Jumat, 18 Desember 2009 16:03:10 WIB
TERAPI PENYAKIT SUKA SESAMA JENIS
Oleh
Ustadz Muhammad Arifin Badri
Dalam setiap proses pengobatan, langkah pertama yang ditempuh oleh
dokter atau tenaga medis adalah melakukan diagnosis. Tujuannya, ialah
untuk mengetahui penyebab penyakit yang diderita. Diagnosis ini dapat
ditempuh dengan berbagai cara, mulai dari wawancara dengan pasien,
hingga dengan test laborat dengan menggunakan teknologi canggih.
Islam sendiri telah memudahkan proses pengobatan. Yaitu dengan cara
mengajarkan kepada umatnya hasil diagnosa yang benar-benar aktual.
Allah Ta'ala yang telah menurunkan penyakit, telah mengabarkan kepada
kita bahwa di antara faktor yang menjadi penyebab datangnya penyakit
adalah perbuatan dosa kita sendiri.
Allah Ta'ala berfirman:
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ الشورى 30
"Dan musibah apapun yang menimpamu, maka itu adalah akibat dari ulah
tanganmu sendiri". [asy-Syûrâ/42 : 30]
Abu Bilaad rahimahullah yang terlahir dalam keadaan buta bertanya
kepada al-'Alâ` bin Badr rahimahullah : "Bagaimana penerapan ayat ini
pada dirinya, padahal ia menderita buta mata sejak dalam kandungan
ibunya?"
Jawaban al-'Alâ` bin Badr sangat mengejutkan, ia berkata: "Itu adalah
akibat dari dosa kedua orang tuamu".[1]
Singkat kata, penyakit yang menimpa kita, tidak terkecuali penyakit
suka sesama jenis sangat dimungkinkan adalah akibat dari perbuatan
dosa, baik yang kita lakukan atau yang dilakukan oleh orang-orang yang
ada di sekitar kita.
DIAGNOSA PENYAKIT SUKA SESAMA JENIS
Berikut beberapa perbuatan dosa atau kesalahan yang mungkin pernah
dialami oleh orang yang dihinggapi penyakit suka sesama jenis.
Pertama : Nama Yang Tidak Menunjukkan Identitas.
Di antara kewajiban pertama yang harus dilakukan oleh kedua orang tua,
ialah memilihkan nama yang baik untuk anaknya. Bukan sekedar baik
ketika didengar atau diucapkan, akan tetapi juga baik dari segala
pertimbangan, dari makna maupun nilai sejarahnya. Pertimbangan
pemilihan nama yang baik dapat menunjukkan identitas, baik secara
agama maupun jenis kelamin. Oleh sebab itu, banyak ulama yang mencela
penggunaan nama-nama yang terkesan "lembut" bagi anak laki-laki.
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: "Ada hubungan keserasian antara nama
dan pemiliknya. Sangat jarang terjadi ketidakserasian antara nama dan
pemiliknya. Yang demikian itu, karena setiap kata sebagai pertanda
makna yang terkandung di dalamnya. Dan nama adalah petunjuk bagi
kepribadian pemiliknya. Bila engkau merenungkan julukan seseorang,
niscaya makna dari julukan tersebut ada padanya. Sehingga nama yang
buruk merupakan pertanda bahwa jiwa pemiliknya buruk. Sebagaimana
wajah yang buruk, pertanda bagi buruknya jiwa seseorang".[2]
Oleh karena itu, bila seseorang yang ditimpa penyakit suka sesama
jenis memiliki nama yang kurang menunjukkan jati dirinya, maka
hendaklah segera merubah namanya, sehingga lebih menunjukkan jati
dirinya sebagai seorang laki-laki atau wanita.
Kedua : Pengaruh Pakaian Dan Perhiasan.
Islam melarang kaum laki-laki menyerupai kaum wanita, baik dalam
berpakaian, perhiasan, perilaku atau lainnya, dan demikian juga
sebaliknya.
لَعَنَ النبي n الْمُخَنَّثِينَ من الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ من
النِّسَاءِ وقال: (أَخْرِجُوهُمْ من بُيُوتِكُمْ). متفق عليه
"Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai
wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki, dan beliau bersabda:
"Usirlah mereka dari rumah-rumah kalian". [Muttafaqun 'alaih]
Berdasarkan hadits ini, kaum laki-laki dilarang mengenakan pakaian dan
perhiasan yang merupakan ciri khas kaum wanita, dan demikian juga
sebaliknya. Sebagaimana kaum laki-laki juga dilarang untuk menyerupai
suara, cara berjalan, dan seluruh gerak-gerik kaum wanita, demikian
juga sebaliknya.[3]
Berdasarkan ini pula, maka diharamkan bagi kaum lelaki mengenakan
perhiasan emas dan pakaian yang terbuat dari sutera. Karena kedua hal
itu merupakan ciri khas kaum wanita. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
حُرِّمَ لِبَاسُ الْحَرِيْرِ وَالذَّهَبُ عَلَى ذُكُوْرِ أُمَّتِيْ
وَأُحِلَّ لِإِنَاثِهِمْ رواه الترمذي والنسائي وصححه الألباني
"Diharamkan pakaian sutera dan perhiasan emas atas kaum laki-laki dari
umatku, dan dihalalkan atas kaum wanita mereka" [HR at-Tirmidzi,
an-Nasâ`i, dan dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni]
Para ulama menjelaskan hikmah larangan ini, bahwa perhiasan emas dan
pakaian sutera dapat mempengaruhi kepribadian seorang laki-laki yang
mengenakannya. Bahkan Ibnul-Qayyim rahimahullah menyatakan, biasanya,
seseorang yang mengenakan perhiasan emas atau pakaian sutera memiliki
perilaku yang menyerupai kaum wanita. Kedua hal ini akan terus-menerus
melunturkan kejantanan laki-laki yang memakainya. Hingga pada akhirnya
(sifat kelelakiannya) akan menjadi sirna, dan berubah menjadi seorang
yang banci. Karena itu, pendapat yang benar ialah diharamkan bagi
orang tua mengenakan kepada anak lelakinya perhiasan emas atau pakaian
sutera, agar kejantanan anak tersebut tidak terkikis.[4]
Aturan untuk membedakan dari lawan jenis. Demikian juga hal ini
ditekankan kepada kaum wanita, sehingga mereka juga dilarang
berperilaku yang menyerupai kaum laki-laki, dan dianjurkan untuk
melakukan hal-hal yang selaras dengan kewanitaannya.
Salah satu yang dapat menunjukkan identitas kewanitaan seseorang,
ialah dengan cara merubah warna kuku jari jemarinya dengan hinna'
(pacar kuku dari tumbuhan tertentu, ed).
عن عَائِشَةَ رضي الله عنها قالت: مَدَّتِ امْرَأَةٌ من وَرَاءِ
السِّتْرِ بِيَدِهَا كِتَاباً إلى رسول اللَّهِ n، فَقَبَضَ النبي n
يَدَهُ، وقال: (ما أَدْرِى أَيَدُ رَجُلٍ أو أيد امْرَأَةٍ) فقالت: بَلِ
امْرَأَةٌ . فقال: (لو كُنْتِ امْرَأَةً، غَيَّرْتِ أَظْفَارَكِ
بِالْحِنَّاءِ).
"'Aisyah Radhiyallahu 'anha menceritakan: "Ada seorang wanita dari
balik tabir yang menyodorkan secarik surat kepada Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Nabipun menahan tangannya, dan
beliau bersabda: 'Aku tidak tahu, apakah ini tangan seorang laki-laki
atau wanita?' Wanita itupun berkata: 'Ini adalah tangan wanita,' maka
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Andai engkau
benar-benar wanita, niscaya engkau telah mewarnai kukumu dengan
hinna'." [HR Ahmad, Abu Dawud, an-Nasâ`i dan dihasankan oleh Syaikh
al-Albâni]
Ketiga : Pengaruh Makanan Haram.
Tidak dapat dipungkiri, perangai dan kepribadian setiap manusia bisa
dipengaruhi oleh jenis makanan yang ia konsumsi. Sehingga tidak
mengherankan bila seseorang yang memakan daging onta disyari'atkan
untuk berwudhu, untuk menghilangkan pengaruh buruk daging yang ia
makan.
Diriwayatkan dari Jabir bin Samurah, ia mengisahkan: "Ada seorang
laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam : 'Apakah kita diwajibkan berwudlu karena memakan daging
kambing?' Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: 'Engkau boleh
berwudhu, dan juga boleh untuk tidak berwudhu,' laki-laki itu kembali
bertanya: 'Apakah kita wajib berwudhu karena memakan daging onta?'
Beliau menjawab: 'Ya, berwudhulah engkau karena memakan daging onta'."
[HR Muslim]
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: "Orang yang berwudhu setelah
memakan daging onta akan terhindar dari pengaruh sifat hasad dan jiwa
yang kaku yang biasa menimpa orang-orang yang senang memakannya,
sebagaimana dialami orang-orang pedalaman. Ia akan terhindar dari
perangai hasad dan jiwa yang kaku seperti disebutkan oleh Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits riwayat Imam Bukhâri dan
Muslim:
(إِنَّ اْلغِلْظَةَ وَقَسْوَةَ الْقُلُوْبِ فِيْ الْفَدَّادِيْنَ
أَصْحَابِ الْإِبِلِ وَإِنَّ السَّكِيْنَةَ فِيْ أَهْلِ الْغَنَمِ)
"Sesungguhnya perangai kasar dan jiwa yang kaku, biasanya ada pada
orang-orang pedalaman, para pemelihara onta, sedangkan lemah-lembut
biasanya ada pada para pemelihara kambing" [5].
Bila demikian, maka tidak diragukan lagi bahwa makanan yang jelas
keharamannya memiliki pengaruh buruk pada diri dan kepribadian
pemakannya. Dan di antara makanan haram yang dapat mempengaruhi
kepribadian seseorang, sehingga dijangkiti penyakit suka sesama jenis
ialah daging babi dan keledai. Ibnu Sirin rahimahullah berkata:
"Tidaklah ada binatang yang melakukan perilaku kaum Nabi Luth selain
babi dan keledai".[6]
Bila seseorang membiasakan dirinya dan juga keluarganya memakan daging
babi atau keledai, lambat laun, berbagai perangai buruk kedua binatang
ini dapat menular kepadanya. Na'udzubillah.
Keempat : Pengaruh Pergaulan Dan Pendidikan.
Masing-masing diri kita pasti memiliki pengalaman tersendiri tentang
pergaulan dalam mempengaruhi pembentukan jati diri dan perangainya.
Sedikit banyak, cara berpikir dan kesukaan manusia dipengaruhi oleh
keluarga, teman bergaul, atau masyarakat sekitar. Oleh karena itu,
jauh hari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan
agar memilihkan kawan yang baik untuk anak-anak kita, sehingga mereka
terpengaruh oleh kebaikan dan terhindar dari pengaruh buruk.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu , ia menuturkan: Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah ada seorang yang
dilahirkan melainkan dalam keadaan fitrah (muslim), maka kedua orang
tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.
Perumpamaannya bagaikan seekor binatang yang dilahirkan dalam keadaan
utuh anggota badannya, maka apakah kalian mendapatkan padanya hidung
yang dipotong?" [Muttafaqun 'alaih]
Sebagaimana Islam juga mengajarkan agar orang tua mulai memisahkan
tempat tidur anak laki-laki dengan tempat tidur anak wanita.
(مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ
وَاضْرِبُوهُمْ عليها وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ في
الْمَضَاجِعِ)
"Perintahlah anak-anakmu untuk mendirikan shalat ketika mereka telah
berumur tujuh tahun, dan pukullah bila enggan mendirikan shalat ketika
telah berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka"
[Riwayat Abu Dawud dan dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni]
Pemisahan tempat tidur antara anak laki-laki dan tempat tidur anak
wanita dapat menumbuhkan kesadaran pada diri masing-masing tentang
jati dirinya. Sehingga anak laki-laki mulai menyadari bahwa dirinya
berlawanan jenis dengan saudarinya, demikian juga dengan anak wanita.
Sejalan dengan perjalanan waktu dan disertai pendidikan yang baik,
masing-masing akan menjadi manusia yang berkepribadian lurus lagi
luhur.
Di antara yang dapat memupuk kesuburan jati diri anak-anak, ialah
dengan membedakan jenis permainan mereka. Melalui sarana permainan
yang terarah dan mendidik, orang tua dapat menumbuhkan kesadaran pada
masing-masing anak tentang jati dirinya. Salah satu permainan yang
dapat memupuk kepribadian anak wanita adalah boneka.
Ummul Mukminin 'Aisyah Radhiyallahu 'anha berkata:
(كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ في بَيْتِهِ وَهُنَّ اللُّعَبُ) متفق عليه
"Dahulu, aku bermain boneka anak-anak di rumah Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam" [Muttafaqun 'alaih]
Para ulama' menyatakan, bahwa dibolehkannya membuatkan boneka untuk
anak-anak wanita yang masih kecil ini merupakan keringanan atau
pengecualian dari dalil-dalil umum yang melarang kita membuat patung.
Melalui sarana permainan ini, anak-anak wanita kita diharapkan mulai
memahami jati dirinya dan juga peranan yang harus mereka lakukan kelak
ketika telah dewasa dan berkeluarga.[7]
Dengan demikian, pergaulan dan pendidikan memiliki peranan besar dalam
pembentukan karakter dan cara pandang anak-anak. Sehingga kesalahan
dalam pendidikan dan pergaulan dapat mengakibatkan perilaku kurang
terpuji di kemudian hari.
TERAPI PENYEMBUHAN
Bila melalui diagnosa di atas, seseorang dapat menemukan penyebab
datangnya penyakit yang dideritanya, maka segeralah melakukan
langkah-langkah pengobatan.
Langkah Pertama : Yang harus dilakukan ialah dengan membenahi
kesalahan dan bertobat dari kekhilafan.
Langkah Kedua : Berdoa Kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Ketahuilah, perbuatan dosa dan khilaf dapat terjadi karena kita
memperturutkan bisikan kotor, baik yang datang dari iblis maupun dari
jiwa yang tidak suci. Oleh karena itu, dahulu Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam senantiasa memohon agar dikaruniai hati yang suci dan
dijauhkan dari perilaku buruk :
اللهم آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أنت خَيْرُ من زَكَّاهَا (رواه مسلم )
"Ya Allah, limpahkanlah ketakwaan kepada jiwaku dan sucikanlah. Engkau
adalah sebaik-baik Dzat Yang Mensucikan jiwaku" [Riwayat Muslim]
Pada kesempatan lain, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa:
اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الْأَخْلاَقِ
وَالْأَعْمَالِ وَالْأَهْوَاءِ (رواه الترمذي والحاكم والطبراني )
"Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari akhlak, amalan, dan hawa nafsu
yang buruk" [Riwayat at-Tirmidzi, al-Hakim, dan ath-Thabrani]
Oleh sebab itu,bagi orang yang telah terjangkiti penyakit ini,
hendaknya memohonlah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar jiwanya
disucikan, dan perangainya diluruskan. Ia hendaklnya yakin, bila
bersungguh-sungguh berdoa, terlebih ketika sedang sujud dan pada
sepertiga akhir malam, yakinlah, pasti Allah Subhanahu wa Ta'ala akan
mengabulkan.
Langkah Ketiga : Melakukan Kegiatan-Kegiatan Yang Sesuai Dengan Jenis
Kelamin Kita.
Di antara cara yang dapat kita tempuh untuk memupuk jati diri ialah
dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang selaras dengan diri kita. Bagi
kaum wanita, misalnya dengan mengasuh anak kecil (keponakan, adik,
atau lainnya), memasak, berdandan, menjahit, membuat karangan bunga.
Bagi kaum laki-laki, misalnya dengan mencangkul, olah raga angkat
besi, bela diri, tukang kayu, berenang. Dan hendaklah menjauhi segala
perbuatan dan perilaku yang biasa dilakukan oleh lawan jenis.
Langkah Keempat : Terapi Hormon.
Salah satu metode pengobatan yang sekarang dikenal masyarakat adalah
dengan terapi hormon. Oleh karena itu, tidak ada salahnya bila
seseorang yang menderita penyakit suka sesama jenis mencoba pengobatan
dengan cara ini. Akan tetapi, sebelum mencoba terapi ini, seyogyanya
ia terlebih dahulu berkonsultasi kepada tenaga medis yang berkompeten,
untuk mengetahui sejauh mana kegunaannya. Juga untuk meyakinkan bahwa
dalam seluruh proses terapi ini tidak mengandung hal-hal yang
diharamkan atau melanggar syari'at.
Langkah Kelima : Berbesar Harapan Dan Kuatkan Semangat.
Sebagaimana telah diisyaratkan di atas, bahwa setiap manusia terlahir
ke dunia dalam keadaan normal dan berjiwa suci, dan hanya lantaran
pengaruh dunia luarlah seseorang mengalami perubahan. Allah Ta'ala
berfirman dalam hadits qudsi:
وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمْ
الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عن دِينِهِمْ (رواه مسلم)
"Sesungguhnya Aku telah menciptakan seluruh hamba-Ku dalam keadaan
lurus lagi suci, kemudian mereka didatangi oleh setan dan kemudian
setanlah yang menyesatkan mereka dari agamanya" [Riwayat Muslim]
Dari situ, hendaklah kita senantiasa berbesar harapan dan optimis
bahwa segala penyakit yang kita derita dapat disembuhkan. Yakinlah,
penyakit yang kita derita merupakan salah satu akibat dari ulah dan
godaan setan. Setanlah yang telah menodai kesucian jiwa kita. Oleh
karena itu, besarkan harapan, bulatkan tekad, dan kuatkan semangat
untuk merebut kembali kesucian jiwa kita dari belenggu setan dengan
selalu berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla dan membaca Al-Qur`ân.
Ketahuilah, wahai Saudaraku, membaca Al-Qur`ân dengan khusyu' dan
penuh penghayatan merupakan senjata paling ampuh untuk menghancurkan
perangkap syetan.
Termasuk pula di antara cara untuk menghindarkan diri dari perangkap
setan ialah dengan senantiasa menghadiri majlis-majlis ilmu, dan
berusaha agar selalu berada bersama dengan teman-teman yang baik.
إِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ ، وَ هُوَ مِنَ الْاِثْنَيْنِ
أَبْعَدُ (رواه أحمد وابن ماجة وصححه الألباني)
"Sesungguhnya setan itu bersama orang yang menyendiri, dan ia akan
menjauh dari dua orang" [Riwayat Ahmad, Ibnu Majah, dan dishahîhkan
oleh Syaikh al-Albâni]
Semoga pemaparan singkat ini bermanfaat bagi kita. Dan semoga Allah
Ta'ala senantiasa melimpahkan kesucian jiwa dan keluhuran budi pekerti
kepada kita.
Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Wallahu a'lam bish-Shawab.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XII/1429H/2008M.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnote
[1]. Tafsîr Ibnu Abi Hâtim (10/3279) dan Tafsîr al-Baghawi (7/355).
[2]. Tuhfatul-Maudûd, Ibnul Qayyim, 51.
[3]. Fat-hul-Bâri, Ibnu Hajar al-Asqalâni (10/334) dan Faidhul-Qadîr,
al-Munawi (5/271).
[4]. Zâdul-Ma'âd, Ibnul-Qayyim, 4/80.
[5]. Majmu' Fatâwa Ibnu Taimiyyah, 21/11.
[6]. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dalam kitab Dzammul-Malâhi.
[7]. Fat-hul-Bâri, Ibnu Hajar al-Asqalâni, 10/527.
2009/12/24 ulum fa <ulum.zsimia@gmail.com>:
> test email kok tidak ada postingan masuk
>
> --
> Sent from Gmail for mobile | mobile.google.com
>
> --
> -=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
> Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
> dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
>
> Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
>
> Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
> Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
> Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
> Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
> -=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment