Friday, July 3, 2009

Re: Bls: [Milis_Iqra] Re: Apakah setiap dalil perlu penafsiran ?

Do'a, Bacaan Al-Qur'an, Shadaqoh & Tahlil untuk Orang Mati 
02/04/2007

Apakah do'a, bacaan Al-Qur'an, tahlil dan shadaqoh itu pahalanya akan sampai kepada orang mati? Dalam hal ini ada segolongan yang yang berkata bahwa do'a, bacaan Al-Qur'an, tahlil dan shadaqoh tidak sampai pahalanya kepada orang mati dengan alasan dalilnya, sebagai berikut:

وَاَنْ لَيْسَ لِلْلاِءنْسنِ اِلاَّ مَاسَعَى

"Dan tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah dia kerjakan". (QS An-Najm 53: 39)

Juga hadits Nabi MUhammad SAW:

اِذَامَاتَ ابْنُ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ

"Apakah anak Adam mati, putuslah segala amal perbuatannya kecuali tiga perkara; shadaqoh jariyah, ilmu yang dimanfa'atkan, dan anak yang sholeh yang mendo'akan dia."

Mereka sepertinya, hanya secara letterlezk (harfiyah) memahami kedua dalil di atas, tanpa menghubungkan dengan dalil-dalil lain. Sehingga kesimpulan yang mereka ambil, do'a, bacaan Al-Qur'an, shadaqoh dan tahlil tidak berguna bagi orang mati. Pemahaman itu bertentangan dengan banyak ayat dan hadits Rasulullah SAW beberapa di antaranya :

وَالَّذِيْنَ جَاءُوْامِنْ بَعْدِ هِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَااغْفِرْلَنَا وَلاِءخْوَنِنَاالَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلاِءْيمن

"Dan orang-orang yang datang setelah mereka, berkata: Yaa Tuhan kami, ampunilah kami dan ampunilah saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan beriman." (QS Al-Hasyr 59: 10)

Dalam hal ini hubungan orang mu'min dengan orang mu'min tidak putus dari Dunia sampai Akherat.

وَاسْتَغْفِرْلِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنتِ

"Dan mintalah engkau ampun (Muhammad) untuk dosamu dan dosa-dosa mu'min laki dan perempuan." (QS Muhammad 47: 19)

سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِىَّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَارَسُوْلَ اللهِ اِنَّ اُمِى مَاتَتْ افَيَنْفَعُهَا اِنْ تَصَدَّقْتَ عَنْهَا ؟ قَالَ نَعَمْ

"Bertanya seorang laki-laki kepada Nabi SAW; Ya Rasulullah sesungguhnya ibu saya telah mati, apakah berguna bagi saya, seandainya saua bersedekah untuknya? Rasulullah menjawab; yaa berguna untuk ibumu." (HR Abu Dawud).

Dan masih banyak pula dalil-dalil yang memperkuat bahwa orang mati masih mendapat manfa'at do'a perbuatan orang lain. Ayat ke 39 Surat An-Najm di atas juga dapat diambil maksud, bahwa secara umum yang menjadi hak seseorang adalah apa yang ia kerjakan, sehingga seseorang tidak menyandarkan kepada perbuatan orang, tetapi tidak berarti menghilangkan perbuatan seseorang untuk orang lain.

Di dalam Tafsir ath-Thobari jilid 9 juz 27 dijelaskan bahwa ayat tersebut diturunkan tatkala Walid ibnu Mughirah masuk Islam diejek oleh orang musyrik, dan orang musyrik tadi berkata; "Kalau engkau kembali kepada agama kami dan memberi uang kepada kami, kami yang menanggung siksaanmu di akherat".

Maka Allah SWT menurunkan ayat di atas yang menunjukan bahwa seseorang tidak bisa menanggung dosa orang lain, bagi seseorang apa yang telah dikerjakan, bukan berarti menghilangkan pekerjaan seseorang untuk orang lain, seperti do'a kepada orang mati dan lain-lainnya.

Dalam Tafsir ath-Thobari juga dijelaskan, dari sahabat ibnu Abbas; bahwa ayat tersebut telah di-mansukh atau digantikan hukumnya:

عَنِ ابْنِى عَبَّاسٍ: قَوْلُهُ تَعَالى وَأَنْ لَيْسَ لِلاِءنْسنِ اِلاَّ مَا سَعَى فَأَنْزَلَ اللهُ بَعْدَ هذَا: وَالَّذِيْنَ أَمَنُوْاوَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِيَتُهُمْ بِاِءْيمنٍ أَلْحَقْنَابِهِمْ ذُرِيَتَهُمْ فَأَدْخَلَ اللهُ الأَبْنَاءَ بِصَلاَحِ اْلابَاءِاْلجَنَّةَ

"Dari sahabat Ibnu Abbas dalam firman Allah SWT Tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah dikerjakan, kemudian Allah menurunkan ayat surat At-Thuur; 21. "dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami pertemukan anak cucu mereka dengan mereka, maka Allah memasukkan anak kecil ke surga karena kebaikan orang tua."

Syaekhul Islam Al-Imam Ibnu Taimiyah dalam Kitab Majmu' Fatawa jilid 24, berkata: "Orang yang berkata bahwa do'a tidak sampai kepada orang mati dan perbuatan baik, pahalanya tidak sampai kepada orang mati,mereka itu ahli bid'ah, sebab para ulama' telah sepakat bahwa mayyit mendapat manfa'at dari do'a dan amal shaleh orang yang hidup.




lalu satu lagi :


Ibadah dan Amalan Apa Saja yang Bisa Ditransfer Pahalanya ke Orang Lain

Assalaamulaikum wr. wb.

Pak ustadz yang saya hormati, ibadah dan amalan apa saja yang bisa ditransfer pahalanya ke orang yang lain, baik yang masih hidup ataupun yang sudah wafat?

Bolehkah kita mewakafkan harta orang lain atau harta kita sendiri, dengan niat pahalanya untuk orang lain, baik orangnya sudah meninggal dunia ataupun masih hidup?

Mohon penjelasannya. Syukron.

jawaban

Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menghadiahkan pahala ibadah kepada orang yang telah meninggal dunia. Masalah ini seringkali menjadi titik perbedaan antara berbagai kelompok masyarakat. Dan tidak jarang menjadi bahan perseteruan yang berujung kepada terurainya benang persaudaraan.

Seandainya umat Islam ini mau duduk bersama mengkaji semua dalil yang ada, seharusnya perbedaan itu bisa disikapi dengan lebih dewasa dan elegan.

Kita akan mempelajari tiga pendapat yang terkait dengan masalah ini lengkap dengan dalil yang mereka pakai. Baik yang cenderung mengatakan tidak sampainya pahala kepada orang yang sudah wafat, atau yang mengatakan sampai atau yang memilah antara keduanya. Sedangkan pilihan anda mau yang mana, semua kembali kepada anda masing-masing.

Kalau kita cermati pendapat yang berkembang di tengah umat Islam, paling tidak kita mendapati tiga pendapat besar yang utama.

1. Pendapat Pertama: Pahala Tidak Bisa Dikirim-kirim kepada Mayit 
Pendapat pertama mengatakan bahwa orang mati tidak bisa menerima pahala ibadah orang yang masih hidup. Baik pahala yang bersifat ibadah jasadiyah maupun ibadah maliyah. Sebab setiap orang sudah punya tugas dan tanggung-jawab masing-masing.

Dalil atau hujjah yang digunakan adalah berdasarkan dalil:

`Yaitu bahwasannya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya` (QS. An-Najm:38-39)

`Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan` (QS. Yaasiin:54)

`Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya`. (QS. Al-Baqaraah 286)

Ayat-ayat di atas adalah sebagai jawaban dari keterangan yang mempunyai maksud yang sama, bahwa orang yang telah mati tidak bisa mendapat tambahan pahala kecuali yang disebutkan dalam hadits:

`Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal: Sedekah jariyah, anak yang shalih yang mendo''akannya atau ilmu yang bermanfaat sesudahnya` (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa''i dan Ahmad).

Bila Anda menemukan orang yang berpendapat bahwa orang yang sudah wafat tidak bisa menerima pahala ibadah dari orang yang masih hidup, maka dasar pendapatnya antara lain adalah dalil-dalil di atas.

Tentu saja tidak semua orang sepakat dengan pendapat ini, karena memang ada juga dalil lainnya yang menjelaskan bahwa masih ada kemungkinan sampainya pahala ibadah yang dikirmkan/ dihadiahkan kepada orang yang sudah mati.

2. Pendatapat Kedua: Ibadah Maliyah Sampai dan Ibadah Badaniyah Tidak Sampai 
Pendapat ini membedakan antara ibadah badaniyah dan ibadah maliyah. Pahala ibadah maliyah seperti shadaqah dan hajji, bila diniatkan untuk dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal akan sampai kepada mayyit.

Sedangkan ibadah badaniyah seperti shalat dan bacaan Alqur''an tidak sampai. Pendapat ini merupakan pendapat yang masyhur dari Madzhab Syafi''i dan pendapat Madzhab Malik.

Mereka berpendapat bahwa ibadah badaniyah adalah termasuk kategori ibadah yang tidak bisa digantikan orang lain, sebagaimana sewaktu hidup seseorang tidak boleh menyertakan ibadah tersebut untuk menggantikan orang lain. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW:

"Seseorang tidak boleh melakukan shalat untuk menggantikan orang lain, dan seseorang tidak boleh melakukan shaum untuk menggantikan orang lain, tetapi ia memberikan makanan untuk satu hari sebanyak satu mud gandum" (HR An-Nasa''i).

Namun bila ibadah itu menggunakan harta benda seperti ibadah haji yang memerlukan pengeluaran dana yang tidak sedikit, maka pahalanya bisa dihadiahkan kepada orang lain termasuk kepada orang yang sudah mati. Karena bila seseorang memiliki harta benda, maka dia berhak untuk memberikan kepada siapa pun yang dia inginkan. Begitu juga bila harta itu disedekahkan tapi niatnya untuk orang lain, hal itu bisa saja terjadi dan diterima pahalanya untuk orang lain. Termasuk kepada orang yang sudah mati.

Ada hadits-hadits yang menjelaskan bahwa sedekah dan haji yang dilakukan oleh seorang hamba bisa diniatkan pahalanya untuk orang yang sudah meninggal. Misalnya dua hadits berikut ini:

Dari Abdullah bin Abbas ra. bahwa Saad bin Ubadah ibunya meninggal dunia ketika ia tidak ada di tempat, lalu ia datang kepada Nabi SAW unntuk bertanya, "Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya ibuku telah meninggal sedang saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah untuknya bermanfaat baginya?" Rasul SAW menjawab, "Ya." Saad berkata, "Saksikanlah bahwa kebunku yang banyak buahnya aku sedekahkan untuknya." (HR Bukhari).

Dari Ibnu Abbas ra. bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang kepada Nabi SAW dan bertanya, "Sesungguhnya ibuku nadzar untuk hajji, namun belum terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya melakukah haji untuknya?" Rasul menjawab, "Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu mempunyai hutang, apakah kamu membayarnya? Bayarlah hutang Allah, karena hutang Allah lebih berhak untuk dibayar." (HR Bukhari)

3. Pendapat Ketiga: Semua Jenis Ibadah Bisa Dikirimkan kepada Mayit 
Do''a dan ibadah baik maliyah maupun badaniyah bisa bermanfaat untuk mayyit berdasarkan dalil berikut ini:

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdo''a, "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudar-saudar kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami." (QS Al-Hasyr: 10)

Dalam ayat ini Allah SWT menyanjung orang-orang yang beriman karena mereka memohonkan ampun (istighfar) untuk orang-orang beriman sebelum mereka. Ini menunjukkan bahwa orang yang telah meninggal dapat manfaat dari istighfar orang yang masih hidup.

a. Shalat Jenazah. 

Tentang do''a shalat jenazah antara lain, hadits:

Dari Auf bin Malik ia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah SAW - setelah selesai shalat jenazah-bersabda, "Ya Allah ampunilah dosanya, sayangilah dia, maafkanlah dia, sehatkanlah dia, muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah kuburannya, mandikanlah dia dengan air es dan air embun, bersihkanlah dari segala kesalahan sebagaimana kain putih bersih dari kotoran, gantikanlah untuknya tempat tinggal yang lebih baik dari tempat tinggalnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, pasangan yang lebih baik dari pasangannya dan peliharalah dia dari siksa kubur dan siksa neraka." (HR Muslim).

b. Doa Kepada Mayyit Saat Dikuburkan 
Tentang do''a setelah mayyit dikuburkan,

Dari Ustman bin ''Affan ra. berkata: Adalah Nabi SAW apabila selesai menguburkan mayyit beliau beridiri lalu bersabda, "Mohonkan ampun untuk saudaramu dan mintalah keteguhan hati untuknya, karena sekarang dia sedang ditanya." (HR Abu Dawud)

c. Doa Saat Ziarah Kubur 
Sedangkan tentang do''a ziarah kubur antara lain diriwayatkan oleh ''Aisyah ra bahwa ia bertanya kepada Nabi SAW, "Bagaimana pendapatmu kalau saya memohonkan ampun untuk ahli kubur?" Rasul SAW menjawab, "Ucapkan: (Salam sejahtera semoga dilimpahkan kepada ahli kubur baik mu''min maupun muslim dan semoga Allah memberikan rahmat kepada generasi pendahulu dan generasi mendatang dan sesungguhnya -insya Allah- kami pasti menyusul)." (HR Muslim).

d. Sampainya Pahala Sedekah untuk Mayit 
Dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Saad bin Ubadah ibunya meninggal dunia ketika ia tidak ada di tempat, lalu ia datang kepada Nabi SAW untuk bertanya, "Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya ibuku telah meninggal sedang saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah untuknya bermanfaat baginya?" Rasul SAW menjawab, "Ya." Saad berkata:, "Saksikanlah bahwa kebunku yang banyak buahnya aku sedekahkan untuknya." (HR Bukhari).

e. Sampainya Pahala Saum untuk Mayit 
Dari ''Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang meninggal dengan mempunyai kewajiban shaum (puasa) maka keluarganya berpuasa untuknya." (HR Bukhari dan Muslim)

f. Sampainya Pahala Haji Badal untuk Mayit 
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang kepada Nabi SAW dan bertanya, "Sesungguhnya ibuku nadzar untuk hajji, namun belum terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya melakukah haji untuknya?" Rasul menjawab, "Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu mempunyai hutang, apakah kamu membayarnya? Bayarlah hutang Allah, karena hutang Allah lebih berhak untuk dibayar." (HR Bukhari)

g. Membayarkan Hutang Mayit 
Bebasnya utang mayyit yang ditanggung oleh orang lain sekalipun bukan keluarga. Ini berdasarkan hadits Abu Qotadah di mana ia telah menjamin untuk membayar hutang seorang mayyit sebanyak dua dinar. Ketika ia telah membayarnya nabi SAW bersabda:

"Sekarang engkau telah mendinginkan kulitnya." (HR Ahmad)

h. Dalil Qiyas 
Pahala itu adalah hak orang yang beramal. Jika ia menghadiahkan kepada saudaranya yang muslim, maka hal itu tidak ad halangan sebagaimana tidak dilarang menghadiahkan harta untuk orang lain di waktu hidupnya dan membebaskan utang setelah wafatnya. Islam telah memberikan penjelasan sampainya pahala ibadah badaniyah seperti membaca Al-Qur''an dan lainnya diqiyaskan dengan sampainya puasa, karena puasa dalah menahan diri dari yang membatalkan disertai niat, dan itu pahalanya bisa sampai kepada mayyit. Jika demikian bagaimana tidak sampai pahala membaca Al-Qur''an yang berupa perbuatan dan niat.

Menurut pendapat ketiga ini, maka bila seseorang membaca Al-Fatihah dengan benar, akan mendatangkan pahala dari Allah. Sebagai pemilik pahala, dia berhak untuk memberikan pahala itu kepada siapa pun yang dikehendakinya termasuk kepada orang yang sudah mati sekalipun. Dan nampaknya, dengan dalil-dalil inilah kebanyakan masyarakat di negeri kita tetap mempraktekkan baca Al-Fatihah untuk disampaikan pahalanya buat orang tua atau kerabat dan saudra mereka yang telah wafat.

Tentu saja masing-masing pendapat akan mengklaim bahwa pendapatnyalah yang paling benar dan hujjah mereka yang paling kuat. Namun sebagai muslim yang baik, sikap kita atas perbedaan itu tidak dengan menjelekkan atau melecehkan pendapat yang kiranya tidak sama dengan pendapat yang telah kita pegang selama ini. Karena bila hal itu yang diupayakan, hanya akan menghasilkan perpecahan dan kerusakan persaudaraan Islam.

Wallahu a''lam bish-shawab, wassalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ahmad Sarwat, Lc.



2009/7/3 Ndy Ndy212 <nugraha212@gmail.com>



Pada 2 Juli 2009 16:53, Nandang Sudrajat <aendangzr@yahoo.co.id> menulis:
a hendy, tentu saya mendoakan bapak saya dong
tapi tidak dengan cara tahlilan, cukup saya berdoa setelah sholat.
adapaun saya mengatakan hadist ini masuk akal, justru itu disebabkan kebodohan saya yg belum mengenal ilmu hadist maka sebagai jln pertama sebelum tahu hal itu saya menggunakan akal dulu.pada akhirnya kalaupun tiu tidak masuk akal kalau itu datangnya dari Allah dan rasulnya saya harus mengikutinya.
kemudian ini hanya logika saja yg mungkin bisa salah, atau logika ini mugkin juga sering digunakan oleh orang2 yg anti tahlilan bahwa:
Rasulullah telah memberikan syariat itu sudah sangat lengkap dan pada beliau lah suri tauladan yg paling baik.kematian adalah hal yg wajar yg setiap jaman pasti terjadi.
termasuk jaman nabi.nah logika yg dipakai adalah kalau tahlilan itu baik, kenapa rasulullah teidak mengajarkannya saat beliau masih hidup.bahkan diantara sahabat2 itu ada yg mati dalam keadaan syahid.apakah syariat yg diajarkan nabi tentang kematian itu tidak cukup baik, kalau hanya melayat,megkafani,menyolatkan dan menguburkanya sehingga di jaman sekarang masih perlu diadakan tahlilan.itu saja aa hendy terimakasih


Setau saya , ajaran Nabi memang sangat lengkap, tidak kurang suatu apapun. Sekali lagi, masalah tahlilan, baik itu dilihat dari harinya yg harus hari ke 3,7,40, itu adalah kebiasaan. Kalau ada yang menganggap itu bid'ah dan mengada-ngadakan hal yang baru, menurut saya salah. Saya berkali-kali mengatakan, tidak harus hari ke 3,7,40 saja, kapanpun boleh. Seandainya disebut bid'ah, seharusnya ditanyakan, apakah jika tidak dilakukan pada hari ke 3,7,40 itu sah ? Kalau jawabannya tidak sah, berarti itu bid'ah, kalau bebas dilakukan kapan saja berarti itu tidak merupakan syarat mutlak. Itu hanyalah masalah teknis.
Kedua, masalah do'a2 yg dibaca, tidak satupun do'a yg diluar Al-Qur'an, semua do'a yg dibaca dalam acara tahlilan itu ada sumbernya, sudah dibahas mengenai keutamaannya.. Kalaupun ada, Insya Alloh saya postingkan mengenai riwayatnya.
Akhir kata, saya hanya menyampaikan apa yg saya tau mengenai tahlilan. Tidak ada hak saya untuk memaksa orang2 yg anti tahlil. Semua berpulang kepada pribadi masing2 beserta hujjahnya.
Terima kasih juga A Nandang... :)




 


--- Pada Sel, 30/6/09, Ndy Ndy212 <nugraha212@gmail.com> menulis:

Dari: Ndy Ndy212 <nugraha212@gmail.com>
Judul: Re: Bls: [Milis_Iqra] Re: Apakah setiap dalil perlu penafsiran ?
Kepada: Milis_Iqra@googlegroups.com
Tanggal: Selasa, 30 Juni, 2009, 4:29 PM




Pada 30 Juni 2009 14:44, Nandang Sudrajat <aendangzr@yahoo.co.id> menulis:



1. Imam Ibnu Abid Dunya meriwayatkan dari Abu Sufyan bahwa ia berkata :
  "Dikatakan, orang2 yang sudah mati itu lebih membutuhkan do'a dibandingkan kebutuhan orang2 yang masih hidup terhadap makanan dan minuman." (Kitab Syarhus-Shudur, hal.127)

a hendy, sy miskin dalil jadi saya jawab secara logika saja, mungkin tanpa kitab diataspun  bagi orang muslim sudah tahu kl orang meninggal tidak butuh makanan dan minuman,yg dibutuhkan adalah sedekah,ilmu yg bermanfaat, dan anak yg soleh yg mendoakan orang tuanya.tapi doa yg dibutuhkan diatas tetap saja tidak ada hubunganya dengan ritual tahlilan yg ditentukan hari-harinya.
Saya sendiri sedang dalam tahap belajar A Nandang. Meskipun ada  yang bilang sudah 10 tahun bergaul dengan NU, tapi kalau memang pada dasarnya tdk setuju dengan masalah2 yg berbeda dengan NU, ya tetap tidak akan sefaham.
 


2. "Mayat di dalam kuburnya itu tak ubahnya seperti orang yang nyaris tenggelam, yang meminta tolong untuk keselamatan dirinya.. Dia menunggu-nunggu kiriman do'a dari orang-orang yang masih hidup : ayahnya,ibunya, anaknya, atau sahabat karib yang setia. Maka, apabila do'a yang ditunggu-tuunggu itu datang kepadanya, dia amat bersuka cita melebihi suka citanya orang hidup yang menerima hadiah dunia dan seisinya.Sesungguhnya, Alloh memasukkan do'a dari para penghuni dunia kepada penghuni kubur berupa pahala yang sebesar gunung. Sesungguhnya, hadiah orang hidup kepada orang-orang mati adalah permohonan ampunan untuknya."
(HR. Imam al-Baihaqi dan Imam ad-Dailami dari sahabat Ibnu Abbas-Syarhus-Shudur, hal. 127; Ta'liq Targhib,IV/379; Haula Khashaish Al-Qur'an, hal.. 85,Mukhtashar Tadzakirat al-Qurthubi, hal 16).

a hendy, ini juga tidak ada hubunganya dengan bacaan yg dikhususkan tiap 3,7,dst dan katanya hanya anak yg sholeh yg doanya bisa diterima oleh yg sudah meninggal yg lainya sudah terputus.apakah betuk begitu a hendy?

Sudah saya katakan berkali-kali, bahwa saya sendiri tidak memusingkan masalah perhitungan hari. Bahkan sudah saya beri contoh, umpama A Nandang berdo'a jam 10 pagi, do'anya diterima tidak ? Kan tidak ada dalil yg menyebutkan demikian ?
A Nandang, bukankah sudah tertulis jelas dalam hadis di atas, bahwa Dia menunggu-nunggu kiriman do'a dari orang-orang yang masih hidup : ayahnya,ibunya, anaknya, atau sahabat karib yang setia. 

 

3.Imam Ibnu Abid Dunya meriwayatkan :
Dari Amr bin Jarir, ia berkata :"Apabila seorang hamba Alloh berdo'a untuk saudara sesama muslim yang telah meninggal, maka seorang malaikat membawa do'a itu ke kubur orang yang dikirimi, lalu ia berkata :"Hai penghuni kubur yang sendirian, terimalah. Ini hadiah dari saudaramu yang belas kasih kepadamu." (Syarhus-Shudur, hal. 128).

sama dengan diatas a hendy
sama dengan di atas juga A Nandang
 


4. Tahlil terdiri dari do'a-do'a (yang sudah ada tuntunannya, bukan mengada-adakan hal yang baru).

a hendy, disini saya tidak berani mengatakan tahlilan itu bid'ah belum cukup ilmu saya,tapi untuk menghindari saya terjerumus ke dalam bid'ah saya tidak mengadakan tahlilan seperti waktu almarhum bapak saya meniggal..
Nah kalau begitu, A Nandang tidak mendo'akan ayah A Nandang sewaktu meninggal ? Berarti tidak menjalankan isi hadis dong ? 
Saya sendiri tidak berani membid'ahkan orang2 yang tidak sefaham dengan saya. Walaupun saya sendiri kurang dalam berilmu, tetapi saya selalu mencari referensi, baik dari buku, internet, maupun orang yg saya anggap ilmunya di atas saya. 


   2. "Berdo'alah kamu sekalian kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan do'amu.: (QS. al-Mukmin [40]:60)

ini al quran sudah psti benarnya
 
Lalu, kalau orang2 yg melakukan tahlil, lalu mengucapkan do'a ?
 
 

   3. "Sesungguhnya do'a itu memberi manfaat dari sesuatu yang sudah terjadi maupun yang belum terjadi. Dan tidak ada yang dapat menolak ketentuan Alloh melainkan do'a. (HR. Imam at-Turmudzi dari sahabat Ibnu Umar-Kitab Taisir al-Wushul,II/55)

saya gak hafal hadist, tapi menurut saya si ini masuk akal

 

4. "Mintalah kepada orang-orang agar mereka banyak mendo'akan kebaikan untukmu. Sebab, manusia tidak mengetahui, lewat lisan siapa do'a itu dikabulkan, atau seseorang itu dirahmati Alloh." (HR. Imam al-Khothib dari sahabat Abu Hurairah-Kitab al-Fath al-Kabir,I/181).

sama  yg ini saya gak faham hadist, tapi kayaknya masuk akal juga.


Berarti mas Nandang belajar ilmu, khususnya hadis itu berdasarkan masuk akal atau tidak dong ? 

Apa dalilnya masih kurang ? Saya memberikan dalil2 sebelumnya ditambah dalil ini, tapi saya rasa dalil apapun yang saya tunjukkan, bagi orang yang kontra tahlil, tentu akan menolaknya. Dan prinsip saya, kalau sudah beda pemahaman, ya sudah, tidak perlu di paksa. Setiap orang punya hujjah masing2. Jangan menganggap orang/golongan yang tidak sefaham dengan pemahamannya itu bid'ah,

jgn gitu dong a hendy, mana berani saya membid'ahkan sesuatu wong ilmu saya saja masih jauh dari cukup, tapi kalau saya sih mungkin hanya untuk menjaga saja agar tidak terjebak kedalam bid'ah lebih baik berhati2.apalagi kalau a hendy baca tulisan saya yg agak ngawur itu berjudul "hanya sebuah cerita" tenteu a hendy tahu kegelisahan saya tentang bid'ah ini..

Saya hargai pendapat A Nandang dalam hal kehati-hatian, bahkan saya sangat respek terhadap orang2 yang selalu bersikap berhati-hati.

 









Selalu bisa chat di profil jaringan, blog, atau situs web pribadi!
Yahoo! memungkinkan Anda selalu bisa chat melalui Pingbox. Coba









--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125

Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63

Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
  Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
  Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
     Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

1 comment:

  1. Subhanallah, kata-katanya Indah, namun MENIPU

    Allah berfirman : “syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah yang menipu (manusia). [Q. S. Al-An’am/6: 112]

    Demikianlah sebagian syetan membisikan kepada sebagian yang lain manusia dan jin, saling membisikan kata-kata yang menipu, tapi dihias seakan-akan indah sekali padahal itu menyesatkan.

    Seperti kalimat yang sering didendangkan diatas

    “Namun sebagai muslim yang baik, sikap kita atas perbedaan itu tidak dengan menjelekkan atau melecehkan pendapat yang kiranya tidak sama dengan pendapat yang telah kita pegang selama ini. Karena bila hal itu yang diupayakan, hanya akan menghasilkan perpecahan dan kerusakan persaudaraan Islam”

    Indah apa gak indah, kata-kata tersebut ?? Masya Allah.. Sungguh indahnya kata-katanya

    Setiap orang awam akan tertipu, akan merasa kagum dan meyakini dalam hatinya “duhai ustadz ini betapa hatinya sangat baik, sungguh betapa sopannya, betapa lembutnya, betapa..betapa..oh betapa..”

    Semuanya terbuai dengan rayuan gombal. Padahal itu yang dibungkus dalam kata-kata tadi maknanya :

    “Tidak perlu amar ma’ruf nahi munkar, jangan nurut sama Allah dan Rasul-Nya, tidak mengapa sekte sufi membuat shalat baru seperti shalat Unsi fi Qabri (shalat malam pertama kematian). Biarkan saja yang munkar-munkar jangan kamu salahkan meskipun itu tidak dicontohkan oleh Rasulullah. Biarlah jangan disalahkan semuanya benar”

    Dengan kata tadi diatas dengan kata indah itu berarti mengubur habis amar ma’ruf nahi munkar.

    Setiap orang yang menyatakan itu syirik, bid’ah, akan ditegur oleh orang awam tersebut :
    ” kamu tidak lihat ucapan ustadz si fulan di internet, yang menyatakan bahwa kita tidak perlu salah menyalahan, bahwa semuanya itu benar”

    Waspadalah..!! sama pejuang islam palsu yang dibalut dengan kata-kata indah, padahal menyesatkan

    ReplyDelete