Pada 21 Oktober 2010 15.25, subandrio <subandrio.andri@gmail.com> menulis:
Sosiologi Verbal Masyarakat Akademik
(sumber : Helmi Umam Blog)
January 26 2010 No Commented
Di sejumlah obrolan insan akademik kampus perguruan tinggi, di sela-
sela pekerjaan, acap kali tertangkap materi perbincangan yang menarik.
Ada kesan bahwa secara struktural belum benar-benar terjadi
kesertamertaan antara entitas keakademisan berjalan seiring dengan
bahasa verbal yang biasa dikembangkan. Tidak banyak terjadi kesatuan
pikiran dan kata. Kira-kira juga belum akan terjadi kesatuan pikiran
dengan perasaan dan amal. Berdasarkan struktur dan fungsinya, insan
akademik adalah golongan sosial yang memilih membingkai diri pada
karakter khas intelektual, yang dengan ini mereka memisahkan diri dari
sektor leading golongan sosial lainnya. Banyak sebutan yang akhirnya
menjadikan mereka sebagai kelompok tersendiri dan cenderung ditaruh
terdepan, sejalan dengan masih berkembangnya pandangan lama masyarakat
yang terus menempatkan keunggulan rohani di atas jasamani, intelektual
di depan kerja fisik serabutan. Insan pemikir, cendikiawan, agen
perubahan, kelas eksekutif, guru bagi jaman dan banyak lagi sebutan
yang bisa jadi muncul dari definisi sekaligus pengharapan yang lebih
terhadap keberadaan golongan ini.
Yang menarik dan itu yang justru disayangkan, adalah masih
berkembangnya dialektika verbal di kalangan akademisi kampus yang
justru tidak berkaitan dengan struktur dan fungsi keberadaannya.
Prihatin sekali kala terdengar secara jelas kebanyakan pembicaraan
akademik berubah berakhir pada muara pembicaraan finansial. Di sana-
sini masih penuh dengan pertanyaan-pertanyaan tentang karir
kepangkatan, tunjangan, orientasi jabatan hingga masa depan
sertifikasi dalam rangka menyempurnakan diri. Terkesan ada
ketidakjujuran yang terjadi secara massif di saat kesadaran awal
kembali mengingatkan bahwa kaum intelektual adalah kelompok pejuang
yang mestinya menjadikan imbalan bukan bagian dari kepentingan
utamanya.
Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Itu adalah idiom mercusuar yang
tetap dipakai untuk menggambarkan betapa mulianya pekerjaan para
pemikir pendidik dibalik kekurangberuntungan atau bahkan penomorduaan
kepentingan finansial. Bahkan ada pepatah lain, jika kamu ingin fakir,
jadilah guru di level manapun. Namun, pepatah itu sama sekali
kehilangan maknanya. Tanda-tanda keteguhan kaum guru dalam arus utama
penguasaan pendidikan tidak lagi mudah ditemukan. Di mana-mana
akademisi dan guru mulai sibuk dengan pangkat dan golongan.
Akreditasi, sertifikasi, peningkatan mutu, lisensi akademik,
penyetaraan, semuanya masih tidak diartikan bagian dari wahana
pengabdian. Akhirnya sangat sibuk dan berjuang mati-matian dengan apa
yang akan didapatkan. Tidak banyak sungguh-sungguh fokus pada
kesibukan tentang apa yang mustinya terus diperjuangkan.
Di senyata pemahaman bersama, pendidik merupakan cermin dari
peradaban. Jika kebudayaan adalah segala hal untuk menilai sesuatu,
maka pendidikan dan pendidik merupakan salah satu indikatornya.
Haruskah membayangkan peradaban yang agung dengan kebudayaan yang
berat bermakna jika senyatanya ditemukan anomali-anomali sebagaimana
di atas. Bahwa segalanya sekarang harus mengalir bersama modal.
Segalanya membutuhkan pegangan finansial sebagai gengsi. Bukankah, ini
benar-benar semangat kapitalistik yang senantiasa tidak pernah benar-
benar pernah akur dengan semangat kesesamaan dan perjuangan. Dan pada
saat pendidikan telah siap jadi media dan iklim yang memungkinkan
untuk segala orientasi ini, kapitalisme tidak akan pernah malu untuk
berdiam di sana. Institusi pendidikan akan jadi rumah tinggal yang
nyaman bagi kapitalisme, dan para pendidik dan akademisi akan jadi
para budaknya. Secara singkat pendidik yang demikian akan jatuh pada
penodaan terhadap garis lurus pendidikan.
Deviansi kesadaran yang berkembang secara global di masyarakat bisa
jadi adalah faktor paling kuat. Bahkan masih cukup kuat untuk ikut
berpengaruh pada pola pikir dan pola paham pendidik serta insan
akademisi. Bagaimana masyarakat dibentuk oleh relasi kepentingan yang
dipandu oleh semangat pragmatika materiil. Nyaris semua hubungan
sosial dikendalikan oleh orientasi bisnis. Semua persoalan sosial bisa
selesai dengan penyertaan modal. Pusaran uang terlalu kuat hingga
semuanya akan mudah tenggelam. Bisik-bisik materi begitu merdu hingga
para pendidik pun terlena menoleh ke segala arah, melupakan misi ke
depan. Situasi ini akan terus terlarut dan jadi mapan dengan segenap
kekaprahannya. Jelas susah melihat dengan jernih pada saat udara masih
berkabut. Jika demikian, apa yang bisa dilakukan kemudian?
Membuang keseluruhan kabut pasti sangat berat, bisa jadi mustahil.
Tetapi meyibakkan yang ada di depan mata bukanlah kemampuan yang tidak
bisa diusahakan. Semua orang harus bertekad untuk fokus dan saling
menguatkan. Kabut-kabut kapitalisme harus segera digantikan dengan
inisiasi-inisiasi perjuangan yang baru. Tidak lama setelah jalan
lapang ke depan jernih, semua orang harus kembali melanjutkan
perjalanan. Para pendidik, akademisi dan segenap civitas harus mampu
menabung energi untuk selalu menyibakkan kabut itu. Karena betapapun
juga, kabut kapitalisme tidak mudah menepi sendiri. Dia adalah entitas
sangat halus yang bisa menyelinap di mana saja. Semua pihak harus
selalu terjaga, semua orang harus waspada.
Ada mimpi bagi semua orang untuk meyakini satu hal. Suatu ketika
nanti, para pendidik dan akademisi adalah pihak pertama yang sadar dan
siap menawarkan perangkat pembersih kabut. Jika kapitalisme adalah
pengganggu dan harus dilumpuhkan, maka yang diharapkan mampu
mengalahkannya tidak lagi Karl Marx, tapi adalah para guru, dosen dan
ilmuwan setara pahlawan. Suatu ketika akan sangat melegakan jika
mendengar obrolan para akademis dan pendidik tidak lagi tentang berapa
gajinya, berapa tunjangannya, uang sakunya berapa, kapan kuat beli
mobil, kapan ganti mobil, beli rumah tipe apa dan seterusnya. Sangat
sempurna jika rumah bahasa verbal beliau-beliau diisi dengan motifasi
yang biar pelan tapi pasti mengenai hal-ihwal peningkatan mutu sumber
daya umat Islam dan warga negara Indonesia.
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
--
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
No comments:
Post a Comment