Thursday, September 24, 2009

[Milis_Iqra] Pulanglah...

Pulanglah...
oleh Halimah
Pulkam ( pulang kampung ) adalah hal yang lazim terdengar, diakhir-akhir
ramadhan. Saat di pasar, saat di masjid maupun saat kita di taksi ( di Sengata,
angkot dinamakan taksi ), perbincangan pulkam adalah hal yang biasa Saat lebaran
memang adalah saat dimana para musafir dan perantau punya tujuan pulang ke
kampung halamannya. Menumpahkan kerinduan kepada keluarga besar, terutama kedua
orangtua, khususnya ibunya.
Kepulangan ke kampung halaman memang sebuah kenikmatan. Nikmat karena bila
berada di dalam lingkaran keluarga yang telah membesarkan kita, maka perasaan
tenang dan nyaman akan melingkupi kita. Oleh karena itulah di saat kita berada
di kota yang berbeda, ataupun pulau yang berbeda dari kampung halaman kita, maka
kerinduan itu akan selalu bernyanyi di relung hati kita, karena ingat betapa
indahnya bila kita dapat bercengkrama dan berbagi cerita pada mereka yang di
kampung. Yang di kampung pun akan sangat senang mendengar cerita-cerita kita,
tentang sebuah tempat atau kota yang kita jalani saat ini. Tentu akan
menimbulkan kebahagiaan membagi dan mendengar cerita yang di iringi suasana
keakraban.
Pulkam memang sangat layak untuk dijalani, karena  sepertinya pada waktu itulah
semua orang punya waktu libur yang sama. Pada waktu libur yang bersamaan itulah
dapat membuat kita bertemu dengan orang-orang yang ingin kita jumpai. Pulkam
tentu saja dapat terlaksana bila di tunjang dana yang cukup. Karena sebagai
seorang perantau biasanya akan sedikit risih bila tidak ada buah tangan, untuk
orang-orang yang menyambut kedatangan kita. Perlu dana lebih pula untuk dapat
berbagi rejeki kepada orang-orang yang kita tuakan di kampung kita, istilahnya
sih bagi amplop. Tapi itu memang bukan sebuah keharusan, tapi sepertinya sebuah
kebutuhan pada diri kita untuk dapat pula menyenangkan hati orang-orang terdekat
kita, yang telah lama kita tinggalkan.
Urusan uang meng-uang, memang sebuah dilema untuk pulkam ini. Karena di satu
sisi ingin berbagi saat di kampung, tapi disisi yang lain sebenarnya kita merasa
kerepotan juga, karena dana yang digunakan untuk pulkam ini, adalah hasil
tabungan kita selama satu tahun. Hingga kadang kita menunda ke pulangan kita,
karena memang kondisi keuangan tidak memungkinkan.
Berbicara tentang uang, memang susah-susah gampang. Karena selama ini, kita
terkotomi dengan pemikiran bahwa banyak uang maka urusan jadi lancar. Hingga
terkadang bila kita punya uang yang "mepet" membuat kita berpikir ulang tentang
pulkam. Padahal pulkam ini sebenarnya sebuah kenikmatan, baik dari rasa sang
anak maupun sebaliknya, orang-tuanya.
Saya merasakan sendiri, saat ini. Kedua orang-tua telah tiada. Maka acara pulkam
sepertinya kadang hanya sebuah rekreasi saja. Karena di hati ini, sudah tak
merasakan sambutan dan cinta dari orang-tua khususnya sang ibu yang sangat
mencintai kita. Ibu yang selalu dekat, dan merepotkan diri bila kita datang, dan
sangat terlihat rasa gembiranya ketika kita menampakkan wajah di hadapan beliau.
Rasa gembira yang terpancar dari wajah ibu itulah yang membuatku sering pulkam
saat beliau masih ada. Tapi saat ini sepertinya, saya kehilangan setengah
semangat untuk melakukan pulkam, yang banyak diminati orang.
Begitu pula cerita seorang ibu yang berasal dari  pulau Jawa. Sebutlah dia
bernama A. A menceritakan bagaimana ingin bersemangatnya dia pulkam, seperti
yang dilakukan di lingkungannya, tapi dia merasakan kehampaan. A merasakan
sambutan sang ibu berbeda dengan saudaranya. Walaupun saudaranya sudah maksimal,
tapi rasa cinta seorang ibu yang dapat dirasakannya saat pulkam, ternyata sudah
tidak bisa di dapatkannya lagi. Jadi bila A bercerita pulkam, terlihat jelas
sebuah kesedihan dari wajahnya, walaupun ayahnya masih hidup. Memang tidak bisa
di pungkiri kedekatan antara ibu dan anaknya adalah sebuah kedekatan yang memang
tidak bisa tertandingi oleh orang lain, semisal sang ayah.
Ada juga seorang ibu yang saya namakan saja B, ternyata dia punya pula perasaan
yang sama dengan si A. Ayahnya pun masih hidup dan beristri lagi. B adalah
seorang perantau dari Sulawesi. B merasakan sebuah perasaan hampa pula, bila
orang menceritakan niatnya untuk pulkam. Tapi memang si B ini, sedari kecil
tidak mengenal ibunya. Karena ibunya telah berpulang ke Rahmatullah sejak dia
masih berupa bayi "merah". Dia diasuh oleh banyak orang dan banyak keluarga.
Penderitaanya saat tinggal pada orang yang ditumpanginya hidup, tidak
menjadikannya rindu pada keluarga yang menghidupinya tersebut. Tak ada rasa 
sayang, yang ada hanya rasa ingin membalas budi. Karena itulah B tak seantusias
orang lain untuk urusan pulkam.
Pulkam yang bertujuan untuk silaturahmi pada keluarga dekat, tentu saja sebuah
kebajikan yang perlu di dilakukan. Karena silaturahmi pada keluarga yang lama
tak bersua, akan mendekatkan hati, dan rasa kekeluargaan yang dalam. Karena bila
silaturahmi itu tidak dilakukan, kemungkinan besar beberapa tahun kemudian, kita
akan merasakan sebuah keterasingan, karena memang kita memerlukan sebuah tempat
untuk merasa satu hati dan memerlukan dukungan dari keluarga besar untuk  semua
problema hidup kita. Maka sebuah kewajaran bila biasanya sang perantau akan
banyak mengeluarkan dana untuk urusan menelpon ke kampungnya.
Bila saat ini kita punya waktu dan dana yang cukup, maka bersegeralah untuk bisa
 pulkam. Karena pulkam ini adalah sebuah silaturahmi yang akan mengikatkan rasa
kekeluargaan di antara keluarga besar kita dan kedekatan kita pada orang-orang
yang kita cintai khusunya ibu kita. Karena pulkam akan bernilai lebih bila masih
ada orang-tua yang menyambut kita. Pulkam akan terasa lebih bermakna, karena
kita masih bisa sujud di kaki orang-tua kita, dan merasakan betapa mereka
mencintai kita.
Pulanglah…. Sebelum ibu meninggalkan dunia fana ini. Ibu yang telah banyak
berkorban untuk kita, ibu yang banyak meneteskan air mata untuk kita, ibu yang
banyak berdo'a untuk kita. Beliau sangat menantikan kepulangan kita di saat
lebaran Idul Fithri ( Walaupun kadang di mulutnya mengatakan sangat mengerti
kondisi kita, untuk tidak menjenguknya. ) .
Kedatangan kita untuk mencium pipinya, menyentuh tangannya yang mulai keriput
karena termakan usia, akan menambah kebahagiaannya karena anak yang telah
dilahirkannya masih mau berkorban untuk dirinya, untuk menyentuhnya, untuk
mendengar cerita-ceritanya ( walaupun kadang kita sudah sangat hapal dengan
ceirta yang dilulang-ulang tersebut. ), mendengar keluhannya secara langsung.
Beliau akan merasa dinomor satukan karena beliau tahu, kita dalam kondisi yang 
sedikit "sesak nafas" karena tabungan yang akan menipis untuk acara pertemuan
tersebut.
Pulanglah… Untuk meyakinkan ibu, bahwa kita sangat memerhatikan dan mencintai
beliau walau dengan segala kondisi yang serba kekurangan.
Pulanglah… Sebelum ibu kita berpulang ke hadirat Allah Swt.
( Ibu…. Maafkan semua kesalahan anakmu ini, disaat dikau masih hidup, karena
seringkali berhitung tentang uang dan waktu untuk menemuimu. Saat ini aku hanya
bisa berdoa, Semoga semua amal kebajikanmu diterima oleh Allah Swt. Amiin )
 
Sengata, 17 September 2009
Halimah Taslima
Forum Lingkar Pena ( FLP ) Cab. Sengata
halimahtaslima@gmail.com
 
 
 

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125

Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63

Gabung : Milis_Iqra-subscribe@googlegroups.com
  Keluar : Milis_Iqra-unsubscribe@googlegroups.com
  Situs 1 : http://groups.google.com/group/Milis_Iqra
     Mod : moderator.milis.iqra@gmail.com
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=--=-=-=-=-=-=-=-
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

No comments:

Post a Comment