Friday, August 14, 2009

[Milis_Iqra] Re: Hukum Kawin Kontrak (Nikah Mut'ah)

Allah tidak pernah melegalisir nikah mut'ah/nikah siri atau
sejenisnya,..menurut alquran lho,..jadi Nabi Muhammad juga tidak
pernah memberikan hukum nikah diluar ketentuan Allah.Saya percaya itu.

On 8/14/09, Laila <laila.la.14@gmail.com> wrote:
> Dari penjelasan yang panjang-lebar tersebut, dapat disimpulkan bahwa nikah
> mut'ah pernah dibolehkan ketika zaman rasul s.a.w. masih hidup, tapi
> kemudian diharamkan oleh rasulullah s.a.w. sampai hari kiamat. Jika ada yang
> melaksanakan nikah mut'ah pada masa sekarang, maka nikah mut'ah tersebut
> hukumnya batal.
>
> iya, ni pelajaran yang La dapet di semester 1-2 kemaren. (so, yakin bgt pas
> nolak nikah sembunyi2 macemnya kawin kontrak yg kemarennya. cuma masalahnya
> lupa dalil naqlinya... secara naluri, i think..oh no! biadab!)
>
> Pada 31 Juli 2009 08:47, Whe~en (gmail) <whe.en9999@gmail.com> menulis:
>
>> Hukum Kawin Kontrak (Nikah Mut\'ah)
>>
>> http://www.mui.or.id/mui_in/konsultasi.php?id=10
>> ------------------------------
>>
>> *26 May 2008*
>>
>> *Pertanyaan*
>>
>> Assalamu'alaikum wr. Wb.
>>
>> Saya ingin menanyakan tentang nikah mut'ah dalam Islam. Saya janda dengan
>> dua orang anak yang ditinggal suami karena kematian. Saat ini saya
>> menjalani
>> pernikahan mut'ah dengan seorang laki-laki sudah dua tahun lamanya. Kami
>> menikah dengan alasan tidak mau tidak dijalan Allah, saat kami menikah
>> tidak
>> ada siapapun yang tahu tentang pernikahan kami. Waktu terus berlanjut,
>> tapi
>> setiap saya menanyakannya tentang kapan pastinya pernikahan yang
>> sesungguhnya akan dijalankan, pasangan saya selalu bicara dua tahun lagi.
>> Saya mendesak banget kare keluarga juga sudah bertanya dan saya memikirkan
>> perkembangan anak-anak saya nanti. Dia menunda pernikahan yang sebenarnya
>> dengan alas an ada hal-hal yang harus dia buktikan dahulu (pekerjaan)
>> kepada
>> keluarganya. Padahal anak-anak saya sudah merasa bahwa dia adalah bapak
>> mereka dan saya meyakini kalau rezeki tidak akan ke mana. Terus terang
>> pengetahuan saya tentang aturan pernikahan memang tidak banyak, malah
>> dahulu
>> dia yang menyarankan untuk dilakukannya nikah mut'ah antara kami. Yang
>> menjadi pertanyaan saya adalah:
>>
>> Apa dan bagaimana aturan/hadis tentang nikah mut'ah dalam Islam.
>>
>> Sampai kapan nikah mut'ah itu berlaku.
>>
>> Apa yang bisa saya jadikan alas an kuat kepada pasangan agar dapat segera
>> melangsungkan pernikahan sesungguhnya.
>>
>> Demikian, dan terimakasih atas bimbingannya
>>
>> Wassalam,
>>
>> *Khadijah, Batam*
>>
>> *Jawaban*
>>
>> *Alhamdulillah, was-shalatu was-salamu 'ala rasulillah, la haula wala
>> quwwata illa billah, waba'du.*
>>
>> Ibu Khadijah yang budiman, Saya mengapresiasi usaha ibu yang selalu
>> mencari
>> kebenaran, termasuk dalam hal status perkawinan ibu. Perlu diketahui,
>> bahwa kebenaran menurut ajaran Islam adalah jika sesuai dengan firman
>> Allah
>> SWT dalam al-Quran al-karim dan sesuai dengan petunjuk rasulullah SAW
>> dalam
>> sunnahnya, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis :
>>
>> تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما ان تمسكتم بهما: كتاب الله وسنة رسوله
>>
>> *"Aku tinggalkan kepada kalian dua hal yang kalian tidak akan tersesat
>> jika berpegang teguh kepada keduanya: kitab Allah (al-quran) dan sunnah
>> rasulNya"* .
>>
>> Dari hadis tersebut dapat diketahui bahwa ajaran yang tidak sesuai dengan
>> kitabullah dan sunnah rasulNya adalah ajaran yang tersesat jalan, termasuk
>> dalam hal pernikahan.
>>
>> Dalam ajaran Islam, maksud utama dari pernikahan itu selain
>> sebagai ibadah adalah untuk membangun ikatan keluarga yang langgeng
>> (*mitsaqan
>> ghalidzha*) yang dipenuhi dengan sinar kedamaian (*sakinah*), saling cinta
>> (*mawaddah*), dan saling kasih-sayang (*rahmah*). Dengan begitu, ikatan
>> pernikahan yang tidak ditujukan untuk membangun rumah tangga secara
>> langgeng, tidaklah sesuai dengan tujuan ajaran Islam.
>>
>> Di samping itu, jika kita tengok sejarah awal Islam, di mana
>> ketika itu masyarakat jahiliyah tidak memberikan kepada wanita hak-haknya
>> sebagaimana mestinya karena wanita ketika itu lebih dianggap sebagai
>> barang
>> yang bisa ditukar seenaknya, dapat kita ketahui betapa ajaran Islam
>> menginginkan agar para wanita dapat diberikan hak-haknya sebagaimana
>> mestinya. Oleh karenanya, dengan syariat nikah menurut Islam ini, ajaran
>> Islam ingin melindungi para wanita untuk mendapatkan hak-haknya. Para
>> wanita
>> tidak dapat dipertukarkan lagi sebagaimana zaman jahiliyah. Para wanita
>> selain harus menjalankan kewajibannya sebagai istri, juga mempunyai hak
>> untuk diperlakukan secara baik (*mu'asyarah bil ma'ruf*), dan ketika suami
>> meninggal ia juga dapat bagian dari harta warisan.
>>
>> Demikian tujuan nikah menurut ajaran Islam. Sedangkan nikah
>> mut'ah adalah nikah kontrak dalam jangka waktu tertentu, sehingga apabila
>> waktunya telah habis maka dengan sendirinya nikah tersebut bubar tanpa
>> adanya talak. Dalam nikah mut'ah si wanita yang menjadi istri juga tidak
>> mempunyai hak waris jika si suami meninggal. Dengan begitu, tujuan nikah
>> mut'ah ini tidak sesuai dengan tujuan nikah menurut ajaran Islam
>> sebagaimana
>> disebutkan di atas, dan dalam nikah mut'ah ini pihak wanita teramat sangat
>> dirugikan. Oleh karenanya nikah mut'ah ini dilarang oleh Islam.
>>
>> Dalam hal ini syaikh al-Bakri dalam kitabnya *I'anah
>> at-Thalibin*menyatakan:
>>
>> وعلى كل فهو حرام ، إنما سمي بذلك لان الغرض منه مجرد التمتع لا التوالد
>> والتوارث اللذان هما الغرض الاصلي من النكاح المقتضيان للدوام.
>>
>> *"Kesimpulannya, nikah mut'ah ini haram hukumnya. Nikah ini disebut nikah
>> mut'ah karena tujuannya adalah untuk mencari kesenangan belaka, tidak
>> untuk
>> membangun rumah tangga yang melahirkan anak dan juga saling mewarisi, yang
>> keduanya merupakan tujuan utama dari ikatan pernikahan dan menimbulkan
>> konsekwensi langgengnya pernikahan".*
>>
>> Memang benar bahwa nikah mut'ah ini pernah dibolehkan ketika awal Islam,
>> tapi kemudian diharamkan, sebagaimana dinyatakan oleh al-Imam an-Nawawi
>> dalam kitabnya *Syarh Shahih Muslim*:
>>
>> وَالصَّوَاب الْمُخْتَار أَنَّ التَّحْرِيم وَالْإِبَاحَة كَانَا
>> مَرَّتَيْنِ،
>> وَكَانَتْ حَلَالًا قَبْل خَيْبَر ، ثُمَّ حُرِّمَتْ يَوْم خَيْبَر، ثُمَّ
>> أُبِيحَتْ يَوْم فَتْح مَكَّة وَهُوَ يَوْم أَوْطَاس، لِاتِّصَالِهِمَا،
>> ثُمَّ
>> حُرِّمَتْ يَوْمئِذٍ بَعْد ثَلَاثَة أَيَّام تَحْرِيمًا مُؤَبَّدًا إِلَى
>> يَوْم
>> الْقِيَامَة، وَاسْتَمَرَّ التَّحْرِيم
>>
>> *"yang benar dalam masalah nikah mut'ah ini adalah bahwa pernah dibolehkan
>> dan kemudian diharamkan sebanyak dua kali; yakni dibolehkan sebelum perang
>> Khaibar, tapi kemudian diharamkan ketika perang Khaibar. Kemudian
>> dibolehkan
>> selama tiga hari ketika fathu Makkah, atau hari perang Authas, kemudian
>> setelah itu diharamkan untuk selamanya sampai hari kiamat".*
>>
>> Alasan kenapa ketika itu dibolehkan melaksanakan nikah mut'ah, karena
>> ketika itu dalam keadaan perang yang jauh dari istri, sehingga para
>> sahabat
>> yang ikut perang merasa sangat berat. Dan lagi pada masa itu masih dalam
>> masa peralihan dari kebiasaan zaman jahiliyah. Jadi wajar jika Allah
>> memberikan keringanan (*rukhshah*) bagi para sahabat ketika itu.
>>
>> Ada pendapat yang membolehkan nikah mut'ah ini berdasarkan fatwa sahabat
>> Ibnu Abbas r.a., padahal fatwa tersebut telah direvisi oleh Ibnu Abbas
>> sendiri, sebagaimana disebutkan dalam kitab *fiqh as-sunnah*:
>>
>> وقد روي عن بعض الصحابة وبعض التابعين أن زواج المتعة حلال، واشتهر ذلك عن
>> ابن
>> عباس رضي الله عنه، وفي تهذيب السنن: وأما ابن عباس فانه سلك هذا المسلك في
>> إباحتها عند الحاجة والضرورة، ولم يبحها مطلقا، فلما بلغه إكثار الناس منها
>> رجع.
>>
>> فقال ابن عباس: (إنا لله وإنا إليه راجعون)! والله ما بهذا أفتيت، ولا هذا
>> أردت، ولا أحللت إلا مثل ما أحل الله الميتة والدم ولحم الخنزير، وما تحل إلا
>> للمضطر، وما هي إلا كالميتة والدم ولحم الخنزير.
>>
>> *Diriwayatkan dari beberapa sahabat dan beberapa tabi'in bahwa nikah
>> mut'ah hukumnya boleh, dan yang paling populer pendapat ini dinisbahkan
>> kepada sahabat Ibnu Abbas r.a., dan dalam kitab Tahzhib as-Sunan
>> dikatakan:
>> sedangkan Ibnu Abbas membolehkan nikah mut'ah ini tidaklah secara mutlak,
>> akan tetapi hanya ketika dalam keadaan dharurat. Akan tetapi ketika banyak
>> yang melakukannya dengan tanpa mempertimbangkan kedharuratannya, maka ia
>> merefisi pendapatnya tersebut. Ia berkata: "inna lillahi wainna ilaihi
>> raji'un, demi Allah saya tidak memfatwakan seperti itu (hanya untuk
>> kesenangan belaka), tidak seperti itu yang saya inginkan. Saya tidak
>> menghalalkan nikah mut'ah kecuali ketika dalam keadaan dharurat,
>> sebagaimana
>> halalnya bangkai, darah dan daging babi ketika dalam keadaan dharurat,
>> yang
>> asalnya tidak halal kecuali bagi orang yang kepepet dalam keadaan
>> dharurat.
>> Nikah mut'ah itu sama seperti bangkai, darah, dan daging babi, yang
>> awalnya
>> haram hukumnya, tapi ketika dalam keadaan dharurat maka hukumnya menjadi
>> boleh"*
>>
>> Namun demikian, pendapat yang menghalalkan nikah mut'ah tersebut tidaklah
>> kuat untuk dijadikan dasar hukum. Sedangkan pendapat yang mengharamkannya
>> dasar hukumnya sangat kuat, sebab dilandaskan di atas hadis shahih sebagai
>> berikut :
>>
>> عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْه قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
>> اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْمُتْعَةِ عَامَ خَيْبَرَ (متفق عليه)
>>
>> *"Diriwayatkan bahwa sahabat Ali r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. melarang
>> nikah mut'ah ketika perang Khaibar"* Hadis dianggap shahih oleh imam
>> Bukhari dan Muslim.
>>
>> عَنْ سَلَمَةَ بن الأكوع رضي الله عنه قَالَ: رَخَّصَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
>> اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ أَوْطَاسٍ فِي الْمُتْعَةِ ثَلَاثًا ثُمَّ
>> نَهَى عَنْهَا (رواه مسلم)
>>
>> *"Diriwayatkan bahwa sahabat Salamah bin al-Akwa' r.a. berkata: Rasulullah
>> s.a.w. memperbolehkan nikah mut'ah selama tiga hari pada tahun Authas
>> (ketika ditundukkannya Makkah, fathu Makkah) kemudian (setelah itu)
>> melarangnya"* HR. Muslim.
>>
>> عن رَّبِيعُ بْنُ سَبْرَةَ الْجُهَنِيُّ أَنَّ أَبَاهُ حَدَّثَهُ أَنَّهُ
>> كَانَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا
>> أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي قَدْ كُنْتُ أَذِنْتُ لَكُمْ فِي الِاسْتِمْتَاعِ
>> مِنْ النِّسَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ ذَلِكَ إِلَى يَوْمِ
>> الْقِيَامَةِ فَمَنْ كَانَ عِنْدَهُ مِنْهُنَّ شَيْءٌ فَلْيُخَلِّ سَبِيلَهُ
>> وَلَا تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا (أخرجه مسلم وأبو داوود
>> والنسائي وابن ماجة وأحمد وابن حبان)
>>
>> *"Diriwayatkan dari Rabi' bin Sabrah r.a. sesungguhnya rasulullah s.a.w.
>> bersabda: "wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku pernah mengizinkan
>> nikah
>> mut'ah, dan sesungguhnya Allah telah mengharamkannya sampai hari kiamat,
>> oleh karenanya barangsiapa yang masih mempunyai ikatan mut'ah maka segera
>> lepaskanlah, dan jangan kalian ambil apa yang telah kalian berikan kepada
>> wanita yang kalian mut'ah"* HR. Muslim, Abu Dawud, an-Nasai, Ibnu Majah,
>> Ahmad, dan Ibnu Hibban.
>>
>> Hadis-hadis tersebut cukup kuat untuk dijadikan pijakan menetapkan hukum
>> haram bagi nikah mut'ah, dan sangat terang benderang menjelaskan bahwa
>> Islam
>> melarang nikah mut'ah. Oleh karena itu, jika saat ini ada yang
>> melaksanakan
>> nikah mut'ah maka ia telah dianggap melanggar ajaran Islam dan secara
>> otomatis nikahnya tersebut batal, sebagaimana disebutkan oleh al-Imam
>> an-Nawawi dalam *Syarh Shahih Muslim*:
>>
>> وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ مَتَى وَقَعَ نِكَاح الْمُتْعَة الْآن حُكِمَ
>> بِبُطْلَانِهِ سَوَاء كَانَ قَبْل الدُّخُول أَوْ بَعْده
>>
>> *"Para ulama sepakat (ijma') bahwa jika saat ini ada yang melaksanakan
>> nikah mut'ah maka hukumnya tidak sah (batal), baik sebelum atau sesudah
>> dilakukan hubungan badan"*
>>
>> Dari penjelasan yang panjang-lebar tersebut, dapat disimpulkan
>> bahwa nikah mut'ah pernah dibolehkan ketika zaman rasul s.a.w. masih
>> hidup,
>> tapi kemudian diharamkan oleh rasulullah s.a.w. sampai hari kiamat. Jika
>> ada
>> yang melaksanakan nikah mut'ah pada masa sekarang, maka nikah mut'ah
>> tersebut hukumnya batal.
>>
>> Dengan begitu, kiranya pertanyaan ibu sudah terjawab semuanya.
>> Sebenarnya melalui pertanyaan yang ibu ajukan, saya menangkap kesan bahwa
>> ibu sudah tidak yakin dengan sahnya nikah mut'ah yang ibu lakukan.
>> Berkali-kali ibu menyebutkan ingin "nikah sesungguhnya". Apalagi
>> pernikahan
>> ibu dilakukan "dengan tanpa diketahui siapapun". Sedangkan dalam Islam
>> pernikahan selain harus ada wali juga harus ada yang menjadi saksi,
>> sehingga
>> tetap harus ada orang yang menyaksikan. Selain itu, ajaran Islam juga
>> sangat
>> menganjurkan adanya *walimah* (semacam pesta). Tujuannya, agar semakin
>> banyak orang yang menjadi saksi bahwa kedua orang tersebut telah menjalin
>> ikatan pernikahan. Saksi ini penting, karena setelah akad nikah selesai
>> kedua mempelai, yakni suami dan istri, saling mempunyai hak-hak perdata,
>> misalnya dalam hal warisan. Jika ada sengketa di kemudian hari, misalnya,
>> maka kedudukan istri untuk menuntut haknya akan semakin kuat, karena ada
>> banyak saksi. Ketentuan ini tentu tidak berlaku terhadap nikah mut'ah,
>> karena dalam nikah mut'ah ketika jangka waktu pernikahan telah habis, maka
>> tanpa talakpun secara otomatis tidak ada lagi hubungan antara kedua orang
>> tersebut. Dan jangan lupa, dalam nikah mut'ah istri tidak berhak mendapat
>> warisan dari suami, ketika, misalnya, suaminya tersebut meninggal.
>> Tegasnya,
>> dengan nikah mut'ah, para wanita yang menjadi istri kedudukannya sangatlah
>> lemah. Oleh karenanya Islam melarang nikah mut'ah tersebut.
>>
>> Apabila kita renungkan dengan hati yang jernih, betapa ajaran
>> Islam itu sangat indah, jika dilaksanakan dengan tulus ikhlas, sesuai
>> dengan
>> kehendak Allah SWT. Sekarang tinggal kemauan dan kesungguhan dari kita,
>> umat
>> manusia, untuk tunduk dan mematuhi sabda rasulullah s.a.w. tersebut.
>> Kemuliaan di sisi Allah SWT adalah bagi orang yang rela mendahulukan dan
>> tunduk kepada aturan-aturanNya sebagaimana disampaikan oleh utusanNya.
>> Oleh
>> karenanya, saya menyarankan kepada ibu, selagi masih ada kesempatan
>> segeralah menyatakan penyesalan secara bersungguh-sungguh dengan
>> bertaubat,
>> dan mulailah dengan ikatan pernikahan yang diridhai oleh Allah SWT.
>> Yakinlah, bahwa ampunan Allah itu maha luas, dan tetapkan hati bahwa Allah
>> *'azza wajalla* akan senantiasa bersama orang yang tunduk terhadap
>> aturan-aturanNya.
>>
>>
>>
>> *Wallahu a'lam bi as-shawab*
>>
>>
>>
>>
>>
>> Whe~en
>> http://wheen.blogsome.com/
>>
>> "Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku,
>> dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti
>> perkataanku."
>> (QS 20 : 25-28)
>> "Ya Allah jadikan Aku hamba yang selalu bersyukur dan penyabar"
>>
>> >
>>
>
> >
>

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125

Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63

Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

No comments:

Post a Comment