Internasional
[ Rabu, 05 Agustus 2009 ]
Yahudi yang Gigih Membela Hamas
"SURAT" terbuka itu dengan keras menyentil Israel dan Amerika Serikat yang selama ini mengklasifikasikan Hamas sebagai kelompok teroris. Kedua negara tersebut juga gigih menolak melibatkan Hamas dalam perundingan dengan Palestina.
"Sebagai negosiator perdamaian, kami percaya kalau kebijakan isolasi (Hamas) yang terbukti gagal harus ditinggalkan. Hamas harus dilibatkan dalam setiap proses perdamaian. Apa artinya perdamaian jika hanya bernegosiasi dengan satu pihak dan berusaha menghancurkan satu pihak lainnya," bunyi bagian pembuka surat yang dirilis bulan lalu itu, seperti dikutip The Times.
Siapa yang menulis? Ada empat juru damai terkenal yang membubuhkan tanda tangan di bagian bawah surat. Yaitu, mantan Utusan Khusus PBB untuk Timur Tengah Alvaro de Soto; mantan Utusan Khusus PBB untuk Bosnia Paddy Ashdown; mantan Menteri Luar Negeri Australia Gareth Evans; dan mantan Menteri Luar Negeri Israel Shlomo Ben-Ami.
Dari keempat nama itu, sudah pasti nama Shlomo Ben-Ami yang paling menarik perhatian. Bagaimana mantan pejabat pemerintahan Negeri Yahudi itu bisa bersikap sedemikian keras kepada negaranya sendiri?
Tak perlu heran. Sikap kritis pria yang bergelar profesor di bidang sejarah itu tidak datang dengan tiba-tiba. Baik sebelum menjabat atau tidak, pria kelahiran Maroko 1943 itu memang sangat bersimpati kepada perjuangan Palestina.
Menteri Luar Negeri (menlu) Israel di era pemerintahan Perdana Menteri Ehud Barak (2000-2001) itu adalah pernah memimpin delegasi Israel dalam proses perdamaian dengan Palestina. Sayang, tugas itu tak lama dijalankannya seiring kejatuhan pemerintahan Barak pada 2001.
Pengganti Barak, Ariel Sharon, yang berasal dari kubu sayap kanan, sebenarnya meminta dia bertahan di posisinya sebagai menlu. Namun, dia menolak karena tak setuju dengan sikap keras Sharon kepada Palestina. Ayah tiga anak itu juga akhirnya mundur dari parlemen Israel pada Agustus 2002.
"Dalam pandangan yang sederhana, pembentukan negara Yahudi bagaimanapun telah menimbulkan konsekuensi tidak bermoral terhadap warga Palestina,'' ujarnya dalam sebuah pembicaraan dengan Norman Finkelste, penulis buku "Beyond Chutzpah", di sebuah stasiun televisi pada 2006 seperti dikutip DemocracyNow.org. (war/ttg)
"Sebagai negosiator perdamaian, kami percaya kalau kebijakan isolasi (Hamas) yang terbukti gagal harus ditinggalkan. Hamas harus dilibatkan dalam setiap proses perdamaian. Apa artinya perdamaian jika hanya bernegosiasi dengan satu pihak dan berusaha menghancurkan satu pihak lainnya," bunyi bagian pembuka surat yang dirilis bulan lalu itu, seperti dikutip The Times.
Siapa yang menulis? Ada empat juru damai terkenal yang membubuhkan tanda tangan di bagian bawah surat. Yaitu, mantan Utusan Khusus PBB untuk Timur Tengah Alvaro de Soto; mantan Utusan Khusus PBB untuk Bosnia Paddy Ashdown; mantan Menteri Luar Negeri Australia Gareth Evans; dan mantan Menteri Luar Negeri Israel Shlomo Ben-Ami.
Dari keempat nama itu, sudah pasti nama Shlomo Ben-Ami yang paling menarik perhatian. Bagaimana mantan pejabat pemerintahan Negeri Yahudi itu bisa bersikap sedemikian keras kepada negaranya sendiri?
Tak perlu heran. Sikap kritis pria yang bergelar profesor di bidang sejarah itu tidak datang dengan tiba-tiba. Baik sebelum menjabat atau tidak, pria kelahiran Maroko 1943 itu memang sangat bersimpati kepada perjuangan Palestina.
Menteri Luar Negeri (menlu) Israel di era pemerintahan Perdana Menteri Ehud Barak (2000-2001) itu adalah pernah memimpin delegasi Israel dalam proses perdamaian dengan Palestina. Sayang, tugas itu tak lama dijalankannya seiring kejatuhan pemerintahan Barak pada 2001.
Pengganti Barak, Ariel Sharon, yang berasal dari kubu sayap kanan, sebenarnya meminta dia bertahan di posisinya sebagai menlu. Namun, dia menolak karena tak setuju dengan sikap keras Sharon kepada Palestina. Ayah tiga anak itu juga akhirnya mundur dari parlemen Israel pada Agustus 2002.
"Dalam pandangan yang sederhana, pembentukan negara Yahudi bagaimanapun telah menimbulkan konsekuensi tidak bermoral terhadap warga Palestina,'' ujarnya dalam sebuah pembicaraan dengan Norman Finkelste, penulis buku "Beyond Chutzpah", di sebuah stasiun televisi pada 2006 seperti dikutip DemocracyNow.org. (war/ttg)
HALAMAN KEMARIN
- Buntut Demo Anti-ISA, Malaysia Tetapkan 29 Terdakwa
- Khamenei Tetap Restui Ahmadinejad
- Sejuta Cara Taliban Lakukan Propaganda
- Lieberman Dituding Korupsi
- NATO pun Fokus ke Afghanistan
- Renggut Korban Kedua, Wajib Pakai Masker
- Kamp Khusus Yang Berbobot Lebih
- Magsaysay untuk Penemu Obat Murah AIDS
- Anak Lumpuh, Tuntut KFC Rp 83 Miliar
- Tiga Warga AS yang Ditahan Iran, Ditangkap karena Masuk tanpa Izin
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125
Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63
Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---
No comments:
Post a Comment