Sudah Ust ABB, sekarang orang sedang sholat main hantam saja, sesungguhnya yang teroris itu siapa ya?
Saya tambahkan dari postingan milis lain kronologi kejadiannya.
-----Original Message-----
From: onny kresnawan <onnykres@yahoo.com>
Sender: jurnalisme@yahoogroups.com
Date: Sun, 26 Sep 2010 00:15:10
To: <jurnalisme@yahoogroups.com>
Reply-To: jurnalisme@yahoogroups.com
Cc: <mediacare@yahoogroups.com>; <jurnalis@yahoogroups.com>; <ajimedan@yahoogroups.com>; <naratamatv@yahoogroups.com>
Subject: [jurnalisme] Kronologis penyerbuan Densus 88 versi keluarga tersangka teroris
Nama saya Kartini Panggabean, kelahiran 20 Februari 1980. Panggilan
saya Cici, anak-anak memanggil saya Ummi. Saya adalah isteri dari
Ustadz Ghozali, anak-anak memanggilnya Buya, saya memanggilnya Bang
Jali. Saya tinggal bersama suami saya di di Jalan Bunga Tanjung Gang
Sehat, saya bersama Bang Jali tinggal bersama empat anak kami. (Umar
Shiddiq, Raudah Atika Husna dan Ahmad Yasin dan Fathurrahman).
Bang
Jali lahir tahun 1963, tamat SD 1971. Kemudian bang Jali Masuk SMP
Muhammadiyah di Sei. Sikambing Medan. Bang Jali tidak tamat SMP,
berhenti karena protes terhadap sekolah SMP di Indonesia memakai celana
pendek (tidak menutup aurat) Secara otodidak Bang Jali belajar menulis.
Dia menjadi kolumnis tetap di beberapa surat kabar yang terbit di
Medan. Kemudian Bang Jali ke Malaysia selama 10 tahun. Aktif menjadi
wartawan di majalah Islam. Tahun 1996-2000 bang Jali pulang ke
Indonesia menetap di Medan membuka kursus komputer, kemudian ke
Malaysia lagi pada tahun 2000-2004 bekerja sebagai penulis buku di
beberapa penerbitan. Sejak 2004-2010 menetap di Tanjungbalai sebagai
penulis buku-buku agama yang produktif dan semua diterbitkan di
Malaysia, lebih kurang 50 judul buku. Ada satu judul buku yang
diterbitkan di di Indonesia Selain menulis, Bang Jali juga berprofesi
sebagai pengobat tradisional (bekam). Bang Jali juga mengisi pengajian.
Sejak satu bulan terakhir (bulan Agustus 2010), Bang
Jali tidak pergi ke mana-mana, atas permintaan saya selaku Ummi
anak-anak, alasan saya karena saya sedang hamil tua, hari-hari
menjelang persalinan sudah kian dekat. Saya meminta Bang Jali untuk
menemani saya melahirkan. Begitu pun, seingat saya Bang Jali sekali ada
pergi ke Medan awal Agustus ke Medan, itu pun karena menjenguk ibunya
di salah satu rumah sakit di Medan. Saya melahirkan anak putera saya
yang keempat pada tanggal 28 Agustus 2010 (usianya 3 minggu).
Sejak
saya melahirkan bayi yang kami beri nama Fathurrrahman Ramadhan itu,
Bang Jali juga tidak ada pergi ke mana-mana karena saya tidak ada teman
di rumah.
Di saat waktu Maghrib, hari Minggu sekitar
jam 18.45 WIB menjelang Senin malam, tanggal 19 September 2010. Saya,
bayi saya, dua perempuan dewasa (istri Abu dan teman Deni), Buya, Dani,
Deni, Alek, Abdullah dan 2 orang lagi anak tamu.(salah satu dari dua
perempuan dewasa). Jadi, ada di dalam rumah tersebut 10 orang, terdiri
dari 5 laki-laki dewasa, 3 perempuan dewasa, 3 anak-anak. Saat adzan
Maghrib terdengar, Bang Jali bersiap-siap melaksanakan sholat Maghrib
berjamaah. Bang Jali, Deni, Deden, Alek, Abu mengambil wudhu. Saya
bilang kepada Bang Jali, Buya bajunya diganti saja, basah kena air
wudhu. Saya berada di ruang tamu, menyusukan anak saya Fathur.
Bersama
saya dua perempuan dewasa. di dekat pintu depan rumah, pintu rumah kami
hanya di depan, rumah kami tidak ada pintu belakang. Saya memanggil
ketiga anak untuk pulang ke rumah, karena sudah masuk waktu Maghrib.
Bang Jali dan empat temannya mulai melaksanakan sholat Maghrib
berjamaah dengan Bang Jali sebagai imamnya. Mereka sholat di ruang
belakang dekat dapur.
Dani, usianya sekitar dua puluh
lima tahun tahun adalah murid mengaji Bang Jali. Kerjanya sehari-hari
menjahit gorden, dia tinggal di Tanjung Balai. Dani membawa dua orang
temannya, Alek (30 tahun) dan Deni (20 tahun) ke rumah. Bang Jali
sebelumnya tidak mengenal kedua orang itu. Sejak saat itu, Deni dan
Alek menginap di rumah. Tapi Dani tidak menginap di rumah. sedangkan
alek dan deni saya tidak mengenalnya. Mengenai Abu, atau Abdullah (35
tahun), saya tidak jelas orang mana berasalnya. Jadi Deni dan Alek
sudah menginap 2 minggu di rumah kami, kedatangan mereka ke
Tanjungbalai karena rencana mau cari kerja, saat itu mau hari hari
raya. Bang Jali bilang ini sudah dekat hari raya, tidak mungkin ada
kerjaan. Tunggulah habis hari raya. Jadi mereka di rumah kerjanya hanya
makan tidur. Seingat saya selama ini tidak ada kegiatan yang
mencurigakan.
Tiba-tiba sebuah mobil datang, terdengar
suara dari luar ada orang berteriak, "keluar!" Saat itu ketiga anak
saya masih bermain di rumah tetangga. Saya mau memanggil anak-anak
untuk pulang, saya pun berjalan menuju pintu depan rumah. Saya menyuruh
mereka masuk, tapi mereka tidak mau masuk, saya sempat melihat wajah
mereka seperti ketakutan. Saya terkejut karena pas saya di depan pintu
saya lihat sudah turun dari mobil 30 orang bersenjata. Anak-anak saya
diam tak bersuara. Densus 88 langsung saja menerobos masuk ke dalam
rumah dengan bersenjata. Mereka semuanya ada sekitar 30 orang membawa
senjata. Mereka dari samping sebagian, masuk ke dalam rumah sebagian,
sambil melepaskan tembakan.
Saya sambil menggendong
bayi saya, dua perempuan dewasa serta anak-anaknya ditodongkan senjata
sama Densus 88. Sepasang daun pintu rumah kami ditunjang (ditendang)
sama Densus 88. Tidak ada baku tembak, tidak ada perlawanan dari dalam
rumah, karena Bang Jali sedang sholat, sedang membaca surah al-Qur'an
sehabis membaca surah al-Fatihah. Tiba-tiba tiga makmum (Alek, Deni dan
Dani) keluar dari shaff (membatalkan sholat mereka) karena mendengar
suara ribut tembakan dan segera mengetahui datangnya orang-orang
bersenjata. Alek, Dani dan Deni lari menuju kamar mandi. Alek keluar
dengan membobol seng (atap) kamar mandi. Orang-orang yang sudah masuk
rumah menembaki mereka Deni dan Dani ditembaki secara membabi buta
sewaktu mereka di depan kamar mandi.
Saya, dua perempuan
dewasa yang bersama saya, bayi saya yang berumur 20 hari, dan anak
tetangga yang balita itu menyaksikan kejadian itu. Jadi dua orang
ditembak di kamar mandi, satu orang lagi lari. Bang Jali dan seorang
makmumnya, Abu masih tetap melanjutkan sholat, walaupun orang-orang
bersenjata itu sudah masuk ke dalam rumah, di ruang belakang dekat
dapur. Bang Jali tetap melanjutkan membaca surah al-Qur'an. Tapi
orang-orang bersenjata itu langsung menarik paksa Bang Jali, sholat
Bang Jali dihentikan secara paksa. Buya ditunjangi (ditendang) saat
sholat kemudian dipijak-pijak (diinjak-injak) hingga babak belur. Saya
kasihan melihat Bang Jali karena saat itu dia sedang sakit batuk. Bang
Jali diseret sama Densus, bang Jali tak henti-hentinya meneriakkan
takbir, Allahu Akbar, Allahu akbar.
Saya masih dalam todongan senjata bersama dua perempuan dan tiga
anak-anak. Kami langsung disuruh ke rumah tetangga sambil ditodong.
Saya digiring ke rumah tetangga sambil ditodong senjata, di rumah
tetangga. Anak-anak saya dari tadi memang berada di situ. Saya dan
anak-anak saya bisa mengintip (melihat dari sela-sela atau lobang)
kejadian yang terjadi di rumah kami dari rumah tetangga. Anak-anak saya
berteriak-teriak tidak tak henti-hentinya. "Ummi, Ummi itu Buya, itu
Buya." Anak-anak memberitahu saya mereka melihat Buya mereka
dipijak-pijak (diinjak-injak). Mereka menembaki rumah kami dengan
membabi buta, walaupun saya sangat yakin Bang Jali tidak ada senjata.
Bang Jali hanya terus bertakbir, Allahu akbar, hanya itu yang bisa Bang
Jali lakukan. Mereka menembaki saja walau tidak ada perlawanan. Dari
luar mereka menembaki, di dalam juga menembaki, mereka dalam waktu satu
jam itu menembak terus dengan membabi buta.
Tiba-tiba
ada yang menggiring saya keluar, saya dibawa ke mobil Densus 88. Saya
terus menengok (melihat) ke arah Bang Jali tapi sudah tidak terlihat.
Saya tengok (lihat) suami kawan saya (Abu) dibawa ke mobil tak berapa
lama. Densus membentak saya menanya saya di mana tas Bang Jali. Saya
jawab (katakan), "Tengok saja sendiri." Mereka semua penakut, saya yang
disuruh mengambil tas Bang Jali, mereka takut granat, padahal tidak
apa-apa di tas Bang Jali.
Satu jam kemudian polisi
(dari Polresta Tanjung Balai) datang ke sana, polisi pun rupanya tahu
apa-apa mengenai kejadian itu. Densus pergi begitu saja. Saya tidak
tahu informasi ke mana Bang Jali dibawa, apakah Bang Jali dibawa ke
Medan atau ke mana. Dari pihak Polres malah menanyakan sama saya ke
mana Bang Jali dibawa Densus. Saya dinaikkan ke mobil Patroli Polresta
Tanjungbalai dibawa ke kantor Polresta Tanjungbalai. Saya tidak dikasih
pulang ke rumah.
Esok hari, tanggal 20 September, saya
masih tidak dikasih pulang. Sebagian besar anggota Polres Tanjung Balai
memperlakukan saya dengan baik, mereka kasihan melihat saya karena
menengok anak saya kecil (bayi), tapi ada juga polisi di sini yang
jahat dan memperlakukan saya sewenang-wenang. Saya ingin tahu kabar
suami saya. Saya lihat ada koran, saya ambil untuk saya baca. Polisi
berpakaian preman itu merampas koran itu dari tangan saya. Hati saya
sangat sakit, tapi saya diam saja. Kapolresta baik sama saya. Dia
menanyakan saya, apakah mau pulang ke rumah mengambil baju? Saya sudah
bilang sama penyidik cemana ini, Pak, kalau saya masuk tahanan jelas
status saya, tapi di sini saya tidak jelas sebagai apa, saya tidak tahu
apa-apa. Kata penyidik tunggu kabar dari Medan saja, baru saya kasi
informasi di sini.
Saya sedih karena Bang Jali tak
bisa dijumpai, karena dia sudah babak belur dipijak-pijak dua puluhan
orang. Mereka main serbu saja, mereka itu begitu datang tak ada
basa-basi lagi. Dinding rumah kami rusak. Polisi pun tidak boleh
lewat-lewat di situ selama satu jam itu. Padahal kan semua pakai
peraturan. Polresta Tanjungbalai membantu saya mempertemukan saya
dengan keluarga saya agar anak-anak saya yang empat orang tidak tinggal
di tahanan. Saya dipinjamkan telepon sama Polisi untuk menelepon
adiknya agar saya bisa menitipkan anak-anak saya kepada keluarga
kecuali yang bayi tetap bersama saya, karena dia masih saya susukan
umurnya kan baru 3 Minggu.
Pada 20 September 2010
sekitar jam 9.00 WIB pagi saya pertama kali menghubungi keluarga. Saya
mengasih tahu, saya sekarang di Polresta Tanjung Balai, tidak boleh
keluar dari sini karena saya kata polisi dijadikan saksi. Adik saya ke
ke Tanjung Balai hari Senin, 20 September itu juga, adik saya menjenguk
saya. Kondisi saya sudah beberapa hari tetap tak jelas, tidak dikasih
pulang, padahal saya sudah di BAP hari Minggu sampai sekarang tidak
keluar-keluar. Tidak jelas, tidak boleh pulang, soalnya tidak ada yang
mau datang menjenguk saya, adik saya pun hanya datang untuk mengambil
si Umar, dibawa ke sana, kasihan bang Jali. Di sini saya bayi saya
tidur dan hidup di sebuah ruangan yang menyerupai gudang kertas-kertas,
hanya beralas tikar plastik, kasihan Fathur (bayi saya), baru 3 minggu
usianya.
Narasumber: Kartini Panggabean (semoga Allah
melindunginya), istri ustadz Khairul Ghozali (semoga Allah
merahmatinya) yang dituduh sebagai teroris oleh Densus 88.
Sumber:
- Tim Kuasa Hukum Ustadz Khairul Ghozali, - keluarga, yakni adik Ustadz
Khairul Ghozali (Ustadz DR. Adil Akhyar, SH, MH, LLM dan Ahmad Sofian,
SH, MA serta abang Ustadz Khairul Ghozali, DR.Ikhwan), www.starberita.com
FB Jufri Bulian Ababil
[Non-text portions of this message have been removed]
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment