah.com

 

 

B. Pernyataan Para Ulama' Islam Tentang Syi'ah Rafidhah

 

1. 'Alqamah bin Qais An-Nakha'i rahimahullah (62 H):

 

"Sungguh syi'ah telah berlebihan terhadap Ali sebagaimana nashara berlebihan terhadap 'Isa bin Maryam".

 

2. 'Amir Asy-Sya'bi rahimahullah (105 H): -beliau termasuk manusia yang paling tahu tentang mereka-

 

"Aku tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih dungu dari syi'ah".

 

Beliau juga berkata: "Saya peringatkan kalian dari hawa nafsu yang menyesatkan dan dari kejelekan rafidhah, karena diantara mereka ada seorang yahudi yang berpura-pura masuk islam untuk menghidupkan kesesatan mereka sebagaimana Baulus bin Syamil (atau disebut juga dengan Paulus-pen) seorang raja Yahudi yang berpura-pura masuk agama nashara untuk menghidupkan kesesatan mereka." Kemudian beliau berkata: "Mereka tidak masuk ke dalam islam untuk mencari keridhaan Allah akan tetapi untuk menghancurkan islam".

 

3. Sufyan Ats Tsauri rahimahullah (161 H):

 

Dari Muhammad bin Yusuf Al-Firyabi dia berkata: "Aku mendengar Sufyan ditanya tentang  hukum orang yang mencela Abu Bakar dan 'Umar? Sufyan menjawab: "Dia telah kafir kepada Allah Yang Maha Agung" orang tersebut bertanya lagi: "Apakah kita menshalatinya (jika dia mati)?" Sufyan menjawab: "Tidak, tidak ada kemuliaan" orang tersebut berkata: "Maka manusia mengerumuninya sampai mereka menghalangi antara aku dan dia, maka aku bertanya kepada orang yang dekat dengannya: "Apa yang dia katakan?" dia menjawab: "Sufyan berkata: lailahaillallah, apa yang akan kita lakukan (terhadap orang rafidhi yang mati ini)? Jangan kalian sentuh dia dengan tangan-tangan kalian, angkat dia dengan kayu sampai kalian memasukkannya ke dalam kuburnya".

 

4. Al-Imam Malik bin Anas radhiallahu anhu (179):

 

Berkata Asyhab bin Abdul 'Aziz: "Al Imam Malik ditanya tentang seorang yang berpemikiran rafidhah?" beliau menjawab: "Jangan kamu berbicara dengan mereka dan jangan pula meriwayatkan hadits dari mereka karena mereka adalah pendusta".

 

5. Al-Imam Asy-Syafi'I rahimahullah (204 H):

 

"Aku tidak pernah melihat dari para pengikut hawa nafsu yang lebih dusta di dalam ucapan, dan bersaksi dengan saksi palsu dari rafidhah".

 

6. Berkata Ibnu Katsir ketika menafsirkan firman Allah:

 

"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari keutamaan Allah (ikhlas) dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (telah disebutkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya. Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir." (QS. Al-Fath:29)

 

Beliau berkata: Dari ayat ini Imam Malik rahimahullah berpendapat dalam satu riwayatnya tentang kafirnya rawafidh (jamak rafidhah), yaitu orang-orang yang membenci para shahabat ridhwanullah 'alaihim ajma'in. (Imam Malik) berkata: "karena mereka (rafidhah) jengkel dengan para shahabat dan barang siapa yang merasa jengkel dengan para shahabat maka di hukumi kafir dengan ayat ini."

 

7. Berkata Imam Qurthubi:

 

"Betapa indahnya perkataan Imam Malik (diatas) dan sungguh benar penafsiran beliau. Maka barangsiapa yang mencari-cari kekurangan salah seorang mereka atau mencela riwayatnya sungguh dia telah membantah Allah, rabbul alamin dan membatalkan syari'at kaum muslimin." (Ushul Madzhabi Asy-Syi'ah Al-Imamiyyah Al-Itsa Asyariyyah karya Dr. Nashir Al-Qafari 3/1250).

 

8. Berkata Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, aku pernah bertanya kepada bapakku (yakni, Ahmad bin Hanbal) tentang rafidhah. Maka beliau menjawab:

 

"(Mereka adalah) orang yang mencela atau menghina Abu Bakar dan Umar.". beliau juga pernah ditanya tentang Abu Bakar dan Umar, maka beliau menjawab: "cintailah keduanya dan berlepas dirilah dari siapa saja yang membenci keduanya." (Al Masail war Rasail Al Marwiyah 'anil Imam Ahmad bin Hanbal karya Abdul Ilah bin Sulaiman Al Ahmadi, 2/357). Dari dua pendapat Imam Ahmad diatas dengan jelas memerintahkan kita untuk berlepas diri dari rafidhah karena mereka membenci Abu Bakar dan Umar.

 

9. Berkata Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Hazm rahimahullah tentang rafidhah, ketika beliau berdebat dengan orang-orang nashara, dan mereka (orang-orang nashara) menghadirkan kitab-kitab rafidhah untuk membantah beliau. Beliaupun menjawab

 

"Sesungguhnya rafidhah bukan bagian dari muslimin, dan perkataan mereka bukanlah hujjah bagi agama ini. Akan tetapi rafidhah adalah kelompok yang muncul pertama kali, dua puluh lima tahun setelah wafatnya nabi shalallahu 'alaihi wasallam."

 

Beliau juga berkata: "(rafidhah) adalah kelompok yang berjalan sealiran dengan Yahudi dan Nashara dalam hal dusta dan kufur.". (Al-Fashlu fil Milal wan Nihal, 2/78 )

 

Perhatikanlah pernyataan Ibnu Hazm diatas, beliau termasuk ulama' yang paling tahu tentang rafidhah. Walaupun beliau hidup jauh dari ulama' yang telah kami sebutkan pada bagian pertama dan kedua lalu toh beliau memiliki pendapat yang sama dengan mereka. Beliau mengeluarkan syi'ah rafidhah dari bingkaian islam dan menyamakan mereka dengan Yahudi dan Nashara.

 

Perlu diketahui bahwa syi'ah terpecah menjadi beberapa golongan. Sebagiannya lebih parah dari sebagian yang lain. Diantaranya adalah, Imamiyyah, rafidhah, Jakfariyyah, Zaidiyyah dll. Maka setiap rafidhah adalah syi'ah dan tidak setiap syi'ah itu rafidhah.

 

Jadi tidak perlu digubris kalau ada yang mengatakan bahwa rafidhah itu bukan syi'ah.

 

Akan tetapi setiap mereka memiliki ciri khas tersendiri yang dengan itu kita bisa membedakan mereka satu dengan yang lainnya.

 

Diantara ciri pokok syi'ah rafidhah sebagaimana yang disebutkan Imam Ahmad diatas, ketika beliau ditanya siapa yang dimaksud rafidhah? Beliau menjawab: "Yaitu mereka yang memusuhi Abu Bakar dan Umar."

 

10. Dewan Fatwa Arab Saudi yang tergabung dalam Lajnah Daimah lil Buhutsil Ilmiyah wal Ifta'

 

Pernah ditanya dengan sebuah pertanyaan dari seorang yang tinggal di perbatasan bagian selatan yang bertetangga dengan markaz Iraq, disana terdapat sekelompok Syi'ah Jakfariyyah, diantara mereka (yakni kaum muslimin disana) ada yang enggan memakan sembelihan mereka (Syi'ah Jakfariyah) diantara mereka juga ada yang memakannya. Penanya berkata: "Apakah halal bagi kami memakan sembelihan mereka? Perlu diketahui bahwa mereka selalu berdo'a (menuhankan) Ali, Hasan, Husein, dan semua imam-imam mereka ketika waktu sempit dan lapang.

 

Jawab:

 

Segala puji hanya milik Allah semata, shalawat dan salam kita panjatkan kepada rasul, keluarga dan para shahabatnya… waba'du:

 

Jika memang keadaannya seperti yang ditanyakan diatas bahwa jama'ah yang tergabung dalam Syi'ah Ja'fariyah itu berdo'a kepada Ali, Hasan, Husein dan imam-imam mereka maka mereka musyrik, murtad (keluar) dari bingkaian islam –wal-'iyadzu billah- tidak boleh memakan sembelihan mereka, karena (sembelihan mereka itu) adalah bangkai walaupun mereka menyebut nama Allah.

 

Sumber: haulasyiah.wordpress.com ("Pernyataan Para Ulama' Islam Tentang Syi'ah Rafidhah")

--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
 
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
 
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-

No comments:

Post a Comment