Saturday, August 15, 2009

[Milis_Iqra] Re: RAHASIA DIBALIK DZIKIR JAHAR



Pada 10 Agustus 2009 15:35, andri subandrio <subandrio.andri@gmail.com> menulis:
1. Sesungguhnya makna Iman secara sederhana adalah : Taat, artinya melaksanakan apa
    yang diperintah dan menjauhi apa yang dilarang.
2. Dan hakekat pengamalan agama (ibadah) secara sederhana juga cuma ada dua hal:

    Ibadah Ritual (Hablun minallah)
dan Ibadah Sosial/Muamalah (Hablun Minannaas)
3. Segala ritual pada dasarnya adalah terlarang  (haram) kecuali ada perintah, sedang
    muamalah pada dasarnya boleh (halal) kecuali ada larangan.

Melihat pengertian yang sederhana tersebut diatas sebetulnya beragama itu mudah dan indah, kenapa mesti kita tambah-tambah?


Karena itulah termasuk kaidah yang dipegangi oleh para imam termasuk Imam Ahmad rahimahullah dan selain beliau menyatakan : 
"Ibadah itu pada asalnya terlarang (tidak boleh dikerjakan)" 

Yakni tidak boleh menetapkan/mensyariatkan satu ibadah kecuali apa yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. 
Dan mereka menyatakan pula : 
"Muamalah dan adat (kebiasaan) itu pada asalnya dibolehkan (tidak dilarang)" 

Oleh karena itu tidak boleh mengharamkan sesuatu dari muamalah dan adat tersebut kecuali apa yang Allah ta`ala dan rasul-Nya haramkan. Sehingga termasuk dari kebodohan bila mengklaim sebagian adat yang bukan ibadah sebagai bid`ah yang tidak boleh dikerjakan, padahal perkaranya sebaliknya (yakni adat bisa dilakukan) maka yang menghukumi adat itu dengan larangan dan pengharaman dia adalah ahlu bid`ah (mubtadi). Dengan demikian, tidak boleh mengharamkan satu adat kecuali apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. 

Dan adat itu sendiri terbagi tiga : 
Pertama : yang membantu mewujudkan perkara kebaikan dan ketaatan maka adat seperti ini termasuk amalan qurbah (yang mendekatkan diri kepada Allah). 
Kedua : yang membantu/mengantarkan kepada perbuatan dosa dan permusuhan maka adat seperti ini termasuk perkara yang diharamkan. 
Ketiga : adat yang tidak masuk dalam bagian pertama dan kedua (yakni tidak masuk dalam amalan qurbah dan tidak pula masuk dalam perkara yang diharamkan) maka adat seperti ini mubah (boleh dikerjakan). Wallahu a`lam 

 

2009/8/10 Addin <addinkesmas@gmail.com>

 

Akhi, Ibnu Qayyim rahimahullah berkata dalam l'lamul muwaqqi'in:" Telah diketahui behwa tidak ada yang haram kecuali yang diharamkan oleh Allah dan rasulNya, dan tidak ada dosa kecuali yang dianggap dosa oleh Allah dan rasulNya. Sebagaimana tidak ada yang wajib kecuali yang diwajibkan oleh Allah dan rasulNya, dan tidak ada agama kecuali yang Allah syari'atkan.

 Maka pada asalnya dalam ibadah adalah terlarang sampai tegak dalil yang memerintahkannya. Sedangkan dalam 'aqad dan muamalat pada asalnya adalah sah sampai tegak dalil yang membatalkannya

 

Perbedaan antara keduanya adalah bahwa sesungguhnya Allah tidak diibadahi kecuali dengan yang Dia syariatkan melalui lisan para RasulNya, karena ibadah itu hak Allah atas hamba-hambaNya, dan hakNya adalah yang Allah ridhoi dan tentunya di syari'atkan.

 

(dikutip dari buku Meniti jalan kebenaran- Ust Abu Yahya badrussalam)

Dalil yang menunjukkan bahwa pada asalnya ibadah adalah haram yaitu hadist:

"Barang siapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak diatas perintah kami, maka amalan tersebut tertolak". (HR Muslim)

Maka bila akhi ragu mengenai hukum suatu ibadah, maka janganlah engkau lakukan dahulu, karena pada asalnya ibadah itu haram. Dan bila telah ada perintah untuk suatu ibadah, maka melaksanakannya pun harus sesuai dengan contoh Rasulullah sallallahu alaihi wassallam dalam enam perkara, yaitu:

1.       Tempat

Tidak boleh kita menentukan tempat yang diyakini mempunyai keutamaan sementara tidak ada dalilnya, seperti orang yang menyakini bahwa sholat di masjid kiblatain lebih afdol dari yang lainnya, padahal tidak ada dalilnya dari Al Quran dan Hadist

2.       Waktu

Tidak boleh menentukan waktu tanpa dalil atau bertentangan dengan dalil, seperti orang menghususkan membaca surat yasin hanya pada malam jum'at, atau menghususkan puasa pada hari jum'at

3.       Tata cara

Suatu ibadah mutlak yang tidak dijelaskan tata caranya secara khusus, tidak boleh kita tentukan tata caranya sendiri, seperti mengucapkan Laa ilaaha illallah dengan cara memutar-putarkan kepala.

4.       Jumlah

Ibadah yang tidak ditentukan jumlahnya oleh syari'at tidak boleh kita menentukan dengan jumlah tertentu kecuali karena dalil, maka tidak boleh misalnya seseorang berdzikir dengan menentukan jumlah 100 atau 1000 dengan disertai keyakinan adanya keutamaan pada jumlah tersebut.

5.       Sebab

Bila engkau bersin, disunnahkan adalah mengucapkan Alhamdulillah, namun jika engkau bersendawa tidak ada contohnya dari Nabi Shallallahu alaihi wassallam untuk mengucapkan Alhamdulillah, karena bila itu baik tentu telah disyari'atkan oleh Nabi Shallallahu alaihi wassallam, kecuali bila engkau selama setahun tidak dapat bersendawa, kemudian suatu hari anda bersendawa, maka tidak mengapa mengucapkan alhamdulillah

6.       Jenis

Binatang kurban telah ditentukan jenisnya yaitu kambing, sapid an unta. Maka jika ada seseorang berkurban dengan ayam misalnya maka tidak sah

Sedangkan dalil yg menunjukan bahwa masalah dunia pada asalnya adalah boleh sampai ada dalil yang melarangnya yaitu Firman Allah Ta'ala:

"Dialah yang menciptakan untukmu apa yang ada dibumi semuanya"(QS 2:29)

Syaikh Abdurrahman As Sa'di rahimahullah berkata," dalam ayat yang mulia ini terdapat dalil bahwa pada asalnya segala sesuatu(duniawi) itu adalah mubah dan suci, karena ayat ini dalam rangka menyebutkan ni'mat dan keluar dari ayat ini adalah segala perkara yang buruk, karena keharamannya diambil dari ayat itu juga, dan penjelasan maksud darinya yaitu bahwa Allah menciptakannya untuk manfaat kita, maka apa saja yang berbahaya, ia keluar dari itu".

 

 

From: Milis_Iqra@googlegroups.com [mailto:Milis_Iqra@googlegroups.com] On Behalf Of Ndy Ndy212
Sent: 10 Agustus 2009 10:58

Subject: [Milis_Iqra] Re: RAHASIA DIBALIK DZIKIR JAHAR

 

 

Pada 10 Agustus 2009 10:44, Whe~en (gmail) <whe.en9999@gmail.com> menulis:

:-)

Tahlilan again ya Ahen?



No what-what kan ngebahas tahlilan lagi ? Ini hanya masalah contoh.

 

duch...... kan sudah sama mas Dani diskusinya

panjang pake lebar lagi

sekarang jadi ngajak saya :-( :-( :-(


Bukan ngajak Mbak Whe en. Soalnya hal itu terlintas begitu saja, biar praktis begitu.

 

ini pendapat saya

[Ahen] apakah itu bisa diterapkan secara global, maksud saya apakah boleh dilaksanakan di mana saja ? Kalau boleh, berarti di acara tahlilan pun boleh,

 

jangan dibalik Kang Hendy :-)

kaidahnya jangan suka dibalik balik ach

itu kang Hendy sudah mengakui bahwa dalil untuk bacaan tersebut adalah umum waktunya,

jika kang Hendy mau mengkhususkan di acara tahlilan, berarti kang Hendy harus punya dalil khusus karena waktu ini.

Kang Hendy punya ga dalil soal pengkhususan waktu contohnya di tahlilan ini?

saya yakin tidak punya heheheheh, silahkan dikemukakan kalo memang punya untuk pengkhususan waktu ini.

[buku ngaji saya ketinggalan :-) ini pelajaran minggu I kemarin :-), jadi tidak saya teruskan dulu ya, salah nulis bisa diserbu banyak orang nanti :-D :-D]



Maksudnya dibalik apa ?
 Kan saya menanyakan, kalau kita mengerjakan suatu amalan, tidak ada dalil secara langsung, tapi ada dalil lain yang menerangkan tentang keutamaan do'a misalnya, tapi tidak dibahas bagaimana caranya, waktunya, pelaksanaannya, jadi ada orang2 yang menafsirkan bisa kapan dan dimana saja. Apakah itu boleh ?
Dulu ada yang berpendapat, kalau tidak salah tangkap, ada yang menulis, dalil/sunnah  itu ibaratnya tentang alat2 kebersihan di rumah tangga, sang majikan ingin agar pembantunya melakukan sesuai keinginannya, misalnya dengan cara diterangkan satu2 dari masing2 alat2 kebersihan tsb, lalu diberi contoh.
Nah kalau saya berpendapat begini : bisakah sang majikan hanya menerangkan saja kegunaan alat2 tsb, mencontohkan juga bisa sih, tapi apakah salah kalau pembantunya tadi tidak melakukan apa yang disuruh, TETAPI tetap menggunakan alat2 yg diterangkan tadi ?
Jadi intinya ya seperti yg tadi saya tulis, kalau pun tidak dicontohkan, tetapi ada dalil lain yang mendukungnya, bolehkah kita melaksanakannya ? Apakah itu bisa disebut bid'ah ?
Kalau menurut saya, bid'aj itu jika sama sekali tidak ada keterangan/dalil dari nabi. Misalnya, sholat subuh 2 rakaat, kita ganti jadi 3 atau 4 rakaat, nah itu baru namanya "mengada-adakan urusan/sesuatu yang baru". Kalau masalah dzikir, baca do'a2, sepanjang ada hadis/dalilnya, tetapi tdk diterangkan waktunya, yang diterangkan cuma keutamaannya saja, apakah boleh ?

 

Whe~en
http://wheen.blogsome.com/
 
"Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku." (QS 20 : 25-28)
"Ya Allah jadikan Aku hamba yang selalu bersyukur dan penyabar"

----- Original Message -----

From: Ndy Ndy212

Sent: Monday, August 10, 2009 9:53 AM

Subject: [Milis_Iqra] Re: RAHASIA DIBALIK DZIKIR JAHAR

 

 

Pada 10 Agustus 2009 08:24, Whe~en (gmail) <whe.en9999@gmail.com> menulis:

apalagi Rasulullah pernah bersabda bahwa semua sudah dijelaskan oleh beliau:

Tidaklah tertinggal sesuatupun yang mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka melainkan telah dijelaskan semuanya kepada kalian.

(Hadist shahih diriwayatkan : oleh ath-Thabrani dalam al-Mu'jamul Kabirr (II/155-156, no. 1647) dari Shahabat Abu Dzar al-Ghifari radhiyallaahu'anhu. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-shahiihah (no. 1803) )


Mbak, saya mau menanyakan, apakah kita "hanya meniru" semua hal yang dilakukan oleh Nabi, maksud saya apabila Nabi melakukan hal A, apakah kita "hanya melakukan hal A" juga ?
Kalau nabi bersabda sesuatu, tapi ada hubungannya dengan sunnah yg dilakukan beliau, apa boleh ? Apakah bisa disebut bid'ah hanya karena tidak ada contoh langsung yg persis sama dengan yang dilakukan beliau ?
Saya beri contoh (yang sering kita diskusikan), yaitu masalah tahlil. Nabi pernah bersabda tentang bacaan Laailahaillalloh 100 x :

"Tiada seorang hamba pun yang mengucapkan Laailaahaillalloh seratus kali, melainkan ia akan dibangkitkan Alloh kelak pada hari kiamat dengan wajah cemerlang bagaikan bulan purnama. Dan ketika itu, tidak ada amal seorangpun yang lebih utama dari amal orang tersebut, kecuali orang yang juga membaca ucapan tahlil seratus kali atau lebih banyak lagi."

(HR.Imam ath-Thabrani dari Abu Darda'-kitab al-Fath al-Kabir,II/66)

 

apakah itu bisa diterapkan secara global, maksud saya apakah boleh dilaksanakan di mana saja ? Kalau boleh, berarti di acara tahlilan pun boleh, karena ADA CONTOHNYA/HADISNYA, begitu pun dengan surat Al-Baqarah :

Surat Albaqarah yang di baca adalah permulaan ayat sampai dengan ayat ke 5, lalu ayat 163 disambung dengan ayat ke 255 yg biasa disebut ayat kursi.Kemudian membaca 3 ayat terakhir, yaitu ayat ke 284,285 dan 286 dari surat tsb.

Hadisnya :

"Bergembiralah kamu dengan 2 cahaya yang diberikan kepadamu, yang belum pernah diberikan kepada nabi-nabi yang sebelum kamu, yaitu bacaan surat Al-Fatihah dan akhir surat Al-Baqarah (yaitu 3 ayat) yang jika engkau membaca keduanya, maka permintaanmu akan dikabulkan."

 

Apakah disitu dijelaskan kapan waktunya ? Kalau tidak, berarti boleh kapan saja ya ?

 

 

 

 

 




--
Follow me on twitter : http://twitter.com/nugraha212









--
Follow me on twitter : http://twitter.com/nugraha212

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125

Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63

Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
  Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
  Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
     Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

No comments:

Post a Comment